DI SUSUN OLEH:
WIWIK HANDAYANI
NIM : 2021 0604 0148
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2014). Fraktur lebih sering
terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan kecelakaan kendaraan
bermotor, sedangkan pada orang tua wanita lebih sering mengalami fraktur dari pada laki –
laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon pada menopouse (Reeves, 2013). Fenomena pada zaman dahulu yang
terjadi di masyarakat orang fraktur atau patah tulang tidak harus dibawa ke rumah sakit
terlebih dahulu, tetapi yang sering kita jumpai di masyarakat fraktur atau patah tulang dibawa
ke sangkal putung. Sehingga fenomena di masyarakat sampai sekarang sering kita jumpai jika
fraktur atau patah tulang sering di bawah ke sangkal putung (Mulyono, 2006, dikutip oleh
Sari, 2013). Walaupun tulang dapat menyatu sendiri, namun jika posisinya tidak diatur, maka
penyatuan tulang dapat menimbulkan dampak negatif seperti gangguan pada saraf berupa
kesemutan sampai gangguan fungsi gerak dan bentuk yang tidak simetris (Habib, 2010)
Fraktur di sebabkan oleh beberapa penyebab seperti adanya trauma tumpul maupun
terbuka, penekanan, penekukan. Manifestasi klinis fraktur yaitu hilangnya fungsi anggota
gerak, nyeri pembengkakan dan deformitas akibat pergeseran fragmen tulang, krepitasi akibat
gesekan antar fragmen satu dengan lainnya, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada
daerah fraktur akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Kehilangan fungsi tubuh
permanen merupakan kondisi yang di takutkan pasien fraktur (Smeltzer, 2010). Rasa nyeri
bisa timbul hampir pada setiap area fraktur, bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang
membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka
morbiditas dan moralitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan
nyeri yang dialami oleh pasien, secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri
yaitu manajemen farmakologi dan non farmakologi dan non farmakologi. Salah satu cara
untuk menurunkan nyeri pada pasien fraktur secara non farmakologi adalah diberikan
kompres dingin pada area nyeri (Potter & Perry, 2013). Komplikasi awal yang muncul
yaitukerusakan arteri, kompartemen syndrom, fat embolism syndrome, infeksi, dan avaskuler
nekrosis serta syok, komplikasi dalam waktu yang lama delayed union, non union, mal union
(Wahid, 2013). Untuk mencegah terjadinya fraktur dapat dilakukan dengan upaya preventif
dengan menghindari terjadinya trauma, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan
aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati,
memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri. Sedangkan upaya
kuratif adalah perawat secara mandiri dapat merawat luka steril setelah dilakukan
pembedahan, mengajarkan manajemen nyeri kepada pasien dan keluarga tentang nyeri yang
dialami oleh pasien akibat teknik pembedahan dengan memberikan penyuluhan tentang
teknik relaksasi nafas dalam, perawat dapat menganjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi
secara bertahap, serta berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat analgesik
untuk menghilangkan nyeri, pemberian terapi obat antibiotik untuk mencegah kelanjutan
terjadinya infeksi, melakukan fiksasi dengan gift atau spalk sebelum pembedahan serta
pemasangan plat dan wire pada saat pembedahan. Pada upaya rehabilitatif, yaitu dengan
memberikah Health Education ( pendidikan kesehatan ) tentang pencegahan infeksi lebih
lanjut dengan pemberian antibiotik dan rawat luka steril setelah dilakukan pembedahan,
menganjurkan untuk kontrol secara rutin untuk melihat perkembangan tulang setelah
pembedahan, menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dan
kalsium untuk mempercepat regenerasi tulang,menganjurkan pasien untuk mengikuti progam
olahraga (di bawahbimbingan seorang terapis atau dokter) serta latihan dalam air untuk
mengurangi beban kerja otot, serta memotivasi pasien untuk melakukan mobilisasi dini secara
bertahap (Asmadi, 2008).
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan melakukan
kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan post operative closed fracture
femure dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana asuhan keperawatan
pada Tn.K dengan diagnosa medis post operative closed fracture femure sinistra di Ruang
Bedah RSUD Wamena.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Tn.K dengan diagnose medis post
operative closed fracture femure sinistra di Ruang Bedah RSUD Wamena.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji pasien Tn.K diagnose medis post operative closed fracture femure
sinistra di Ruang Bedah RSUD Wamena.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.K dengan diagnose medis post
operative closed fracture femure sinistra di Ruang Bedah RSUD Wamena.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada Tn.K dengan diagnose medis post
operative closed fracture femure sinistra di Ruang Bedah RSUD Wamena.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. K dengan diagnose post operative
closed fracture femure sinistra di Ruang Bedah RSUD Wamena.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Tn.K dengan diagnose medis post
operative closed fracture femure sinistra di Ruang Bedah RSUD Wamena.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.K dengan diagnosa medis post
operative closed fracture femure sinistra di Ruang Bedah RSUD Wamena.
D. Manfaat
Terkait dengan tujuan maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Akademis, hasil studi kasus ini merupakan sumbangan sebagai ilmu pengetahuan
khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada pasien post operative closed fracture
femure.
2. Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi :
a. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di RS agar dapat
melakukan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa post operative closed fracture
femure dengan baik.
b. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peniliti berikutnya, yang
akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada klien dengan post
operative closed fracture femure.
c. Bagi profesi kesehatan
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang
kebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien post operative closed fracture
femure.
E. Metode Penulisan
1. Metode Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa atau
gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi kepustakaan yang
mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses
keperawatan dengan langkah-langkah pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
2. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Data diambil/diperoleh melalui percakapan baik dengan klien, keluarga, maupun tim
kesehatan lain.
b. Observasi
Data yang diambil melalui pengamatan pada klien.
c. Pemeriksaan
Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang menegakkan
diagnosa dan penanganan selanjutnya.
d. Sumber Data
1) Data primer Data primer adalah data yang di peroleh dari klien.
2) Data sekunderData sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang
terdekat klien, catatan medis perawat, hasil-hasil pemeriksaan dan tim kesehatan
lain.
e. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul
studi kasus dan masalah yang di bahas.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
1. Pengertian Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2014). Fraktur
adalah patahnya kontinuitas yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan
yang diberikan kepadanya (Doenges, 2010).
Fraktur menurut Smeltzer (2013) adalah terputusnya kontiunitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis nya.
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patah pada tulang yang
utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan
luasnya trauma (Lukman dan Ningsih, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan kontraksi
otot ekstrem. Saat tulang patah, jaringan disekitar akan terpengaruh, yang dapat
mengakibatkan edema pada jaringan lunak, dislokasi sendi, kerusakan saraf. Organ tubuh
dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen
tulang (Brunner & Suddart, 2013).
Fraktur ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi
ekstremitas atas (tangan, pergelangan tangan, lengan, siku, lengan atas dan bahu) dan
ekstremitas bawah (pinggul, paha, lutut, kaki bagian bawah, pergelangan kaki) (UT
Southwestern Medical Center, 2016).
2. Etiologi
Menurut Doenges 2010, etiologi fraktur antara lain :
a. Trauma langsung, yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
rudapaksa misalnya benturan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
b. Trauma tak langsung, yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.
c. Fraktur patologik, stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,
peradangan, neuplastik dan metabolik)
Menurut Sjamsuhidayat ( 2010) penyebab fraktur adalah
a. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh dengan
posisi miring dimana daerahb. Zona Statis trokhater mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan)
b. Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya
jatuh terpeleset di kamar mandi
c. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri
sudah rapuh atau underlying eases atau fraktur patologis
Menurut Wahid (2013), penyebab fraktur meliputi :
a. Kekerasan Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
b. Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya dan penarikan.
3. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut (Wahid, 2013) adalah:
a. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1) Fraktur komplit,
bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktur inkomplit,
bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hairline fracture/stress fracture adalah salah satu jenis fraktur tidak
lengkap pada tulang. Hal ini disebabkan oleh ‘stres yang tidak biasa atau
berulang-ulang’ dan juga karena berat badan terus menerus pada
pergelangan kaki atau kaki.
b) Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
c) Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
b. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
5) Fraktur avulsi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain
c. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak pada
tulang yang sama.
d. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur displace (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang juga disebut
lokasi fragmen.
e. Berdasarkan posisi fraktur.
Sebatang tulang terbagi menjadi 3 bagian yaitu 1/3 proksimal, 1/3 medial, dan 1/3
dista
f. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Fraktur terbuka (open/Compound), bila terdapat hubungan antar hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2) Fraktur tertutup (closed), dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
4. Patofisiologi
Fraktur adalah gangguan pada tulang yang disebabkan oleh trauma langsung, tidak
langsung, kontraksi otot dan kondisi patologis. Pergeseran fragmen tulang akibat fraktur
dapat menimbulkan nyeri akut. Hal ini juga dapat menyebabkan tekanan pada sumsum
tulang lebih tinggi dari kapiler lalu melepaskan katekolamin yang dapat mengakibatkan
metabolisme asam lemak yang menyebabkan emboli dan penyumbatan pembuluh darah.
Spasme otot dapat meningkatkan tekanan kapiler lalu menyebabkan protein plasma hilang
karena pelepasan histamine yang akhirnya menyebabkan edema. Pergeseran fragmen
tulang mengakibatkan gangguan fungsi ekstremitas. Laserasi kulit dapat menyebabkan
infeksi, putusnya arteri atau vena saat terjadi fraktur dapat menyebabkan kehilangan
volume cairan (perdarahan) yang berakibat terjadi syok hipovolemik.
Proses pemulihan fraktur menurut Muttaqin, (2008) meliputi:
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setalah luka dan berakhir 3-4 hari, dua proses utama
yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis (penghentian perdarahan) terjadi akibat
fase kontriksi pembuluh darah besar didaerah luka dan fagositosis merupakan
perpindahan sel, leokosit ke daerah interestisial.
b. Fase Polifrasi
Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteum sekitar lokasi
fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif tumbuh kearahfragmen tulang dan
juga terjadi di jaringan sumsum tulang. Fase ini terjadi setelah hari ke-2 pasca
fraktur.
c. Fase Pembentukan Kallus
Pada fase ini pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
dihubungkan dengan jaringan fibrus. Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
d. Fase Konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini terjadi pada minggu ke 3-
10 setelah fraktur.
e. Fase Remodeling
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan
osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kallus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan kallus bagian dalam
akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum
Pathway
FRAKTUR
Adanya tindakan
pembedahan
Kelemahan anggota
Resiko infeksi gerak
Defisit
Gangguan perawatan diri
intergritas kulit
dan jaringan
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada klien fraktur menurut Nanda, ( 2015) yaitu:
a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
b. Nyeri pembengkakan
c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas)
d. Jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua
e. Penganiayaan
f. Tertimpa benda berat
g. Kecelakaan kerja
h. Trauma olah raga
i. Gangguan fungsio anggota gerak
j. Deformitas
k. Kelainan gerak keluar
l. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
6. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fliraktur meliputi :
a. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas
rangka
b. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang
digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku .
c. Retensi (Imobilisasi)
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna mempertahankan dan
mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasiharus dipertahankan
sesuai kebutuhan. Pengembalian secara bertahap pada aktivitas semula diusahakan
untuk sesuai batasan. Fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal (NANDA,
2015).
7. Komplikasi
a. Komplikasi menurut Suratun, ( 2008 ) awal fraktur meliputi:
1) Syok
2) Emboli lemak
3) Sindrom kompartemen
4) Infeksi dan trombo emboliK
5) oagulopati intravascular diseminata
6) Malunion/non union
7) Delayed union
8) Nekrosis avascular tulang
9) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
b. Komplikasi fraktur menurut Arif Muttaqin (2008) dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Komplikasi Awal
a) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi ini biasanya terjadi
pada fraktur.
b) Emboli Lemak
Emboli lemak adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur.
Emboli lemak terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
tachypnea, demam.
c) Compartement Syndrome
Compartement Syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringanparut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
d) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi ,tromboemboli dan koagulopati
intravaskuler.
2. Komplikasi Dalam Jangka Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
BAB II
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn. K Diagnosa Medis : Post Operative Closed
No.RM : 16.13.11 fracture femure (S)
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tgl.MRS : 1/11/ 2022
Tgl.Pengkajian : 3/11/ 2022
Alamat/ telp. : Sinakma
Status Pernikahan : Kawin
Agama : Kristen
Suku : Dani
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Petani
Lama Bekerja : 7 tahun
Sumber Informasi : Istri
Nama Keluarga Dekat Yang dapat dihubungi : Tn.BP
Alamat/ telp. :-
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
2. KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Nyeri di kaki kiri
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan kaki kirinya patah karena jatuh dari motor dan nyeri
saat di gerakkan
5. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :
Genogram :
Ket :
: Meninggal
: Perempuan
: Laki - laki
: Pasien
: Tinggal serumah
8. POLA ELIMINASI
NO Kriteria SMRS MRS
1. Buang Air Besar (BAB) :
Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari
Konsistensi feces Lembek Lembek
Warna Kuning Kuning
Bau Khas Khas
Kesulitan BAB Tidak ada Posisi BAB susah
Upaya mengatasi Tidak ada Menggunakan pispot
9. POLA TIDUR-ISTIRAHAT
NO Kriteria SMRS MRS
1 Tidur siang 2 Jam/ sehari 1 Jam/ hari
Nyaman setelah tidur Tidak nyaman setelah tidur karena nyeri
2 Tidur malam 8 Jam/ sehari 6 Jam/ hari
Nyaman setelah tidur Tidak nyaman setelah tidur karena nyeri
3 Kebiasaan Ada Ada
sebelum tidur Ket : Bedoa dan denerin radio Ket : Berdoa
4 Kesulitan Tidak ada Ada
tidur Ket : karena kaki kanan terasa nyeri
5 Upaya Tidak ada Mengatur posisi dan relaksasi
mengatasi
2. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum: Lemah
a. Kesadaran: Compos mentis
b. GCS : 15
c. TTV : - TD : 110/ 70 mmHg
- ND : 94 x/ menit
- SB : 37,8 oC
- RR : 24 x/ menit
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hasil RO:
Fraktur 1/3 proksimal os femur dextra disertai soft tissue swilling di sekitarnya
- Laboratorium
1. Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 14,5 5,00-10,0 10ˆ3/ul
RBC 4,94 4,00-6,00 10ˆ6/ul
HGB 14,5 13,0-16,0 Gr/dl
HCT 42,2 37,0-48,0 %
MCV 85,4 80,0-97,0 fL
MCH 29,4 26,5-33,5 Pg
MCHC 34,4 31,5-35,0 gr/dl
PLT 342 150-400 10ˆ3/ul
RDW-CV 13,1 10,0-15,0
PDW 8,9 10,0-18,0 fL
MPV 8,9 6,50-11,0 fL
PCT 0,39 0,15-0,50 %
NEUT 4,15 52,0-75,0 %
LYMPH 42,8 20,0-40,0 %
MONO 1,32 2,00-8,00 10ˆ3/ul
EO 0,27 1,99-3,00 10ˆ3/ul
BASO 0,04 0,00-0,10 10ˆ3/ul
DO :
Pergeseran fragmen
1. Tampak ada luka bekas
tulang
operasi di kaki kiri
2. Tampak terpasang infus RL
Nyeri dipresepsikan
di tangan kiri
3. Expresi wajah tegang
Nyeri akut
4. Pasien tampak meringis
kesakitan dengan skala nyeri
7
5. TTV:
1. TD:110/70 mm/Hg
2. ND : 94 x/ menit
3. SB: 37,8oC
4. RR: 24 x/ menit
DO :
1. Ku lemah
2. Pasien tampak hanya baring-
baring di atas tempat tidur
3. Tampak verban di kaki kiri
karena luka bekas operasi
4. Terpasang infus RL di tangan
kiri
5. Pasien tampak di bantu oleh
keluarganya saat beraktifitas
6. TTV:
5. TD: 110/70 mm/Hg
6. ND: 94 x/ menit
7. RR: 24 x/ menit
7. Kekuatan otot kaki kanan 3
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) ditandai dengan adanya nyeri pada luka
bekas operasi
2. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal ditandai dengan terpasangnya verban
pada luka bekas operasi dan untuk pemenuhan kebutuhan dibantu keluarga
3. Resiko infeksib/ Efek prosedur invasive ditandai tampak adanya luka post operasi di kaki kiri
NURSING CARE PLAN
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
2 Jumat, 4 Gangguan mobilitas 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan S :
November 2022 fisik b/d gangguan fisik laiannya 1. Klien mengatakan belumbisa beraktifitas normal seperti
muskuloskeletal 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan biasanya
ambulasi 2. Klien mengatakan dalam memenuhi kebutuhan masih
3. Memonitor kondisi umum selama dibantu oleh keluarganaya
melakukan mobilisasi O:
4. Memberikan alat bantu untuk mobilisasi 1. KU baik
(mis. pagar tempat tidur, kursi) 2. Tampak ada luka bekas operasi yang terbungkus verban
5. Melibatkan keluarga untuk membantu pada kaki kiri
pasien dalam meningkatkan pergerakan 3. Terdapat pagar tempat tidur dan kursi
6. Menganjurkan mobilisasi secara dini 4. Terpasang infus di tangan kiri
7. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang 5. Kekuatan otot pada ektremitas kiri bawah 5
harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, 6. Tampak dalam memenuhi kebutuhannya dibantu oleh
duduk di sisi temapt tidur, pindah dari keluarganya
tempat tidur ke kursi) 7. Klien tampak mengikuti perintah yang diberikan oleh
perawat dalam melakukan Latihan ROM
A:
Masalah Belum Teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
3 Jumat, 4 Resiko infeksi b/ d 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi local S :
November 2022 Efek prosedur dan sistemik 1. Pasien mengatakan ada luka bekas operasi pada kaki
invasive 2. Membatasi jumlah pengunjung kiri masih basah
3. Memberikan perawatan kulit pada area yang 2. Klien mengatakan hari ini hari k-2 operasi
luka/ oedema O:
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah 1. KU baik
kontak dengan pasien dan lingkungan 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien pasien dan lingkungan pasien
5. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien 3. Luka bekas operasi masih tampak basah
beresiko tinggi 4. Keluarga pasien tidak banyak berkunjung
6. Meningkatkan asupan nutrisi 5. Pasien menghabiskan diet yang diberikan
7. Meningkatkan asupan cairan 6. Pasien minum banyak
8. Memberiakn terapi antibiotic dan 7. Terapi injeksi yang diberikan
antiinflamasi
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Injeksi Dexametasone 1 amp/ 8 jam
- Infus Metronidazole 1 fl/ 8 jam
A:
Masalah teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
No Hari/ Tanggal Diagnosa Kep Implementasi Evaluasi
Jam
1 Sabtu, 5 Nyeri akut b/d agen 1. Mengidentifikasi skala nyeri S:
November 2022 pencedera fisik (luka 2. Mengidentiikasi respon nyeri non verbal 1. Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang saat kaki kiri
operasi) 3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat digerakkan
dan memperingan nyeri O:
4. Memonitor keberhasilan terapi komplementer 1. KU membaik
yang sudah diberikan 2. Skala nyeri 5
5. Memonitor penggunaan efek samping 3. Infus masih terpasang di tangan kiri
penggunaan analgetic 4. Ekspresi wajah rileks dan terlihat sedikit meringis saat
6. Memberikaan analgetik muncul nyeri
5. Terapi injeksi Ketorolac 3 x 1 ampul
6. TTV :
- TD:110/80 mm/Hg
- ND: 88 x/ menit
- SB: 37,0oC
- RR: 20 x/menit
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
2 Sabtu, 5 Gangguan mobilitas 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan S :
November 2022 fisik b/d gangguan fisik laiannya 1. Pasien mengatakan kaki kiri sudah bisa digerkkan
muskuloskeletal 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan sedikit-sedikit
ambulasi 2. Pasien mengatakan masih belum bisa beraktifitas normal
3. Memonitor kondisi umum selama melakukan seperti biasanya
mobilisasi 3. Pasien mengatakan sudah bisa memenuhi kebutuhannya
4. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dengan sebagian dibantu keluarganya
dalam meningkatkan pergerakan O:
5. Memonitor mobilisasi sederhana yang harus 1. Tampak ada luka bekas operasi yang terbungkus verban
dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk pada paha kiri
di sisi temapt tidur, pindah dari tempat tidur 2. Infus masih terpasang di tangan kiri
ke kursi) 3. Kekuatan otot pada ektremitas kiri bawah 4
4. Tampak tampak bisa memenuhi kebutuhannya dengan
sebagian kecil dibantu keluarganya
5. Klien tampak mengikuti perintah yang diberikan oleh
perawat dalam melakukan Latihan ROM
A:
Masalah Teratasi Sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
3 Sabtu, 5 Resiko infeksi b/ d 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi local dan S :
November 2022 Efek prosedur sistemik 1. Pasienmengatakan ada luka bekas operasi pada kaki kiri
invasive 2. Memberikan perawatan kulit pada area yang masih terlihat agak basah
oedema O:
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak 1. KU membaik
dengan pasien dan lingkungan pasien 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
4. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien pasien dan lingkungan pasien
beresiko tinggi 3. Luka masih tampak agak basah
5. Meningkatkan asupan nutrisi 4. Pasien menghabiskan diet yang diberikan
6. Meningkatkan asupan cairan 5. Pasien minum banyak
7. Memberikan terapi injeksi antibiotic dan anti 6. Terapi injeksi yang diberikan
inflamasi - Injeksi Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Injeksi Dexametasone 1 amp/ 8 jam
- Infus Metronidazole 1 fl/ 8 jam
A:
Masalah Teratasi Sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
PERENCANAAN PULANG
1. Tujuan Pulang : ke rumah / tidak ada tujuan / lainnya,
2. Transportasi pulang : mobil/ ambulan / taksi / lainnya
3. Dukungan keluarga : ada / tidak ada , ket
4. Antisipasi biaya setelah pulang : ada / tidak ada , ket
5. Antisipasi perawatan setelah pulang : Ya / tidak , ket
Rawat jalan ke : ………………………………………………… Frekuensi :
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah :
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
………………………DI……………………………………………………………………
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tgl MRS :
No Reg : Tgl Pengkajian :
Jenis kelamin : Alamat :
Umur : Diagnosa Medis :
II. DATA FOKUS
Data Subyektif (Keluhan Pasien) :
Data Obyektif :
IV. PLANNING
V. IMPLEMENTASI
VI. EVALUASI