Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Nn.

R DENGAN
DIAGNOSA APENDISITIS KRONIS DENGAN TINDAKAN APENDIKTOMI DI
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES,
KULON PROGO, YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
Eryan Riadinata, S.Kep., Ns
Fajar Arifin, S.Kep., Ns
Fitria Isvandary, Amd. Kep
Yheni Erya Setyaputri, Amd. Kep

PELATIHAN BEDAH DASAR BAGI PERAWAT KAMAR OPERASI


DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Nn. R DENGAN


DIAGNOSA APENDISITIS KRONIS DENGAN TINDAKAN APENDIKTOMI
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES
KULONPROGO YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
Eryan Riadinata, S.Kep., Ns
Fajar Arifin, S.Kep., Ns
Fitria Isvandary, Amd. Kep
Yheni Erya Setyaputri, Amd. Kep

Telah disetujui dan disahkan


Pada tanggal ………………………..

Pembimbing Klinik

(Suyatman, SST) (Rina, SST) (Harsamto, SST)

Ketua Hipkabi PW Jogja

(Suprianto, AMK., S.Ag)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini
dengan baik. Laporan ini berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Nn. R
Dengan Diagnosa Apendisitis Kronis Dengan Tindakan Apendiktomi Di Instalasi Bedah
Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulonprogo Yogyakarta”. Laporan makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dan diajukan untuk memenuhi standar
proses pembelajaran pelatihan BSCORN.
Dalam penyusunan laporan makalah ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang senantiasa memberi dukungan dan masukan dalam proses
penyusunan laporan makalah ini. Meskipun telah berusaha segenap kemampuan namun
penulis menyadari bahwa laporan makalah ini masih belum sempurna oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi kebaikan
dikemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat dalam
proses pembelajaran dan bagi siapapun yang membacanya.

Yogyakarta, …… September 2019


BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tingkat kejadian apendisitis di negara maju lebih tinggi di bandingkan dengan negara
berkembang. Apendisitis dapat terjadi pada laki – laki dan perempuan pada segala usia
tapi pada umumnya saat usia remaja yaitu sekitar usia 20 – 30 tahun. Apendisitis pada
umumnya terjadi pada laki – laki (Kowalak, 2011).
Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden apendisitis
kronis di Asia pada tahun 2007 adalah 4,8% dari total populasi penduduk di dunia
berjumlah 25.340 kasus dan masih banyak kasus apendisitis kronis yang tidak
terlaporkan, sedangkan dilakukan tindakan apendiktomi 25.330 kasus (Peter, 2010).
Pada penelitian Haider Kamran 1997 di Ayub Teaching Hospital Pakistan,
menunjukkan dari 100 pasien apendisitis kronis, 58% adalah laki-laki dan 42% adalah
perempuan (Marisa, 2009). Menurut Departemen Republik Indonesia (2009),
menunjukan bahwa setiap tahunnya apendisitis kronis menyerang jutaan penduduk
Indonesia (Lubis, 2008), saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai
angka tertinggi diantara negara ASEAN.
Dari survey di 12 provinsi tahun 2008 menunjukan jumlah apendisitis kronis yang
dirawat inap di rumah sakit sebanyak 4.251 kasus. Jumlah ini meningkat drastis
dibanding dengan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 2.236 orang. Diawal tahun 2009,
tercatat 3.159 orang di Jakarta yang dirawat dirumah sakit akibat apendisitis kronis.
Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus apendisitis kronis yang
tidak terlaporkan. Dinkes Jateng menyebutkan pada tahun 2009 jumlah kasus apendisitis
kronis di Jawa Tengah sebanyak 980 penderita. (Dinkes, 2009).
Di RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo sendiri tercacat selama 3 bulan terakhir (3
Juni 2019 – 13 September 2019) didapatkan data apendisitis sebanyak 20 kasus dengan
tindakan apendiktomi (Buku Register RSUD IBS Wates). Tindakan operasi atau
pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua hampir pasien. Berbagai
kemungkinan buruk yang akan membahayakan pasien bisa terjadi sehingga diperlukan
peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan mulai dari pre, intra dan post
pembedahan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan
klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim
kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat). Disamping peranan
pasien yang kooperatif selama proses perioperatif .

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimana Asuhan
Keperawatan Perioperatif Pada Nn. R Dengan Diagnosa Apendisitis Kronis Dengan
Tindakan Apendiktomi Di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Wates
Kulonprogo Yogyakarta”.

C. RUANG LINGKUP
1. Ruang Lingkup Tempat Dan Waktu
Penulis membatasi data asuhan keperawatan perioperatif pada Nn. R dengan
Appendikitis Kronis dengan tindakan Apendiktomi yang meliputi pre, intra, post
operasi di lingkungan kerja kamar operasi RSUD WATES.
2. Lingkup Asuhan Keperawatan
Penulis melakukan asuhan keperawatan menggunakan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan perioperatif.

D. TUJUAN
Tujuan penulisan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus:
1. Tujuan umum :
Untuk memberikan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan perioperatif pada Nn. R dengan Apendisitis Kronis yang di lakukan
tindakan Apendiktomi di Instalasi Bedah Sentral RSUD Wates tahun 2019.
2. Tujuan khusus:
a. Dapat menjelaskan konsep dasar teori Apendisitis
b. Dapat menjelaskan konsep dasar teori asuhan keperawatan dengan pasien yang
dilakukan Apendiktomi
c. Mengerti tentang instrumentasi pada tindakan operasi apendiktomi

E. MANFAAT
1. Secara teoritis
Meningkatkan pengetahuan dalam bidang keperawatan terutama konsep dasar
penyakit dan konsep asuhan keperawatan perioperatif apendiktomi.
2. Secara aplikatif
a. Bagi penulis
1) Meningkatkan keterampilan pemberian asuhan keperawatan pada pasien
perioperatif apendiktomi.
2) Meningkatkan ketrampilan instrumentasi pada tindakan asuhan keperawatan
apendiktomi
b. Bagi rumah sakit
Sebagai acuan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif apendiktomi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Apendisitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah
dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 2011). Sedangkan
menurut Mansjoer (2010), Apendisitis adalah peradangan dari apendiks fermivormis, dan
merupakan penyebab nyeri abdomen yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan.
Apendisitis kronis adalah penyebab paling umum inflamasi kronis pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2008). Sedangkan menurut Ovedolf (2009), Apendisitis kronis adalah infeksi
pada apendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feses) dan hiperplasi
jaringan limfoid. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis kronis. Erosi
membran mukosa apendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis.
Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks yang dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C., 2009).
Sedangkan menurut Mediskus 2010, Apendiktomi yaitu suatu prosedur operasi untuk
memotong dan membuang apendiks (usus buntu).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Menurut Mohamad Judha & Rizky Erwanto 2011, anatomi fisiologi apendiks yaitu:
1. Anatomi apendiks
Apendiks merupakan organ yang panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada
sekum. Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan
postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Apendiks berupa pipa buntu yang
terbentuk seperti cacing dan berhubungan dengan sekum di sebelah kaudal peralihan
ileosekal (ileocecal junction). Apendiks memiliki meso-apendiks yang
menggantungnya pada mesenterium bagian akhir ileum. Apendiks terletak pada
regioiliaca kanan. Dasar apendiks terletak pada 1/3 atas garis yang menghubungkan
spina iliaca anterior superior dengan umbilicus (titik McBurney) dan pangkal
apendiks lebih ke dalam dari titik pada batas antara bagian sepertiga lateral dan dua
pertiga medial garis miring antara spina iliaca anterior superior dan anulus umbilicalis
(titik McBurney).

Gambar 2.1 Anatomi Apendiks Gambar 2.2 Model Surgical Incision


2. Fisiologi apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari yang bersifat basa mengandung
amylase, erepsin dan musin. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretor yang dihasilkan
oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah Ig A. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak memengaruhi
system imun tubuh karena jumlah jaringan limfa di sini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
C. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer 2009, menyatakan penyebab apendisitis kronis :
1. Hiperplasia folikel limfoid.
2. Fekalit yaitu terbentuk dari feses (tinja) yang terperangkap di dalam saluran apendiks.
3. Benda asing.
4. Striktur (penyempitan) karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Sedangkan menurut Irga 2007, terjadinya apendisitis kronis umumnya disebabkan
oleh infeksi bakteri (bacteriodes fragililis dan E.colli, escheria colli, splanchicus, lacto-
bacilus, pseudomonas, bacteriodes splanchicus.
Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya
obstruksi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan
karena adanya timbunan tinja yang keras (Fekalit), hiperplasia jaringan limpfoid,
penyakit cacing askaris, parasit E.histolytica, benda asing dalam tubuh dan striktur.
Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan
hiperplasia jaringan limfoid.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Mansjoer 2009, Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis kronis fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif kronis. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua
proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendiksularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak,
karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.
Menurut Smeltzer (2009), Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai
akibat tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa menimbulkan
nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,
terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi
berisi pus.

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Schwart, (2009) menyatakan tanda dan gejala klasik adalah berawal
anoreksia, diikuti dengan periumbilical konstan derajat sedang dengan pergeseran dalam
4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah, selanjutnya dapat terjadi
episode muntah bersama dengan obstipasi atau diare, takikardi dan peningkatan suhu
tubuh
Menurut Betz, Cecily, 2008 tanda dan gejala apendisitis kronis yaitu :
1. Nyeri dikuadran kanan bawah
2. Anoreksia
3. Mual, Muntah
4. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
5. Nyeri lepas
6. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
7. Konstipasi
8. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.
Manifestasi klinis menurut Mansjoer, (2009) keluhan apendiks kronis biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan
muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang
terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan
semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik
dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu
menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda
Rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai
di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa
jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8°C. Pada bayi
dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan
wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap : Hb, Hmt normal. Differential telling bergeser ke kiri, LED
meningkat pada apendisitis kronis.
2. Rontgen
3. USG
4. CT-Scan
5. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukan komplikasi- komplikasi dari apendisitis
kronis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosa banding
(Schwart, 2007).
6. Laparascopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan
dalam abdomen, apendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada apendiks maka dapat langsung
dilakukan pengangkatan apendiks (www.medicastore.com, 2008).
7. Apendicogram, hasil positif bila berupa : Non filling, partial filling, mouse tail, cut
off. Bila rontgen abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis (Sari, dkk.
2008)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi
93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki
dinding apendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis
gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
kerongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5oC, tampak toksik, nyerit tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi (Brunner & Suddarth, 2012)
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
apendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
Apendiktomi merupakan pembedahan untuk mengangkat appendik yang
dilakukan untuk menurunkan perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka
atau laparoskopi. Apendiktomi terbuka dilakukan insisi McBurnney yang biasanya
dilakukan oleh para ahli. Pada apendisitis yang tanpa komplikasi maka tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah
yang diberikan antibiotik dapat menimbulkan abses atau perforasi. Terapi
farmakologis preoperatif antibiotik untuk menurunkan resiko infeksi pasca bedah.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang keperawatan yang akan muncul pada pasien apendisitis kronis yaitu
NANDA (2015-2017) :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Ansietas berhubungan dengan rencana operasi
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif (Operasi apendiktomi)
4. Resiko Jatuh dengan faktor resiko agen farmaseutikal (efek anestesi)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Asuhan Keperawatan Pre-Operatif


A. PENGKAJIAN
Hari/tanggal pengkajian : Jumat, 13 September 2019
Waktu : Pukul 09.30 WIB
Tempat : IBS RSUD Wates
Sumber data : Pasien, keluarga, tim kesehatan, rekam medis
Metode : Wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, studi dokumentasi
1. Identitas diri klien
Nama : Nn. R
Usia : 20 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dukuh 10/05, Sindutan, Temon, Kulon Progo
Suku bangsa : Indonesia
Status pernikahan : Belum kawin
Agama / keyakinan : Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Mahasiswa
Diagnosa medik : Apendisitis Kronis
No. RM : 73-24-xx
Tanggal masuk RS : 6 September 2019
Tanggal pengkajian : 13 September 2019
2. Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Usia : 54 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Dukuh 10/05, Sindutan, Temon, Kulon Progo
Hubungan dengan pasien : Ibu kandung

B. DATA FOKUS
1. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri skala 5 di perut sebelah kanan bawah sejak seminggu
yang lalu, sempat demam hari selasa, mual dan muntah, nyeri pinggang kanan dan
nyeri pada ulu hati, nyeri senut-senut dan terasa hilang timbul.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan merasakan nyeri perut skala 5 di perut sebelah kanan bawah
sejak seminggu yang lalu, sempat demam hari selasa, mual dan muntah, nyeri
pinggang kanan dan nyeri pada ulu hati, nyeri senut-senut dan terasa hilang timbul
dan memeriksakannya tanggal 6 September 2019 sore ke IGD RSUD Wates,
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan masuk rawat inap pada tanggal 6
September 2019.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes, asma, maupun penyakit
jantung.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
menurun dan tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Compos Mentis E4 V5 M6
b. Vital sign : TD : 114/84 mmHg, suhu : 36,8oC, nadi : 110 x/menit, RR : 18
x/menit, SpO2 : 98%
c. Berat badan : 38 kg
d. Tinggi badan : 147 cm
e. Kepala : tidak ada keluhan pada kepala, rambut tampak bersih.
f. Mata : Kanan kiri simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva pink.
g. Hidung : Simetris, bersih, dan tidak ada benjolan maupun luka
h. Telinga : Simetris, tidak ada serumen, dan tidak ada gangguan pendengaran.
i. Mulut dan gigi : Bersih, lembab, gigi tampak rapi, ada gigi palsu berjumlah 2.
j. Leher : Leher tampak simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
k. Thorax :
I : Tidak ada retraksi dada, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa tambahan.
P : Paru sonor, jantung pekak, tidak ada efusi.
A : Suara paru vesikuler, jantung regular dan tidak terdapat suara tambahan
l. Abdomen :
I : Tampak bersih, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
A: Peristaltik usus 12x/menit
P: Suara tympani
P: Ada nyeri tekan pada daerah kuadran kanan bawah
m. Perkemihan
Tidak merasa nyeri saat BAK
n. Integumen :
Akral hangat, turgor baik kembali < 2 detik, tidak oedema, tidak ada lesi.
o. Ekstremitas
1) Kekuatan otot : Skala kekuatan otot 5/5 untuk ekstremitas atas dan bawah,
artinya bebas bergerak dapat melawan tahanan, terpasang infus pada tangan
kiri.
2) Kulit dan kuku : kulit tampak kering, turgor elastis, kuku jari tangan/kaki
tampak kotor dan panjang, CRT 3 detik
6. Pengkajian pola fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
SMRS : Pasien mengatakan akan berobat ke puskesmas atau rumah sakit ketika
sakit. Pasien mandi 2x dalam sehari.
MRS : Pasien mengatakan mandi 1x sehari
b. Pola aktivitas dan latihan
SMRS :
Tabel 3.1 Pola aktivitas dan latihan SMRS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum √

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi

Berpindah

Ambulasi ROM

MRS :

Tabel 3.2 Pola aktivitas dan latihan MRS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum √

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi

Berpindah

Ambulasi ROM
Keterangan :
Skala 0 : Mandiri
Skala 1 : Alat Bantu
Skala 2 : Dibantu oranglain
Skala 3 : Dibantu orang lain dan alat
Skala 4 :Tergantung secara total
c. Pola Nutrisi dan Metabolisme
SMRS : Pasien mengatakan biasa makan 3x sehari dengan porsi normal, minum 8
gelas/hari, tidak ada diet khusus, tidak ada kesulitan menelan.
MRS : Pasien mengatakan makan 3x sehari habis setengah porsi rumah sakit,
minum 5 gelas/hari. Saat ini pasien sudah puasa selama 8 jam mulai dari jam
01.00 WIB.
d. Pola Eliminasi
SMRS : Pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi konsistensi padat lunak, warna
kuning kecoklatan. Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dan kesakitan saat
BAK, warna urine kuning.
MRS : Pasien mengatakan BAB 2 hari sekali, pasien tidak merasa nyeri saat BAK
Pola Tidur dan Istirahat
SMRS : Pasien mengatakan tidur ±8 jam/hari dan tidak ada gangguan pola tidur
MRS : Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien tidur selama 6-7 jam,
namun sehari sebelum operasi mengalami sulit tidur dan memulai tidur karena
merasa cemas.
7. Aspek psiko-sosio-spiritual
a. Pola konsep diri
SMRS : Klien berperan sebagai anak dan menjalankan perannya dengan baik.
MRS : Selama menjalani pengobatan di RS klien tidak dapat menjalankan tugas
dan perannya dengan maksimal.
b. Pola Seksual dan Reproduksi
Selama dirawat dirumah sakit pasien tidak sedang mengalami menstruasi.
c. Pola Mekanisme Koping
Pasien menyatakan walaupun cemas pasien punya keyakinan kalau semua yang
dialami ada hikmahnya asal tawakal dan berdo’a.
d. Pola Persepsi Diri
Pasien mengatakan siap menghadapi operasi dan berharap semoga operasi ini bisa
berjalan dengan lancar.
e. Pola Peran dan Hubungan
Pasien mampu berkomunikasi baik dengan keluarga dan tenaga kesehatan, pasien
mendapat dukungan terhadap kesembuhannya dari keluarga terutama
orangtuanya. Pasien tampak kooperatif dan mau bekerjasama dengan tim medis.
f. Pola Nilai dan Kepercayaan
Pasien senantiasa berdoa supaya operasi yang akan dijalaninya dapat berjalan
dengan lancar dan pasien bisa cepat sembuh.
g. Kecemasan Skala HARS (Hamilton Anxietas Rating Scale)
Tabel 3.3 Skala HARS

No Gejala Kecemasan Nilai Angka (Skor)

1 Perasaan cemas 0 1 2 3 4
Cemas √
Firasat buruk √
Takut akan pikiran sendiri √
Mudah tersinggung √
2 Ketegangan 0 1 2 3 4

Merasa tegang dan lesu

Tidak bisa istirahat tenang

Mudah terkejut

Mudah menangis

Gemetar

Gelisah
3 Ketakutan 0 1 2 3 4

Takut terhadap gelap

Terhadap orang asing

Takut ditinggal sendiri
4 Gangguan tidur 0 1 2 3 4
Sukar memulai tidur √
Tidur tidak pulas √

Lesu

Mimpi buruk
5 Gangguan kecerdasan 0 1 2 3 4

Penurunan daya ingat

Mudah lupa

Sulit konsentrasi
6 Perasaan depresi 0 1 2 3 4

Hilangnya minat

Sedih

Bangun dini hari
Perasaan berubah-ubah √
7 Gejala somatic 0 1 2 3 4

Nyeri pada otot dan kaku

Kedutan pada otot

Gertakan gigi
Suara tidak stabil √
8 Gejala somatic (sensorik) 0 1 2 3 4

Tinitus (telinga berdenging)

Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat √
9 Gejala kardiovaskuker 0 1 2 3 4

Takikardi

Nyeri dada
Berdebar-debar √

Denyut nadi mengeras

Rasa lemas (pingsan)
10 Gejala raspiratori 0 1 2 3 4

Rasa tertekan di dada

Perasaan tercekik
Sering menarik nafas panjang √
Merasa nafas pendek √
11 Gejala gastrointestinal (pencernaan) 0 1 2 3 4

Sulit menelan

Berat badan menurun
Mual dan muntah √

Nyeri lambung

Perasaan panas di perut
12 Gejala urogenital (perkemihan) 0 1 2 3 4

Sering kencing

Tidak dapat menahan kencing
13 Gejala vegetative 0 1 2 3 4

Mulut kering

Mudah berkeringat

Muka merah

Kepala berat
14 Perilaku 0 1 2 3 4
Gelisah √
Tidak tenang √

Jari-jari gemetar

Kerut kening
Muka tegang √
Otot tegang mengeras √

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:


0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = ringan / satu dari gejala yang ada
2 = sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = berat / lebih dari setengah gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor danitem 1-14
dengan hasil :
Skor <14 = tidak ada kecemasan
Skor 14-20 = kecemasan ringan
Skor 21-27 = kecemasan sedang
Skor 28-41 = kecemasan berat
Skor 42-56 = panik
Interpretasi : Pada pemeriksaan kecemasan pada Nn. R dengan menggunakan
tabel HARS diatas didapatkan skor 21 yang menyatakan bahwa Nn. R mengalami
kecemasan sedang.
8. Data Penunjang
a. Hasil Laboratrium Darah
Tanggal pemeriksaan : 6 September 2019
Waktu pemeriksaan : 16:41:25 WIB
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan Metoda


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.7 12.00 – 16.00 g/dL Colorimetic
Hematokrit 34.5 37.00 – 47.00 % Analyzer
calculates
Lekosit 9.06 4.0 – 10.5 10^3/uL Impedance
10^3/uL Impedance
Trombosit 313 150 – 450
10^6/uL Impedance
Eritrosit 4.25 3.90 – 5.50
MPV (Mean Platelet 7.3 6.5 – 12.00 fL
Volume)
RDW 41.4 35.0 – 56.0 fL Analyzer
calculates

PDW (Platelet 15.6 9.0 – 17.0


Distribution Width)
INDEX
Analyzer
MCV 81.2 80.0 – 97.0 fL calculates
Analyzer
MCH 30.0 27.0 – 32.0 Pg calculates
Analyzer
MCHC 36.9 32.0 – 38.0 g/dL calculates
HITUNG JENIS
Neutrofil % 57.6 50.0 – 70.0 %
%
Limfosit % 34.3 25.0 – 40.0 Impedance
%
Monosit % 3.9 3.0 – 9.0
%
Eosinofil % 3.8 0.5 – 5.0
%
Basofil % 0.4 0.0 – 1.0
10^3/uL
Neutrofil # 5.21 2.00 – 7.00
10^3/uL
Limfosit # 3.11 1.25 – 4.0 Impedance
10^3/uL
Monosit # 0.35 0.30 – 1.00
10^3/uL
Eosinofil # 0.35 0.02 – 0.50
10^3/uL
Basofil # 0.04 0.0 – 10.0
GULA DARAH
Glukosa Darah 99 50 – 200 mg/dl GOD-PAP
Sewaktu
IMUNO-SEROLOGI
HBs Ag (Rapid) Negative Negative

b. Hasil Pemeriksaan Appendicogram


Tanggal pemeriksaan : 11 September 2013
Oleh : dr. E, Sp. Rad
Hasil pemeriksaan :
Appendicogram : tak tampak kontras pada appendix, tak tampak indentasi pada
coecum
Kesan : appendicogram negative, kemungkinan adanya apendisitis belum dapat di
kesampingkan.

9. Persiapan Operasi
Persiapan pasien yang dilakukan di ruang penerimaan IBS RSUD Wates Kulon
Progo meliputi pemeriksaan fisik dan administrasi. Pasien datang ke IBS pada pukul
09.20 WIB. Perawat yang bertugas di ruang penerimaan mengganti baju pasien
dengan baju khusus operasi dari IBS, dan memakaikan topi operasi atau penutup
kepala kepada pasien kemudian perawat melakukan serah terima pasien dengan
perawat bangsal.
a. Persiapan fisik pasien
Perawat mengkaji ulang :
1) Benar pasien (identitas pasien)
2) Gelang identitas terpasang (lengkap, benar)
3) Penandaan lokasi operasi (ada)
4) Puasa sesuai ketentuan (pasien puasa sejak pukul 01.00 WIB)
5) Perhiasan (pasien tidak memakai perhiasan)
6) Gigi palsu (pasien memakai gigi palsu sejumlah 2)
7) Riwayat alergi (pasien tidak mempunyai riwayat alergi)
8) Sesak nafas (pasien tidak mempunyai riwayat sesak nafas)
9) IV line, dower cateter (pasien terpasang Infus RL 500cc, tidak terpasang
kateter)
10) Pemberian antibiotik profilaksis (ceftriaxon 1gr pada pukul 10.00 WIB)
Sudah dilakukan skin test di Ruang Anggrek, hasil skin test negatif, obat
sudah disertakan.

10. Persiapan Administratif


a. Inform consent anestesi (lengkap)
b. Inform consent tindakan operasi (lengkap)
c. Lembar hasil lab dan rontgen (lengkap)
d. Lembar askep, lembar laporan operasi, durante operasi (sudah disiapkan)
Pasien dibawa ke ruang induksi dengan pemeriksaan tanda-tanda vital (TD :
114/84 mmHg, suhu : 36,8oc, nadi : 110 x/menit, RR : 18 x/menit, SpO2 : 98%)
Analisa Data Pre-Operatif

Tabel 3.6 Analisa Data Pre-Operatif

No Data Fokus Problem Etiologi


1 DS : Nyeri akut Agen cedera
biologi
Pasien mengatakan nyeri (apendisitis)
P : bergerak
Q : senut-senut
R : perut sebelah kanan bawah, pinggang
kanan dan pada ulu hati
S : skala 5
T : hilang timbul

DO :
 Pasien tampak menahan nyeri
 Pasien tampak memegangi area perut
kanan bawah
 Vital sign :
TD : 114/84 mmHg
Suhu : 36,8oC
Nadi : 110 x/menit
RR : 18 x/menit
SpO2 : 98%
 Skala nyeri : 5
2 DS : Ansietas Perubahan dalam
status kesehatan
Pasien mengatakan cemas akan (tindakan operasi)
dilakukan operasi
DO :
 Pasien bertanya “operasinya
bagaimana dan berapa lama ?”
 Skala kecemasan pasien dengan skala
HARS skor 21 (kecemasan sedang)
 Vital sign :
TD : 114/84 mmHg
Suhu : 36,8oC
Nadi : 110 x/menit
RR : 18 x/menit
SpO2 : 98%

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (apendisitis)

2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan (tindakan operasi)


Rencana Keperawatan Pre Operatif

Tabel 3.7 Rencana Keperawatan Pre Operatif

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawaan Manajemen nyeri
agen cedera biologi selama 15 menit diharapkan nyeri dapat
(apendisitis) berkurang dengan criteria hasil : a. Kaji nyeri secara komprehensif

Kontrol nyeri b. Observasi respon non-verbal pada klien


akibat nyeri
a. Melaporkan nyeri berkurang, skala
nyeri 0-3 (visual analog scale) c. Observasi akibat dari nyeri terhadap
kualitas hidup klien (nafsu makan,
b. Ekspresi wajah rileks tidur, dll)
c. Pasien mampu melakukan teknik d. Modifikasi lingkungan yang dapa
napas dalam mencetuskan nyeri
d. Tanda vital dalam batas normal e. Beri informasi mengenai nyeri kepada
klien
e. TD : 100-140 mmHg (sistole) dan
60-90 mmHg (diastole) f. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengontrol nyeri
f. Nadi : 60-100 x/menit
g. Kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain untuk memberikan
analgesic jika nyeri sudah tidak
terkontrol
2 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction :
perubahan dalam status keperawatan selama 15 menit
kesehatan (tindakan operasi) diharapkan masalah cemas berkurang a. Ciptakan suasana yang tenang dan
dengan criteria hasil : berikan pendekatan
b. Jelaskan semua langkah-langkah
termasuk efek selama indakan
Anxiety Level :
c. Berada disamping pasien untuk
a. Tidak ada ekspresi tegang mendukung keamanan pasien dan
b. Tidak ada perubahan TTV secara mengurangi kecemasan
drastic d. Dorong pasien untuk mengungkapkan
Anxiety self control : respon verbal tentang perasaan dan
persepsi dari kecemasan
a. Mencari informasi untuk
mengurangi cemas e. Identifikasi ketika kecemasan berubah

b. Menggunakan srategi koping yang f. Nilai respon verbal dan non verbal dari
efektif untuk mengurangi cemas tanda-tanda kecemasan

Implementasi dan Evaluasi

No. Diagnosa Implementasi Evaluasi


Tanggal : 13 September 2019 Tanggal : 13 September 2019
Jam : 09.15 WIB Jam : 09.20 WIB
1. Mengkaji nyeri secara S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
komprehensif
P : Bergerak
2. Mengobservasi respon non verbal
Nyeri akut berhubungan dengan pada klien akibat nyeri Q : senut-senut
1. agen cedera biologi
3. Mengobservasi akibat nyeri R : perut kanan bawah
(apendisitis)
terhadap kualias hidup klien S:3
(ADL)
T : hilang timbul
4. Memodifikasi lingkungan yang
dapat mencetuskan nyeri dengan O:
menempatkan klien berada jauh
- Pesien tampak lebih rileks
dari kebisingan suara
5. Memberi informasi mengenai - Pasien mampu melakukan nafas
nyeri dalam
6. Mengajarkan tehnik nafas dalam - Pasien memahami tentang nyeri
- Vital sign :
TD : 114/84 mmHg
Suhu : 36,8oC
Nadi : 110 x/menit
RR : 18 x/menit
SpO2 : 98%
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan pasien di pindah
ke kamar operasi
Tanggal : 13 September 2019 Tanggal : 13 September 2019
Jam : 09.15 WIB Jam : 09.20 WIB
1. Memberi salam kepada pasien S : Pasien mengatakan cemas masih ada,
namun sedikit berkurang
2. Memberi semangat kepada pasien
Ansietas berhubungan dengan O : pasien tampak sudah sedikit tenang,
2. perubahan dalam status 3. Menganjurkan pasien untuk berdoa pasien memahami informasi yang
kesehatan (tindakan operasi) diberikan, pasien sudah memulai untuk
4. Menciptakan suasana yang tenang
berdoa, skala HARS pasien 19 (Ringan)
5. Menjelaskan proses operasi secara
umum A : Ansietas berkurang sebagian

6. Berada disamping pasien untuk P : Menganjurkan pasien untuk tetap tenang


mendukung keamanan pasien dan dan melanjutkan tindakan operasi
mengurangi kecemasan
7. Mengidentifikasi ulang skala
kecemasan klien (Skala Hars)
Asuhan Keperawatan Intra-Operatif
A. Pelaksanaan Inra-Operatif
1. Persiapan Perawat
Perawat di ruang penerimaan bertugas untuk mengkonfirmasi identitas
pasien dan perlengkapan administrasi. Perawat instrumen menyiapkan set
instrumen dan set gown, set drapping, memasang duk mayo, mengecek mesin
suction dan electric cauter, mempersiapkan antiseptik. Perawat sirkuler
memposisikan pasien di meja operasi dengan posisi supinasi yang sebelumnya
dipasang pengaman pasien, dan mempersiapkan dokumentasi operasi.
2. Persiapan alat dan ruang
Menyiapkan ruang kamar operasi dan alat non steril
a. Mengatur meja operasi
b. Mengecek nyala dan mengatur lampu operasi
c. Menyiapkan perlak dan under pad di atas meja operasi
d. Menyiapkan mesin electric couter
e. Menyiapkan troley mayo instrument
f. Menyiapkan dan memastikan instrument bedah umum dan linen dalam
keadaan steril
g. Menyiapkan mesin suction
h. Menyiapkan tempat sampah medis, non medis dan tajam
i. Menyiapkan tempat jas dan duk kotor
Persiapan Instrument Steril
a. Duk steril yang terdiri dari :
 Jas operasi : 4 buah
 Duk sedang : 2 lembar
 Duk besar : 2 lembar
b. Instrumen Steril
Tabel 3.8 Instrumen Steril
Nama Instrumen Jumlah
Bengkok 1 buah
Bowl 2 buah
Pinset cirurgis 2 buah
Pinset anatomis 2 buah
Scapel mess no. 4 1 buah
Hemostatic forceps pean 8 buah
Doek klem 4 buah
Gunting metzembaum 1 buah
Babcock 1 buah
Needle holder 2 buah
Gunting ligature 1 buah
Sponge holding forceps 1 buah
Allis klem 1 buah
Hak langenbeck 2 buah
Hak middledorf 2 buah
Pen cauter pendek 1 buah
Kocker 1 buah

c. Alat dan Bahan Medis Habis Pakai


Tabel 3.9 Alat dan Bahan Medis Habis Pakai
Bahan Medis Jumlah
Sarung tangan steril 4 pasang
Alcohol 70 % 50 cc
Povidon iodine 10 % 50 cc
Chlorhexidine gluconat 4 % 5 cc
NaCl 500 ml 1 flabot
Bisturi no. 20 1 buah
Spuit 10 cc 1 buah
Aquabides 25 cc 1 buah
Foley catheter no. 14 1 buah
Jelly 1 buah
Urine bag 1 buah
Kassa 20 lembar
Benang :
- Cutgut Chromic no. 0 tapper 1 buah
(absorsable)
- Silk no. 2.0 tapper 1 buah
(absorsable)
- Dafilon no 2.0 cutting (non 1 buah
absorsable)
Hipafix ukuran 10 x 20 cm 1 buah
Underpad 1 buah
Pot jaringan 1 buah
3. Persiapan pasien

SIGN IN (Sebelum Induksi Anestesi)

Tabel 3.5 SIGN IN

Sebelum induksi anastesi (SIGN IN)


Diisi pukul 09.50 WIB
1 Pasien telah dikonfirmasi Benar pasien (menanyakan langsung
identitas pasien dan dicocokan dengan
a. Identitas pasien gelang identitas pasien )
Nama : Nn. R
Tanggal lahir : 28 – 07 - 1999
MR : 7324XX
Gelang identitas : ada, warna pink
Diagnosa : Apendisitis kronis
b. Prosedure Memastikan kepada pasien terhadap
prosedur tindakan operasi
c. Informed consent operasi Ada
d. Informed consent anestesi Ada

2 Lokasi operasi sudah diberi Ya


tanda
3 Mesin dan obat-obat anestesi Ya
sudah di cek lengkap
4 Pulse oximeter sudah Ya
terpasang dan berfungsi
5 Apakah pasien mempunyai Tidak
riwayat alergi ?
6 Resiko kesulitan bernafas / Tidak
resiko aspirasi ?
7 Resiko kehilangan darah Tidak
lebih dari 500 ml (7 ml/kg
BB pada anak)
Tim anastesi dan perawat sirkuler memposisikan pasien duduk. Tim anestesi
melakukan pembiusan secara regional anastesi (Sub Aranoid Block). Perawat
sirkuler memasang negative plate pada betis kanan. Perawat sirkuler memasang
foley catheter no.14 dan diisi dengan aquabides 15 cc untuk pengunci. Perawat
sirkuler melakukan teknik aseptik pada area abdomen pasien dengan cairan
chlorehexidine gluconat 4% lalu dibilas dengan NaCl.
4. Pelaksanaan Operasi
1) Tim operasi memakai pakaian khusus kamar operasi lengkap dengan goggle
(kacamata), masker, tutup kepala, apron, sepatu boot.
2) Perawat instrument mempersiapkan set instrumen, set linen, dan BAHP.
3) Tim operasi melakukan cuci tangan bedah sesuai standar, memakai jas operasi
dan sarung tangan steril dengan cara tertutup.
4) Perawat instrumen menyiapkan / menata instrumen operasi sesuai dengan
yang diperlukan (menghitung instrumen dan kasa yang akan dipakai).
5) Asisten operator melakukan skin preparasi pada medan yang akan di insisi
dengan alkohol 70 % dilanjutkan dengan iodine povidon 10 % seluas ± 30 cm
disekitar daerah insisi (abdomen menyeluruh dari bawah diafragma sampai
1/3 femur atas) diulangi 3 kali.
6) Asisten melakukan drapping memasang duk besar bawah dan atas, duk sedang
kanan dan kiri dan dijepit dengan duk klem.
7) Perawat sirkuler memasang pen couter ke mesin ESU (Electro Surgical Unit)
dan memasang selang suction.
8) Tim menempati posisinya masing-masing, meja mayo didekatkan.

4 3 A

D C
2

E 1
6 5

F
Keterangan :
1. Perawat sirkuler A. Mesin anestesi
2. Dokter anestesi B. Mesin ESU
3. Dokter operator C. Meja operasi
4. Asisten 2 D. Suction
5. Asisten 1 E. Meja instrument
6. Perawat instrument F. Meja linen

9) Perawat sirkuler membacakan time out sebelum insisi


Tabel 3.10 Time Out
Sebelum Insisi (Time Out)
Diisi pukul 10.15 WIB
1 Konfirmasi seluruh Sudah
anggota tim nama dan Anestesor : dr. Sya, Sp. An
peran Penata anestesi : NW, AMK
Operator : dr. SS, Sp. B
Asisten 1 : HR, SST
Asisten 2 : RW, SST
Instrumentator : Ehr, S.Kep., Ns
Sirkuler : Ve, Amd. Kep
2 Konfirmasi nama pasien, Pasien sudah dikonfirmasi
prosedur dan lokasi insisi Nama : Nn. R
Diagnosa : Apendisitis kronis
Lokasi insisi : McBurney
3 Konfirmasi pemberian Antibiotik : Ceftriaxone
antibiotik profilaksis dan Dosis : 1 gr
dosis Masuk jam 10.00 WIB
Sudah dilakukan skin test di ruangan,
hasil skin test negative
4 Antisipasi kejadian kritis Dokter bedah : antisipasi kehilangan
darah yang dipersiapkan (tidak ada)
Dokter anestesi : adakah terdapat hal
penting mengenai pasien yang perlu
diperhatikan ? (tidak ada)
Perawat : alat lengkap jumlah 33, kassa
20, jarum 3, sudah steril.
5 Foto appendicogram Ya
sudah ditayangkan
i.
10) Mempersilahkan operator memimpin do’a
11) Perawat instrument memberikan mess dan pinset cirurgis kepada operator
untuk insisi lokasi operasi 1/3 lateral dextra, dari lapisan epidermis sampai
subkutis. Bersamaan dengan perawat instrument memberikan pean dan kassa
pada asisten untuk depp perdarahan pada area insisi.
12) Perawat instrument memberikan middle dorf untuk membuka subkutis agar
menambah lapang pandang operator untuk melanjutkan insisi fascia scarpa.
13) Setelah fascia scarpa terbuka perawat instrument memberikan pean untuk
melakukan split pada M Obliqus externus dan M Obliqus internus.
14) Instrument memberikan langenbeck kecil ke asisten 1 untuk membuka otot
agar menambah lapang pandang operator untuk melakukan split pada M
tranversus sampai peritoneum terlihat.
15) Perawat instrument memberikan 2 pean kepada asisten operator untuk
mengklem peritoneum kesisi atas dan bawah.
16) Perawat instrument memberikan gunting jaringan ke operator, untuk
membuka peritoneum.
17) Perawat instrumen memberikan pinset anatomis kepada operator untuk
mengidentifikasi apendiks.
18) Perawat instrumen memberikan babcock dan allis klem ke operator untuk
mengangkat appendik.
19) Perawat instrument memberikan pean kepada asisten operator untuk
mengklem meso apendiks dan perawat instrument memberikan gunting
jaringan kepada operator untuk memotong meso apendiks yang menyatu
dengan apendiks.
20) Perawat instrumen memberikan needle holder dengan benang silk 2.0 serta
pinset anatomis kepada operator untuk menjahit meso apendiks yang sudah
dipotong dengan tehnik simpul melingkar. Serta memberikan gunting ligature
(gunting benang) kepada asisten operator.
21) Perawat instrumen memberikan mess no. 20 ke operator untuk memotong
apendiks serta memberikan kasa betadin kepada asisten operator untuk
mengompres apendiks yang sudah dipotong.
22) Perawat instrumen memberikan needle holder dengan benang silk 2.0 serta
pinset anatomis kepada operator untuk menjahit apendiks yang sudah
dipotong dengan tehnik simpul melingkar. Serta memberikan gunting ligature
(gunting benang) kepada asisten operator.
23) Perawat instrument memberikan kasa NaCl menggunakan pean kepada asisten
operator untuk memastikan tidak ada perdarahan.
24) Perawat instrument memberikan NaCl dalam bowl kepada asisten 2 untuk
membersihkan sebelum peritoneum ditutup.
25) Perawat instrument dan perawat sirkuler melakukan sign out
Tabel 3.11 Sign Out
Sign Out
Diisi pukul 10.45 WIB
No Indikator Pre-Operasi Post Operasi
1 Kassa 20 pcs 20 pcs (15 kasa basah, 5
kasa kering)
2 Jarum 3 3
3 Instrument 33 33
4 Perdarahan murni tabung - -
suction
5 Perdarahan kassa - 30 cc (kassa basah terpakai
6x5 cc)

Table 3.12 Hasil Monitoring Selama Operasi


No Jam Tekanan Nadi RR SpO2 (%)
Darah (x/menit) (x/menit)
(mmHg)
1 10.05 114/84 110 18 98
2 10.20 109/64 89 14 97
3 10.40 110/51 82 12 97

26) Perawat instrument memberikan 4 pean ke asisten 1 untuk mengklem bagian


peritoneum 4 sisi arah mata angin.
27) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang catgut cromic
0 ke operator serta pinset anatomis untuk menjahit peritoneum fat dengan
tehnik continue locking. Bersamaan dengan perawat instrument memberikan
gunting ligature ke asisten 2.
28) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang chromik 0 ke
operator serta pinset anatomis untuk mengaitkan otot dengan teknik jahitan
simple. Asisten 2 membantu untuk menggunting benang.
29) Perawat instrument memberikan kasa NaCl kepada asisten untuk
membersihkan area jahitan.
30) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang catgut cromic
0 ke operator serta pinset anatomis untuk menjahit fascia sampai subkutis
dengan tehnik continue locking. Bersamaan dengan perawat instrument
memberikan gunting ligature ke asisten 2.
31) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang Dafilon 2.0
cutting ke operator serta pinset cirurgis untuk menjahit kutis dengan teknik
jahitan simple.
32) Setelah selesai menjahit kutis, asisten 2 membersihkan area insisi dengan kasa
NaCl kemudian dikeringkan dengan kasa.
33) Asisten 1 dan asisten 2 menutup luka insisi dengan sufratul dilapisi kassa
steril secukupnya lalu difiksasi dengan hepafix
34) Perawat instrument dan perawat sirkuler memasukkan jaringan apendik ke
dalam pot jaringan dan diberi barcode.
35) Perawat instrument merapikan instrument. Instrumen yang terpakai
didesinfeksi selama 15 menit, lalu dicuci menggunakan sikat, dikeringkan,
dibungkus, dikirim ke CSSD.

11. Analisa Data Intra Operatif


Tanggal : 13 September 2019
Tabel 3.13 Analisa Data Intra Operatif
No Data Fokus Problem Etiologi
1 DS : - Resiko infeksi Prosedur invasif
DO :
 Dilakukan insisi pada daerah Mc.
Burney sepanjang 10 cm
 Lama operasi dari jam 10.15 –
10.45

12. Diagnosa Keperawatan Intra-Operatif


Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
13. Rencana Keperawatan Intra-Operatif
Tabel 3.14 Rencana Keperawatan Intra-Operatif
No Diagnosa NOC NIC
1 Resiko infeksi Kontrol Infeksi : Kontrol infeksi intra-operatif
berhubungan Setelah dilakukan a. Pertahankan lingkungan aseptik
dengan prosedur tindakan operasi selama proses pembedahan.
invasif selama 30 menit b. Memonitor tanda dan gejala
diharapkan resiko infeksi
infeksi tidak terjadi c. Inpeksi kondisi luka / insisi
dibuktikan dengan bedah
kriteria hasil : d. Bersihkan ruangan dan atur
 Terkendalinya infeksi penerangan di ruang operasi
 Luka dan keadaan e. Berikan antibiotik profilaksis
sekitar bersih sesuai ketentuan
f. Perawat melakukan scrubbing,
gowning, gloving sesuai
universal precautions
g. Buka perlengkapan steril dan
instrument menggunakan teknik
aseptik
h. Bantu dalam melakukan
drapping pada pasien
i. Monitor daerah seteril untuk
menjaga kesterilannya
j. Pertahankan kerapian dan
perawatan ruangan untuk
membatasi kontaminasi dengan
tetap menjaga kesterilan selama
operasi berlangsung.
14. Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Operasi
Tabel 3.15 Pelaksanaan dan Evaluasi Intra Operasi
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Resiko infeksi Tanggal 13-9-2019 jam 10.15 WIB Tanggal 13-9-2019 jam 10.45
berhubungan dengan 1. Mempertahankan lingkungan aseptik selama S:-
prosedur invasive proses pembedahan O:
2. Membersihkan ruangan dan atur penerangan - Antibiotik profilaksis ceftraixone 1 gr
di ruang operasi diberikan jam 10.00 WIB
3. Memberikan antibiotik profilaksis sesuai - Scrubbing, gawning, gloving sesuai
ketentuan standar
4. Tim bedah melakukan scrubbing, gowning, - Menjaga kebersihan selama operasi
gloving sesuai standar - Sudah dilakukan drapping
5. Membuka perlengkapan steril dan instrument - Membuang kasa pada tempat sampah
menggunakan teknik aseptik infeksius
6. Membantu dalam melakukan drapping pada - Terdapat luka sayatan ± 10 cm
pasien - Terdapat jahitan : 12 jahitan
7. Memonitor daerah steril untuk menjaga - Tidak ada tanda-tanda infeksi
kesterilannya - Vital sign :
8. Menginpeksi kulit / jaringan disekitar area TD : 110/51 mmHg
pembedahan Nadi : 82 x/menit
9. Mempertahankan kerapian dan perawatan Suhu : 35oC
ruangan untuk membatasi kontaminasi dengan RR : 12 x/menit
tetap menjaga kesterilan selama operasi SpO2 : 100 %
berlangsung. A : Resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif
P : Tetap pertahankan teknik aseptik
Asuhan Keperawatn Post Operati
A. Pengkajian Post Operatif
1. Identitas Pasien
Nomor RM : 73-24-xx
Tanggal operasi : 13 September 2019
Nama : Nn. R
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Diagnosa medis : Apendisitis Kronis
Tindakan operasi : Apendiktomi
Ruang : Recovery Room IBS RSUD Wates
Jam / tanggal : 10.50 WIB / 13 September 2019
2. Keadaan umum
Pasien sadar, infuse Asering di tangan kiri, kateter no 14 dengan jumlah urine pada urine
bag masih minimal, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5 dan ekstremitas bawah 0/0
3. System pernafasan
Irama nafas teratur, pasien terpasang oksigen 3 liter/menit di recovery room
4. Sirkulasi
CRT < 3 detik, membrane mukosa tidak sianosis
5. Bromage score
Tabel 3.16 Bromage score
No Kriteria Score Nilai
10.50 11.00 11.10 11.20
1 Gerakan penuh dari tungkai 0
2 Tak mampu ekstensi tungkai 1
3 Tak mampu fleksi lutut 2 2
4 Tak mampu fleksi 3 3 3 3
pergelangan kaki
6. Monitoring tanda-tanda vital
Tabel 3.17 Monitoring tanda-tanda vital
No Jam Tekanan Darah Nadi Respirasi Suhu SpO2
1 10.50 114/73 mmHg 91 x/menit 12 x/menit 35,6oC 97 %
2 11.00 117/69 mmHg 97 x/menit 16 x/menit 36 oC 97 %
3 11.10 125/84 mmHg 97 x/menit 19 x/menit 36 oC 99 %
4 11.20 125/84 mmHg 93 x/menit 18 x/menit 36,3 oC 98 %

B. Analisa Data Post Operatif


Tabel 3.18 Analisa Data Post Operatif
No Data Fokus Problem Etiologi
1 DS : pasien mengatakan kakinya masih Resiko jatuh Agen
belum bias digerakkan, masih terasa farmaseutikal
kebas (efek anestesi)
DO :
 Pasien dengan regional anestesi
 Kekuatan otot ekstremitas bawah 0/0
 Skore bromage 3

C. Diagnosa Keperawatan
Resiko jatuh berhubungan dengan agen farmaseutikal (efek anestesi)

D. Rencana Keperawatan Post Operatif


Tabel 3.19 Rencana Keperawatan Post Operatif
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Resiko jatuh Pemulihan pasca Transportasi : antar fasilitas
berhubungan bedah : 1. Identifikasi keterbatasan fisik
dengan agen Setelah dilakukan dan kognitif yang dapat
farmaseutikal tindakan keperawatan meningkatkan potensi jatuh
(efek anestesi) selama 30 menit 2. Gunakan transportasi yang
diharapkan kejadian dibutuhkan sesuai kondisi
jatuh tidak terjadi pasien
dengan kriteria hasil : 3. Pastikan bahwa pasien telah
 Pasien sadar setelah stabil dan mampu untuk
anestesi selesai dipindahkan antar fasilitas/
 Pasien aman tidak telah memenuhi persyaratan
jatuh penilaian bromage score
 Pasien kooperatif 4. Berikan laporan klinis antar

 Pasien mampu perawat mengenai pasien ke

bergerak dan fasilitas penerima dan

berkomunikasi dokumentasikan laporannya


5. Gunakan side rail pada
bagian kiri dan kanan untuk
mencegah jatuh dari tempat
tidur
E. Implementasi dan Evaluasi Post Operatif
Tabel 3.20 Implementasi dan Evaluasi Post Operatif
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Resiko jatuh berhubungan Tanggal 13 Semptember 2019 jam S:-
dengan agen farmaseutikal 10.50 O:
(efek anestesi)  Mengidentifikasi keterbatasan  Pasien aman dan terhindar dari resiko
fisik dan kognitif yang dapat jatuh
meningkatkan potensi jatuh  Pasien dipindahkan menggunakan easy
 Memindahkan pasien dengan move
teknik yang benar dan aman  Pasien sadar dan bisa bernafas spontan
 Memasang side rail pada bagian  Bromage score 2
kiri dan kanan untuk mencegah  Terpasang tanda fall risk di gelang pasien
jatuh dari tempat tidur A : Resiko jatuh berhubungan dengan agen
 Melakukan penilaian bromage farmaseutikal (efek anestesi) teratasi
score P:
 Memonitor kembalinya fungsi  Tetap dampingi pasien sebelum pindah
sensori dan motorik ke ruang perawatan
 Tetap pasang side rail selama pasien di
recovery room
 Bantu pindahkan pasien ke brancart
bangsal dengan hati-hati

F. Evaluasi Pasien di Recovery Room


Pasien keluar Recovery Room jam 11.20 WIB dengan :
 Bromage score pasien pada jam 11.20 WIB adalah 2
 Vital sign : TD : 125/84, nadi : 93 x/menit, RR : 18 x/menit, suhu : 36,3oC, SpO2 : 98 %
 Klien masih terpengaruh dengan obat anastesi sehingga klien masih dalam keadaan setengah sadar.
Foto
PPT (gambar)
Pengelolaan pasca operasi infeksius
Label linen
Troli yang tertutup
Perlakuan khusus
post

Anda mungkin juga menyukai