Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit batu ginjal dan saluran kemih merupakan masalah kesehatan yang cukup
serius, baik di Indonesia maupun di dunia. Batu ginjal adalah suatu keadaan dimana
terdapat satu atau lebih batu di ginjal maupun di saluran kemih salah satunya yaitu pada
ureter. Batu Ureter atau Ureterolithiasis merupakan kalkulus atau batu yang ada didalam
ureter. Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal turun ke ureter, batu ureter
mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih,
batu juga tetap bisa tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter yang mungkin asimptomatik (Sjamsuhidajat, 2011).
Batu Saluran Kemih banyak diderita oleh laki-laki dengan angka kejadian 3-4 kali
lebih banyak dibanding pada wanita. Rentang umur penderita penyakit ini adalah 30-60
tahun. Biasanya laki-laki akan mengalami batu saluran kemih pada umur 40 tahun dan
meningkat drastis saat usia 70 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 50 tahun
(Hediyani, 2012).
Penyakit yang diakibatkan oleh terbentuknya batu di dalam saluran kemih ini
merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita di Indonesia. Usia penderitanya
mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Di Indonesia sendiri dicurigai adanya
fenomena gunung es dimana jumlah kasus yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak
daripada yang terdeteksi akibat kurangnya pengetahuan masyarakat dan jangkauan
pelayanan kesehatan yang masih rendah (Arifin, 2010).
Batu ginjal dan saluran kemih merupakan penyebab umum munculnya darah
dalam urine yang disertai rasa sakit pada perut bagian bawah yang tak tertahankan,
seperti pinggul dan pangkal paha. Penyakit ini di alami oleh 1 dari 20 orang, atau 5 %
dari penduduk dunia. Rasa sakit pada gangguan batu ginjal munculnya mendadak, sangat
parah dengan rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri ini tidak berubah pada saat
perubahan posisi, serta nyeri tersebut memancar dari belakang, ke samping, dan masuk
ke selangkangan, bahkan sering disertai rasa mual dan muntah (kabarinews, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri), sebanyak 10% masyarakat di negara maju memiliki risiko untuk menderita
batu ginjal dan 50% pada mereka yang pernah menderita, batu ginjal akan timbul kembali
di kemudian hari. Gejala awalnya berupa nyeri di bagian perut bagian belakang,
pendarahan pada urin, mual atau muntah, kehilangan nafsu makan, hingga
pembengkakan di perut. Batu ginjal cenderung terjadi pada pria. Namun wanita pun
memiliki kemungkinan mengalami gangguan ginjal, yaitu infeksi saluran kemih yang
diawali dengan gejala meningkatnya hasrat untuk buang air kecil hingga pendarahan pada
urin (Gustia, M.P 2012).
Batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemukan di
seluruh dunia, contohnya negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Australia. Di
negara-negara Asia, angka kejadian batu saluran kemih mencapai 1-5 %. Selain itu juga
banyak ditemukan kasus batu saluran kemih di negara yang berkembang, seperti India,
Thailand dan Indonesia yang kejadiannya sekitar 2-15%, biasa dijumpai karena ada
hubungannya dengan perkembangan ekonomi dan peningkatan pengeluaran biaya untuk
kebutuhan makanan perkapita. Batu saluran kemih mempunyai angka kejadian
morbiditas yang tinggi, dipengaruhi oleh keadaan sosio-ekonomi, dan angka mortalitas
yang relatif rendah. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia adalah 37.636 kasus baru
dengan jumlah kunjungan 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat 19.018
orang, dengan jumlah kematian 378 orang. Batu ginjal dapat terus menetap dan perlahan-
lahan membesar di dalam ginjal sehingga menyebabkan kerusakan permanen pada ginjal
(Hediyani, 2012).
Angka kejadian batu ginjal dan saluran kemih di RSUP Sanglah pada tahun 2014
yaitu sebanyak 141 orang yang dilakukan operasi dan di rawat di bangsal bedah, dimana
dengan lokasi batu pada ginjal sebanyak 84 orang (59,6%), ureter sebanyak 35 orang
(24,8%), dan buli-buli sebanyak 22 orang (15,6%) (Felicia, 2014).
Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat, 2011).
Terdapat beberapa cara dalam penatalaksanaan batu saluran kemih. Hal ini bergantung
pada ukuran, bentuk dan lokasi batu serta ada tidaknya edema pada ureter. Batu dengan
ukuran 4-5 mm memiliki kemungkinan 40-50% untuk dapat keluar secara spontan,
sementara batu dengan ukuran diatas 6 mm kemungkinannya dibawah 5% untuk dapat
keluar secara spontan. Modalitas lain yang dapat dilakukan seperti penggunaan obat yang
dapat melarutkan batu dan tindakan seperti ESWL, PCNL dan URS (Stoller, 2008).
URS (Ureterorenoskopi) merupakan prosedur tindakan pemeriksaan saluran
kandung kemih yang menggunakan suatu alat yang dimasukkan melalui saluran kemih
kedalam ureter kemudian batu dipecahkan dengan gelombang pneumatik. Pecahan batu
akan keluar bersama air seni.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pembedahan
pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase
pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase.
Masing-masing fase dimulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula
dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing
mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh
perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan.
Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim
kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien
dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima (Brunner & Suddarth, 2001).
Keperawatan preoperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Sedangkan tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan
dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun
pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena kesuksesan
suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan
selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun
bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan
kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk
menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna
(Rothrock ,2007).
Hasil pengkajian yang dilakukan penulis saat diruang persiapan operasi Ruang
IBS RSUP Sanglah pada Tn.D dengan diagnosa Batu Ureter 1/3 Distal Dextra + Batu
Pyelum Sinistra didapatkan data : pasien mengatakan nyeri pada pinggang bagian kanan
dan kiri, nyeri dirasakan sangat tajam dan menusuk-nusuk, skala nyeri 5, nyeri timbul
terus-menerus, pasien juga mengatakan merasa cemas karena akan dilakukan operasi,
pasien tampak gelisah meringis kesakitan.
Berdasarkan pengkajian diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis
ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Tn.D Dengan Batu Ureter
1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra di Ruang IBS RSUP Sanglah”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan urain pada latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam studi
kasus ini adalah “Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif pada Tn.D
dengan Batu ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra dengan tindakan operasi
Ureterorenoscopy Dextra + Open Pyelolitotomy + DJ Stent Dextra Sinistra di ruang IBS
RSUP Sanglah ?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif pada Tn.D dengan Batu
ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra dengan tindakan operasi
Ureterorenoscopy Dextra + Open Pyelolitotomy + DJ Stent Dextra Sinistra di ruang
IBS RSUP Sanglah.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu menyusun laporan pendahuluan asuhan keperawatan
perioperatif Batu Ureter.
b. Penulis mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan perioperatif pada
Tn.D dengan Batu ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra di ruang IBS
RSUP Sanglah.
c. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.D dengan Batu
ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra di ruang IBS RSUP Sanglah.
d. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan perioperatif pada Tn.D
dengan Batu ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra di ruang IBS
RSUP Sanglah.
e. Penulis mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan perioperatif pada
Tn.D dengan Batu ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra di ruang IBS
RSUP Sanglah.
f. Penulis mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan perioperatif pada Tn.D
dengan Batu ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra di ruang IBS
RSUP Sanglah.
g. Penulis mampu menganalisa (perbandingan teori dan hasil pengkajian, prioritas
diagnosa, tujuan dan intervensi, penjelasan cara implementasi dan hasil
evaluasi) asuhan keperawatan perioperatif pada Tn.D dengan Batu ureter 1/3
Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra di ruang IBS RSUP Sanglah.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi pengalaman belajar dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya asuhan keperawatan perioperatif.
2. Institusi
a. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan
kesehatan berkaitan pada pasien dengan Batu ureter 1/3 Distal Dextra + Batu
Pyelum Sinistra.
b. Pendidikan
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi institusi
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah dalam melakukan asuhan
keperawatan perioperatif pada pasien dengan Batu ureter 1/3 Distal Dextra +
Batu Pyelum Sinistra.
c. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga mendapat informasi dan pengetahuan tentang
perawatan mengenai penyakit batu ureter.
E. Metode
1. Metode pembuatan studi kasus
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dalam bentuk laporan studi
kasus yaitu memaparkan suatu masalah serta pemecahan masalah dalam waktu 5 jam
yang dilakukan secara langsung.
2. Metode pengumpulan data
a. Data primer dengan cara pemeriksaan fisik, wawancara, observasi
b. Data sekunder dengan cara menggunakan sumber informasi yang ada yaitu studi
dokumentasi dari status pasien atau catatan medik
BAB II

TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF BATU


URETER

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Anatomi Fisiologi

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari ginjal
menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar
1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Ureter dibagi
menjadi pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi
oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan
gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli. Secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit daripada di tempat lain Sehingga batu
atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut. Tempat-tempat penyempitan
itu antara lain adalah :
a. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter  junction
b. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
c. Pada saat ureter masuk ke buli-buli Sistem perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal
dari pembuluh arteri ginjal, gonad, dan buli-buli dengan hubungan kolateral kaya sehingaa
umumnya perdarahan tidak terancam pada tindak bedah ureter. Persyarafan ureter bersifat
otonom (Sjamsuhidajat, 2011).
2. Pengertian
Ureterolithiasis atau batu ureter adalah kalkulus atau batu di dalam ureter, ureter
pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai
ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke
kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung yang besar. Batu  juga tetap
bisa tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan
hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang hematuria yang didahului oleh serangan
kolik (R. Samsuhidajat, 2011).
3. Klasifikasi
Berikut ini beberapa klasifikasi batu saluran kemih (Sjamsuhidajat, 2011):
a. Batu Kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-
80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau
juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium
fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut
diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari
dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
1) Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan
konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2) Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna
kuning, mudah hancur daripada whewellite
b. Batu Asam Urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia
> 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan
diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan
tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar
sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang
dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea
di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan
Staphiloccocus Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering
terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak
sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam
amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi.
Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat
jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya
atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan
protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.
4. Etiologi
a. Teori Pembentukan Inti
Teori ini mengatakan bahwa pemebentukan batu berasal dari kristal atau benda asing yang berada
dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang oleh beberapa argumen, dimana dikatakan bahwa batu
tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hipereksresi atau mereka dengan resiko dehidrasi.
Teori inti matrik dimana pembentukan batu saluran kemih membutuhkan adanya
substansi organik terutama muko protein A mukopolisakarida yang akan mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti sistin, xastin,
asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga
sangat dipengaruhi oleh pH dan kekuatan ion.
c. Teori Presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas susbstansi dalam urin. Di dalam urin yang
asam akan mengendap sistin, zastin, asam urat, sedangkan didalam urin yang basa akan
mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu seperti
fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin akan mempermudah
pembentukan batu urin. Akan tetapi teori ini tidaklah benar secara absolut, karena banyak orang
yang kekurangan zat penghambat tak pernah menderita batu, dan sebaliknya mereka yang
memiliki faktor penghambat malah membentuk batu.
e. Teori Lain
Berkurangnya volume urin. Dimana kekurangan cairan akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi zat terlarut (misal kalsium, natrium, oksalat dan protein) yang mana ini
dapat menimbulkan pembentukan kristal urin.

Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu ureter, yaitu:
a. Genetik  
Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan menderita penyakit
yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu urin. Lebih kurang 30% sampai 40%
penderita batu kalsium oksalat mempunyai riwayat famili yang positif menderita batu.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak menderita batu saluran kemih dibanding wanita (3:1). Disebabkan
oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki lebih panjang dibandingkan perempuan, secara
alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibanding perempuan. Dan pada
air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon
testosteron yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta adanya
hormon estrogen pada perempuan mampu mencegah agregasi garam kalsium.
c. Pekerjaan
Kejadian batu kemih lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam
melakukan pekerjaannya.
d. Air
Banyak minum air meningkatkan diuresis sehingga mencegah pembentukan batu. Kurang
minum dapat mengurangi diuresis, kadar substansi dalam urin meningkat, mempermudah
pembentukan batu.
e. Diet
Konsumsi makanan tinggi protein yang akan meningkatkan resiko terjadinya batu.
Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam atau antasida yang mengandung
kalsium, produk susu, makananan yang mengandung oksalat (misalnya teh, kopi instan,
coklat, kacang-kacang, bayam), vitamin C, atau vitamin D akan meningkatkan pembentukan
batu kalsium. Pemakaian vitamin D akan meningkatkan absobsi kalsium diusus dan tubulus ginjal
sehingga dapat menyebabkan hiperkalsemia dan penumpukan kalsium di ginjal dan untuk
konsumsi vitamin D ini harus digunakan dengan perawatan. Makan makanan dan minuman yang
mengandung purin yang berlebihan (kerangkerangan, anggur) akan menyebabkan pembentukan
batu asam urat Makanan makanan yang banyak mengandung serat dan protein nabati
mengurangi resiko batu urin, sebaliknya makanan yang mengandung lemak dan protein hewani
akan meningkatkan resiko batu urin.
f. Infeksi
Hampir terbentuknya batu jenis struvit didahului oleh infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh
bakteri pemecah urea, namun jenis batu lain tidak jelas apakah batu sebagai penyebab infeksi
atau infeksi sebagai penyebab batu
g. Obat-obatan
Penggunaan obat anti hipertensi (Dyazide) berhubungan dengan peningkatan frekuensi batu urin,
begitu juga penggunaan antasida yang mengandung silica berhubungan dengan perkembangan
batu silica. (Pramod. 2009)
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik. Nyeri ini
dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke
kemaluan. Penderita sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan
biasanya air kemih disertai dengan darah, maka penderita tersebut mengalami kolik ureter
b. Hematuri
Penderita sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti teh. Namun lebih
kurang 10-15% penderita batu saluran kemih tidak menderita hematuria.
c. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta muntah
dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi) berhubungan dengan
infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp, dan jarang dengan E.colli.
d. Demam
Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan kedaruratan medik relatif. Tanda-
tanda klinik sepsis adalah bervariasi termasuk demam, takikardi, hipotensi dan
vasodilatasi perifer. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompresi
segera.
e. Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual
dan muntah (Sjamsuhidajat, 2011)
6. Patofisiologi
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik.
Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan
sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang
disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada
infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi
alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu
urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah. Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak
ditemukan penyebab yang  jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing.
Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk
lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal
dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus
batu (R. Sjamsuhidajat, 2011).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah
atas. Pembesaran ini mungkin karena hidronefrosis
2) Palpasi : Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau
dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai dua tangan atau
dikenal juga dengan tes Ballotement, ditemukan pembesaran ginjal yang teraba disebut
Ballotement positif.
3) Perkusi : Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang
dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Air kemih
 Mikroskopis endapan: sedimen urin yang menunjukkkan adanya leukosituria,
hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.
 Makroskopis: didapatkan gross hematuri
 Biakan: menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
 Sensitivitas kuman
2) Faal Ginjal
Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk melihat fungsi ginjal baik atau tidak.
Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa factor penyebab timbulnya batu antara lain
kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin
3) Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada
keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi,
bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO
batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak
disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang
paling opaq hingga yang paling bersifat radiolusent; calsium fosfat, calsium oxalat,
magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine.
4) Foto polos perut (90% batu kemih radioopak)
5) Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)
6) Ultrasonografi ginjal (Hidronefrosis)
7) Foto Kontras Khusus Retrograd dan perkerutan
8) Analisis biokimia batu
9) Pemeriksaan kelainan metabolik
10) Pemeriksaan kimiawi Ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa
juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
11) Pemeriksaan darah lengkap Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat
terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat
proses peradangan di ureter. (Pramod. 2009)
8. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar spontan.
Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar.
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)  
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy
pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli
tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
dengan menggunakan gelombang kejut sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Indikasi: Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala yang mengganggu, Lokasi
batu di ginjal atau ureter, Tidak adanya obstruksi ginjal distal dari batu, Kondisi kesehatan
pasien memenuhi syarat. Kontraindikasinya adalah infeksi saluran kemih akut,
gangguan perdarahan yang tidak terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi batu
distal.
c. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih
yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal
dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.  
b. Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu
(litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu,
batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
d. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan
keranjang Dormia.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang.
Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter
e. Uroterolitotomi
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengambil batu
ureter baik ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah). Operasi ini dengan menggunakan
sayatan di kulit. Letak irisan sangat bergantung letak batu. Untuk batu di ureter atas,
irisan berada di pinggang berbentuk garis lurus yang oblik. Untuk batu di ureter bawah maka
irisan di perut bawah garis lurus yang sejajar tubuh. Panjang irisan sangat bergantung gemuk
tidaknya pasien. Semakin gemuk maka irisan makin panjang. Semakin kecil batu irisan
juga makin panjang. Seandainya batu tersebut bergerak gerak maka sangat mungkin irisan
lebih lebar (Franzoni, 2009).
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan batu ureter menurut Corwin
(2009) yaitu :
1. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja di saluran kemih.
Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter, yaitu ureter
membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau atas
tempat ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis
ginjal dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak
dapat memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
2. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan dapat
menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan
kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu.
Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal  jika kedua ginjal terserang.
3. Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang
berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering
berupa karsinoma epidermoid.
4. Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi hidronefrosis dan kemudian
berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total.
Hal yang sama dapat juga terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu
tersebut membesar sehingga juga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium ureter. Khusus
pada batu uretra, dapat terjadi diverticulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi
ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas terdiri dari nama, umur yaitu biasanya paling sering 30 – 50 tahun, jenis
kelamin 3 x lebih banyak pada pria, pekerjaan yaitu paling sering terjadi pada
perkerja berat
b. Keluhan Utama
1) Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.
2) Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Pernah menderita infeksi saluran kemih.
2) Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.
3) Bekerja di lingkungan panas.
4) Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
5) Olahragawan.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri, Mual / Muntah, Hematuria, Diare, Oliguria, Demam, Disururia
e. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Pernah menderita urolitiasis
2) Riwayat ISK dalam keluarga
3) Riwayat hipertensi
f. Aktifitas/istirahat
Perkejaan monoton, perkerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu
tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis).
g. Sirkulasi
Peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal). Kulit hangat dan kemerahan
pucat
h. Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi sebelumnya(kalkulus). Penurunan
haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
i. Makanan/cairan
Gejala : muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium oksalat, dan
fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus, muntah.
j. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada lokasi batu, contoh
pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat menyebar ke seluruh punggung,
abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri dangkal konstan menunjukan
kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut,
hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil (Prabowo & Pranata,
2014)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
ureteral.
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik kandung
kemih oleh batu ureteral.
3) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan menghadapi proses
pembedahan
b. Intra Operasi
1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Post Operasi
1). Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan pasca operasi
2). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi jaringan pasca operasi
3). Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui
kateterisasi, insisi jaringan
4). Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis (Prabowo & Pranata, 2014)
3. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan asuhan 1). Kaji dan catat penyebab, lokasi, 1). Membantu mengevaluasi tempat
keperawatan ...x...jam lamanya, intensitas nyeri (PQRST) obstruksi dan kemajuan gerakan
diharapkan nyeri berkurang kalkulus
dengan kriteria hasil : 2). Observasi tanda tanda vital 2). Memantau keadaan umum pasien
 Skala nyeri 0-1 3). Perhatikan keluhan peningkatan/ 3). Obstruksi lengkap ureter dapat
 Pasien mengungkapkan menetapnya nyeri abdomen. menyebabkan perforasi dan
secara verbal nyeri ekstravasasi urine ke dalam area
berkurang perirenal.
 Ekspresi wajah tampak 4). Bantu atau dorong penggunaan napas 4). Mengarahkan kembali perhatian dan
rileks dalam, bimbingan imajinasi. membantu dalam relaksasi otot.
 Tanda tanda vital dalam 5). Dorong/bantu dengan ambulasi 5). Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya
batas normal sering sesuai indikasi dan tingkatkan batu dan mencegah stasis urine, dan
(TD : 100-130/70-90 pemasukan cairan sekitar 3-4 membantu mencegah pembentukan
mmHg liter/hari batu selanjutnya.
Suhu : 36,5-37,50C 6). Jelaskan penyebab nyeri dan 6). Memberikan kesempatan untuk
Nadi : 60-100x/menit pentingnya melaporkan bila terjadi pemberian analgesik sesuai waktu.
RR : 18-22x/menit) perubahan kejadian/karakteristik
nyeri.
7). Berikan tindakan nyaman contoh 7). Meningkatkan relaksasi,
pijatan punggung, lingkungan menurunkan tegangan otot dan
istirahat. meningkatkan koping.
8). Kolaborasi dengan dokter dalam 8). nalgetik diberikan untuk mengurangi
pemberian terapi analgetik. nyeri.
2 Setelah diberikan asuhan 1). Awasi pemasukan dan pengeluaran 1). Memberikan informasi tentang
keperawatan ...x...jam dan karakteristik urin. fungsi ginjal adanya komplikasi :
diharapkan pola eliminasi perdarahan
urine kembali normal 2). Periksa semua urin, catat adanya 2). Identifikasi tipe batu dan
dengan kriteria hasil : keluaran batu. mempengaruhi pilihan terapi
 Berkemih dengan 3). Observasi perubahan status mental, 3). Akumulasi sisa uremik dan
jumlah normal dan pola perilaku atau tingkat kesadaran. ketidakseimbangan elektrolit dapat
biasanya. menjadi toksik pada SSP.
 Tidak ditemukan tanda 4). Dorong pasien meningkatkan 4). Peningkatan hidrasi membuang
obstruksi (hematuria) pemasukan cairan : 3 – 4 liter/hari. bakteri, darah, dan dapat membantu
lewatnya batu. 
5). Anjurkan pasien untuk melakukan 5). Merelaksasi otot-otot yang nyeri dan
teknik relaksasi jika muncul nyeri. mengalihkan perhatian pasien.
6). Kolaborasi dengan dokter untuk 6). Mengindikasikan disfungsi ginjal
pemeriksaan laboratorium : elektrolit,
BUN, kreatinin.

3 Setelah diberikan asuhan 1). Kaji dan dokumentasikan tingkat 1). Pasien dapat menyatakan secara
keperawatan ...x...jam kecemasan pasien langsung tingkat kecemasannya
diharapkan ansietas hilang 2). Dampingi pasien dan bina hubungan 2). Menunjukkan perhatian dan
dengan kriteria hasil : saling percaya keinginan untuk membantu
 Pasien menyatakan 3). Sediakan informasi faktual 3). Pasien mengetahui informasi tentang
secara verbal cemas menyangkut diagnosis, perawatan penyakitnya
berkurang dan prognosis penyakit
 Pasien menyatakan 4). Jelaskan semua prosedur termasuk 4). Agar pasien memahami prosedur
pengetahuan yang sensasi yang biasanya dirasakan operasi untuk mengurangi
akurat tentang situasi, selama prosedur kecemasan
menunjukkan rentang 5). Bantu pasien untuk memfokuskan 5). Pasien dapat berfokus pada tindakan
yang tepat tentang pada situasi saat ini, sebagai alat operasi
perasaan dan penurunan untuk mengidentifikasi mekanisme
rasa takut koping yang dibutuhkan untuk
 Pasien tampak rileks dan mengurangi ansietas
tenang, menyatakan siap
menjalani operasi

b. Intra Operasi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan asuhan 1). Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya 1). Mendeteksi lebih dini terjadinya
keperawatan selama suhu tubuh, penampilan luka, infeksi
...x...jam diharapkan tidak penampilan urine, suhu tubuh, lesi
terjadi infeksi dengan kulit, keletihan dan malaise)
kriteria hasil : 2). Jaga strerilisasi, kebersihan, dan suhu 2). Mencegah terjadinya infeksi
 Tidak ada tanda-tanda yang tinggi kamar operasi
infeksi 3). Lakukan teknik medan operasi 3). Prosedur pencegahan infeksi
 WBC dalam batas dengan teknik antiseptik
normal (4,1-11,0 100µL) 4). Jaga stabilitas dan kesterilan alat 4). Prosedur pencegahan infeksi
operasi
5). Cuci luka operasi dengan NaCl 5). Prosedur pengendalian infeksi
sebelum ditutup
6). Kolaborasi dengan dokter dalam 6). Antibiotik merupakan golongan obat
pemberian antibiotik pencegah infeksi

c.Post Operasi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan asuhan 1). Observasi dan catat penyebab, lokasi, 1). Membantu mengevaluasi tempat
keperawatan ...x...jam lamanya, intensitas nyeri (PQRST) obstruksi dan kemajuan gerakan
diharapkan nyeri berkurang kalkulus
dengan kriteria hasil : 2). Observasi tanda tanda vital 2). Memantau keadaan umum pasien
 Skala nyeri 0-1 3). Bantu atau dorong penggunaan napas 3). Mengarahkan kembali perhatian dan
 Pasien mengungkapkan dalam, bimbingan imajinasi. membantu dalam relaksasi otot.
secara verbal nyeri 4). Dorong/bantu dengan ambulasi 4). Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya
berkurang sering sesuai indikasi dan tingkatkan batu dan mencegah stasis urine, dan
 Ekspresi wajah tampak pemasukan cairan sekitar 3-4 membantu mencegah pembentukan
rileks liter/hari batu selanjutnya.
 Tanda tanda vital dalam 5). Jelaskan penyebab nyeri dan 5). Memberikan kesempatan untuk
batas normal pentingnya melaporkan bila terjadi pemberian analgesik sesuai waktu.
(TD : 100-130/70-90 perubahan kejadian/karakteristik
mmHg nyeri.
Suhu : 36,5-37,50C 6). Berikan tindakan nyaman contoh 6). Meningkatkan relaksasi,
Nadi : 60-100x/menit pijatan punggung, lingkungan menurunkan tegangan otot dan
RR : 18-22x/menit) istirahat meningkatkan koping.
7). Kolaborasi dengan dokter dalam 7). Analgetik diberikan untuk
pemberian terapi analgetik. mengurangi nyeri.
2 Setelah diberikan asuhan 1). Monitor karakteristik luka meliputi 1). Memonitor karakteristik luka dapat
keperawatan selama ...x... warna, ukuran, bau dan pengeluaran membantu perawat dalam
jam diharapkan integritas pada luka menentukan perawatan luka dan
jaringan tidak mengalami penanganan yang sesuai untuk
kerusakan lebih parah pasien
dengan kriteria hasil : 2). Pantau perkembangan kerusakan 2). Mengevaluasi status kerusakan kulit
 Suhu kulit normal (36,5- kulit pasien setiap hari sehingga dapat memberikan
37,50C) intervensi yang tepat
 Sensasi kulit normal 3). Bersihkan luka dengan normal saline 3). Normal saline adalah cairan
 Turgor kulit elastis dan dan lakukan perawatan luka fisiologis yang mirip dengan cairan
 Hidrasi kulit adekuat dengan teknik aseptik tubuh sehingga aman digunakan
 Warna kulit normal untuk membersihkan dan merawat
 Bebas lesi jaringan kulit luka
intak (tidak ada eritema 4). Lakukan pembalutan luka sesuai 4). Pembalutan luka dilakukan untuk
dan nekrosis) dengan kondisi luka mempercepat proses penyembuhan
luka
5). Cegah penggunaan linen bertekstur 5). Keadaan yang lembab dapat
kasar dan jaga agar linen tetap bersih, meningkatkan perkembangbiakan
tidak lembab dan tidak kusut mikroorganisme dan untuk
mencegah terjadinya lesi kulit akibat
gesekan dengan linen

3 Setelah diberikan asuhan 1). Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 1). Deteksi dini tanda-tanda infeksi.
keperawatan selama jam.
...x...jam diharapkan tidak 2). Observasi daerah luka operasi. 2). Indikator terjadi infeksi
terjadi infeksi dengan 3). Lakukan teknik aseptik dalam 3). Mencegah penyebaran infeksi
kriteria hasil : perawatan luka. nosokomial.
 Tidak ada tanda-tanda 4). Lakukan perawatan 1×24 jam dan 4). Mencegah terjadinya infeksi.
infeksi bila luka kotor.
 WBC dalam batas 5). Anjurkan pasien untuk menjaga 5). untuk mempercepat penyembuhan
normal (4,1-11,0 100µL) kondisi luka agar tidak
terkontaminasi
6). Ciptakan lingkungan bersih dan 6). Mengurangi resiko infeksi
nyaman nosokomial
7). Kolaborasi dengan dokter dalam 7). Antibiotik diberikan untuk
pemberian terapi antibiotik. mencegah infeksi dan membunuh
bakteri.
4 Setelah diberikan asuhan 1). Observasi tanda-tanda vital, 1). Deteksi dini terhdap hipovolemik
keperawatan selama perhatikan peningkatan nadi dan sistemik dan dapat menunjukan
...x...jam diharapkan pernapasan, penurunan tekanan adanya dehidrasi / kurangnya
kekurangan volume cairan darah, diaforesis, pucat dan turgor volume cairan
tidak terjadi dengan kriteria kulit setiap 4 jam
hasil :

 Mempertahankan hidrasi 2). Awasi keluaran tiap jam bila 2). Diuresis yang cepat dapat
adekuat dibuktikan diindikasikan. Perhatikan keluaran mengurangi volume total karena
dengan: tanda -tanda 100-200ml ketidakcukupan jumlah natrium
vital stabil, nadi perifer diabsorpsi tubulus ginjal
teraba, pengisian perifer 3). Pantau masukan dan haluaran cairan 3). Indikator keseimbangan cairan dan
baik, membran mukosa kebutuhan penggantian
lembab dan keluaran 4). Tingkatkan pemasukan cairan sampai 4). Mempertahankan keseimbangan
urin tepat 3-4 l/hari dalam toleransi jantung. cairan untuk homeostasis juga
 Cairan masuk dan cairan tindakan mencuci yang dapat
keluar seimbang membilas batu keluar.
5). Kolaborasi dengan dokter untuk 5). Mengkaji hidrasi dan keefektifan,
pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, kebutuhan intervensi serta
elektrolit dan dalam pemberian cairan memenuhi kebutuhan cairan pasien
intravena
4. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai intervensi

5. Evaluasi

a. Pre Operasi
1). Dx 1
 Skala nyeri 0-1
 Pasien mengungkapkan secara verbal nyeri berkurang
 Ekspresi wajah tampak rileks
 Tanda tanda vital dalam batas normal (TD : 100-130/70-90 mmHg, Suhu :
36,5-37,50C, Nadi : 60-100x/menit, RR : 18-22x/menit)
2). Dx 2
 Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya.
 Tidak ditemukan tanda obstruksi (hematuria)
3). Dx 3
 Pasien menyatakan secara verbal cemas berkurang
 Pasien menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan
rentang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut
 Pasien tampak rileks dan tenang, menyatakan siap menjalani operasi
b. Intra Operasi
1). Dx 1
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 WBC dalam batas normal
c. Post Operasi
1). Dx 1
 Skala nyeri 0-1
 Pasien mengungkapkan secara verbal nyeri berkurang
 Ekspresi wajah tampak rileks
 Tanda tanda vital dalam batas normal (TD : 100-130/70-90 mmHg, Suhu :
36,5-37,50C, Nadi : 60-100x/menit, RR : 18-22x/menit)
2). Dx 2
 Suhu kulit normal (36,5-37,50C)
 Sensasi kulit normal
 Turgor kulit elastis
 Hidrasi kulit adekuat
 Warna kulit normal
 Bebas lesi jaringan kulit intak (tidak ada eritema dan nekrosis)
3). Dx 3
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 WBC dalam batas normal
4). Dx 4
 Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital
stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab
dan keluaran urin tepat
 Cairan masuk dan cairan keluar seimbang
 Turgor kulit elastis
 Mukosa bibir lembab
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.D DENGAN BATU URETER 1/3 DISTAL


DEXTRA + BATU PYELUM SINISTRA DENGAN TINDAKAN OPERASI
URETERORENOSCOPY DEXTRA + OPEN PYELOLITOTOMY SINISTRA + DJ
STENT DEXTRA SINISTRA DI RUANG IBS RSUP SANGLAH

NAMA MAHASISWA : NI MADE WINA PRAMA DEWI


NIM : 17.901.1763
TANGGAL PRAKTIK : 02 – 31 MEI 2018
1. Identitas Klien
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 47 tahun
Status : Menikah
Agama : Kristen Katolik
Tanggal masuk : 04 Mei 2018
Tanggal pengkajian : 07 Mei 2018
Riwayat Kesehatan : Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 04 Mei 2018
dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan kiri sejak sebulan
yang lalu, pasien mengeluh nyeri hebat sejak tanggal 02 Mei
2018, serta nyeri saat BAK, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
dengan skala nyeri 5, nyeri dirasakan hilang timbul. Di UGD
pasien dilakukan foto BOF dengan hasil terdapat batu pada ureter
kanan 1/3 distal dan batu pada pyelum, setelah mendapatkan
tindakan di UGD pasien di rawat diruang flamboyan RSUP
sanglah dan diindikasikan untuk operasi dengan tindakan URS
Dextra + Open Pyelolitotomy Sinistra + DJ Stent Dextra Sinistra
Dx Medis : Batu Ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pielum Sinistra
Rencana Operasi : URS Dextra + Open Pyelolitotomy Sinistra + DJ Stent Dextra
Sinistra
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Kristen Katolik
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan Pasien : Istri Pasien

3. Asal Pasien : Rawat Inap Rujukan

4. Pengkajian
a. Pre Operasi (Ruang Persiapan Operasi)
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada punggung kiri kanan bagian bawah kualitas nyeri seperti
di tusuk-tusuk, nyeri dirasakan hilang timbul, skala nyeri 5
2) Riwayat Penyakit : DM Asma Hepatitis Jantung Hipertensi
HIV Tidak ada
3) Riwayat Operasi/Anastesi : Ada Tidak ada
4) Riwayat Alergi : Tidak ada
5) Jenis Operasi : URS Dextra + Open Pyelolitotomy Sinistra + DJ Stent Dextra Sinistra
6) Tanda-Tanda Vital : Suhu 36,7oC, Nadi 82 x/mnt, Respirasi 20 x/mnt, TD 130/90 mmHg
7) TB/BB : 163 cm/78 kg
8) Golongan Darah : A
9) Riwayat Psikososial/Spiritual
Status Emosional : Tenang Bingung Kooperatif Tidak Kooperatif
Menangis Menarik diri
10) Tingkat Kecemasan : Cemas Tidak cemas
11) Skala Cemas
0 = tidak cemas 1= mengungkapkan kerisauan
2 = tingkat perhatian tinggi 3= Kerisauan tidak berfokus
4= Responsimpatis adrenal 5= panik
12) Skala Nyeri

13)
13)
13)
13)
13)
Su
rvey Sekunder, lakukan per sistem secara sistematis
B1 : Breathing (Respirasi)
Nafas spontan, gerakan dinding dada simetris, RR : 20 x/menit, pola napas teratur,
tidak ada sesak napas, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada retraksi
otot bantu napas, tidak ada sputum, suara napas vesikuler
B2 : Blood (Kardiovaskuler/cairan)
130
Nadi teraba di vena radialis, tekanan darah /80 mmHg, tidak ada sianosis, CRT
kembali <2 detik, akeral teraba hangat, tidak ada pendarahan, turgor kulit
elastis, suara jantung S1 S2 tunggal reguler
B3 : Brain (Persarafan)
Kesadaran composmentis (GCS : E : 4, V : 5, M : 6), pupil isokor, terdapat
reflek cahaya dan reflek muntah, reflek bisep (+), reflek trisep (+), reflek patela
(+), pasien terlihat cemas
B4 : Bladder (Perkemihan)
Terdapat nyeri pinggang kanan kiri bagian bawah, nyeri seperti di tusuk-tusuk,
nyeri dirasakan hilang timbul, skala nyeri 5, tidak terlihat penggunaan kateter,
BAK 3-4 kali sejak kemarin , warna kekuningan, konsistensi cair, nyeri saat
BAK
B5 : Bowel (Pencernaan)
Pasien mengatakan mual, mukosa bibir lembab, pasien puasa sejak pukul 24.00
tidak ada jejas pada abdomen, pasien belum BAB sejak kemarin, peristaltik usus
12 x/menit
B6 : Bone & integument (Muskuloskeletal dan kulit)
Tidak ada deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema, lesi, aktivitas
dan latihan mandiri
14) Hasil Data Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN REMARKS
WBC 13,25 10o/µL 4,1 – 11,0 Tinggi
* NE% 70,86 % 47 – 80
* LY% 10,04 % 13 – 40
* MO% 9,40 % 2,0 – 11,0
* EO% 2,15 % 0,0 – 5,0
* BA% 1,64 % 0,0 – 2,0
* NE# 12,38 10o/µL 2,50 – 7,50 Tinggi
* LY# 2,19 10o/µL 1,00 – 4,00
* MO# 1,56 10o/µL 0,10 – 1,20 Tinggi
* EO# 0,53 10o/µL 0,00 – 0,50 Tinggi
* BA# 0,11 10o/µL 0,0 – 0,1 Tinggi
RBC 4,12 10o/µL 4,5 – 5,9
HGB 14,2 g/dL 13,5 – 17,5
HCT 45,62 % 41,0 – 53,0
MCV 85,27 Fl 80,0 – 100,0
MCH 27,23 Pg 26,0 – 34,0
MCHC 31,93 g/dL 31 – 36
RDW 11,37 % 11,6 = 14,8 Rendah
PLT 156,40 10o/µL 150 – 440
MPV 7,63 fL 6,80 – 10,0

Urine Lengkap
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN REMARKS
* Berat Jenis 1,015 1,003 – 1,035
* Ph 8,00 4,5 – 8
* Leukosit 500 (3+) leuco/uL Negatif
* Nitrit Negatif mg/dL Negatif
* Protein 500 (3+) mg/dL Negatif
* Glukosa Negatif mg/dL Negatif
* Keton 15 (2+) mg/dL Negatif
* Darah 250 (4+) ery/uL Negatif
* Urobilinogen Normal mg/dL Normal
* Bilirubin Negatif mg/dL Negatif
* Warna Yellow p. yellow – yellow
Sedimen Urine
* Leukosit Sedimen Banyak /Lp <6
* Eritrosit Sedimen Penuh /Lp <3
* Sel Epitel Sedimen
Gepeng 1–2 LPB
* Silinder granular (+)
* Bakteri positif (++) /Lp
Kristal amorf (+) LPB
Lain-lain Negatif

KIMIA KLINIK
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN REMARKS
BUN 18,80 mg/dL 8,00 – 23,00
Kreatinin 2,25 mg/dL 0,70 – 1,20 Tinggi
Natrium (Na) – Serum 140 mmol/L 136 – 145
Kalium (K) - Serum 4,55 mmol/L 3,50 – 5,10

HASIL FOTO BOF


- Tak tampak distensi abdomen
- Preperitoneal fat line tegas
- Tak tampak dilatasi sistem usus
- Tampak bayangan radioopaque multiple yang terproyeksi
- Kontur ginjal kanan kiri simetris
- Tampak osteophyte VL 2-4, pedicle dan spatium intervertebralisbaik
Kesan :
- Nefrolithiasis kiri
- Batu ureter kanan 1/3 distal dd vesicolithiasis
15) Terapi
No. Nama Obat Dosis Rute Indikasi Efek Samping
Kelompok obat
kortikosteroid, bekerja Badan lemas,
dengan cara gangguan pola
1. Dexamethasone 10 mg IV mencegah pelepasan tidur, sakit kepala,
zat-zat didalam tubuh kulit kering, nyeri
yang menyebabkan otot dan sendi
peradangan
2. Dipenhidramin 10 mg IV Golongan Sedasi,
antihistamin yang kebingungan,
digunakan untuk mukosa bibir
reaksi alergi kering, kejang,
takikardia,
hipotensi, gelisah,
penglihatan kabur
Jenis cairan infus Nyeri dada,
1000 steril berfungsi hipotensi, ruam
3. IVFD RL IV
ml/8jam menambah cairan dan kulit, sakit kepala
elektrolit

b. Intra Operasi
1) Anastesi dimulai jam : 11.00
2) Pembedahan dimulai jam : 11.30
3) Jenis Anastesi : Spinal Umum/general anastesi Lokal Nervusblok
4) Posisi operasi : Terlentang Litotomi Tengkurap/knee chest
Lateral : kanan kiri lainnya
5) Catatan anastesi : Keadaan pra anastesi tenang, tidak ada riwayat alergi, S : 36,0oC,
.......RR : 18 x/menit, N : 76 x/menit, TD : 115
/80 mmHg, jenis anastesi :
umum/general anastesi

6) Pemasangan alat-alat :
Airway : Terpasang OTT no 7,5 terpasang LMA no…, OPA O2 Nasal
7) Tanda-Tanda Vital : Suhu 36,0oC, Nadi 76 x/mnt (teraba kuat, lemah, teratur, tidak
teratur), Respirasi 18 x/mnt, TD 115/80 mmHg, Saturasi O2 : 97%
8) Survey Sekunder, lakukan per sistem secara sistematis
B1 : Breathing (Respirasi)
Pola napas teratur, tidak ada sesak napas, tidak ada retraksi otot bantu napas,
terdapat sputum, pasien menggunakan alat bantu pernapasan OPA dan OTT
dengan oksigenasi 3lpm
B2 : Blood (Kardiovaskuler/cairan)
115
Nadi teraba di vena radialis, tekanan darah /80 mmHg, tidak ada sianosis, CRT
kembali <2 detik, akeral teraba dingin, pendarahan 200cc, turgor kulit elastis,
suara jantung S1 S2 tunggal reguler
B3 : Brain (Persarafan)
Kesadaran dalam pengaruh general anastesi (GCS : E : 1, V :1 , M : 1), pupil
isokor, tidak terdapat reflek cahaya, terdapat reflek muntah, reflek bisep (-),
reflek trisep (-), reflek patela (-),
B4 : Bladder (Perkemihan)
Pasien terpasang kateter setelah tindakan URS, produksi urine 500 ml, warna
kekuningan, konsistensi cair, kontak langsung ginjal dengan lingkungan
eksternal akibat incisi, port de entry kuman ke ginjal akibat incisi.
B5 : Bowel (Pencernaan)
Tidak ada mual muntah, mukosa bibir lembab, peristaltik usus 12 x/menit
B6 : Bone & integument (Muskuloskeletal dan kulit)
Tidak ada deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema, lesi
9) Balance Cairan
Total cairan masuk
Infus :1500 cc
Tranfusi: -
Total cairan keluar
Urine: 500cc
Perdarahan: 200 cc
Balance cairan: 800 cc

10) Obat-obatan yang diberikan


No. Nama Obat Dosis Rute Indikasi Efek Samping
Obat yang digunakan Napas pendek dan
unduk induksi dan lambat, hipotensi,
1. Isoflurane 1 mac inhale
perawatan saat denyut jantung
dilakukan anastesi lambat atau cepat
Mengurangi tingkat Mual, muntah,
kesadaran pada pasien tremor, gangguan
yang melalui prosedur pernapasan, kejang,
2 Propofol 300 mg IV
operasi gangguan
pergerakan tubuh
yang abnormal
Untuk mengendorkan Kemerahan, ruam,
otot saat gatal, mengi
3 Atracurium 10 mg IV
menggunakan mesin
alat bantu pernapasan
Jenis obat opiat yang Mual, konstipasi,
memiliki fungsi gangguan
sebagai analgetik pernapasan, mulut
(pereda nyeri), kering, ruam kulit
4 Fentanyl 200 mcg IV
sebagai obat bius dan gatal, kelelahan
untuk meredakan rasa
nyeri saat prosedur
bedah
Jenis cairan infus Nyeri dada,
steril berfungsi hipotensi, ruam
5 IVFD RL 1500 ml IV
menambah cairan dan kulit, sakit kepala
elektrolit

c. Post Operasi
1) Pasien pindah ke ICU/PICU/NICU, jam -
Pasien pindah ke RR, jam 16.20
2) Keluhan saat di RR : mual muntah pusing nyeri luka operasi
kaki terasa baal mengigil lainnya :
3) Keadaan Umum : baik sedang sakit berat
4) Tanda-Tanda Vital : Suhu 37,2oC, Nadi 80 x/mnt (teraba kuat, lemah, teratur, tidak
teratur), Respirasi 20 x/mnt, TD 120/90 mmHg, Saturasi O2 : 97%
5) Kesadaran : CM Apatis Somnolen Stupor Coma
6) Survey sekunder, lakukan per sistem secara sistematis
B1 : Breathing (Respirasi)
Nafas spontan, gerakan dinding dada simetris, RR : 20 x/menit, pola napas teratur,
tidak ada sesak napas, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada retraksi
otot bantu napas, tidak ada sputum, suara napas vesikuler, pasien menggunakan
O2 Nasal kanul 3lpm
B2 : Blood (Kardiovaskuler/cairan)
120
Nadi teraba di vena radialis, tekanan darah /90 mmHg, tidak ada sianosis, CRT
kembali <2 detik, akeral teraba hangat, perdarahan 5 cc, turgor kulit elastis,
suara jantung S1 S2 tunggal reguler
B3 : Brain (Persarafan)
Kesadaran somnolen (GCS : E : 3, V : 4, M : 1), pupil isokor, terdapat reflek
cahaya dan reflek muntah, reflek bisep (-), reflek trisep (-), reflek patela (-),
pasien tampak lemas.
B4 : Bladder (Perkemihan)
Pasien terpasang kateter, produksi urine 500 ml, warna kekuningan, konsistensi
cair,
B5 : Bowel (Pencernaan)
Pasien mengatakan mual, mukosa bibir kering, pasien puasa sejak pukul 24.00
tidak ada jejas pada abdomen, pasien belum BAB sejak kemarin, peristaltik usus
12 x/menit
B6 : Bone & integument (Muskuloskeletal dan kulit)
Tidak ada deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema, lesi, terdapat
luka incisi panjang luka 8cm jumlah jaritan 8 pada pinggang kiri bawah.
7) Skala Nyeri

8) Obat-obatan yang diberikan


No. Nama Obat Dosis Rute Indikasi Efek Samping
1. Cefazolin 3x1 gr IV Antibiotik Diare, muntah,
(mengobati dan ruam, pusing,
mencegah infeksi kelelahan dan
pada pasien gatal-gatal
sesudah prosedur
operasi)

2. Fentanyl 3x200 mcg IV Jenis obat opiat Syok, depresi


yang memiliki napas, mual,
fungsi sebagai muntah,
analgetik (pereda kerimhat
nyeri), berlebih,
kejang, tremor,
gangguan
penglihatan
3 Transamin 1x100 mg IV Obat Sakit perut,
antifibrinolitik menggigil,
yang berfungsi demam, pusing,
mempertahankan sakit otot,
pembekuan darah hidung
sehingga dapat tersumbat
digunakan
mengatasi
perdarahan
4 Furosemid 2x20mg IV Obat golongan Pusing, vertigo,
diuretik yang mual dan
digunakan untuk muntah,
membuang penglihatan
cairan, atau buram,
garam berlebih di konstipasi
dalam tubuh
melalui urine dan
meredakan
pembengkakan
yang disebabkan
oleh gagal ginjal
5 IVFD RL 1000 ml IV Jenis cairan infus Nyeri dada,
steril berfungsi hipotensi, ruam
menambah cairan kulit, sakit
dan elektrolit kepala
5. Analisa Data
a. Pre Operasi
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Konsentrasi Ca oksalat meningkat, Nyeri Akut
Pasien mengeluh nyeri pada Ca Fosfat menurun, asam urat
pinggang kanan kiri, nyeri meningkat, absorbsi oksalat berlebih,
terasa seperti ditusuk-tusuk, defisiensi sitrat, dehidrasi, infeksi
skala nyeri 5, nyeri hilang immobilisasi
timbul, nyeri hebat saat BAK Batu ginjal , Batu Ureter
DO : Obstruksi
- Pasien tampak meringis Tekanan hidrostatik meningkat
- Terdapat nyeri tekan pada Distensi pada piala ginjal
perut bagian bawah dan Frekuensi/dorongan kontraksi uretera
pinggang meningkat
- Pasien tampak mengelus- Trauma ginjal
elus perut bagian bawah Pelepasan mediator nyeri (bradikinin,
serotonin, histamin)
Saraf afferent
Thalamus
Saraf efferent
Nyeri di persepsikan
DS : Hospitalisasi, prosedur operasi Ansietas
- Pasien mengatakan Kurang informasi
merasa cemas dengan Peningkatan stressor
kondisinya saat ini Cemas
- Pasien mengatakan cemas
karena akan dilakukan
operasi
DO :
- Pasien tampak gelisah
- Ekspresi wajah pasien
tampak tegang
- Pasien tampak bertanya-
tanya tentang keadaan
nya dan prosedur operasi
- TD : 130/90 mmHg
- N : 82x/menit
- RR : 20x/menit
- S : 36,70C
b. Intra Operasi
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : - Insisi jaringan otot dan vaskuler area Resiko perdarahan
DO : ginjal
- Prosedur tindakan URS Terputusnya kontinuitas vaskuler
dan insisi pada daerah Resiko terjadinya perdarahan
ginjal kiri dengan panjang
insisi ± 8cm
- HGB : 14,2 g/Dl (13,5-
17,5 g/dL)
- Pasien dalam pengaruh
general anastesi
- TD : 115/80 mmHg
- N : 76x/menit
- RR : 18x/menit
- S : 360C
- SaO2 : 97%
DS : - Prosedur pembedahan pada daerah Resiko Infeksi
DO : ginjal
- Prosedur tindakan URS Kontak langsung ginjal dengan
dan insisi pada daerah lingkungan eksternal
ginjal kiri dengan panjang Port de entry kuman ke ginjal pada
insisi ± 8cm saat insisi
- Kontak langsung ginjal Resiko terjadi infeksi
dengan lingkungan
eksternal akibat incisi,
port de entry kuman ke
ginjal akibat incisi
- WBC : 13,25 100µL ( 4,1-
11,0 100µL)
c. Post Operasi
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Tindakan operasi Nyeri Akut
- Pasien mengatakan nyeri Adanya luka insisi bedah
pada luka daerah bekas Inkontinuitas jaringan kulit
operasi, nyeri seperti Jaringan mengeluarkan zat kimia
disayat-sayat, skala nyeri (bradikinin, serotonin, histamin)
3, nyeri dirasakan terus Saraf afferent
menerus Thalamus
DO : Saraf efferent
- Pasien tampak meringis Nyeri dipersepsikan
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak berhati-hati
pada daerah bekas operasi
- Terdapat luka bekas
operasi, panjang luka ±
8cm
DS : - Tindakan pembedahan Kerusakan
DO : Adanya luka insisi bedah integritas kulit
- Terdapat luka jaritan Terputusnya kontinuitas jaringan
bekas operasi pada Kerusakan integritas kulit
pinggang kiri , panjang
luka ± 8cm, jumlah
jahitan 8
- Tampak jaringan nekrotik
pada luka post operasi
DS : - Tindakan pembedahan Resiko infeksi
DO : Adanya luka insisi bedah
- Terdapat luka jaritan Port de entry kuman patogen melalui
bekas operasi pada luka pembedahan
pinggang kiri , panjang Resiko terhadp infeksi
luka ± 8cm, jumlah
jahitan 8
- WBC : 13,25 100µL ( 4,1-
11,0 100µL)
- TD : 120/90 mmHg
- S : 37,20C
- N : 80x/menit
- RR : 20x/menit

6. Diagnosis Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
ureteral ditandai dengan pasien tampak meringis, terdapat nyeri tekan pada perut
bagian bawah dan pinggang, skala nyeri 5
2) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan menghadapi proses
pembedahan ditandai dengan pasien tampak gelisah, ekspresi wajah pasien
tampak tegang, pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan nya dan prosedur
operasi
b. Intra Operasi
1) Resiko perdarahan berhubungan dengan cedera vaskuler akibat insisi bedah
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan pasca operasi ditandai dengan
pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, skala nyeri 3, terdapat luka
bekas operasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi jaringan pasca operasi
ditandai dengan terdapat luka jaritan bekas operasi pada pinggang kiri, panjang
luka ± 8cm, jumlah jahitan 8, tampak jaringan nekrotik pada luka post operasi
3) Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui
kateterisasi, insisi jaringan
7. Rencana keperawatan
a. Pre Operasi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan asuhan 1). Kaji dan catat penyebab, lokasi, 1). Membantu mengevaluasi tempat
keperawatan 1x1 jam lamanya, intensitas nyeri (PQRST) obstruksi dan kemajuan gerakan
diharapkan nyeri terkontrol kalkulus
dengan kriteria hasil : 2). Observasi tanda tanda vital 2). Memantau keadaan umum pasien
 Pasien mengungkapkan 3). Perhatikan keluhan peningkatan/ 3). Obstruksi lengkap ureter dapat
secara verbal mampu menetapnya nyeri abdomen. menyebabkan perforasi dan
mengontrol nyeri ekstravasasi urine ke dalam area
 Ekspresi wajah tampak perirenal.
rileks 4). Bantu atau dorong penggunaan napas 4). Mengarahkan kembali perhatian dan
 Tanda tanda vital dalam dalam, bimbingan imajinasi. membantu dalam relaksasi otot.
batas normal 5). Dorong/bantu dengan ambulasi 5). Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya
(TD : 100-130/70-90 sering sesuai indikasi dan tingkatkan batu dan mencegah stasis urine, dan
mmHg pemasukan cairan sekitar 3-4 membantu mencegah pembentukan
Suhu : 36,5-37,50C liter/hari batu selanjutnya.
Nadi : 60-100x/menit 6). Jelaskan penyebab nyeri dan 6). Memberikan kesempatan untuk
RR : 18-22x/menit) pentingnya melaporkan bila terjadi pemberian analgesik sesuai waktu.
perubahan kejadian/karakteristik
nyeri. 7). Meningkatkan relaksasi,
7). Berikan tindakan nyaman contoh menurunkan tegangan otot dan
pijatan punggung, lingkungan meningkatkan koping.
istirahat. 8). Analgetik diberikan untuk
8). Kolaborasi dengan dokter dalam mengurangi nyeri.
pemberian terapi analgetik.
2 Setelah diberikan asuhan 1). Kaji dan dokumentasikan tingkat 1). Pasien dapat menyatakan secara
keperawatan 1x1 jam kecemasan pasien langsung tingkat kecemasannya
diharapkan ansietas hilang 2). Dampingi pasien dan bina hubungan 2). Menunjukkan perhatian dan
dengan kriteria hasil : saling percaya keinginan untuk membantu
 Pasien menyatakan 3). Sediakan informasi faktual 3). Pasien mengetahui informasi tentang
secara verbal cemas menyangkut diagnosis, perawatan dan penyakitnya
berkurang prognosis penyakit
 Pasien menyatakan 4). Jelaskan semua prosedur termasuk 4). Agar pasien memahami prosedur
pengetahuan yang sensasi yang biasanya dirasakan operasi untuk mengurangi
akurat tentang situasi, selama prosedur kecemasan
menunjukkan rentang 5). Bantu pasien untuk memfokuskan 5). Pasien dapat berfokus pada tindakan
yang tepat tentang pada situasi saat ini, sebagai alat operasi
perasaan dan penurunan untuk mengidentifikasi mekanisme
rasa takut koping yang dibutuhkan untuk
 Pasien tampak rileks dan mengurangi ansietas
tenang, menyatakan siap
menjalani operasi
b. Intra Operasi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan asuhan 1). Monitor tanda-tanda perdarahan 1). Mengobservasi tanda-tanda
keperawatan selama 1x5 terjadinya perdarahan
jam diharapkan perdarahan 2). Pastikan ketersediaan darah dan 2). Tindakan antisipasi untuk
berlebihan tidak terjadi / tranfusi set mengontrol perdarahan bila terjadi
dapat di kontrol dengan 3). Bantu operator menutup semua 3). Mencegah perdarahan berlebihan
kriteria hasil : perdarahan yang terjadi
 Kehilangan darah yang 4). Cek volume perdarahan 4). Memastikan perlu dan tidaknya
terlihat tranfusi
 Tekanan darah dalam 5). Pasang tranfusi bila perlu 5). Tranfusi merupakan terapi pengganti
batas normal 100- kehilangan darah
130/70-90 mmHg)
 Hemoglobin dalam
batas normal (13,5-17,5
gr/dL) dan hematokrit
dalam batas normal (41-
53 %)
2 Setelah diberikan asuhan 1). Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya 1). Mendeteksi lebih dini terjadinya
keperawatan selama 1x5 suhu tubuh, penampilan luka, infeksi
jam diharapkan tidak terjadi penampilan urine, suhu tubuh, lesi
infeksi dengan kriteria kulit, keletihan dan malaise)
hasil : 2). Jaga strerilisasi, kebersihan, dan suhu 2). Mencegah terjadinya infeksi
 Tidak ada tanda-tanda yang tinggi kamar operasi
infeksi 3). Lakukan teknik medan operasi 3). Prosedur pencegahan infeksi
 WBC dalam batas dengan teknik antiseptik
normal (4,1-11,0 100µL) 4). Jaga stabilitas dan kesterilan alat 4). Prosedur pencegahan infeksi
operasi
5). Cuci luka operasi dengan NaCl 5). Prosedur pengendalian infeksi
sebelum ditutup
6). Kolaborasi dengan dokter dalam 6). Antibiotik merupakan golongan obat
pemberian antibiotik pencegah infeksi

c.Post Operasi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan asuhan 1). Observasi dan catat penyebab, lokasi, 1). Membantu mengevaluasi tempat
keperawatan 1x2 jam lamanya, intensitas nyeri (PQRST) obstruksi dan kemajuan gerakan
diharapkan nyeri berkurang kalkulus
dengan kriteria hasil : 2). Observasi tanda tanda vital 2). Memantau keadaan umum pasien
 Skala nyeri 0-1 3). Bantu atau dorong penggunaan napas 3). Mengarahkan kembali perhatian dan
 Pasien mengungkapkan dalam, bimbingan imajinasi. membantu dalam relaksasi otot.
secara verbal nyeri 4). Dorong/bantu dengan ambulasi 4). Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya
berkurang sering sesuai indikasi dan tingkatkan batu dan mencegah stasis urine, dan
 Ekspresi wajah tampak pemasukan cairan sekitar 3-4 membantu mencegah pembentukan
rileks liter/hari batu selanjutnya.
 Tanda tanda vital dalam 5). Jelaskan penyebab nyeri dan 5). Memberikan kesempatan untuk
batas normal pentingnya melaporkan bila terjadi pemberian analgesik sesuai waktu.
(TD : 100-130/70-90 perubahan kejadian/karakteristik
mmHg nyeri.
Suhu : 36,5-37,50C 6). Berikan tindakan nyaman contoh 6). Meningkatkan relaksasi,
Nadi : 60-100x/menit pijatan punggung, lingkungan menurunkan tegangan otot dan
RR : 18-22x/menit) istirahat meningkatkan koping.
7). Kolaborasi dengan dokter dalam 7). Analgetik diberikan untuk
pemberian terapi analgetik. mengurangi nyeri.
2 Setelah diberikan asuhan 1). Monitor karakteristik luka meliputi 1). Memonitor karakteristik luka dapat
keperawatan selama 1x2 warna, ukuran, bau dan pengeluaran membantu perawat dalam
jam diharapkan integritas pada luka menentukan perawatan luka dan
jaringan tidak mengalami penanganan yang sesuai untuk
kerusakan lebih parah pasien
dengan kriteria hasil : 2). Pantau perkembangan kerusakan 2). Mengevaluasi status kerusakan kulit
 Suhu kulit normal (36,5- kulit pasien setiap hari sehingga dapat memberikan
37,50C) intervensi yang tepat
 Sensasi kulit normal 3). Bersihkan luka dengan normal saline 3). Normal saline adalah cairan
 Turgor kulit elastis dan dan lakukan perawatan luka fisiologis yang mirip dengan cairan
 Hidrasi kulit adekuat dengan teknik aseptik tubuh sehingga aman digunakan
 Warna kulit normal untuk membersihkan dan merawat
 Bebas lesi jaringan kulit luka
intak (tidak ada eritema 4). Lakukan pembalutan luka sesuai 4). Pembalutan luka dilakukan untuk
dan nekrosis) dengan kondisi luka mempercepat proses penyembuhan
luka
5). Cegah penggunaan linen bertekstur 5). Keadaan yang lembab dapat
kasar dan jaga agar linen tetap bersih, meningkatkan perkembangbiakan
tidak lembab dan tidak kusut mikroorganisme dan untuk
mencegah terjadinya lesi kulit akibat
gesekan dengan linen

3 Setelah diberikan asuhan 1). Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 1). Deteksi dini tanda-tanda infeksi.
keperawatan selama 1x2 jam.
jam diharapkan tidak terjadi 2). Observasi daerah luka operasi. 2). Indikator terjadi infeksi
infeksi dengan kriteria 3). Lakukan teknik aseptik dalam 3). Mencegah penyebaran infeksi
hasil : perawatan luka. nosokomial.
 Tidak ada tanda-tanda 4). Lakukan perawatan 1×24 jam dan 4). Mencegah terjadinya infeksi.
infeksi bila luka kotor.
 WBC dalam batas 5). Anjurkan pasien untuk menjaga 5). untuk mempercepat penyembuhan
normal (4,1-11,0 100µL) kondisi luka agar tidak
terkontaminasi
6). Ciptakan lingkungan bersih dan 6). Mengurangi resiko infeksi
nyaman nosokomial
7). Kolaborasi dengan dokter dalam 7). Antibiotik diberikan untuk
pemberian terapi antibiotik. mencegah infeksi dan membunuh
bakteri.
8. Implementasi
Hari / Tanggal No.
Implementasi Evaluasi Ttd
Waktu Dx
Pre Operasi
Senin / 07 Mei 1 Mengkaji karakteristik DS :
2018 nyeri Pasien mengeluh nyeri pada
09.30 pinggang kanan kiri, nyeri
terasa seperti ditusuk-tusuk,
skala nyeri 5, nyeri hilang
timbul, nyeri hebat saat BAK
DO :
- Pasien tampak meringis
- Terdapat nyeri tekan pada
perut bagian bawah dan
pinggang
09.35 1 Mengobservasi tanda- DS : -
tanda vital DO :
TD : 130/80 mmHg
S : 36,70C
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
09.40 1 Mengajarkan teknik DS :
manajemen nyeri Pasien mengatakan bersedia
relaksasi penggunaan mengontrol nyeri dengan
napas dalam dan napas dalam dan bimbingan
distraksi bimbingan imajinasi
imajinasi Pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang
DO :
Pasien tampak tarik napas
selama 5 detik sebanyak
5kali, buang napas selama 10
detik sebanyak 5kali
Pasien tampak rileks
10.00 1 Memberikan posisi dan DS :
lingkungan yang Pasien mengatakan nyaman
nyaman seperti posisi dan rileks
miring kanan miring kiri DO :
dan lingkungan yang Pasien tampak rileks
tenang
10.10 2 Memberikan informasi DS :
menyangkut diagnosis, Pasien mengatakan mengerti
perawatan dan mengenai penyakit
prognosis penyakit DO :
Pasien tampak kooperatif

10.30 2 Menjelaskan semua DS :


prosedur termasuk Pasien mengatakan siap
sensasi yang biasanya menjalani operasi
dirasakan selama Pasien mengatakan sudah
prosedur operasi tidak cemas lagi
DO :
Pasien tampak rileks dan
tenang

Intra Operasi
11.30 2 Delegatif pemberian DS :-
Cefazolin 2gr DO :
Cefazolin 2gr masuk/IV
Tidak ada tanda-tanda alergi
13.00 1 Memonitor tanda-tanda DS : -
perdarahan DO :
Tampak perdarahan pada saat
insisi
13.20 1 Memonitor tanda-tanda DS : -
vital DO :
TD : 115/80 mmHg
S ; 360C
N : 76x/menit
RR : 18x/menit
13.30 1 Membantu operator DS : -
menutup semua DO :
perdarahan dengan Perdarahan terhenti
14.00 menyediakan alat alat
2 Menjaga sterilisasi alat- DS : -
alat operasi DO :
Indikator sterilisasi alat
terjaga
14.10 2 Menjaga sterilisasi DS : -
ruangan dengan cara DO :
menjaga suhu ruangan Indikator sterilisasi ruangan
yang tinggi (19-240C) terjaga suhu ruangan 200C
dan kelembapan kelembapan ruangan 50%
ruangan (45-60%)
16.00 2 Mencuci daerah insisi DS : -
dengan NaCl dan tutup DO :
dengan kassa steril Luka tampak bersih, dan
tertutup kassa steril
16.20 1 Menghitung volume DS : -
perdarahan DO :
Perdarahan 60 cc
Perdarahan dalam batas
normal
Post Operasi
16.30 1 Mengobservasi DS :
karakteristik nyeri Pasien mengatakan nyeri
pada luka bekas operasi, nyeri
seperti disayat sayat, skala
nyeri 3, nyeri terus menerus
DO :
- Pasien tampak meringis
- Terdapat luka bekas
operasi pada pinggang
kiri
16.35 1 Mengobservasi tanda- DS : -
tanda vital DO :
TD : 120/90 mmHg
S : 37,20C
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
16.40 1 Menjelaskan penyebab DS :
nyeri dan pentingnya Pasien mengatakan paham
melaporkan bila terjadi dengan nyeri yang dirasakan
perubahan karakteristik saat ini
nyeri D0 :
Pasien tampak paham
Pasien tampak kooperatif
16.45 1 Menganjurkan teknik DS :
manajemen nyeri Pasien mengatakan bersedia
relaksasi penggunaan mengontrol nyeri dengan
napas dalam dan napas dalam dan bimbingan
distraksi bimbingan imajinasi
imajinasi Pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang
DO :
Pasien tampak tarik napas
selama 5 detik sebanyak
5kali, buang napas selama 10
detik sebanyak 5kali
Pasien tampak rileks
16.50 2 Memonitor karakteristik DS :
luka meliputi warna, Pasien mengatakan terdapat
ukuran, bau dan luka bekas operasi pada
pengeluaran pada luka pinggang kiri
DO :
Warna kulit normal, panjang
luka 8cm, luka tidak berbau,
tidak tampak pengeluran
seperti darah atau pus pada
luka
16.55 2 Mencegah penggunaan DS : -
linen bertekstur kasar DO :
dan jaga agar linen tetap tekstur linen tampak lembut,
bersih tidak lembab dan bersih dan tidak kusut
tidak kusut
17.00 3 Menganjurkan pasien DS :
untuk menjaga kondisi Pasien mengatakan paham
luka agar tidak dengan penjelasan perawat
terkontaminasi DO :
Pasien tampak paham
Pasien tampak kooperatif
17.00 1,2,3 Melakukan handover DS : -
dengan perawat ruangan DO :
terkait manajemen nyeri Handover mengenai
dan perawatan luka post perawatan luka
9. Evaluasi
Hari/Tgl/ No Evaluasi Ttd
Waktu Dx
Pre Operasi
Senin/07 Mei 1 S:
2018/10.50 Pasien mengatakan sudah mampu mengontrol nyeri,
nyeri masih terasa, skala nyeri 3
Pasien mengatakan sedikit rileks saat menggunakan
teknik relaksasi dan distraksi
O:
Pasien tampak tenang dan rileks
Pasien tampak mampu mengontrol nyeri dengan teknik
relaksasi (napas dalam) dan teknik distraksi (imajinasi)
TD : 130/80 mmHg
S : 36,70C
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien

Senin/07 Mei 2 S:
2018/10.50 Pasien mengatakan sudah paham mengenai
penyakitnya
Pasien mengatakan sudah paham mengenai prosedur
operasi
Pasien mengatakan siap menjalani operasi
Pasien mengatakan sudah tidak cemas lagi
O:
Pasien tampak tenang
Pasien tampak kooperatif
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien
Intra Operasi
Senin/07 Mei 1 S:-
2018/15.50 O:
Tampak perdarahan dalam batas normal 200cc
Balance cairan 800cc
Perdarahan terhenti
TD : 115/80 mmHg
S ; 360C
N : 76x/menit
RR : 18x/menit
A:
Resiko tidak terjadi
P:
Pertahankan kondisi pasien

Senin/07 Mei 2 S:-


2018/15.50 O:
Indikator sterilisasi alat operasi terjaga
Indikator sterilisasi ruangan terjaga suhu ruangan 200C
kelembapan ruangan 50%
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor, kalor,
dolor, tumor, fungsiolesa
A:
Resiko tidak terjadi
P:
Pertahankan kondisi pasien
Post Operasi
Senin/07 Mei 1 S:
2018/17.00 Pasien mengatakan masih merasa nyeri, nyeri pada
luka post operasi, nyeri seperti disayat sayat, nyeri
terus menerus, skala nyeri 2
O:
Pasien tampak meringis
Pasien tampak mampu mengontrol nyeri dengan teknik
relaksasi (napas dalam) dan teknik distraksi (imajinasi)
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
- Observasi karakteristik nyeri (PQRST)
- Observasi tanda-tanda vital
- Bantu dan dorong penggunaan teknik relaksasi
(napas dalam) dan distraksi (imajinasi)
- Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai
indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan
- Beri tindakan kenyamanan relaksasi massage
punggung, ekstremitas
- Delegatif dalam pemberian analgetik

Senin/07 Mei 2 S:
2018/17.00 Pasien mengatakan terdapat luka operasi pada
pinggang kiri
O:
- Warna kulit normal, panjang luka 8cm, luka tidak
berbau, tidak tampak pengeluran seperti darah atau
pus pada
- Luka tampak tertutup kassa steril
- Turgor kulit elastis
- Hidrasi kulit adekuat
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien
Senin/07 Mei 3 S:-
2018/17.00 A:
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor, kalor,
dolor, tumot, fungsiolesa
Luka tampak bersih tertutup kassa steril
A:
Resiko tidak terjadi
P:
Pertahankan kondisi pasien
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pengkajian sampai evaluasi. Sehingga dapat
diketahui adanya kesenjangan antara teori dengan pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan
dalam kasus nyata. Selain itu juga dapat diketahui adanya faktor penghambat dan
pendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif pada Tn.D dengan Batu
Ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra .
A. Pembahasan Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu tahap penting dari proses pemberian
asuhan keperawatan yang sesuai bagi kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian
yang akurat, lengkap sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting untuk langkah
selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai respon individu. Pengkajian
ini harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial
maupun spiritual pasien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi
tentang pasien dan membuat perumusan masalah yang dialami pasien.
Pengumpulan data yang dilakukan penulis saat pengambilan kasus pada tanggal
07 Mei 2018 dengan cara wawancara, observasi langsung, pemeriksaan fisik dan
dokumentasi keperawatan pada Tn.D keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada
pinggang kiri dan kanan, nyeri seperti ditusuk tusuk, skala nyeri 5, nyeri dirasakan
hilang timbul. Pasien juga mengatakan nyeri pada saat berkemih, nyeri dirasakan sejak
tanggal 03 Mei 2018, kemudian pasien dibawa ke UGD RSUP Sanglah oleh
keluarganya pada tanggal 05 Mei 2018 lalu dirawat inap diruang Flamboyan dan akan
dilakukan operasi pada tanggal 07 Mei 2018. Hasil pemeriksaan fisik pre operasi
130
didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis , tanda-tanda vital : TD /90
mmHg Suhu 36,7oC, Nadi 82 x/mnt, Respirasi 20 x/mnt . terdapat nyeri tekan pada abdomen
regio iliaka dekstra dan sinistra, Hasil foto rontgen yaitu terdapat batu pada ureter 1/3
distal dekstra dan terdapat batu pada pyelum kiri.

Data hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik diatas yang sesuai dengan teori
Sjamsuhidajat (2011) yang menyatakan tanda dan gejala dari batu ureter yaitu:
1. Nyeri
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan
kolik. Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah,
daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. Penderita sering ingin merasa berkemih
namun nyeri saar berkemih dan hanya sedikit urine yang keluar, maka penderita
tersebut mengalami kolik ureter.
2. Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan
mual dan muntah
3. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala demam, nyeri pinggang, nauseaserta muntah
dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi) berhubungan
dengan infeksi Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp, dan jarang dengan E.colli.
4. Demam
Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan kedaruratan medik relatif.
Tanda-tanda klinik sepsis adalah bervariasi termasuk demam, takikardi, hipotensi
dan vasodilatasi perifer. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan
dekompresi segera.
Dari hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik pada Tn.D juga sesuai dengan
teori pengkajian asuhan keperawatan yang dikemukakan oleh Andra & Yessi (2013)
yaitu pada (1) keluhan utama : nyeri yang luar biasa (akut/kronik), kolik yang menyebar
ke paha dan genetalia. (2) riwayat penyakit sekarang : nyeri, mual muntah, demam, (3)
sirkulasi: adanya peningkatan tekanan darah (130/90 mmHg), pasien mengalami cemas,
(4) eliminasi : penurunan haluaran urine, kandung kemih terasa penuh, nyeri saat
berkemih.

Data hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik diatas yang tidak sesuai dengan teori
Sjamsuhidajat (2011) yang menyatakan tanda dan gejala dari batu ureter yaitu
1. Hematuri
Penderita sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti teh. Namun lebih
kurang 10-15% penderita batu saluran kemih tidak menderita hematuria.
B. Pembahasan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini dapat merupakan masalah-
masalah aktual maupun potensial atau diagnosa sejahtera (Wilkinson, 2011). Respon
aktual atau potensial pasien didapatkan data dasar pengkajian dan catatan medis pasien
yang semuanya dikumpulkan selama pengkajian. Diagnosa keperawatan memberikan
dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Berdasarkan teori yang ada menurut Prabowo & Pranata (2014), yang sudah di
sesuaikan dengan NANDA (2012) untuk kasus pasien batu saluran kemih terdapat 8
diagnosa diantaranya tiga diagnosa pada pre operasi, satu diagnosa pada intra operasi
dan empat diagnosa pada post operasi. Berdasarkan diagnosa yang ditemukan pada Tn.
D penulis menemukan kesenjangan bahwa tidak semua diagnosa dalam teori muncul
dalam praktek. Setelah dilakukan pengumpulan data pada Tn. D dan dilakukan analisa
penulis menemukan ada 6 diagnosa sesuai teori, 1 diagnosa tidak ditemukan pada teori
dan 2 diagnosa teori tidak ditemukan pada Tn. D.
1. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. D yang sesuai dengan teori Prabowo
& Pranata (2014) yaitu :
a. Pre Operasi
1). Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi uretra
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial sebagai potensial, awitan
atau yang tiba-tiba/lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat di antisipasi atau diprediksi (NANDA, 2012).
Diagnosa ini muncul karena pasien mengeluh nyeri pada pinggang kanan dan
kiri, pasien juga mengeluh nyeri saat BAK, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk,
skala nyeri 5, nyeri dirasakan hilang timbul, ekspresi wajah pasien tambah
meringis dan gelisah.
2). Ansietas b.d perubahan status kesehatan menghadapi proses pembedahan
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Diagnosa ini muncul karena pasien mengungkapkan sangat cemas dan tegang
saat akan menjalani operasi, pasien khawatir dengan keadaannya dan khawatir
dengan prosedur operasi, ekspresi wajah pasien tampak gelisah, tekanan darah
meningkat, nadi meningkat
b. Intra Operasi
1). Resiko infeksi b.d prosedur invasif
Resiko infeksi adalah suatu keadaan yang mengalami peningkatan resiko
terserang organisme patogenik.
Diagnosa ini muncul karena pasien menjalani prosedur pembedahan dimana
kontak langsung ginjal dengan lingkungan eksternal akibat incisi, port de entry
kuman ke ginjal akibat incisi, hasil pemeriksaan sebelum dilakukan operasi
menunjukkan peningkatan pada WBC yaitu 13,25 dalam hal ini sangat beresiko
mengalami infeksi,
c. Post Operasi
1). Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial sebagai potensial, awitan
atau yang tiba-tiba/lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat di antisipasi atau diprediksi (NANDA, 2012).
Diagnosa ini muncul karena pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi,
nyeri dirasakan seperti disayat-sayat, skala nyeri 3, nyeri dirasakan terus menerus
2). Kerusakan integritas kulit b.d insisi jaringan pasca operasi
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana terjadi perubahan/gangguan
epidermis/dermis
Diagnosa ini muncul karena terjadi luka jaritan insisi pada kulit pasien, panjang
luka 8cm, jumlah jaritan 8.
3). Resiko infeksi b.d port de entree mikroorganisme melalui insisi jaringan
Resiko infeksi adalah suatu keadaan yang mengalami peningkatan resiko
terserang organisme patogenik.
Diagnosa ini muncul karena terdapat luka bekas insisi pada kulit pasien, beresiko
terjadi infeksi apabila perawatan luka yang dilakukan tidak steril.
2. Diagnosa keperawatan yang tidak terdapat pada teori Prabowo & Pranata (2014)
yang muncul pada Tn. D yaitu :
a. Intra operasi
1). Resiko perdarahan
Resiko perdarahan adalah suatu keadaan yang beresiko mengalami penurunan
volume darah yang dapat mengganggu kesehatan.
Diagnosa ini muncul karena pasien menjalani proses pembedahan yang beresiko
mengalami perdaharan
3. Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori teori Prabowo & Pranata (2014)
namun tidak muncul pada Tn. D yaitu :
a. Pre Operasi
1). Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik kandung kemih
oleh batu ureteral.
Gangguan eliminasi urine adalah disfungsi eliminasi urine
Diagnosa ini tidak muncul karena pada saat pengkajian di ruang persiapan pasien
tidak menyatakan disuria (tidak bisa kencing), hal hal lainnya yang mendukung
tidak diangkatnya diagnosa ini yaitu intervensi keperawatan yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan diruang persiapan seperti memberikan asupan
cairan lebih, karena pasien puasa.
b. Post Operasi
1). Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis
Resiko kekurangan volume cairan adalah keadaan yang beresiko mengalami
dehidrasi vaskular, selular atau intraselular
Diagnosa ini tidak muncul karena pada saat pengkajian pasien tidak mengalami
tanda-tanda kekurangan volume cairan , balance cairan normal yaitu 800 cc,
mukosa bibir tampak lembab, turgor kulit elastis.
C. Pembahasan Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap
pasien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan. Rencana
keperawatan yang akan penulis rencanakan kepada pasien sesuai dengan diagnosa yang
ditegakkan, sehingga masalah keperawatan pada pasien dengan teratasi. Tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat penulis, setelah dilakukan tindakan selama 1 x 6 jam
diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi.
Pada tahap perencanaan asuhan keperawatan pada Tn.D dengan Batu Ureter 1/3
Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra penulis menggunakan hierarki maslow yaitu
dengan melihat kebutuhan dasar manusia. Pada penentuan penulis menggunakan batasan
waktu yang jelas, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan kapan evaluasi proses dan
hasil akan dilakukan. Pada kasus Tn.D ini penulis menentukan semua rencana tindakan
hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksnaan tindakan jelas tujuannya. Dalam tahap
perencanan yang penulis cantumkan sudah sesuai teori yang dikemukakan Prabowo &
Pranata (2014) sudah sesuai dengan diagnosa, namun terdapat satu diagnosa yang tidak
terdapat pada teori yaitu pada tahap intra operasi: resiko perdarahan, dimana penulis
mengutip intervensi dari Nanda NIC-NOC (2015).
D. Pembahasan Implementasi Keperawatan
Implementasi atau tindakan keperawatan adalah tindakan yang diberikan
oleh perawat kepada pasien sesuai dengan rencana tindakan, meliputi tindakan
keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif. Implementasi atau pelaksanaan
merupakan realisasi dari rencana tindakan yang telah disesuakan dengan diagnosa
keperawatan yang telah di rumuskan. Adapun implement.asi yang dapat dilakukan oleh
penulis pada studi kasus ini, yaitu 1x6jam karena pasien berada diruang operasi selama 6
jam.
Dalam tahap ini penulis mendapatkan kesenjangan antara teori dan prkatek bahwa
rencana tindakan pada post operasi yaitu diagnosa nyeri akut, dimana tindakan tersebut
adalah memberikan tindakan kenyamanan berupa pijatan pada punggung atau
ekstremitas dengan rasional merelaksasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, bahwa
tindakan ini tidak memungkinkan untuk dilakukan karena terdapat luka jaritan bekas
insisi pada pinggang pasien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pijatan.
Sedangkan untuk diagnosa lainnya semua intervensi yang ada dalam teori dapat
diaplikasikan ke dalam praktek

E. Pembahasan Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah umpan balik untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan
yang telah diberikan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang telah di tetapkan
sebelumnya. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi
yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati
dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Setelah penulis
melakukan tindakan keperawatan selama 6 jam, maka penulis melakukan evaluasi.
Evaluasi ini penulis menggunakan metode sesuai teori yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif,
Assessment, Planning) dengan hasil 6 diagnosa sudah tercapai, terdapat satu diagnosa
pada post operasi yaitu nyeri akut yang belum tercapai dikarenakan pasien masih dalam
pengaruh anastesi dan kesadaran pasien somnolen.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Selama melakukan asuhan keperawatan pada Tn.”D” dengan Batu Ureter 1/3
Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra dengan tindakan operasi URS Dextra + Open
Pyelolitotomy Sinistra + Dj Stent Dextra Sinistra pada tanggal 07 Mei 2018 penulis
mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melakukan asuhan keperawatan perioperatif
yang dimulai dari pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi dan
pendokumentasian keperawatan. Pengkajian pada Tn.”D” difokuskan pada pemeriksaan
perioperatif dengan pendekatan 6B yaitu Breathing, Brain, Blood, Bladder, Bowel dan
Bone. Tahap penegakan diagnosa keperawatan dapat penulis simpulkan bahwa diagnosa
keperawatan yang ada dalam teori tidak semuanya muncul didalam kasus Tn.”D” hal ini
sangat tergantung pada kondisi pasien, penyebab kejadian, tanda dan gejala yang muncul,
serta support sistem yang berpengaruh pada pasien. Diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien terdapat 6 diagnosa sesuai teori yaitu pada pre operasi : nyeri akut, ansietas
pada intra operasi: resiko infeksi pada post operasi: nyeri akut, kerusakan integritas kulit
dan resiko infeksi, 1 diagnosa tidak ditemukan pada teori yaitu pada intra operasi yaitu
resiko perdarahan dan 2 diagnosa teori tidak ditemukan pada Tn. D yaitu pada pre
operasi: gangguan eliminasi urine, pada post operasi yaitu resiko kekurangan volume
cairan.
.Perencanaan ditetapkan dengan merumuskan subjek, predikat, kriteria adalah
SMART (spesific, measurable, achievable, realistic dan time limited). Perencanaan untuk
setiap diagnosa serta disesuaikan dengan kebutuhan pasien, kondisi pasien,
menyesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada di rumah sakit. Perencanaan sesuai
teori. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dengan
beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan Di samping itu
penulis juga melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain yakni dokter, ahli gizi,
petugas laboratorium dan perawat dalam melaksanakan implementasinya. Implementasi
dilakukan yaitu selama 1x6 jam Evaluasi dilakukan dengan dua cara yaitu evaluasi proses
dan evaluasi hasil yang waktunya disesuaikan dengan perencanaan tujuan. Diagnosa
keperawatan yang tidak tercapai yaitu pada post operasi diagnosa nyeri akut hal ini
dikarenakan nyeri masih dirasakan pasien, dimana intervensi dapat dilanjutkan diruang
rawat inap . evaluasi yang dilakukan selama 6jam, dengan menggunakan SOAP
(subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan) dan evaluasi dilakukan setiap pre, intra
dan post operasi. Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasi faktor pendukung dan
penghambat. Faktor pendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.”D”
dengan dengan Batu Ureter 1/3 Distal Dextra + Batu Pyelum Sinistra dengan tindakan
operasi URS Dextra + Open Pyelolitotomy Sinistra + Dj Stent Dextra Sinistra pada
tanggal 07 Mei 2018 adalah adanya kerjasama yang baik antara keluarga pasien, pasien,
dan team kesehatan di Ruang IBS RSUP Sanglah dan tersedianya sarana prasarana yang
memadai. Faktor penghambatnya adalah terbatasnya kemampuan dan keterampilan
penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini. Serta literatur yang kurang
sehingga penulis mengalami kesulitan dalam melihat teori.
B. Saran
Setelah melakukan asuhan keperawatan Tn.”D” dengan Batu Ureter 1/3 Distal
Dextra + Batu Pyelum Sinistra dengan tindakan operasi URS Dextra + Open
Pyelolitotomy Sinistra + Dj Stent Dextra Sinistra pada tanggal 07 Mei 2018 ada beberapa
saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu:
1. Profesi keperawatan
Meningkatkan profesionalitas dalam bekerja, dan memperbaharui pengetahuan
tentang asuhan keperawatan perioperatif khususnya bagian urologi agar tindakan
yang dilakukan tidak hanya rutinitas.
2. Mahasiswa keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilam mahasiswa keperawatan yang
disesuaikan dengan perkembangan illmu dan teknologi terkini.
3. Institusi RSUP Sanglah
Meningkatkan pengetahuan perawatan yang disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi terkini.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s.2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan).
Jakarta : EGC.
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk.2005. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Corwin,J.Elizabeth.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta;Aditya Medika
Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS .2000. Rencana Asuhan Keperawatan.(Edisi ketiga).
Jakarta : EGC.
Felicia & Subawa.2014. Gambaran Hasil Analisis Batu Saluran Kemih Di Laboratorium
Patologi Klinis Rsup Sanglah Denpasar Periode November 2013 – Oktober
2014.Denpasar.RSUP Sanglah
Herdman, T Heather.2012.NANDA Diagnosa Keperawatan.Jakarta;EGC
Mansjoer,Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta.Media Aesculapius.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.2006. System Perkemihan. Jakarta : salemba medika
Prabowo & Pranata.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.Yogyakarta;Nuha
Medika
Reeves, Charlene J,et al.2011.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta;Salemba Medika
Syafuddin. 2006.Anatomi fisiologi untuk mahasiswa perawat edisi 3.Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat,R&Wim.2011.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta;EGC
Stoller,M.L.2008.Smith’s General Urology 18th Edition, Urinary Stone Disease.USA.MeGraw
Hill
Rothrock,J.C.2007.Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta;EGC

Anda mungkin juga menyukai