ABSTRAK
Metode Penelitian : Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode studi
kasus dengan pemaparan kasus. Subjek yang digunakan sebanyak dua responden yang
mana setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam. Penelitian ini
dilakukan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada klien post operasi orif
fraktur femur dengan fokus studi hambatan mobilitas di tempat tidur di ruang Seruni
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Hasil : Untuk kedua klien setelah dilakukan tindakan ROM aktif maupun pasif kedua
klien masih dibantu keluarga seperti mandi, berpakaian, eliminasi berpindah dan ROM
kekuatan otot kaki kanan 2.
Pentingnya perawatan post operasi fraktur femur terhadap kedua klien agar melakukan
latihan ROM aktif maupun pasif secara teratur dianjurkan segera pada 48 jam paska
operasi.
Kata kunci : post operasi orif fraktur femur, hambatan mobilitas ditempat tidur,
perawatan post operasi fraktur femur indikasi latihan ROM aktif maupun pasif.
ABSTRAC
Research Methods: The method used in this case study is case study method with
case exposure. Subjects used as many as two respondents which after nursing care
done for 3 x 24 hours. This study was conducted to describe nursing care on post
operative client orif femur fracture with focus of study of mobility barrier in bed in
Seruni RSUD. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Results: For both clients after both active and passive ROM actions both clients are
assisted by families such as bathing, dressing, removal elimination and ROM muscle
strength of right leg 2.
The importance of post operative care of femoral fractures to both clients to perform
active or passive ROM exercises regularly is recommended immediately at 48 hours
postoperatively.
Keywords: post operative orif femur fracture, mobility barriers in bed, postoperative
care of femoral fracture indication of active or passive ROM exercises.
PENDAHULUAN setiap tahunnya ada lebih dari 1,25 juta
Fraktur adalah kondisi diskontinuitas orang meninggal dan lebih dari 50 juta
benturan langsung jika mengenai tulang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
juga dapat diakibatkan oleh adanya (Riskesdas) tahun 2013 proporsi kasus
benturan tidak langsug biasanya terjadi sebanyak 5,8%, di provinsi Jawa Tengah
akibat rotasional (Putri dan Sarifah setidaknya terdapat 6,2% kasus cedera
darah) dan fraktur femur tertutup yang Menurut Gusty dan Armayanti (2014)
pada tahun 2016 menyatakan bahwa segera pada 48 jam paska operasi,
namun masih banyak pasien yang Hambatan mobilitas jika tidak ditangani
melakukan ambulasi setelah empat atau dengan mobilisasi yang benar maka akan
yang merupakan kegiatan penting pada Klien Post Operasi Orif Fraktur Femur
terapi farmakologis saja sedangkan klien post operasi orif fraktur femur
mengatakan sulit menggerakkan kaki pada pengkajian, data subjektif kedua klien
kanannya yang mengalami patah tulang dan didapatkan hasil bahwa klien mengatakan
klien merasa kesulitan untuk berpindah serta sulit menggerakkan kaki kanannya yang
merubah posisinya sendiri di tempat tidur. mengalami patah tulang dan klien merasa
Hal ini sesuai dengan pendapat Lukman dan kesulitan untuk berpindah serta merubah
Ningsih (2013) yang menyatakan bahwa posisinya sendiri di tempat tidur. Hal ini
pada umumnya keluhan utama pada kasus ditandai dengan kedua klien terlihat hanya
fraktur adalah rasa nyeri karena patahan berbaring di tempat tidur dan untuk aktivitas
tulang mengenai serabut saraf, selain itu seperti seperti makan minum, mandi,
juga dapat terjadi gangguan neouvaskuler berpakaian, mobilisasi di tempat tidur dan
yang menimbulkan nyeri gerak sehingga ROM dibantu oleh orang lain, sedangkan
mobilitas fisik terganggu. Hal ini juga sesuai eliminasi dibantu orang lain dan alat, klien
tulang femur menyebabkan hambatan kekuatan otot pada ekstremitas atas dan
mobilitas fisik termasuk salah satunya yaitu ekstremitas bawah tepatnya kaki kiri yaitu
(2012) mendefinisikan fraktur femur adalah keterangan bahwa kekuatan otot penuh
sehingga dapat memberikan dampak untuk kaki kanannya berada di skala 1 yaitu
dirumuskan diagnosa keperawatan pada melatih Range of motion (ROM) aktif dan
kasus ini sesuai dengan diagnosa menurut menggerakkan kaki kanan karena pasien
Wilkinson dan Ahern (2013) bahwa merasakan sakit, sehingga ketika latihan
hambatan mobilitas di tempat tidur adalah harus dibantu. ROM dilakukan untuk
mandiri di atas tempat tidur dari posisi satu tulang, karena bila fragmen tulang
ke posisi yang lain seperti mengubah posisi mendapatkan aliran darah yang baik maka
dari telentang ke duduk, duduk ke telentang, penyembuhan lebih cepat dan tanpa
Tindakan keperawatan yang pertama yaitu berkurangnya aliran darah, maka proses
menentukan level motivasi pasien, tindakan penyembuhan menjadi lama atau berhenti
untuk ambulasi dini pada h+1 post operasi, Tindakan keperawatan keenam adalah
tindakan keperawatan ketiga adalah melatih pasien untuk duduk di tempat tidur
adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama Dalam pelaksanaannya, pasien dapat duduk
pergerakan, tindakan keperawatan keempat dengan mandiri pada h+2 post operasi
adalah memposisikan pasien menjadi posisi namun pasien belum dapat duduk
disamping tempat tidur dengan menjuntai Evaluasi untuk diagnosa hambatan
Menurut Yanty (2010) pasien dengan paska dengan gangguan muskuloskeletal pada
operasi batang femur perlu dilakukan kedua klien dengan Post Op fraktur femur
latihan otot kuadrisep dan gluteal untuk dilakukan setelah tindakan keperawatan
melatih kekuatan otot dan merangsang selama 3 x 24 jam yaitu pada tanggal 05-18
pembentukan kalus karena otot-otot ini April 2018, dengan data subjektif klien
penting untuk ambulasi. Pada kedua klien, mengatakan sudah dapat sedikit
latihan otot kuadrisep dan gluteal dilakukan menggerakkan kaki kanannya dan merubah
dengan duduk menjuntai disamping tempat posisinya di tempat tidur terkadang dengan
tidur. Selain itu, latihan duduk menjuntai bantuan keluarga, hal ini dibuktikan dengan
juga dapat dilakukan untuk mencegah klien dapat merubah posisinya di tempat
Rahmadian dan Erkadius (2013) kontraktur terlentang, dan miring kiri secara mandiri.
adalah hilangnya atau kurang penuhnya Sedangkan untuk miring kanan, duduk
lingkup gerak sendi secara pasif maupun menjuntai di samping tempat tidur dan
sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan Beberapa aktivitas klien masih dibantu
kulit. Namun, risiko kekakuan sendi akan keluarga seperti mandi, berpakaian,
kriteria hasil menunjukkan adanya suatu tujuan dari indikator/ kriteria hasil tidak
kemajuan, yaitu : Bergerak dari posisi tercapai sepenuhnya yang dapat disebabkan
berbaring ke posisi duduk. Rencana tindak karena nyeri yang masih dirasakan oleh
lanjut yaitu lanjutkan intervensi dengan klien. Hal ini didukung oleh pendapat
monitor lokasi dan kecenderungan adanya Eldawati (2011) bahwa sebagian pasien
nyeri dan ketidaknyamanan selama pasca operasi fraktur femur belum mampu
posisi tubuh yang optimal untuk pergerakan disamping tempat tidur dengan kaki
sendi pasif maupun aktif, dukung latihan menjuntai, berdiri disamping tempat tidur
ROM aktif, lakukan latihan ROM pasif atau menggunakan alat bantu pergerakan
sesuai indikasi, dukung pasien untuk duduk seperti kruk, kondisi ini disebabkan oleh
memberi beban pada kaki yang sakit. ambulasi seperti rasa sakit setelah operasi
diharapkan yaitu hambatan mobilitas di Dari hasil pengkajian pada kedua klien yang
mobilitas di tempat tidur, namun dari hasil karena saat pengkajian klien sudah dilakukan
yang didapat kedua klien memiliki keluhan tindakan ORIF. Pada evaluasi, hambatan
yang sama yaitu pada keluhan utama karena mobilitas di tempat tidur klien hanya teratasi
Klien mengatakan sulit menggerakkan kaki sebagian, hal ini dapat terjadi karena proses
A., Heni, D.
Badan Penelitian dan Pengembangan
W., Akemat, P., & M. Arsyad S.
Kemenkes RI. (2013). Laporan hasil
2015. Jakarta: EGC
riset kesehatan dasar (Riskesdas)
aksara publisher
Nuha medika
EGC