Salain itu, kecemasan pada pasien berkaitan dengan ketakutan akan menjalani
posedur asing, penyuntikan, nyeri luka setelah operasi, hilangnya kemandirian dan
menjadi bergantung pada orang lain bahkan ancaman terjadinya kematian akibat
prosedur pembedahan dan tindakan anastesi (Potter & Perry, 2005). Kaplan dan
Sadock (2010) juga menjelaskan bahwa kecemasan pasien pre operasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, pengalaman pasien menjalani operasi,
konsep diri dan peran, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, kondisi medis,
akses informasi, proses adaptasi, jenis tindakan medis dan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kecemasan merupakan salah satu faktor yang harus di tingkatkan kualitasnya
sehingga dapat menurunkan kecemasan yang terjadi pada pasien pre operasi
(Kaplan & Saddock, 2010). Hal ini dapat terjadi karena saat terjadi komunikasi
terapeutik antara perawat-pasien maka akan terjadi interakasi yang bermakna
dimana perawat dan pasien dapat berbagi pengetahuan, perasaan, dan informasi
satu sama lain, selain itu juga akan terbina hubungan yang baik antara pasien
dengan perawat yang membuat pasien bisa menerima dan memahami kondisinya
sehingga kecemasan menurun (Rohmah, 2017). Smeltzer & Bare (2002)
menjelaskan bahwa melalui penjelasan yang rinci dan detail yang dilakukan oleh
perawat melalui komunikasi kepada pasien akan meningkatkan informasi
sehingga dapat menghilangkan ketakutan yang tidak diketahui, selain itu juga
memberikan pengenalan terhadap lingkungan perioperatif yang dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan keamanan yang dirasakan oleh pasien.
Pasien juga akan lebih mudah menerima penanganan serta mematuhi instruksi
yang diberikan jika sudah mendapatkan banyak informasi.
Komunikasi terapeutik sendiri terdiri dari empat fase, yaitu: fase pra-
interaksi; fase pengantar atau orientasi; fase kerja; dan fase terminasi. Pada
2.5 Kerangka Teori
Pembedahan
Non-Pembedahan