Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Dalam bab ini penulis akan membahas secara singkat kesenjangan

yang terdapat pada landasan teoritis pada BAB II dan pada pengamatan kasus

kepada Tn. H dengan Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal :

Post Operasi atas Indikasi Fraktur Metatarsal III, IV, V Pedis Dextra di Unit St.

Boromeus RSU. St. Antonius. Setelah penulis melakukan proses keperawatan

selama 2 hari, pada tanggal 30 Maret 2009 sampai dengan 31 Maret 2009.

Ruang lingkup pembahasan kasus ini dilakukan melalui pendekatan

proses keperawatan yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi

keperawatan.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang

memandang manusia sebagai makhluk yang utuh terdiri dari bio, psiko,

sosial, spiritual sesuai dengan konsep keperawatan yang memandang

manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam melaksanakan pengkajian untuk memperoleh data, penulis

mengkaji status kesehatan pasien sebelum sakit dan sesudah sakit. Adapun

sumber yang diperoleh penulis dengan cara wawancara dengan pasien dan

1
keluarga, melakukan observasi dan pemeriksaan fisik langsung kepada

pasien. Selain itu juga penulis mendapat data dari perawat di ruangan dan

dokter yang merawat serta mempelajari catatan medik dan catatan perawatan.

Disini penulis berusaha selalu menciptakan hubungan saling percaya

dan akrab sehingga penulis tidak mengalami hambatan dalam pengkajian

status tersebut. Pengkajian mengacu pada tinjauan teoritis dan disesuaikan

dengan kondisi klien yang nyata yang dialami pasien.

Berdasarkan landasan teori, tanda dan gejala fraktur adalah : nyeri,

karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat

menyebabkan penekanan sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.

Inspeksi : bengkak atau penumpukan cairan yang disebabkan oleh kerusakan

pembuluh darah deformitas (perubahan struktur dan bentuk tulang). Palpasi :

nyeri tekan, nyeri sumbu, krepitasi (dapat dirasakan atau didengarkan bila di

gerakkan), gerakan : aktif (tidak bisa : functionlaesa) pasif (gerakan

abnormal), perubahan warna kulit : pucat, ruam, cyanosis, parastesia

(kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana

saraf ini dapat terjepit dan terputus oleh fragmen tulang). Sedangkan pada

pengamatan kasus pada Tn. H ditemukan tanda dan gejala yaitu : pasien

mengalami nyeri pada punggung kaki kanan dan bertambah nyeri apabila di

gerakkan, skala nyeri 2 – 3, terdapat luka pada punggung kaki kanan ditutupi

verban dan tampak gips di kaki kanan. Pasien belum mengerti cara perawatan

luka pada kaki dan penggunaan alat medik (gips).

2
Dilihat dari pengkajian secara teoritis dan dari pengamatan langsung

ke pasien data yang didapat tidak jauh berbeda, karena fraktur merupakan

suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya trauma langsung maupun tidak

langsung ataupun keadaan patologik seperti osteoporosis, infeksi tulang

keganasan dan keadaan malnutrisi menurunnya kadar Ca, F, K dan Vitamin

D. Selama pengumpulan data, penulis tidak menemukan kesulitan yang

berarti karena informasi yang diperlukan dapat penulis kumpulkan dari

pasien, keluarga dan data medik pasien.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan tinjauan teoritis diagnosa keperawatan yang sering

muncul pada pasien dengan fraktur Metatarsal dengan Tindakan Open

Reduksi Internal Fiksasi adalah sebagai berikut adalah :

1. Resiko tinggi terhadap trauma yang berhubungan dengan kehilangan

integritas tulang (fraktur).

2. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera, cedera pada jaringan lunak, alat traksi/mobilisasi, stress,

ansietas.

3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer yang berhubungan

dengan penurunan/ interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung,

endema berlebihan, pembentukan thrombus, hipovolemia.

3
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan

dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran

alveola / kapiler, interstisial, edema paru, kongesti.

5. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler; nyeri/ketidaknyamanan; therapy restritif (mobilisasi

tungkai).

6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan yang

berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur, bedah perbaikan, pemasangan

traksi pen, kawat, sekrup, imobilisasi fisik.

7. Resiko tinggi terhadapa infeksi yang berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan

lingkungan, traksi tulang.

8. Kurang pembelajaran mengenai kondisi dan pengobatan yang

berhubungan dengan kurangnya informasi

Sedangkan dari pengamatan kasus secara langsung pada Tn. H dengan

Gangguan Muskuloskletal : Fraktur Metatarsal III, IV, V Pedis Dextra,

penulis merumuskan empat diagnosa keperawatan

1. Nyeri yang berhubungan dengan kerusakan kontinuitas tulang

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan

kontinuitas tulang

3. resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak.

4
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan pembelajaran) tentang perawatan luka

operasi dan penggunaan alat medik (Gips) yang berhubungan dengan

kurang informasi

Dalam Konsep Dasar Keperawatan secara teoritis terdapat beberapa

diagnosa keperawatan yang tidak diangkat, karena selama penulis melakukan

pengkajian tidak didapatkan data yang bisa menegakkan diagnosa

keperawatan tersebut dan pada saat penulis melakukan pengkajian pasien

sudah menjalani operasi hari ke empat.

Adapun diagnosa keperawatan tersebut adalah :

1. Resiko tinggi terhadap trauma yang berhubungan dengan kehilangan

integritas tulang (fraktur).

2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer yang

berhubungan dengan penurunan/ interupsi aliran darah, cedera vaskuler

langsung, endema berlebihan, pembentukan thrombus, hipovolemia.

3. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan

dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran

alveola / kapiler, interstisial, edema paru, kongesti.

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan yang

berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur, bedah perbaikan,

pemasangan traksi pen, kawat, sekrup, imobilisasi fisik.

Faktor penunjang menegakkan diagnosa yang sangat berarti bagi

penulis yaitu adanya kerjasama yang baik antara penulis dengan pasien serta

5
keluarga pasien, sehingga semua pertanyaan yang diajukan penulis dapat

dijawab dengan baik oleh pasien.

C. Perencanaan Keperawatan

Rencana Keperawatan yang diberikan pada Tn. H. Disusun

berdasarkan prioritas masalah. Rencana keperawatan ini juga disesuaikan

dengan kondisi pasien dan apa tindakan yang dibutuhkan pasien pada saat

menjalani perawatan. Pada kasus Tn. H dengan Gangguan Sistem

Muskuloskletal : Post Operasi Open Reduksi Internal Fiksasi atas indikasi

Fraktur Metatarsal III, IV, V Pedis dextra perencanaan dibuat pada dasarnya

untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul pada pasien seperti : Nyeri

yang berhubungan dengan kerusakan kontinuitas tulang, kerusakan mobilitas

fisik yang berhubungan dengan kerusakan kontinuitas tulang, resiko tinggi

infeksi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak, Kurang

pengetahuan (kebutuhan pembelajaran) tentang perawatan luka operasi dan

penggunaan alat medik (Gips).

Dalam menyusun rencana tindakan penulis tidak menemukan

hambatan yang berarti karena didukung oleh literatur yang cukup selain itu

penulis merencanakan beberapa tindakan melibatkan beberapa tim kesehatan

lain dan keterlibatan anggota keluarga.

6
D. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi keperawatan sebagai tahapan pelaksaaan intervensi

nyata untuk membantu klien dalam mencegah, mengurangi dan

menghilangkan dampak atau respon yang ditimbulkan oleh masalah

kesehatan. Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan

berdasarkan rencana yang sudah dibuat yang bertujuan untuk merubah dan

menghilangkan suatu masalah keperawatan.

Dalam memberikan tindakan keperawatan penulis bekerja sama dengan

perawat ruangan, karena penulis dibatasi waktu hanya dinas pagi, sehingga

kelanjutan perkembangan serta tindakan keperawatan pada Tn. H. dilakukan

pada sore dan malam hari oleh perawat ruangan.

Pada tahap implementasi ini, penulis berusaha untuk melaksanakan

berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat. Dalam hal ini penulis

sebagai anggota tim kesehatan bekerja sama dengan tim kesehatan lain agar

asuhan keperawatan yang diberikan dapat maksimal.

Implementasi untuk masalah keperawatan pertama sampai keempat

dilakukan dari tanggal 30 Maret 2009 sampai dengan tanggal 31 Maret 2009,

penulis tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam melaksanakan

implementasi keperawatan. Hal ini dikarenakan adanya fasilitas yang cukup

pada unit keperawatan serta kerja sama yang baik dengan perawat ruangan

dan keluarga pasien.

7
E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang

dilakukan. Evaluasi merupakan umpan balik dari asuhan keperawatan yang

dilakukan pada Tn. H dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal : Post

Operasi Open Reduksi Internal Fiksasi atas indikasi Fraktur Metatarsal III,

IV, V Pedis Dextra.

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan didapatkan bahwa keempat

masalah keperawatan yang ada pada Tn. H teratasi semua ditandai dengan

Pasien mengatakan sudah tidak ada nyeri lagi pada punggung kaki kanan,

pasien sudah mobilisasi secara bertahap dengan kursi roda dan jalan disekitar

tempat tidur. Keadaan luka baik, tampak kering dan tidak terlihat adanya

tanda-tanda infeksi. Pasien juga memahami cara perawatan luka di rumah

dan cara penggunaan alat bantu (Gips). Hal ini dikarenakan pada saat penulis

melakukan pengkajian pasien, sudah menjalani operasi hari ke empat dan

tanggal 31 Maret 2009 pasien diperbolehkan oleh dr. Gede untuk rawat jalan

dan dilanjutkan untuk kontrol ke praktek tanggal 3 April 2009 untuk ganti

verban dan cabut benang.

8
BAB V

PENUTUP

Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan

keperawatan secara langsung pada Tn. H dengan gangguan sistem

muskuloskeletal di Ruangan Santo Boromeus RSU. St. Antonius Pontianak,

penulis dapat menarik kesimpulan dan mengusulkan beberapa saran yang

mungkin berguna dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

kasus – kasus fraktur.

A. Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang dan terputusnya kontinuitas jaringan

tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Arief

Mansjoer, 2008 : 346). Fraktur Metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada

tulang Metatarsal akibat jatuh ataupun trauma. (Brunner & Suddarth, 2002 :

2372).

Sedangkan pada pasien Tn. H mengalami fraktur Derajat III, yaitu

patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, otot,

kulit dan sistem neuromuskuler, luas luka biasanya sekitar 6 – 8 cm dengan

penyebab energi yang besar dan patah tulangnya mempunyai fragmen yang

besar.

9
Tanda dan gejala yang dapat timbul menurut teori yaitu : nyeri, karena

kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat, Inspeksi :

bengkak atau penumpukan cairan, Palpasi : nyeri tekan, nyeri sumbu,

krepitasi, Gerakan : aktif, pasif, Perubahan warna kulit, Parastesia.

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan selama 2 hari pada Tn. H

dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal : Post Operasi Open Reduksi

Internal Fiksasi atas indikasi Fraktur Metatarsal III, IV, V Pedis Dextra , maka

penulis dapat menyimpulkan bahwa pasien yang dirawat mengalami

kemajuan kesehatan. Sebab pada saat dilakukan evaluasi masalah nyeri,

kerusakan mobilitas fisik, resiko tinggi infeksi, kurang pengetahuan teratasi

semua. Pada tanggal 31 Maret 2009 dan pasien sudah diperbolehkan rawat

jalan. Dengan alasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Asuhan

Keperawatan yang diberikan pada pasien berhasil.

B. Saran

Berdasarkan pengalaman penulis selama praktek di Rumah Sakit

Santo Antonius Pontianak sudah terdapat keselarasan antara teori dan

praktek, terutama pada proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien

dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal : Post Operasi Open Reduksi

Internal Fiksasi atas indikasi Fraktur Metatarsal III, IV, V Pedis Dextra. Hal

diatas terus berkesinambungan, maka penulis menyarankan :

10
1. Untuk Tim Kesehatan : agar kerjasama antara tim kesehatan selalu dibina

karena dengan adanya kerjasama maka asuhan keperawatan dapat

diberikan secara optimal kepada pasien.

2. Untuk Perawat Rumah Sakit umum Santo Antonius, khususnya perawat di

Ruang Santo Boromeus : diharapkan untuk terus meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan perawatan pasien dengan fraktur serta

selalu menjalankan setiap intervensi yang ada.

3. Untuk Institusi Rumah Sakit umum Santo Antonius : diharapkan dari

pihak rumah sakit untuk bisa menambah tenaga kerja terlatih di ruang

perawatan bedah agar sesuai dengan standar jumlah pasien sehingga

proses keperawatan dapat berjalan dengan baik.

4. Untuk Institusi pendidikan Akademi Keperawatan Dharma Insan :

diharapkan untuk menambah perbendaharaan literatur berupa buku-buku

terbaru untuk menunjang mahasiswa dalam proses belajar dan pembuatan

asuhan keperawatan.

5. Untuk pasien : diharapkan dapat bekerja sama dengan perawat dalam hal

proses keperawatan sehingga bisa mempercepat proses penyembuhan dan

setelah sembuh dan pulang lebih berhati-hati dan menjaga keselamatan

dirinya sehingga bisa terhindar dari kejadian kecelakaan baik kecelakaan

kerja, kecelakaan lalulintas dan sebagainya.

11

Anda mungkin juga menyukai