Anda di halaman 1dari 28

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA TN. K.U DI RUANGAN


INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP. PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

NAMA : FARIS ALBERT WENAS, S.KEP.

NIM : 20014104022

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

MANADO 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman
fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif
adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan
post operatif (Kozier et al, 2010). Dalam setiap fase tersebut dimulai dan diakhiri dalam waktu
tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah, dan masing – masing
mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat
dengan menggunakan proses keperawatan dan standart keperawatan (Brunner & Suddarth,
2010).
Masing-masing tahap mencakup aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan dari tim
kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan (Majid, 2011). Menurut
Brunner dan Suddarth (2010) fase perioperatif mencakup tiga fase dan pengertiannya yaitu :
1. Fase pra operatif dimulai saat keputusan untuk melakukan pembedahan dibuat dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi.
2. Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
3. Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif
yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room) / pasca anaestesi
dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
B. Etiologi
Pembedahan juga dapat diklasifikan sesuai tingkat urgensinya, dengan penggunaan istilah-
istilah kedaruratan, urgen, diperlukan, elektif, dan pilihan (Brunner & Suddarth, 2010).

No Klasifikasi Indikasi Pembedahan Contoh


1 Kedaruratan-pasien Tanpa ditunda Perdarahan hebat, obstruksi
membutuhkan perhatian kandung kemih atau usus,
segera; gangguan fraktur tulang tengkorak,
mungkin mengancam jiwa luka tembak atau tusuk,
luka bakar sangat luas
2 Urgen-pasien Dalam 24-30 jam Infeksi kandung kemih
membutuhkan perhatian akut, batu ginjal atau batu
segera pada uretra
3 Diperlukan-pasien harus Dapat direncanakan dalam Hiperplasia prostat tanpa
menjalani pembedahan beberapa bulan atau minggu obstruksi kandung kemih,
gangguan tiroid, katarak
4 Elektif-pasien harus Pembedahan dimana jika Perbaikan eskar, hernia
dioperasi ketika Tidak dilakukan pembedahan sederhana, perbaikan
diperlukan (penundaan) tidak terlalu vaginal
membahayakan
pasien
5 Pilihan-keputusan terletak Pilihan pribadi Bedah kosmetik
pada pasien
C. Tahap-tahap Perioperatif
1. Fase Preoperatif
Fase preoperatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai ketika
pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan (Brunner & Suddarth, 2010). Asuhan
keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara berkesinambungan, baik
asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one
day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh
perawat kamar bedah (Muttaqin & Sari, 2009).
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre
operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan pada saat pembedahan.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan preoperatif untuk mencegah kegagalan operasi
akibat ketidakstabilan kondisi pasien. Untuk itu perlu dilakukan persiapan pembedahan
dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun
keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
a) Persiapan psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal
ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan
keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan
penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang
peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang
diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan
pengobatanpengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki,
mobilitas dan membantu kenyamanan.
b) Persiapan fisiologi, meliputi :
Diet (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien
tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum.
Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan.Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja
operasi dan mengganggu jalannya operasi.
Persiapan perut, yaitu pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada
bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera
kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.
Persiapan kulit, yaitu daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Tujuannya
mencegah terjadinya infeksi.
Hasil pemeriksaan, yaitu hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
Tujuannya untuk mencegah kesalahan lokasi yang akan dioperasi.
Persetujuan operasi / Informed Consent, yaitu izin tertulis dari pasien / keluarga harus
tersedia.
2. Fase Intraoperatif
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (Brunner & Suddarth, 2010). Pada
fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV keteter, pemberian
medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.Contoh : memberikan dukungan
psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu
mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar
kesimetrisan tubuh. Tujuan diberikan asuhan keperawatan intraoperatif agar operasi
berjalan dengan aman, sesuai prosedur, dan tidak ada komplikasi saat di meja operasi.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi karena
posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien
adalah :
a) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b) Umur dan ukuran tubuh pasien.
c) Tipe anaesthesia yang digunakan.
d) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
e) Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi
yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah
dan kakinya ditutup dengan duk.

Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan
kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :

a) Anggota steril, terdiri dari: ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub
Nurse / Perawat Instrumen.
b) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari: ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat
sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit).
3. Fase Postoperatif
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif
yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room) / pasca anaestesi
dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah (Brunner &
Suddarth, 2010).
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama
periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan
rujukan yang penting untuk penyembuhan mdan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan postoperatif untuk mempertahankan kepatenan jalan
nafas akibat efek anastesi yang mempengaruhi depresi pernapasan. Fase post operatif
meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah:
a) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery
room) Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak
insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak
berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan
transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan
dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side
rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi ini
merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi
dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
b) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi.
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih
sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia
care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan. PACU atau RR biasanya
terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah
akses bagi pasien untuk:
Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi).
Ahli anastesi dan ahli bedah.
Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Pre Operatif
Pengkajian pasien pada fase pre operatif secara umum dilakukan untuk menggali
permasalahan pada pasien sehingga perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai
dengan kondisi pasien (Muttaqin & Sari, 2009).
o Pengkajian Umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari, atau
unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif di mana seluruh hal yang
berhubungan dengan pembedahan pasien perlu dilakukan secara seksama.
Identitas pasien : pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama
pasien. Umur pasien sangat penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada
berbagai jenis pembedahan. Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas
pasien.
Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan : diperlukan sebagai persiapan finansial
yang sangat bergantung pada kemampuan pasien dan kebijakan rumah sakit tempat
pasien akan menjalani proses pembedahan
Persiapan umum : persiapan informed consent dilakukan sebelum dilaksanakannya
tindakan
o Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien di rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari,
atau unit gawat darurat dilakukan perawat melalui Teknik wawancara untuk
mengumpulkan riwayat yang diperukan sesuai dengan klasifikasi pembedahan
Riwayat alergi : perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat
yang mungkin diberikan selama fase intraoperatif
Kebiasaan merokok, alcohol, narkoba : pasien perokok memiliki risiko yang lebih
besar mengalami komplikasi paruparu pasca operasi, kebiasaan mengonsumsi
alcohol mengakibatkan reaksi yang merugikan terhadap obat anestesi, pasien yang
mempunyai riwayat pemakaian narkoba perlu diwaspadai atas kemungkinan besar
untuk terjangkit HIV dan hepatitis.
Pengkajian nyeri : pengkajian nyeri yang benar memungkinkan perawat
perioperative untuk menentukan status nyeri pasien. Pengkajian nyeri
menggunakan pendekatan P (Problem), Q (Quality), R (Region), S (Scale), T
(Time).
o Pengkajian psikososiospiritual
Kecemasan praoperatif: bagian terpenting dari pengkajian kecemasan perioperative
adalah untuk menggali peran orang terdekat, baik dari keluarga atau sahabat
pasien. Adanya sumber dukungan orang terdekat akan menurunkan kecemasan.
Perasaan: pasien yang merasa takut biasanya akan sering bertanya, tampak tidak
nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif mencari
dukungan dari teman dan keluarga.
Konsep diri : pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi
yang dialaminya dengan tepat.
Citra diri : perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap terjadi
akibat operasi. Reaksi individu berbeda-beda bergantung pada konsep diri dan
tingkat harga dirinya.
Sumber koping: perawat perioperative mengkaji adanya dukungan yang dapat
diberikan oleh anggota keluarga atau teman pasien.
Kepercayaan spiritual: kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam
menghadapi ketakutan dan ansietas.
Pengetahuan, persepsi, pemahaman: dengan mengidentifikasi pengetahuan,
persepsi, pemahaman, pasien dapat membantu perawat merencanakan penyuluhan
dan tindakan untuk mempersiapkan kondisi emosional pasien.
Inform consent : suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh
pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan
o Pemeriksaan fisik
Ada berbagai pendekatan yang digunakan dalam melakukan pemeriksaan fisik,
mulai dari pendekatan head to toe hingga pendekatan per system. Perawat dapat
menyesuaikan konsep pendekatan pemeriksaan fisik dengan kebijakan prosedur
yang digunakan institusi tempat ia bekerja. Pada pelaksanaannya, pemeriksaan
yang dilakukan bisa mencakup sebagian atau seluruh system, bergantung pada
banyaknya waktu yang tersedia dan kondisi preopratif pasien. Focus pemeriksaan
yang akan dilakukan adalah melakukan klarifikasi dari hasil temuan saat
melakukan anamnesis riwayat kesehatan pasien dengan system tubuh yang akan
dipengaruhi atau memengaruhi respons pembedahan.
o Pemeriksaan diagnostic
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan diagnostic guna memeriksa adanya kondisi yang tidak
normal. Perawat bertanggung jawab mempersiapkan dalam klien untuk menjalani
pemeriksaan diagnostic dan mengatur agar pasien menjalani pemeriksaan yang
lengkap.perawat juga harus mengkaji kembali hasil pemeriksaan diagnostic yang
perlu diketahui dokter untuk membantu merencanakan terapi yang tepat.

b) Intra Operatif
Pengkajian intraoperatif secara ringkas mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan
pembedahan . Diantaranya adalah validasi identitas dan prosedur jenis pembedahan
yang akan dilakukan, serta konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan
radiologi . (Muttaqin & Sari, 2009). Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya
operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja,
sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesilokal ditambah dengan pengkajian
psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah:
o Pengkajian mental, bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih
sadar/terjagamaka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan
terhadapnya danmemberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi
prosedur tersebut.
o Pengkajian fisik, tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka perawat
harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
o Transfusi dan infuse, monitor flabot sudah habis apa belum.
o Pengeluaran urin, normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam.

c) Post Operatif
Pengkajian pascaanastesi dilakukan sejak pasien mulai dipindakhan dari kamar operasi
ke ruang pemulihan. Pengkajian di ruang pemulihan berfokus pada keselamatan jiwa
pasien (Muttaqin & Sari, 2009).
o Status respirasi, meliputi: kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan,
kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
o Status sirkulatori, meliputi: nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
o Status neurologis, meliputi tingkat kesadaran.
o Balutan, meliputi: keadaan drain dan terdapat pipa yang harus disambung dengan
sistem drainage.
o Kenyamanan, meliputi: terdapat nyeri, mual dan muntah
o Keselamatan, meliputi: diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel panggil
yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
o Perawatan, meliputi: cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
Sistem drainage: bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat
dan jumlah drainage.
o Nyeri, meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat/memperingan.
2. Diagnosis Keperawatan

Fase Etiologi Masalah


Preoperatif Krisis situasional, ancaman Ansietas
terhadap kematian, kurang
terpapar informasi

Agen pencedera fisiologis Nyeri Akut


(inflamasi, iskemia, neoplasma)
Intraoperatif Efek prosedur invasif Risiko Infeksi
Tindakan pembedahan Risiko Perdarahan
Efek agen farmakologis (anastesi) Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas
Postoperatif Efek agen farmakologis (anastesi) Bersihan Jalan Napas Tidak
Efektif

Agen pencedera fisik (prosedur Nyeri Akut


operasi)

Efek prosedur invasif Risiko Infeksi

3. Intervensi Keperawatan
a) Preoperatif
o Ansietas
Reduksi ansietas
Terapi relaksasi
Persiapan pembedahan
b) Intraoperatif
o Risiko Infeksi
Pencegahan infeksi
Manajemen lingkungan
o Risiko Perdarahan
Pencegahan Perdarahan
Pencegahan Syok
c) Postoperatif
o Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Manajemen jalan napas
o Risiko Infeksi
Pencegahan Infeksi
Pemantauan Tanda Vital
E. Pathway

Prosedur Operatif

Pre operatif

Pasien merasa cemas terhadap prosedur operasi yang akan dilakukan

penyakit yang
akan dilakukan
operasi
Ansietas

Merangsang ujung saraf tepi

Intra operatif Post operatif


Nyeri akut

2
1
1

Prosedur Infasif Risiko Perdarahan  Kesadaran


akibat efek
anaesthesia

Terdapat
port the Penumpukan
entry kuman sekret

Risiko Ketidakefektifan
infeksi bersihan jalan nafas
2

Depresi Luka jahitan


Prosedur operasi
berlebihan pd post operatif
pusat pernafasan

Port of the entery bakteri/kuman penumpukan Terputusnya


secret kontinuitas
berlebih jaringan

Risiko Infeksi Hilangnya


Bersihan jalan efek anestesi
nafas tidak

Nyeri
Akut
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12 th Edition.
China:LWW.

Muttaqin, A. & Sari, K. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses,


Aplikasi.Jakarta:SalembaMedika
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

Nama : Tn. K.U Umur : 68 thn


No RM : 01.00.84 Tgl Lahir : 22/10/1952
Jenis Kelamin : Laki-laki
1. PRE OPERASI
a) Keadaan Umum :
√ Compos Mentis _ Somnolen GCS : E 4, V 5, M 6
_ Apatis _ Soporo Reaksi Pupil : Isokor, +/+
_ Delirium _ Coma

b) Tanda-Tanda Vital
TD : 127/88 mmHg Nadi : 106 x/menit S : 36,6 ºC
RR : 20 x/menit TB/BB : 160 cm/60 kg

c) Pernapasan
√ Spontan _ Cemas
_ Tenang _ Canula O2 : -

d) Penilaian Nyeri
_ Lokasi
_ Derajat
1 1 2 3 4 5 6 7 8

9 10
Keterangan :
O : Tidak Nyeri 4 – 7 : Nyeri Sedang
1 – 3 : Nyeri Ringan 8 – 10 : Nyeri Berat

e) Integritas Kulit
_ Tidak √ Utuh

f) Sign In
_ Tidak √ Ya
g) Marker Area Operasi
_ Tidak √ Ya

Keluhan Utama : Pasien cemas


Riwayat Keluhan Utama : Pasien merupakan pasien rawat inap datang ke
ruangan IBS untuk dilakukan tindakan ERCP + Stent atas indikasi Ikhterus
Obstruksi e.c Tumor Caput Pankreas. Saat dikaji pasien mengatakan cemas
dan khawatir jika operasi tidak berjalan dengan lancar.

2. INTRA OPERASI
Anestesi Mulai : 09.00 s/d 09.30 Pembedahan : 09.50 s/d 10.50
Jenis Pembiusan : _ Spinal/Regional √ Ga/Umum _Lokal
Tanda-tanda Vital : TD : 130/80 mmHg, RR : 22 x/menit, N : 98 x/menit,
Pernapasan : _ Spontan √ Ventilator
_ Canula O2 : ….. x/menit
Posisi canul infuse : √ Tangan (kiri) _ Kaki _ Arteri Line
Posisi Operasi : _Supinasi √ Pronasi _ Miring _ Lithotomi
Jenis Operasi : √ Steril _ Bersih _ Kotor
Catheter Urine : _ Ya √ Tidak
Cairan Infus : Jenis NaCl 1 botol Jumlah : 500 cc
Transfuse : (Pasien tidak dilakukan transfuse) Gol Darah : O
IWL (insensible water lose) : Jumlah 900
Antiseptic Kulit : _ Betadine 7,5% √ Betadine 10% _Alkohol _
Microsil
Time Out : √ Ya _ Tidak
Insisi Kulit : _ Mediana _ Pranmedial
Electrosurgical : Ya √ Tidak _ Bipolar _ Monopolar
Pemeriksaan Kulit Sebelum Operasi : √ Bersih _ Kotor
Pemeriksaan Kulit Sesudah Operasi : √ Utuh _Menggelembung /
Bengkak
Monitor Anestesi : √ Ya _ Tidak √ Stand By
Mesin Anestesi : √ Ya _ Tidak √ Stand By
Thorniquet : _ Ya √ Tidak
Lokasi Thorniquet : _ Tangan _ Kaki
Pemakaian Implant : _Ya √ Tidak
Irigasi Luka : _ Ya √ Tidak
Cairan : √ NaCl _ H2O2
Penilaian Nyeri : P Q R S T (Tidak)
Tampon
Jumlah kasa yang dipakai sebelum operasi : 20
Jumlah kasa yang dipakai setelah operasi : 20
Jumlah Jarum sebelum Operasi :
Jumlah Jarum sesudah Operasi :
Bisturi sebelum operasi :
Bisturi sesudah operasi :
Roll kassa sebelum operasi :
Roll kassa sesudah operasi :
Jumlah depper sebelum operasi :
Jumlah depper sesudah operasi :
Diperiksa Oleh
Instrument lengkap : √ Ya _ Tidak
Signs Out : √ Ya _ Tidak
Indicator alat yang disterilkan
Internal : √ Bagus _ Tidak
Eksternal : √ Bagus _ Tidak

3. POST OPERASI

a) Kesadaran
√ Compos Mentis _ Delirium _ Apatis
_ Somnolen _ Soporo Coma _ Coma
b) Pernapasan
_ Spontan √Canula 3 l/mnt _ Tenang _ Cemas
c) Suara napas
_Snoring √ Gurgling _Stridor
Tampak pengeluaran lendir dari mulut pasien
d) Tanda-tanda Vital
TD : 118/72 mmHg, N : 87 x/menit, RR : 22 x/menit, S : 36,6 ºC,
SaO2 98%
e) Aldrette Skor
_ <8 √ >8
f) Penilaian Nyeri
_ Lokasi _Derajat
0 1 2 3 4 5 6 7 8

9 10
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan
4–7 : Nyeri sedang
8-10 : Nyeri hebat
g) Perdarahan : Jumlah 50 cc
h) Transfuse : Tidak dilakukan transfusi
i) Cairan infuse : NaCl 500 cc digunakan 1 botol
j) Ektremitas : _ Hangat √ Dingin
k) Mukosa Mulut : √ Lembab _ Dingin
l) Turgor Kulit : √ Elastis _ Tidak Elastis
m) Sirkulasi : √ Merah muda _ Sianosis
n) Urine :
o) Catheter Urine : _ Ya √ Tidak
p) Obat-obatan yang diberikan :
Cefazolin 2x1 IV selama 3 hari
Keturolac 2x30 mg IV selama 3 hari
Sucralfat 3x1 po selama 3 hari
Omeprazole 2x20 mg IV selama 3 hari
q) Area Luka :
Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Preoperasi
Subjektif: Krisis situasional, Ansietas
Pasien mengatakan cemas ancaman terhadap
dan khawatir jika operasi kematian
tidak berjalan dengan lancar

Objektif:
TD: 130/80 mmHg
RR : 22 x/menit
N : 98 x/menit
Intraoperatif
Faktor Risiko: - Risiko Infeksi
Efek prosedur invasive
(pasien dilakukan ERCP,
pemasangan ventilator, dan
intravena kateter)

Postoperatif
Subjektif: Efek agen farmakologis Bersihan Jalan Napas
- (anastesi) Tidak Efektif

Objektif:
Tampak pengeluaran lendir
dari mulut pasien
Suara napas gurgling
Respirasi 22 kali/menit
Faktor Risiko: - Risiko Infeksi
Efek prosedur invasive
(pasien telah dilakukan
ERCP, pemasangan
ventilator, dan intravena
kateter)

B. Diagnosis
Preoperasi
Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional, ancaman terhadap kematian
dibuktikan dengan:
Subjektif:
Pasien mengatakan cemas dan khawatir jika operasi tidak berjalan dengan lancar
Objektif:
TD: 130/80 mmHg
RR : 22 x/menit
N : 98 x/menit
Intraoperasi
Risiko Infeksi dibuktikan dengan:
Faktor Risiko:
Efek prosedur invasive (pasien dilakukan ERCP, pemasangan ventilator, dan
intravena kateter)

Postoperasi
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Efek agen
farmakologis (anastesi) dibuktikan dengan:
Objektif:
Tampak pengeluaran lendir dari mulut pasien
Suara napas gurgling
Respirasi 22 kali/menit

2. Risiko Infeksi dibuktikan dengan:


Faktor Risiko:
Efek prosedur invasive (pasien telah dilakukan ERCP, pemasangan ventilator,
dan intravena kateter)
C. Intervensi

Diagnosis Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


Pre Operasi
Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan Krisis selama 30 menit 1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
situasional, diharapkan tingkat nonverbal)
ancaman ansietas menurun Terapeutik
terhadap dengan kriteria hasil: 2. Temani pasien untuk mengurangi
kematian 1. Verbalisasi kecemasan
dibuktikan khawatir akibat 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
dengan: kondisi yang dengarkan dengan penuh perhatian
Subjektif: dihadapi menurun Edukasi
Pasien 4. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
mengatakan yang akan dialami
cemas dan 5. Informasikan secara factual mengenai
khawatir jika diagnosis, pengobatan, dan prognosis
operasi tidak 6. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
berjalan pasien, jika perlu
dengan lancar 7. Latih teknik relaksasi
Objektif:
TD: 130/80
mmHg
RR : 22
x/menit
N : 98 x/menit
Intraoperasi
Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dibuktikan intervensi keperawatan Observasi
dengan: selama 2 jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Faktor Risiko: diharapkan kontrol dan sistemik
Efek prosedur risiko meningkat Terapeutik
invasive dengan kriteria hasil: 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
(pasien 1. Kemampuan kontak dengan pasien dan lingkungan
dilakukan melakukan strategi sekitar pasien
ERCP, kontrol risiko 3. Pertahankan teknik aseptik
pemasangan meningkat Kolaborasi
ventilator, dan 4. Kolaborasi pemberian antibiotik 1 jam
intravena sebelum operasi
kateter)
Postoperasi
Bersihan Jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Napas Tidak intervensi keperawatan Observasi
Efektif selama 1 jam 1. Monitor pola napas (frekuensi,
berhubungan diharapkan bersihan kedalaman, usaha napas)
dengan Efek jalan napas meningkat 2. Monitor bunyi napas tambahan
agen dengan kriteria hasil: (gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
farmakologis 1. Frekuensi napas kering)
(anastesi) membaik (16-20 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
dibuktikan kali/menit) Terapeutik
dengan: 2. Bunyi napas 4. Posisikan semifowler
Objektif: tambahan gurgling 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari
Tampak menurun 15 detik
pengeluaran 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
lendir dari penghisapan endotrakeal
mulut pasien 7. Berikan oksigen
Suara napas
gurgling
Respirasi 22
kali/menit

Risiko Infeksi Pencegahan Infeksi


dibuktikan Observasi
dengan: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Faktor Risiko: dan sistemik
Efek prosedur Terapeutik
invasive 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
(pasien telah kontak dengan pasien dan lingkungan
dilakukan sekitar pasien
ERCP, 3. Pertahankan teknik aseptik
pemasangan Kolaborasi
ventilator, dan 4. Kolaborasi pemberian antibiotik
intravena
kateter)
D. Implementasi

Diagnosis Waktu Implementasi Evaluasi


Preoperasi
Ansietas 08:00 Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) 08:30
Hasil: Pasien mengatakan cemas dan khawatir akan menjalani Subjektif:
operasi. TD: 130/80 mmHg RR : 22 x/menit N : 98 x/menit Pasien mengatakan perasaan cemas berkurang

08:01 Menemani pasien untuk mengurangi kecemasan, pahami situasi Objektif:


yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh perhatian, dan Respirasi 20 kali/menit
menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien di ruangan Nadi 98 kali/menit
preoperasi
Hasil: Pasien ditemani saat berada di ruangan preoperasi Assessment:
bersama dengan istri pasien Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi

08:10 Menjelaskan prosedur, termasuk sensasi yang akan dialami Planning:


Hasil: Pasien diberikan penjelasan kembali mengenai prosedur Lanjut tahap intraoperasi
tindakan yang akan dilakukan selama di ruangan operasi

08:15 Melatih teknik relaksasi


Hasil: Pasien dilatih untuk melakukan teknik napas, pasien dapat
melakukan sesuai anjuran
Intraoperasi
Risiko Infeksi 08:20 Melakukan skin test antibiotik Cefezoline 1 cc
Hasil: Tidak ada reaksi alergi, tidak ada kemerahan atau sensasi
gatal pada area pemberian obat

08:35 Melayani pemberian antibiotik 1 jam sebelum tindakan


Hasil: Pasien diberikan antibiotic Cefazoline 1 gram via
intravena

08:50 Mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien dan lingkungan


sekitar pasien, mempertahankan teknik aseptik
Hasil: Semua petugas mencuci tangan sebelum memulai operasi,
petugas tetap menjaga teknik aseptik selama prosedur tindakan.

Postoperasi
Bersihan Jalan Bersihan 11:00 Memonitor pola napas
Napas Tidak Jalan Hasil: Respirasi 22 kali/menit
Efektif Napas
Tidak 11:01 Memonitor bunyi napas tambahan
Efektif Hasil: Terdengar suara gurgling dari jalan napas p

11:01 Melakukan penghisapan lendir


Hasil: Pasien dilakukan penghisapan dari mulut da

11:03 Memberikan oksigen


Hasil: Pasien diberikan oksigen nasal kanul 2 lpm
Risiko Infeksi Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan sekitar pasien
Hasil: Tangan dicuci menggunakan cairan antiseptic aseptan

Kolaborasi pemberian antibiotic


Hasil: Pasien diberikan antibiotic Cefazoline 2x1 IV (3 hari)
OUTLINE JOURNAL PENELITIAN

Metode Penelusuran Jurnal : Penelusuran jurnal menggunakan Google Scholar


dengan menggunakan kata kunci ‘perioperatif’ ‘perawat’.

Judul : Implementasi Koordinasi Perawatan Pasien


Perioperatif Oleh Perawat

Penulis : Hendrik Kurniawan, Luky Dwiantoro, Madya Sulisno


(Departemen Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro)

Latar belakang dan tujuan :

Koordinasi perawatan merupakan aspek penting dalam pelayanan kesehatan. Care


Coordination (koordinasi perawatan) adalah proses kolaboratif yang menilai,
merencanakan, mengimplementasikan, mengkoordinasikan, memonitor, dan
mengevaluasi pilihan dan layanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
layanan kesehatan dan klien. Terdapat 9% masalah yang berkaitan dengan kesalahan
koordinasi dengan kamar bedah, termasuk kesalahan prosedur pembedahan secara
detail, kegagalan/kesalahan dalam pencatatan terhadap alergi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengeksplorasi secara mendalam pengalaman perawat perioperatif dalam
implementasi koordinasi perawatan pasien perioperatif. Dalam pelaksanaan
koordinasi perawatan tersebut, perawat melakukan kolaborasi dengan profesional
pemberi asuhan lainnya untuk memberikan layanan perioperatif yang terintegrasi.

Metode Penelitian :

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi


diskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purpose sampling.
Instrumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara. Jumlah partisipan dalam
penelitian ini 6 partisipan yang terdiri dari 5 perawat perioperatif dan satu orang
dokter spesialis bedah mulut sebagai triangulasi sumber. Pengumpulan data dilakukan
dengan metode wawancara mendalam/in-depth intervew secara semi terstruktur.
Analisa data menggunakan model Colaizzi. Adapun kriteria inklusi partisipan adalah
perawat perioperatif dengan masa kerja lebih dari 3 tahun baik yang bekerja di ruang
rawat inap dan perawat yang bekerja di kamar bedah.

Outcome Jurnal :

Hasil Jurnal:

Tema pertama adalah Keterlibatan pasien dan keluarga dalam pengelolaan layanan
kesehatan sejak awal masuk rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perawat melibatkan pasien dan keluarga dalam pengelolaan layanan kesehatan sejak
awal masuk rumah sakit, dengan : 1) melakukan orientasi yang meliputi : perkenalan,
pelepasan informasi, orientasi sarana dan prasarana, Informasi terkait pelimpahan
wewenang pasien, 2) Pelepasan informasi, 3) Jenis edukasi pada pasien dan
keluarga,4) Dukungan keluarga dalam perawatan pasien sangat penting.

Tema kedua adalah Pengkajian pasien sebelum operasi. Pengkajian pasien pre operasi
yang dilakukan perawat ruangan meliputi pengkajian fisik dan psikologis pasien serta
adanya dokumentasi keperawatan.

Tema ketiga adalah Mekanisme penjadualan dan Pembatalan program operasi elektif.
Kebutuhan koordinasi tergantung dari aktivitas yang perlu diintegrasikan.

Tema keempat adalah Metode koordinasi yang dilakukan oleh perawat. Metoda yang
digunakan oleh perawat adalah komunikasi verbal, non verbal dan paraverbal,
verifikasi/validasi oleh kepala ruang dan katim, konsultasi dengan Pimpinan, bukti
tertulis Penolakan pasien dan keluarga dan dengan menggunakan standar prosedur
operasional (SPO).

Tema kelima adalah Keadaan atau situasi yang membutuhkan koordinasi dengan
berbagai Profesional pemberi asuhan (PPA), pasien dan keluarga

Tema keenam adalah optimalisasi kelayakan kondisi kesehatan pasiendilakukan


dengan cara melakukan pengkajian ulang pasien, mengecek pemeriksaan
laboratorium, konsul dokter lain, Telusur rekam medik, memonitoring kondisi pasien,
dan dengan memotivasi pasien. Proses evaluasi pasien preoperatif memiliki peran
kunci dalam mengkoordinasikan perawatan pasien dan menjadi kebutuhan terhadap
penilaian risiko dini.

P I C O
(Patient/Problem) (Intervention) (Comparative) (Outcome)
Kegiatan koordinasi Penelitian yang digunakan - Hasil didapatkan enam
perawatan adalah kualitatif diskriptif, tema yaitu: keterlibatan
perioperatif meliputi dengan analisa data metoda pasien dan keluarga
kegiatan pelayanan Colaizzi. Sebanyak lima dalam pengelolaan
perawatan fase pre, partisipan perawat layanan kesehatan sejak
intra dan post perioperatif dengan masa awal masuk rumah
operatif. Beberapa kerja lebih dari 3 tahun sakit, mekanisme
kesalahan dalam sebagai narasumber penjadualan program
menyiapkan pasien penelitian dengan kriteria operasi elektif,
untuk diprogramkan tiga perawat ruang rawat pengkajian pasien
operasi elektif dapat inap bedah (katim, sebelum operasi,
menyebabkan masa penanggung jawab shif dan optimalisasi kelayakan
lama rawat pasien perawat pelaksana), satu kondisi kesehatan
memanjang, perawat kepala ruang bedah pasien, metode
readmissions sentral dan satu perawat koordinasi yang
berulang, pelaksana kamar bedah serta dilakukan oleh perawat
menurunkan kualitas satu partisipan sebagai serta keadaan atau
hidup, mengurangi triangulasi sumber yang situasi yang
keselamatan dan merupakan dokter spesialis membutuhkan
kepuasan pasien dan bedah mulut dan selaku koordinasi dengan
peningkatan biaya. kepala instalasi bedah berbagai profesional
Situasi tersebut sentral. pemberi asuhan, pasien
memerlukan upaya dan keluarga.
koordinasi perawatan
yang berpusat pada
pasien.

Anda mungkin juga menyukai