Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

POST OPERASI ORIF FRAKTUR FEMUR DENGAN FOKUS STUDI


HAMBATAN MOBILITAS DI TEMPAT TIDUR DI RUANG SERUNI RSUD
PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

NURSING CARE ON CLIENTS WITH POST ORIF SURGERY FRACTURE


FEMUR WITH FOCUSED STUDY ON IMPAIRED BED MOBILITY IN
PROF. DR MARGONO SOEKARJO GENERAL HOSPITAL,
PURWOKERTO

Defi Merisa1), Widjijati, MN2), Asrin, MN3)


1) Mahasiswa Progam Studi D III Keperawatan Purwokerto
2) Dosen Jurusan Keperawatan Purwokerto
Email : merisadefi1@gmail.com

Jurusan Keperawatan Purwokerto : Poltekkes Kemenkes Semarang


Jl. Adipati Mersi ; Purwokerto Timur ; Banyumas ; Jawa Tengah

ABSTRAK

Pendahuluan: Fraktur femur merupakan hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi


fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Hambatan mobilitas di
tempat tidur yaitu keterbatasan kebebasan bergerak secara mandiri di atas tempat tidur
dari posisi satu ke posisi yang lain seperti mengubah posisi dari telentang ke duduk,
duduk ke telentang, maupun berbalik dari sisi ke sisi. Cara untuk mengatasi hambatan
mobilitas di tempat tidur adalah latihan Range Of Motion (ROM) aktif dan pasif.

Metode Penelitian : Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode studi
kasus dengan pemaparan kasus. Subjek yang digunakan sebanyak dua responden yang
mana setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam. Penelitian ini
dilakukan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada klien post operasi orif
fraktur femur dengan fokus studi hambatan mobilitas di tempat tidur di ruang Seruni
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Hasil : Untuk kedua klien setelah dilakukan tindakan ROM aktif maupun pasif kedua
klien masih dibantu keluarga seperti mandi, berpakaian, eliminasi berpindah dan ROM
kekuatan otot kaki kanan 2.
Pentingnya perawatan post operasi fraktur femur terhadap kedua klien agar melakukan
latihan ROM aktif maupun pasif secara teratur dianjurkan segera pada 48 jam paska
operasi.

Kata kunci : post operasi orif fraktur femur, hambatan mobilitas ditempat tidur,
perawatan post operasi fraktur femur indikasi latihan ROM aktif maupun pasif.

ABSTRAC

Femoral fracture is a loss of femoral continuity, clinical fracture of the femur


may be an open fracture accompanied by soft tissue damage (muscle, skin, nerve
tissue, and blood vessels) and a closed femur fracture caused by direct trauma to the
thigh. The mobility barrier in the bed is the limitation of freedom of movement
independently above the bed from one position to another such as changing the
position from supine to sitting, sitting on your back, or turning from side to side. The
way to overcome the mobility barrier in bed is the active and passive Range of
Motion (ROM) exercise.

Research Methods: The method used in this case study is case study method with
case exposure. Subjects used as many as two respondents which after nursing care
done for 3 x 24 hours. This study was conducted to describe nursing care on post
operative client orif femur fracture with focus of study of mobility barrier in bed in
Seruni RSUD. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Results: For both clients after both active and passive ROM actions both clients are
assisted by families such as bathing, dressing, removal elimination and ROM muscle
strength of right leg 2.
The importance of post operative care of femoral fractures to both clients to perform
active or passive ROM exercises regularly is recommended immediately at 48 hours
postoperatively.

Keywords: post operative orif femur fracture, mobility barriers in bed, postoperative
care of femoral fracture indication of active or passive ROM exercises.
PENDAHULUAN setiap tahunnya ada lebih dari 1,25 juta

Fraktur adalah kondisi diskontinuitas orang meninggal dan lebih dari 50 juta

susunan tulang trauma langsung maupun orang mengalami kecacatan fisik

tidak langsung yang diakibatkan dikarenakan insiden kecelakaan.

benturan langsung jika mengenai tulang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar

juga dapat diakibatkan oleh adanya (Riskesdas) tahun 2013 proporsi kasus

kompresi berulang dan fraktur karena cedera patah tulang di Indonesia

benturan tidak langsug biasanya terjadi sebanyak 5,8%, di provinsi Jawa Tengah

akibat rotasional (Putri dan Sarifah setidaknya terdapat 6,2% kasus cedera

2015). patah tulang. Kementerian kesehatan RI

pada tahun 2012 melakukan survey


Helmi (2012) menjelaskan fraktur femur
nasional yang mencatat bahwa angka
adalah hilangnya kontinuitas tulang
prevalensi kasus fraktur secara nasional
paha, kondisi fraktur femur secara klinis
sekitar 37,7% dengan jenis kasus
bisa berupa fraktur terbuka yang disertai
terbanyak adalah fraktur femur dengan
adanya kerusakan jaringan lunak (otot,
presentase 35%.
kulit, jaringan saraf, dan pembuluh

darah) dan fraktur femur tertutup yang Menurut Gusty dan Armayanti (2014)

dapat disebabkan oleh trauma langung Tindakan operatif meliputi operasi

pada paha. Badan kesehatan dunia Open Reduction Internal Fixation

(World Health Organization/ WHO) (ORIF). Ambulasi dini dianjurkan

pada tahun 2016 menyatakan bahwa segera pada 48 jam paska operasi,
namun masih banyak pasien yang Hambatan mobilitas jika tidak ditangani

melakukan ambulasi setelah empat atau dengan mobilisasi yang benar maka akan

lima hari paska operasi.. Sedangkan mengganggu vaskularisasi, selain itu

kecacatan fisik dapat dipulihkan secara juga dapat mengakibatkan kehilangan

bertahap melalui latihan rentang gerak tonus otot

yaitu dengan latihan Range of Motion TUJUAN

(ROM) yang dievaluasi secara aktif, Menggambarkan Asuhan Keperawatan

yang merupakan kegiatan penting pada Klien Post Operasi Orif Fraktur Femur

periode post operasi guna dengan fokus studi Hambatan

mengembalikan kekuatan otot pasien. Mobilitas Di Tempat Tidur yang terdiri

Dalam pelaksanaannya pasien dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

mengeluh nyeri sehingga takut untuk perencanaan, implementasi dan

melakukan latihan tersebut, namun evaluasi keperawatan .

masalah nyeri dan rasa takut yang MANFAAT

dirasakan pasien kurang mendapatkan Hasil penelitian dapat digunakan

penanganan dengan baik karena perawat sebagai acuan dalam

perawatan hanya berfokus kepada memberikan asuhan keperawatan pada

terapi farmakologis saja sedangkan klien post operasi orif fraktur femur

terapi non farmakologis tidak dengan focus studi hambatan mobilitas

dilakukan secara optimal. di tempat tidur .


BAHAN DAN METODE keperawatan, alat tulis dan alat

Penelitian yang digunakan adalah Studi kesehatan.

kasus yaitu studi yang mengeksplorasi


Studi kasus ini dilakukan pada bulan April
suatu masalah atau fenomena dengan
dan Mei 2018 di RSUD Prof. Dr Margono
batasan terperinci, memiliki
Soekarjo Purwokerto di Ruang Seruni.
pengambilan data yang mendalam dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
menyertakan berbagai sumber
Dari hasil pengkajian didapatkan kedua
informasi.
klien dengan diagnosa yang sama fraktur
Subyek dalam studi kasus ini adalah
femur yaitu klien 1 Klien mengeluh nyeri
dua klien (dua kasus) dengan masalah
pada paha sebelah kanan P : post op orif
keperawatan dan diagnosis medis yang
fraktur, femur Q : seperti ditusuk benda
sama, yaitu asuhan keperawatan pada
tajam, R : paha kanan, S : skala 7, T : selalu,
klien yang mengalami hambatan
nyeri bertambah ketika bergerak. Klien
mobilitas di tempat tidur pada post op
mengatakan sulit menggerakkan kaki
fraktur femur di RSUD Prof. Dr.
kanannya yang mengalami patah tulang dan
Margono Soekarjo Purwokerto. Dalam
klien merasa kesulitan untuk berpindah serta
kasus ini menggunakan dua responden
merubah posisinya sendiri di tempat tidur
(klien). Adapun teknik yang digunakan
sedangkan klien 2 Klien mengeluh nyeri
dalam studi kasus ini adalah
pada paha sebelah kanan P : post op orif
wawancara, observasi, pemeriksaan
fraktur femur, Q : seperti ditusuk benda
fisik dan data penunjang dengan
tajam, R : paha kanan , S : skala 9, T : selalu,
menggunakan format asuhan
nyeri bertambah ketika bergerak. Klien Berdasarkan data fokus yang ditemukan

mengatakan sulit menggerakkan kaki pada pengkajian, data subjektif kedua klien

kanannya yang mengalami patah tulang dan didapatkan hasil bahwa klien mengatakan

klien merasa kesulitan untuk berpindah serta sulit menggerakkan kaki kanannya yang

merubah posisinya sendiri di tempat tidur. mengalami patah tulang dan klien merasa

Hal ini sesuai dengan pendapat Lukman dan kesulitan untuk berpindah serta merubah

Ningsih (2013) yang menyatakan bahwa posisinya sendiri di tempat tidur. Hal ini

pada umumnya keluhan utama pada kasus ditandai dengan kedua klien terlihat hanya

fraktur adalah rasa nyeri karena patahan berbaring di tempat tidur dan untuk aktivitas

tulang mengenai serabut saraf, selain itu seperti seperti makan minum, mandi,

juga dapat terjadi gangguan neouvaskuler berpakaian, mobilisasi di tempat tidur dan

yang menimbulkan nyeri gerak sehingga ROM dibantu oleh orang lain, sedangkan

mobilitas fisik terganggu. Hal ini juga sesuai eliminasi dibantu orang lain dan alat, klien

dengan pendapat Muttaqin (2013) yang tidak mampu berpindah. Terdapat

menyatakan bahwa kerusakan fragmen pembengkakan pada kaki kanan. Untuk

tulang femur menyebabkan hambatan kekuatan otot pada ekstremitas atas dan

mobilitas fisik termasuk salah satunya yaitu ekstremitas bawah tepatnya kaki kiri yaitu

hambatan mobilitas di tempat tidur. Helmi berada di skala 5 yang mempunyai

(2012) mendefinisikan fraktur femur adalah keterangan bahwa kekuatan otot penuh

rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha mampu melawan gravitasi. Sedangkan

sehingga dapat memberikan dampak untuk kaki kanannya berada di skala 1 yaitu

terganggunya mobilitas klien. hanya mampu menggerakkan ujung


ekstremitas. Dengan demikian dapat fowler, tindakan keperawatan kelima adalah

dirumuskan diagnosa keperawatan pada melatih Range of motion (ROM) aktif dan

kedua klien yaitu hambatan mobilitas di ROM pasif dalam pelaksanaannya,

tempat tidur berhubungan dengan gangguan ditemukan kendala saat pasien

muskuloskeletal. Perumusan masalah pada diinstruksikan miring kiri dan

kasus ini sesuai dengan diagnosa menurut menggerakkan kaki kanan karena pasien

Wilkinson dan Ahern (2013) bahwa merasakan sakit, sehingga ketika latihan

hambatan mobilitas di tempat tidur adalah harus dibantu. ROM dilakukan untuk

keterbatasan kebebasan bergerak secara melancarkan aliran darah ke fragmen

mandiri di atas tempat tidur dari posisi satu tulang, karena bila fragmen tulang

ke posisi yang lain seperti mengubah posisi mendapatkan aliran darah yang baik maka

dari telentang ke duduk, duduk ke telentang, penyembuhan lebih cepat dan tanpa

maupun berbalik dari sisi ke sisi. komplikasi. Bila terjadi gangguan

Tindakan keperawatan yang pertama yaitu berkurangnya aliran darah, maka proses

menentukan level motivasi pasien, tindakan penyembuhan menjadi lama atau berhenti

keperawatan kedua adalah memotivasi (Yanty, 2010).

untuk ambulasi dini pada h+1 post operasi, Tindakan keperawatan keenam adalah

tindakan keperawatan ketiga adalah melatih pasien untuk duduk di tempat tidur

memonitor lokasi dan kecenderungan dan disamping tempat tidur (menjuntai).

adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama Dalam pelaksanaannya, pasien dapat duduk

pergerakan, tindakan keperawatan keempat dengan mandiri pada h+2 post operasi

adalah memposisikan pasien menjadi posisi namun pasien belum dapat duduk
disamping tempat tidur dengan menjuntai Evaluasi untuk diagnosa hambatan

sehingga harus dibantu oleh perawat. mobilitas di tempat tidur berhubungan

Menurut Yanty (2010) pasien dengan paska dengan gangguan muskuloskeletal pada

operasi batang femur perlu dilakukan kedua klien dengan Post Op fraktur femur

latihan otot kuadrisep dan gluteal untuk dilakukan setelah tindakan keperawatan

melatih kekuatan otot dan merangsang selama 3 x 24 jam yaitu pada tanggal 05-18

pembentukan kalus karena otot-otot ini April 2018, dengan data subjektif klien

penting untuk ambulasi. Pada kedua klien, mengatakan sudah dapat sedikit

latihan otot kuadrisep dan gluteal dilakukan menggerakkan kaki kanannya dan merubah

dengan duduk menjuntai disamping tempat posisinya di tempat tidur terkadang dengan

tidur. Selain itu, latihan duduk menjuntai bantuan keluarga, hal ini dibuktikan dengan

juga dapat dilakukan untuk mencegah klien dapat merubah posisinya di tempat

kontraktur. Menurut Yandri, Manjas, tidur dari terlentang ke duduk, duduk ke

Rahmadian dan Erkadius (2013) kontraktur terlentang, dan miring kiri secara mandiri.

adalah hilangnya atau kurang penuhnya Sedangkan untuk miring kanan, duduk

lingkup gerak sendi secara pasif maupun menjuntai di samping tempat tidur dan

aktif yang disebabkan karena keterbatasan berdiri masih dibantu keluarganya.

sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan Beberapa aktivitas klien masih dibantu

kulit. Namun, risiko kekakuan sendi akan keluarga seperti mandi, berpakaian,

semakin berkurang apabila pasien eliminasi, berpindah dan ROM. Kekuatan

melakukan pergerakan dini pada sendi lutut otot kaki kiri 2.

pasca internal fiksasi.


Masalah hambatan mobilitas di tempat jam. Kenyataannya saat dilakukan evaluasi,

tidur berhubungan dengan gangguan hambatan mobilitas di tempat tidur klien

muskuloskeletal teratasi sebagian dengan hanya teratasi sebagian dikarenakan skala

kriteria hasil menunjukkan adanya suatu tujuan dari indikator/ kriteria hasil tidak

kemajuan, yaitu : Bergerak dari posisi tercapai sepenuhnya yang dapat disebabkan

berbaring ke posisi duduk. Rencana tindak karena nyeri yang masih dirasakan oleh

lanjut yaitu lanjutkan intervensi dengan klien. Hal ini didukung oleh pendapat

monitor lokasi dan kecenderungan adanya Eldawati (2011) bahwa sebagian pasien

nyeri dan ketidaknyamanan selama pasca operasi fraktur femur belum mampu

pergerakan, bantu pasien mendapatkan melakukan ambulasi dini seperti duduk

posisi tubuh yang optimal untuk pergerakan disamping tempat tidur dengan kaki

sendi pasif maupun aktif, dukung latihan menjuntai, berdiri disamping tempat tidur

ROM aktif, lakukan latihan ROM pasif atau menggunakan alat bantu pergerakan

sesuai indikasi, dukung pasien untuk duduk seperti kruk, kondisi ini disebabkan oleh

di tempat tidur, disamping tempat tidur berbagai faktor yang mempengaruhi

(menjuntai), dukung ambulasi tanpa kemampuan pasien untuk melakukan

memberi beban pada kaki yang sakit. ambulasi seperti rasa sakit setelah operasi

Dalam perencanaan keperawatan yang dan ketakutan untuk melakukan mobilisasi.

disusun oleh penulis, tujuan yang KESIMPULAN

diharapkan yaitu hambatan mobilitas di Dari hasil pengkajian pada kedua klien yang

tempat tidur pasien teratasi dalam 3 x 24 dilakukan asuhan keperawatan bahwa


keduanya memiliki masalah hambatan adanya pemendekan ekstremitas dan krepitus,

mobilitas di tempat tidur, namun dari hasil karena saat pengkajian klien sudah dilakukan

yang didapat kedua klien memiliki keluhan tindakan ORIF. Pada evaluasi, hambatan

yang sama yaitu pada keluhan utama karena mobilitas di tempat tidur klien hanya teratasi

Klien mengatakan sulit menggerakkan kaki sebagian, hal ini dapat terjadi karena proses

penyembuhan fraktur memang membutuhkan


kanannya yang mengalami patah tulang dan
waktu yang cukup lama dan latihan yang harus
klien merasa kesulitan untuk berpindah serta
dilakukan secara teratur.
merubah posisinya sendiri di tempat tidur,

semua aktivitasnya dibantu oleh SARAN

keluarganya, kekuatan otot kanan 1, oedim


Asuhan keperawatan hambatan mobilitas di
disekitar kaki kanan. Menurut analisis yang
tempat tidur pada Post Op Orif fraktur femur
penulis temukan dalam asuhan keperawatan
dapat dijadikan acuan untuk melaksanakan
kepada kedua klien dengan hambatan
tindakan keperawatan di rumah sakit. Bagi
mobilitas di tempat tidur terdapat banyak
pihak rumah sakit disarankan untuk
kesamaan antara teori dengan kondisi riil di
diadakannya SOP latihan ambulasi dini pada
lapangan mulai dari pengkajian sampai
pasien dengan post operasi fraktur femur. Bagi
dengan evaluasi. Namun, walaupun memiliki
perawat diharapkan melakukan pengkajian
banyak kesamaan antara teori dan kondisi riil
secara komperehensif dari biopsikososial
dalam proses keperawatan tetap ditemukan
spiritual agar tercapai asuhan keperawatan
beberapa data yang tidak sesuai dengan teori.
yang maksimal.
Data-data tersebut diantaranya pada

pemeriksaan head to toe tidak ditemukan


DAFTAR PUSTAKA edisi 10. Terjemahan oleh Keliat, B.

A., Heni, D.
Badan Penelitian dan Pengembangan
W., Akemat, P., & M. Arsyad S.
Kemenkes RI. (2013). Laporan hasil
2015. Jakarta: EGC
riset kesehatan dasar (Riskesdas)

Provinsi Jawa Tengah tahun 2013.


Lukman & Ningsih, N. (2009). Asuhan
(online). (http;//www.depkes.go.id,
keperawatan pada klien dengan
diakses 27 Oktober 2017)
gangguan sistem muskuloskeletal.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Jakarta: Salemba Medika

Dochterman, J. M. &Warger, C. M. (2013).


Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L. &

Nursing interventions classification Swanson, E. (2013). Nursing

(NIC). Edisi keenam (Edisi Bahasa outcomes classification (NOC)

Indonesia). Terjemahan oleh pengukuran outcomes kesehatan.

Nurjannah, I. & Roxsana, D. T. Edisi kelima (Edisi bahasa

2016. Yogyakarta: Mocomedia Indonesia). Terjemahan oleh

Nurjannah, I. & Roxsana, D. T.


Helmi, Z. N. (2012). Buku ajar gangguan
2016. Yogyakarta: Mocomedia
muskuloskeletal. Jakarta: Salemba

Medika Muttaqin, A. (2013). Buku saku gangguan

muskuloskeletal: aplikasi pada praktik


Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (Eds).
klinik keperawatan. Jakarta: EGC
(2014). Diagnosa keperawatan

definisi & klasifikasi 2015-2017.


Robinson, J. M & Saputra, L. (2014). Buku

ajar: Visual nursing (medikal-

bedah) Jilid satu. Jakarta: Binarupa

aksara publisher

Wijaya, A. S & Putri, Y. M. (2013). KMB 2:

Keperawatan medikal bedah

(keperawatan dewasa). Yogyakarta:

Nuha medika

Wilkinson, J. M & Ahern, N. R. (2013).

Buku saku diagnosis keperawatan:

Diagnosis NANDA, intervensi NIC,

kriteria hasil NOC Edisi 9. Jakarta:

EGC

World Health Organization. (2016). Post-

crash response: Supporting those

affected by road traffic crashes.

Diakses dari http://www.who.int/

pada tanggal 28 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai