BAB I
A. Latar Belakang
Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang ditemukan oleh Gavriel
Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik yang dikenal dengan nama “ Ilizarov “
Selama ini, operasi yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan metode ilizarov. Metode
itu digunakan untuk mengoreksi bentuk kaki yang tidak simetris atau dikenal dengan istilah
osteogenesis distraksi. Caranya, dengan melakukan pembukaan tulang dari luar ke dalam.
''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman, luka sayatan pun menjadi lebih besar, proses
penyembuhannya menjadi lebih lama, bila tidak hati-hati, bisa timbul infeksi.
Sekarang telah diketemukan metode pembedahan tulang baru yang disebut dengan
metode “ Fitbone “.Berbeda dengan Ilizarov, metode fitbone dilakukan pertama kali di
Singapura pada Tahun 2001, teknik fitbone ini merupakan teknik dengan teknologi tinggi dan
efek samping yang sangat kecil. Selain itu, teknik ini bisa membuat pasien kembali beraktivitas
seperti semula.
1. Pengertian
Menurut Prof Sarbijt Singh, seorang ahli bedah orthopedi di Moun Elizabeth Medical Centre,
Singapura, Metode Fitbone merupkaan implant orthopedi pertama, teknik terbaru dan satu-
satunya di dunia yang dikendalikan oleh computer yang bertujuan untuk perbaikan struktur
tulang. Teknik terbaru ini menggunakan teknologi yang dapat dikendalikan sendiri oleh si pasien
dengan alat pengendali jarak jauh.
2. Keuntungan Metode Fitbone
Metode ini tidak menimbulkan rasa sakit, dan tanpa infeksi, Fitbone bisa diaplikasikan untuk
orang yang mengalami kecelakaan yang menyebabkan tungkai kaki mengalami cacat, atau
kelainan tulang sejak kecil karena penyakit seperti polio dengan kondisi kaki berbentuk O atau X
dan bahkan bisa dilakukan untuk bedah kosmetika bagi mereka yang kurang tinggi. Pada tungkai
kaki atas bisa dipanjangkan hingga 9 cm, sedangkan pada tulang kering bisa memanjang
maksimal hingga 6 cm, jadi jika ditotal, Anda bisa bertambah tinggi sekitar 15 cm.
3. Indikasi dan Kontra indikasi Metode Fitbone
Metode fitbone sangat berguna untuk kelainan tulang bawaan atau kerusakan tulang akibat
kecelakaan. Kelainan bawaan, misalnya, penyakit kaki berbentuk O dan X atau lantaran
terinfeksi polio. Bisa pula untuk meninggikan kaki. Teknik Fitbone diperuntukkan untuk anak
usia 16 tahun keatas, karena kondisi lempeng pertumbuhan tulangnya sudah terbentuk dan teknik
ini tidak dapat dilakukan pada penderita dengan osteoporosis.
4. Teknik Fitbone
Metode ini diterapkan dengan terlebih dahulu melakukan foto rontgen pada pasien. Ini untuk
melihat bentuk tulang yang akan diterapi dan ukuran rongga yang memungkinkan
dimasukkannya alat fitbone. Dari gambaran tadi bisa direka-reka panjang gagang baja yang akan
dimasukkan ke tubuh pasien di samping tulang. Lalu dokter membuat sayatan di lengan atau
tulang paha. Sayatan itu digunakan untuk memotong tulang. Kemudian alat berupa gagang yang
terbuat dari stainless steel dimasukkan diantara tulang
Dan beberapa komponennya diletakkan dibawah kulit, sehingga luka tidak terlihat dimasukkan.
Selanjutnya dokter menancapkan pen untuk menyangga alat itu di bagian atas dan bawah tulang.
Di bagian ujung atas gagang tadi terpasang kabel dan pemancar yang ditaruh di bawah kulit.
Lalu ada kabel lagi yang menghubungkannya dengan sensor. Lewat sensor inilah, pasien
mengetahui pertumbuhan tulang barunya. Sedangkan gagang itu bekerja mendorong tulang
untuk segera menyatu. Bila tulang sudah menyatu, alarm akan berbunyi. Dalam pembedahan ini,
pasien dibius total karena operasi ini merupakan operasi besar karena harus memotong tulang.
Kejadian bedah Ortopedi kerap dilakukan pada Cedera tulang keras dapat menyebabkan
patah tulang dan anak-anak relatif paling umum untuk mendapatkan fraktur . Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan , tulang rawan epifisis , baik total atau parsial .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik patah tulang pada anak-anak mereka
yang dirawat . Penelitian ini merupakan studi retrospektif deskriptif yang dilakukan di Arifin
Achmad General Hospital Pekanbaru . Berdasarkan hasil studi dari 214 kasus patah tulang pada
anak-anak , kejadian patahan paling sering ditemukan dalam adolecents ( 60,3 % ) , persentase
anak laki-laki ( 75,2 % ) lebih tinggi dibandingkan anak perempuan . Lokasi yang paling umum
dari fraktur adalah ekstremitas bawah yang Os femur ( 21,5 % ) . Klasifikasi yang paling umum
dari fraktur adalah fraktur lengkap ( 18,5 % ) . Sebagian besar patah tulang pada anak-anak
dirawat oleh bedah ( 45,8 % ) dan panjang rawat inap adalah sekitar 1-7 hari ( 53,7 % ) tapi itu
tidak spesifik untuk kasus patah tulang .Kondisi pasien untuk pulang menunjukkan tanda-tanda
perbaikan sebanyak 52,3 %. (Azmi , Siti Budianggi, 2013)
BAB II
HASIL PENELITAN
A. Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang
disertai dengan tanda somatik yang mengambarkan perasaan keragu-raguan, keadaan tidak
berdaya, ketegangan, kegelisahan, khawatir terhadap sesuatu yang mengancam. Pengertian
kecemasan digunakan untuk menyatakan terjadinya hiper aktifitas sisyem otonom ( Kusuma ,
1997 ).
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih belum sempurna, maka penulis
memberikan saran :
1. Bagi tenaga medis khususnya dokter dan perawat perlu meningkatkan komunikasi terapeutik
terutama dalam memberikan informasi tentang pra bedah pada pasien yang menghadapi operasi
melalui pelatihan -pelatihan khusus, seminar.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang lebih besar subyeknya tentang variabel – variabel
komunikasi terapeutik yang mempengaruhi tingkat kecemasan dengan menggunakan alat yang
lebih peka dan lebih teliti
( Endang Sawitri & Agus Sudaryanto,2009 ).
BAB III
LEGAL ETIK
Perawat perioperatif yang memilih mengkhususkan diri pada bidang orthopedi akan
menghadapi banyak tantangan. Populasi pasien mencakup semua kelompok usia dari memiliki
pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi tulang, otot, dan sendi serta proses penyakit terkait.
Dibidang orthopedi, kuantitas dan spesifisitas intrumen yang digunakan lebih besar
dibandingkan dengan spesialisasi bedah lainya. Selain itu peralatan orthopedi banyak yang
berukurang besar dan sering berat sehingga orthopedi merupakan bidang yang memerlukan
ketahanan fisik. ( Swamzter, 2005 )
Kegawatdaruratan ortopedi merupakan keluhan yang sering disampaikan sekitar 30%
dari jumlah kunjungan pasien. Pengetahuan dasar mengenai cedera ortopedi, pola
fraktur,dislokasi, teknik reduksi, dan teknik bidai, dibutuhkan untuk mengelola cedera.
Memperoleh riwayat yang seksama tentang mekanisme cedera bisa membantu mengidentifikasi
cedera ortopedi. Misalnya, riwayat medis yang telah lalu, medikasi, dan cedera sebelumnya.
Pemeriksaan fisik cedera ortopedi pada departemen kegawatdaruratan meliputi 4 langkah
sederhana, yaitu:
1. Palpasi cedera untuk deformitas dan kerapuhan
2. Menilai ROM/range of motion (aktif dan pasif) tulang yang terkena, jugamempertimbangkan
sendi diatas dan dibawah tulang yang cedera.
3. Inspeksi (deformitas, pembengkakan, diskolorasi).
4. Pemeriksaan neurovaskular Cedera < 24 jam harus diberikan kompres es atau kompres dingin
yang diaplikasikan sebelum pemasangan bebat.
Terapi dingin mengeraskan kolagen dan mengurangi kecenderungan ligamen dan tendon untuk
berdeformitas. Dan juga mengurangi spasme otot,aliran darah (membatasi perdarahan dan
edema), meningkatkan ambang nyeri dan mengurangi inflamasi. Kompres es harus diaplikasikan
dalam 30 menit sekaligus (mencegah cedera frostbite), dan terbatas pada 24-48 jam pertama..
( Alloen Endonesia, 2010 ).
BAB IV
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan pemeliharaan dan
pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan stuktur yang berkaitan. Berhubungan
dengan koreksi deformitas sistem muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik (Dorland,
1998).
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi disfungsi
muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi sendi, jaringan nekrosis
dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem muskuloskeletal (Brunner & Suddart).
Dalam bedah orthopedi meliputi proses keperawatan Preoperatif Ortopedi dan
Pascaoperatif Ortopedi.
4. Amputasi
Adalah pengangkatan / pemotongan / pembuangan sebagian anggota tubuh / gerak yang
disebabkam karena adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis, kanker melalui
tindakan pembedahan.
5. Artroplasti
Adalah memperbaiki masalah sendi dengan arthostop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah
mengoprasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
10. Fasiotomi
Adalah pemotongan fascia otot untuk menghilangkan kontriksi otot atu mengurangi kontraktur
fascia. (Brunner & Suddarth. 2002)
D. Macam-macam gangguan Orthopedi
1. Fraktur
Adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, 5 diantaranya
adalah;
a) Inclomplete: fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah satu sisi
patah, yang lain biasanya hanya bengkok atau greenstick.
b) Complete: garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat.
c) Tertutup (simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit
d) Terbuka (compound) : fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensian
untuk terjadi infeksi.
e) Patologis : fraktur terjadi pada penyakit tulang atau seperti kanker, osteoporosis, dengan tak
ada trauma atau hanya minimal.
2. Bedah rekrontuksi wajah
3. Amputasi: Pada umumnya amputasi disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, dan gangguan
kongenital. Untuk tujuan perencanaan asuhan ini, amputasi adalah pengangkatan melalui bedah
atau traumatik pada tungkai. Amputasi ekstremitas bawah dilakukan lebih sering dari pada
amputasi ekstremitas atas. Terdapat dua tipe amputasi:
a) Terbuka (provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan refisi lanjut.
b) Tertutup atau flaps.
4. Penggantian sendi total
Penggantian sendi diindikasikan unuk kerusakan sendi peka rangsang dan nyeri yang tak hilang
(contoh; degeneratif dan artritis reumatoid; fraktur tertentu (contoh, leher femur), ketidakstabilan
sendi panggul kongenital. Penggantian panggula dan lutut dalam bedah paling umum. Prostase
mungkin besi atau polietilen (atau kombinasi) dan ditanam dengan semen akrilik, atau mungkin
sesuatu yang berpori-pori, implan bersalut yang mendorong pertumbuhan tulang kedalam
(Doengoes Marilyn. 2000.)
E. Komplikasi
1. Syok Hipovolemik
Kehilangan darah besar-besaran selama atau setelah pembedahan, dapat mengakibatakan syok
hipovolemik. Pantau kondisi klien setelah pembedahan bila klien mengalami syok hipovoemik.
Identifikasi tanda dan gejala awal syok, misal peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah
dan keluaran urin kurang dari 30 ml/jam, gelisah, perubahan kesadaran, rasa haus, penurunan
kadar hemoglobin dan hematokrit darah.
2. Atelaktasis dan pnemonia
Pada pasien pre dan post bedah sering mengalami gangguan pernafasan. Pengembangan paru
yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernafasan dan terjadinya atelaktasis dan
pnemonia.
Anjurkan klien latihan napas dalam an batuk efektif serta pantau suara paru. Pengembangan paru
yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernapasan dan terjadinya atelektasis serta
pneumonia. Bila diindikasikan menggunakan spirometri intensif, anjurkan klien untuk
menggunakannya. Bila muncul tanda gangguan pernapasan misalpeningkatan frekuensi
pernapasa, batuk produktif, suara napas menurun dan jauh, serta demam, segera lapor ke dokter
ahli bedah.
3. Retensi urine
Haluaran urin harus dipantau setelah pembedahan setiap jam. Anjurkan klien untuk BAK 3
sampai 4 jam sekali untuk mencegah retensi urin dan distensi kandung kemih. Berikan privasi
selama klien BAK dalam posisi yang tidak biasa. Gunakan pispot khusus, misalnya untuk klien
fraktur, biasanya akan lebih nyaman dibanding dengan pispot jenis lain.
4. Infeksi
Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan, bahkan pada semua tindakan invasif. Resiko
Infeksi akibat tindakan invasif mencapai 80%. Infeksi merupakan perhatian khusus terutama
pada klien pascaoperasi ortopedi karena tingginya resiko osteomielitis. Ostheomilitis sering
memerlukan pemberian antibiotikintravena jangka panjang.
Segera mungkin tulang, prostesis dan alat fiksasi interna yang terinfeksi hrus diangkat. Itulah
sebabnya, antibiotik sistemik diberikan selama perioperatif dan pascaoperatif. Kaji respon klien
terhadap penggunaan antibiotik. Pertahankanlah tehnik aseptik pada saat mengganti balutan dan
mmengeringkan cairan.
F. Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami difungsi muskuloskletal harus menjalani pembedahan
untuk mengoreksi masalahnya. Maslah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi, fraktur,
deformitas, penyaki sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (missal :
sindrom kompartemen) adanya tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan adalah
meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF : open reduction and internal fixation)
untuk fraktur antroplasti, menisektomi, dan penggantian sendi untuk masalah sendi, amputai
untuk masalah extremitas berat (missal : ganggren trauma pasif). Sasaran kebanyakan bedah
orthopedic adalah memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas
sertamengurangi nyeri dan distabilitas.
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
2) Kadar Hb
3) Hitung darah putih
4) Kadar kalsium serum dan fosfor serum
5) Fosfatase asam dan fosfatase alkali
6) Kadar enzym serum kreatinin kinase (CK) dan SGOT, aspartat aminotransferase
b. Pemeriksaan urin: Kadar kalsium urin
c. Pemeriksaan radiologi
1. Sinar-X
Sinar x standar akan menapakan perubahan struktural atau fungsional pada tulang dan sendi yang
secara umum yang digunakan untuk menilai masala atau penyakit muskuloskeletal.).
2. Arthrography.
Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik setelah udara dan media kontras
dimasukan ke sendi..
3. Myelography
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan ujung–ujung
syaraf.
4. Scan tulang.
Scan tulang memberikan tampilan gambar system tulang setelah injeksi radioactive tracer.
5. Scan computed tomography (CT).
CT Scan dapat memberikan gambar irisan melintang dari jaringan lunak dan tulang yang
mengalami ketidaknormalan.
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat membedakan antara jaringan solid,
lemak, darah dan tulang.
7. Analisis Cairan Synovial .
Sebagian dari synovial diambil dengan jarum berlobang besar yang dimasukan kedalam kapsul
sendi. Cairan tersebut kemudian dianalisa terhadap penyakit-penyakit sendi yaitu sepsis,
perdarahan, inflamasi dan noninflammasi.
a. Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal didaerah fraktur (kecuali
fraktur incomplete).
b. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik
0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada
gangguan gerak.
c. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intraarticuler atau
ekstraarticuler.
d. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri yang
menggerakan karena disuruh oleh pemeriksa) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang
menggerakan).
e. Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat waktu berdiri dan
berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah adanya pincang atau
tidak. Pincang dapat disebabkan oleh karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.
2. Anggota gerak
Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (Global Joint).ada beberapa sendi yang
mempengaruhi gerak sendi bahu, yaitu: Gerak tulang belakang : Gerak sendi
stenoclavicula,Gerak sendi acromioclavicul, Gerak sendi gleno humeral, Gerak sendi scapulo
thoracal (floating joint). Karena gerakan tersebut diisolasi satu persatu, maka gerakan tersebut
sukar untuk di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri.
Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring,
maka pemeriksa ada disamping pasien.
a. Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus).
b. Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dengan sumbu ulna. Hal ini
diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan fixasi dan gerakan bagian lain kaki dengan
memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar flexi) dan extensi (dorso flexi).
Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi dan pronasi dan merupakan gerakan dari
kaki / tarsalia, sedangkan jari – jari kaki seperti juga gerakan jari tangan (MTP, PIP, DIP)
Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi mungkin masih
mudah dicatat dengan derajat, tetapi flexi extensi biasanya selain dengan derajat, dicatat dengan
metric jarak dari dua titik tertentu. Pertambahan panjang ukuran metric pada waktu bergerak
flexi atau extensi dari dua titik yang prominen, atau garis yang menghubungkan kanan dan kiri
yang memotong garis tegak pada ketinggian tertentu.
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pendapat Altman (1999) dan Smeltzer (2002) diagnosa keperawatan pada klien Pre
Operatif adalah
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan atau inflamasi.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang mengikat,
atau gangguan aliran balik vena.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4. Gangguan citra tubuh, harga diri, atau kinerja peran berhubungan dengan masalah
muskuloskeletal.
5. Hambatan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan atau peggunaan alat
imobilisasi.
Diagnosa Keperawatan Post Operatif
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan imobilisasi.
2. perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan alat yang mengikat,
atau gangguan aliran darah.
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4. Hamabtan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur pembedahan,
adanya alat imobilisasi.
D. Intervensi Pre Operatif
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Tindakan Rasio
1. Nyeri berhubungan Tujuan : 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 1. Me
dengan fraktur, masalah Setelah dilakukan tindakan pasien pasie
ortopedi, pembengkakan, keperawatan selama 1x24 jam 2. Tingkatkan kenyamanan untuk 2. Teh
atau inflamasi. nyeri dapat berkurang atau mengurangi nyeri klien dengan mem
teratasi. mengajarkan cara nyeri
Kriteria Hasil: nonfarmakologik/psikilogik, misal keteg
1. Klien melaporkan nyeri distraksi,relaksasi. 3. Un
berkurang. 3. Atur periode istirahat tanpa pasie
2. Penurunan skala nyeri / skala terganggu. pasie
nyeri 1 4. Un
3. Menyatakan bahwa obat 4. Meninggikan ekstremitas yang balik
yang dipakai efektif dalam bengkak. 5. Ko
mengontrol nyeri 5. Kolaborasi prose
4. Dapat bergerak dengan rasa Pemberian analgesik sesuai orde
nyaman yang bertambah.
2. Perubahan perfusi Tujuan : 1. Kaji status neurovaskuler 1. Me
jaringan perifer Setelah diberikan tindakan ( misal warna kulit, suhu, pengisian jaring
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam kapiler, denyut nadi, rasa nyeri,
pembengkakan, alat yang Perfusi jaringan normal. edema, parastesi, dan kekuatan 2. Un
mengikat, atau gangguan Kriteria Hasil : otot ) balik
aliran balik vena Klien memperlihatkan perfusi 2. Tinggikan ekstermitas yang
jaringan yang adekuat: bengkak. 3. Pel
1. Warna kulit normal 3. Longgarkan balutan gips yang mem
2. Kulit hangat terlalu ketat. Jika peredaran darah perif
3. Respons pengisian kapiler mengalami gangguan segera lapor 4. Pos
normal (<3 detik) ke tim medis segera. meng
4. Perasaan dan emosi stabil 4. Memposisikan pasien senyaman
(normal) mungkin
5. Edema berkurang
3. Defisit perawatan diri Tujuan :
berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tingkat fungsional 1. Me
hilangnya kemandirian keperawatan selama 30 menit pasien setiap pergantian tugas jaga, cerm
pasien mampu melakukan dokumentasikan dan laporkan mene
perawatan diri secara mandiri setiap perubahan kepe
maupun dengan bantuan. 2. Lakukan program penanganan mem
Kriteria Hasil: untuk kondisi penyebab gangguan 2. Un
a. Pasien mengungkapakan muskuloskeletal, pantau kemajuan, yang
seara verbal kepuasan tentang laporkan respon terhadap
kebersihan tubuh penanganan baik respon yang
b. Pasien merasa nyaman diharapkan maupun yang tidak
diharapkan. Penanganan harus
dilakukan secara konsisten
3. Dorong pasien untuk 3. Un
mengungkapkan perasaan dan indiv
keluhannya mengenai defisit
perawatan diri
4. Bantu pasien dalam melakukan 4. Un
perawatan diri peraw
4. Gangguan citra tubuh, Tujuan :
harga diri, atau kinerja Setelah diberikan asuhan 1. Bina hubungan saling percaya 1. BH
peran berhubungan keperawatan selama 1x24 jam (BHSP) mem
dengan masalah pasien mampu menunjukkan komu
muskuloskeletal peningkatan citra tubuh secara kepe
maksimal. fisik.
Kriteria Hasil: 2. Dorong klien mengungkapkan 2. Pen
a. Klien mengekspresikan perasaan dan rasa ketakutan, mem
kosep diri yang positif: mela
b. Mampu menerima perubahan 3. Inf
konsep diri, sementara maupun3. Berikan informasi tentang mem
menetap. gangguan msukuloskeletal yang mene
c. Mampu mendiskusikan dialami pasien. penu
perubahan kinerja peran. ketid
d. Berpartisipasi dalam kewa
pengambilan keputusan hidup
rencana perawatan
2. Resiko perubahan perfusi Tujuan : 1. Kaji status neurovaskuler 1. Me
jaringan perifer b.d Setelah diberikan tindakan ( misal warna kulit, suhu, pengisian jarin
pembengkakan, alat yang keperawatan selama 1x24 jam kapiler, denyut nadi, rasa nyeri,
mengikat, atau gangguan Perfusi jaringan normal. edema, parastesi, dan kekuatan 2. Un
aliran darah. Kriteria Hasil : otot ) balik
Klien memperlihatkan perfusi 2. Tinggikan ekstermitas yang sakit.
jaringan yang adekuat: 3. Balutan yang ketat harus 3. Pel
a. Warna kulit normal dilonggarkan. mem
b. Kulit hangat 4. Anjurkan pasien untuk melakukan perif
c. Respons pengisian kapiler pengesetan otot, latihan 4. Me
normal (<3 detik) pergelangan kaki, pemompaan betis
d. Perasaan dan emosi stabil set ap jam
(normal),
e. Memperlihatkan pegurangan
pembengkakan.
3. Perubahan pemeliharaan Tujuan : 1. Bantu klien untuk merubah posisi1. Me
kesehatan berhubungan Setelah diberikan asuhan setiap 2 jam. tekan
dengan hilangnya keperawatan selama 1x24 jam2. Pantau adanya luka akibat 2. Me
kemandirian. pasien mampu memperlihatkan tekanan. selan
upaya memperbaiki kesehatan.3. Lakukan perawatan kulit, lakukan3. Me
Kriteria hasil : pemijatan dan minimalkan tekanan lebih
a. Mengubah posisi sendiri pada penonjolan tulang. 4. Die
untuk menghilangkan tekanan4. Kolaborasi kepada tim gizi, danv
pada kulit pemberian menu seimbang dan diper
b. Menjaga hidrasi yang pembatasan susu. luka.
adekuat.
c. Berhenti merokok
d. Melakukan latihan
pernapasan
e. Bergabung dalam latihan
penguatan otot
Tujuan
Setelah diberikan Asuhan 1. Bantu klien menggerakkan
4. Hambatan mobilitas fisik Keperawatan Selama 1x24 jam bagian cedera dengan tetap 1. Me
berhubungan dengan nyeri, Pasien memaksimalkan memberikan sokongan yang mem
pembengkakan, prosedur mobilitas dalam batas adekuat fisik
pembedahan, adanya alat terapiutik. 2. Ekstermitas yang bengkak tahan
imobilisasi. Krtiteria Hasil ditinggikan dan disokong dengan 2. Me
a. Meminta bantuan bila bantal. 3. Me
bergerak 3. Nyeri dikontrol dengan bidai dan4. Ala
b. Meninggikan eksternitas berikan anti nyeri sebelum terbi
yang bengkak setelah bergeser. digerakkan. kelak
c. Menggunakan alatimobilitas4. Ajarkan pasien menggunakan alat
sesuai petunjuk bantu gerak (tongkat, kursi roda),
d. Mematuhi pembatasan dan anjurkan klien untuk latihan
pembebanan sesuai anjuran. menggunakan alat bantu
Evaluasi
Diagnosa Pre Operatif
No. Dx Evaluasi
1 Pasien melaporkan nyeri berkurang:
a. Menggunakan banyak pendekatan untuk mengurangi nyeri
b. Penurunan skala nyeri / skala nyeri 1
c. Dapat bergerak dengan rasa nyaman yang bertambah.
Bruner, Sundrat. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Herdam, Heater. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012- 2014. Jakarta :
EGC.
Nurnaningsih, Lukman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien Bedah Ortopedi. Jakarta: Salemba
Medika.
Sawitri Endang &Agus sudaryanto. (2009 ).pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah terhadap
Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor di Bangsal Orthope di RSUI Kustati
Surakarta.