Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas jaringan tulang. Frakturpaling sering


ditimbulkan oleh trauma eksternal langsung maupun deformitastulang seperti fraktur
patologis pada osteoporosis sedangkan fraktur femurbiasanya disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas (Potter Perry, 2010). Badankesehatan dunia (WHO) mencatat
tahun 2007 terdapat lebih dari delapan jutaorang meninggal dikarenakan insiden
kecelakaan dan sekitar 2 juta orangmengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden
kecelakaaan yang memilikiangka kejadian cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas
bawah yaknisebesar 46,2 % dari insiden kecelakaan yang terjadi (Noviardi dalam
Trionodan Murinto, 2015).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Badan Penelitian


danPengembangan Depkes 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yangdisebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dantrauma benda tajam atau
tumpul. Dari 45.987 peristiwa jatuh yang mengalamifraktur sebanyak 1.775 orang (3,8
%) dari 20.829 kasus kecelakaan lalulintas, yakni mengalami fraktur sebanyak 1.770
orang (8,5%), dari 14.127trauma benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang(1,7 %) (Noviardi dalam Triono dan Murinto, 2015).

Pembedahan merupakan penanganan dari fraktur yang biasadilakukan.


Pembedahan adalah sebuah proses invasif karena insisi dilakukanpada tubuh atau ketika
bagian tubuh diangkat (Rosdahl dan Kowalski, 2014).Setelah seseorang dilakukan
pembedahan, sesuai dengan rencanakeperawatan akan dilakukan mobilisasi oleh
perawat, namun yang terjadiperawat hanya sekedar menganjurkan pada pasien untuk
menggerak-gerakkananggota badan yang dioperasi. Ketidaktahuan pasien akan
pentingnyamobilisasi membuat pasien menjadi takut sehingga menyebabkan
bengkak,kesemutan, kekakuan sendi, nyeri, dan pucat anggota gerak yang
dioperasi(Lestari, 2014). Berdasarkan penelitian Maharani dan Agung (2013)
tindakanmobilisasi dini dilakukan oleh perawat sebanyak 51,6% sedangkan 48,4%tidak
melakukan mobilisasi dini.

Dalam penelitian Lestari (2014) didapatkan data di RSUD GambiranKediri


terdapat 78,28% pasien mengalami fraktur, sebagian besar dari merekamengalami
komplikasi post operasi yaitu bengkak atau edema, kesemutan,nyeri dan pucat pada
anggota gerak yang dioperasi. Komplikasi tersebut 3terjadi karena pasien tidak
melakukan mobilisasi sehingga peredaran darahtidak lancar dan akhirnya berdampak
pada penyembuhan (vaskularisasi,inflamasi, proliferasi, dan granulasi) tidak dapat
berlangsung maksimalsehingga mempengaruhi lama perawatan pasien. Menurut Berman
ett all(2009) menggerakkan sendi secara aktif maupun pasif akan membantumencegah
timbulnya atropi otot, mencegah dekubitus, meningkatkan tonusotot saluran pencernaan

1
memperlancar sirkulasi kardiovaskuler dan parusehingga mencegah timbulnya
komplikasi post operasi seperti nyeriberlebihan.

Pasien pre operasi memerlukan perubahan posisi kecuali padapasien yang


memiliki kontraindikasi, posisi pasien diubah setiap 30 menitdari sisi ke sisi sampai
sadar dan kemudian dilakukan mobilisasi dini 8-12jam pertama. Mobilisasi sebaiknya
dilakukan 24 jam pertama post operasidan dilakukan dibawah pengawasan supaya
mobilisasi dapat dilakukandengan tepat serta dengan cara aman. Selama ini mobilisasi
belum dilakukansecara benar karena pasien mengalami nyeri akibat tindakan
pembedahan dantidak adanya penyuluhan mengenai manfaat melakukan mobilisasi
dinisehingga mengakibatkan gangguan fleksibilitas sendi sehingga pasienmengalami
hambatan mobilitas fisik (Gusti dan Armayanti, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. S Dengan


Diagnosa Medis Fraktur Femur Di Ruang Ok Central Rspal Dr.Ramelan Surabaya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. S
Dengan Diagnosa Medis Fraktur Femur Di Ruang Ok Central Rspal Dr.Ramelan
Surabaya?
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien Tn.S dengan diagnosa medis
Fraktur Femur di ruang OK Central RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
2. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Tn.S dengan
diagnosa medis Fraktur Femur di ruang OK Central RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
3. Mahasiwa dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien Tn.S dengan
diagnosa medis Fraktur Femur di ruang OK Central RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
4. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada pasien Tn.S dengan
diagnosa medis Fraktur Femur di ruang OK Central RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
5. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien Tn.S dengan
diagnosa medis Fraktur Femur di ruang OK Central RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Penulis
Sebagai pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien Tn.S dengan diagnosa medis Fraktur Femur di ruang OK Central RSPAL
Dr. Ramelan Surabaya.
1.4.2 Pasien dan Keluarga
Sebagai pengetahuan keluarga tentang penyakit Tn. S dengan diagnosa medis
Fraktur Femur. Agar dapat menjaga dan merawat anggota keluarga yang sakit.
1.4.3 Institusi Pendidikan
Mengetahui tingkat kemampuan dalam upaya untuk mengevaluasi materi
yang telah disampaikan kepada mahasiswa keperawatan serta dapat digunakan
sebagai pengetahuan dalam proses belajar tentang asuhan keperawatan pada pasien
Tn.S dengan diagnosa medis Fraktur Femur di ruang OK Central RSPAL Dr.
Ramelan Surabaya

Anda mungkin juga menyukai