Anda di halaman 1dari 16

MODUL PELATIHAN

PERENCANAAN TENAGA
KESEHATAN DI DAERAH

OLEH:

GUNAWAN SETIADI

DEPARTEMEN KESEHATAN
JAKARTA
2001
PENDAHULUAN

Tenaga kesehatan mempunyai peranan sentral dalam pembangunan kesehatan.


Tanpa tersedianya tenaga kesehatan dalam jumlah, jenis yang memadai serta tersebar
secara merata, maka pembangunan tenaga kesehatan tidak akan dapat menghasilkan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara optimal.
Dengan adanya kebijakan desentralisasi , termasuk didalamnya desentralisasi
di bidang kesehatan, maka fungsi perencanaan tenaga kesehatan bagi daerah tersebut
juga menjadi tanggung jawab daerah itu sendiri. Oleh karena itu, dengan adanya
desentralisasi di bidang kesehatan, pejabat di kabupaten dan propinsi perlu menguasai
kemampuan atau kompetensi dalam membuat perencanaan tenaga kesehatan.
Modul Pelatihan Perencanaan Tenaga Kesehatan ini merupakan adaptasi dari
modul yang dikembangkan oleh WHO. Meskipun modul dan software yang
dikembangkan oleh WHO tersebut belum final, namun mengingat urgansi dan
kepentingannya bagi daerah, maka modul tersebut sengaja dicoba untuk diterapkan di
kabupaten dan propinsi di Indonesia.
Modul yang dikembangkan oleh WHO ini adalah “state of the art” atau “best
practice” yang ada di dunia. Perencanaan tenaga kesehatan tersebut tentu tidak
sederhana, meskipun juga bukan sulit untuk dikuasai. Asalkan memahami dasar dasar
pemahaman komputer serta tersedia perangkat kerasnya, kemampuan perencanaan
tenaga kesehatan akan dapat dikuasai dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Tujuan Pelatihan

Setelah mempelajari keseluruhan modul pelatihan Perencanaan Tenaga Kesehatan ini,


peserta mampu melaksanakan perencanaan kebutuhan dan penyediaan tenaga
kesehatan di daerah dengan memakai metode perencanaan kebutuhan tenaga
kesehatan propinsi atau kabupaten serta metode perencanaan kebutuhan tenaga di
rumah sakit.

Setelah mempelajari modul ini peserta akan mampu :


a. menjelaskan beberapa metode perencanaan kebutuhan tenaga
b. melakukan penghitungan proyeksi kebutuhan tenaga kesehatan di propinsi dan
atau kabupaten
c. melakukan penghitungan kebutuhan tenaga kesehatan di rumah sakit.

Subyek Pelatihan

Para pejabat structural dan atau fungsional yang bertanggung jawab terhadap
perencanaan tenaga kesehatan di daerah, baik di propinsi maupun di kabupaten serta
di rumah sakit. Kemampuan perencanaan tenaga kesehatan perlu pula dipunyai oleh
pejabat dari instansi terkait di daerah seperti Badan Kepegawaian Daerah atau Biro
Kepegawaian Daerah.

Pokok Bahasan:
Modul pelatihan terdiri dari

1. Modul Pengantar Perencanaan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga


Kesehatan
2. Modul Proyeksi Penyediaan dan Kebutuhan Tenaga Kesehatan
Regional (Propinsi atau Kabupaten)
3. Modul Perencanaan Kebutuhan Tenaga di Rumah Sakit.

Metode:
Metode yang dipakai dalam pelatihan ini adalah :

a. Ceramah dan tanya jawab


b. Demonstrasi penggunaan software Proyeksi Penyediaan dan Kebutuhan
Tenaga
c. Penugasan (exercise)
Tata Ruang:
Tata ruang yang diperlukan dalam pelatihan ini adalah

a. Untuk ceramah dan 4anya jawab dilaksanakan di dalam kelas dengan susunan
tempat duduk berbentuk U atau tapal kuda.
b. Untuk demonstrasi software dilaksanakan di laboratorium komputer atau di kelas
c. Untuk penugasan penghitungan kebutuhan tenaga di laksanakan di laboratorium
komputer atau ruang kelas yang dilengkapi dengan peralatan komputer.

Alat Bantu :
Alat Bantu pelatihan yang diperlukan bagi keseluruhan pelatihan ini adalah

a. Overhead projector (OHP)


b. Komputer
c. Proyektor LCD

Proses Pembelajaran

No URAIAN PERAN PERAN ALAT


KEGIATAN FASILITATOR PESERTA BANTU
BELAJAR
1 Membahas berbagai Menjelaskan berbagai Mencerna dan OHP atau
metode perencanaan metode perencanaan memahami LCD
kebutuhan tenaga, kebutuhan tenaga penjelasan dari
seperti: metode fasilitator.
population ratio, Mengajukan
metode sasaran pertanyaan untuk
pelayanan, dan lain mendapatkan
lain penjelasan
terhadap topik
yang kurang
jelas
2 Membahas metode Menjelaskan metode Mencerna dan OHP
perencanaan perencanaan kebutuhan memahami Komputer
kebutuhan tenaga di tenaga di propinsi atau penjelasan dari LCD
propinsi atau kabupaten dengan fasilitator.
kabupaten dengan memakai metode dan Mengajukan
memakai metode software yang pertanyaan untuk
dan software yang dikembangkan oleh mendapatkan
dikembangkan oleh WHO. penjelasan
WHO. Mendemontrasikan terhadap topik
Demontrasi pemakaian software yang kurang
pemakaian software perencanaan kebutuhan jelas
perencanaan tenaga kesehatan di Mencoba
kebutuhan tenaga propinsi atau kabupaten melakukan
kesehatan di penghitungan
propinsi atau kebutuhan
kabupaten tenaga dengan
memakai
software yang
ada.
3 Membahas metode Menjelaskan metode Mencerna dan OHP
perencanaan perencanaan kebutuhan memahami LCD
kebutuhan tenaga di tenaga di rumah sakit penjelasan dari
rumah sakit dengan dengan memakai metode fasilitator.
memakai metode beban kerja yang Mengajukan
beban kerja yang dikembangkan oleh pertanyaan untuk
dikembangkan oleh WHO. mendapatkan
WHO. Mendemontrasikan penjelasan
Demontrasi pemakaian metode terhadap topik
penghitungan perencanaan kebutuhan yang kurang
kebutuhan tenaga tenaga kesehatan rumah jelas
kesehatan di sakit
propinsi atau
kabupaten

Lama Waktu Pelatihan:

Lama waktu pelatihan yang diperlukan adalah:

1. Modul I : 2 jam pelajaran


2. Modul 2 : 8 Jam pelajaran
3. Modul 3: 3 jam pelajaran
4. Modul 4 : 3 jam pelajaran
5. Modul 5: 3 jam pelajaran

Evaluasi:

Evaluasi dilakukan melalui penilaian terhadap pertanyaan dan jawaban peserta serta
penilaian terhadap hasil penugasan
MODUL I

PENGANTAR PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA

Tujuan Instruksional:

Setelah mengikuti dan mempelajari modul ini, peserta diharapkan akan mampu untuk
menjelaskan:

a. mengapa diperlukan perencanaan tenaga kesehatan di daerah


b. menjelaskan berbagai metode perencanaan tenaga kesehatan.

Subyek Pelatihan

Para pejabat structural dan atau fungsional yang bertanggung jawab terhadap
perencanaan tenaga kesehatan di daerah, baik di propinsi maupun di kabupaten serta
di rumah sakit. Kemampuan perencanaan tenaga kesehatan perlu pula dipunyai oleh
pejabat dari instansi terkait di daerah seperti Badan Kepegawaian Daerah atau Biro
Kepegawaian Daerah.

Pokok Bahasan:

Pokok bahasan dalam modul Pengantar Perencanaan Tenaga Kesehatan ini adalah:
a. Pendahuluan yang mengupas tentang mengapa diperlukan perencanaan tenaga
kesehatan di daerah.
b. Uraian tentang berbagai metode perencanaan tenaga kesehatan dan secara
khusus mengupas tentang perencanaan tenaga kesehatan yang dikembangkan
oleh WHO.

Metode:
Metode yang dipakai dalam pelatihan ini adalah berupa ceramah dan Tanya jawab.

Tata Ruang:

d. Tata ruang yang diperlukan dalam modul I pelatihan ini yang dilaksanakan di
dalam kelas berupa susunan tempat duduk berbentuk U atau tapal kuda.

Alat Bantu :
d. Alat Bantu pelatihan yang diperlukan bagi keseluruhan pelatihan ini adalah
overhead projector atau proyektor komputer LCD.

Pendahuluan

Tenaga Kesehatan adalah mereka yang memiliki latar belakang


pendidikan di bidang kesehatan, baik berupa pendidikan gelarD3, S1, S2
dan S3; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan
seperti Juru Imunisasi, Malaria, dan keahlian lainnya. Tenaga kesehatan
mempunyai kewenangan khusus untuk melakukan pekerjaannya. Hal inilah
yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka
yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan
pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta
lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan
sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan. Tanpa tersedianya tenaga
dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak
akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan pendayagunaan tenaga
kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti :
kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, kebijakan
sektor industri dan perdagangan dan kebijakan aparatur negara. Kebijakan
sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga
kesehatan antara lain : kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan
kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang
pembiayaan kesehatan.
Perencanaan tenaga kesehatan di sini lebih dimaksudkan untuk
mencapai keadaan yang sejauh mungkin seimbang antara laju
perkembangan produksi tenaga dengan demand terhadapnya di masa depan.
Berkaitan dengan ini, kebijakan penyelenggaraan upaya kesehatan di masa
depan, yang merupakan respons terhadap prediksi perkembangan
kesehatan, merupakan rujukan utamanya. Perencanaan kebutuhan tenaga
kesehatan dalam konteks ini, tidak lagi disusun dengan hanya mengandalkan
akumulasi usulan kebutuhan di tingkat unit pelaksana, akantetapi lebih
mengakomodasi perkembangan berbagai faktor lingkungan serta rencana
kesehatan dalam menghadapi perkembangan itu. Salah satu kecenderungan
yang menonjol dalam manajemen ketenagaan, mengingat sumberdaya ini
menyita hingga 70% pembiayaan operasional, adalah efisiensi
pemanfaatannya. Atas dasar ini, berbagai metode perencanaan kebutuhan
secara mikro juga akan dilaksanakan karena ini menjadi tumpuan penentuan
susunan tenaga di tingkat unit operasional, terutama dalam hal penentuan
skills mix unit pelayanan.
Upaya ini merupakan perencanaan makro dan berjangka panjang,
yang diarahkan untuk sejauh mungkin mencapai keseimbangan antara
produksi / penyediaan tenaga kesehatan dengan kebutuhan / daya serapnya.
Perencanaan makro ini menjadi penting untuk menghindari terulangnya
berbagai masalah ketenagaan bidang kesehatan yang saat ini kita hadapi,
seperti relatif rendahnya pendaya-gunaan tenaga. Periode yang panjang
dalam perencanaan ini, diperlukan agar setelah diperoleh target produksi
yang ideal, maka kita mempunyai waktu yang leluasa untuk mengubah /
menyesuaikan strategi produksi baru ataupun intensifikasi pendaya-gunaan
dari tenaga kesehatan yang ada.
Oleh karena itu, dalam rangkaian perencanaan ketenagaan, hasil
proyeksi kebutuhan dan penyediaan tenaga kesehatan akan menjadi
rujukan / dasar untuk menyusun perencanaan jangka menengah maupun
pendek, yang pada hakekatnya merupakan pentahapan dalam mewujudkan
skenario masa depan sebagaimana yang diinginkan / disepakati pada
penyusunan proyeksi. Dengan demikian proyeksi ini perlu diikuti dengan
penyusunan rencana mikro yang sesuai untuk mencapai skenario jangka
panjang itu.
Skenario ini merupakan respons sektor kesehatan pemerintah dan
swasta terhadap antisipasi perkembangan status kesehatan maupun
demand–nya di masa yang akan datang. Atas dasar inilah dirumuskan
perkiraan kebutuhan tenaga kesehatan, baik jumlah maupun tingkat
kompetensinya. Penyusunan ini perlu melibatkan berbagai pihak, baik dari
Depkes, organisasi profesi, lembaga konsumen, dan para pakar bidang
epidemiologi, ekonomi, dan sosial, agar antisipasi perkembangan kesehatan
serta determinannya dapat lebih mengarah pada penyusunan skenario yang
diterima bersama.
Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kesehatan perlu secara jelas
terungkap, dan keterbatasan ekonomi perlu juga diprediksi, sehingga dapat
dicapai optimalisasi dari tuntutan yang layak didukung oleh struktur dan
kapasitas ekonominya. Proses ini akan melibatkan metode pertemuan
seperti: seminar; roundtable discussion; dan lokakarya. Hasil akhir dari proses
ini adalah dokumen analisis kecenderungan kesehatan dan determinannya,
serta skenario sistem pelayanan kesehatan pada tahun 2025.
Penyusunan proyeksi ini membutuhkan banyak data sebagai masukan
dalam modelnya. Namun, data-data itu tidak perlu memiliki akurasi tinggi
karena suatu proyeksi tidak akan pernah dapat menggambarkan keadaan di
masa depan secara akurat. Data itu hanya membantu kita melakukan what if
analysis untuk kemudian memilih skenario yang paling diminati. Dengan
bantuan model komputer yang telah dikembangkan oleh WHO, proyeksi yang
perlu disusun terlebih dahulu adalah untuk penyediaan / produksi tenaga.
Kemudian, dengan memanfaatkan skenario sistem pelayanan kesehatan
yang telah lebih dahulu tersusun, proyeksi kebutuhan tenaga dikembangkan.
Model proyeksi WHO memungkinkan untuk menguji kelayakan proyeksi
tenaga secara ekonomis sehingga dapat dihindari adanya suatu hasil
proyeksi yang terlalu ambisius.
Proses ini akan melibatkan upaya-upaya pengumpulan data;
pengembangan asumsi susunan skills mix tiap unit pelayanan teknis;
pengembangan skenario tatanan infrastruktur pelayanan kesehatan sebagai
penjabaran skenario sistem pelayanan kesehatan yang telah tersusun; dan
pengembangan skenario pola public-private mix pendaya-gunaan /
recruitment tenaga. Untuk ini, berbagai pihak yang perlu terlibat setidaknya
adalah: institusi pendidikan, organisasi profesi, Depkes, dan Depdiknas. Hasil
akhir proses ini adalah dokumen proyeksi penyediaan / produksi dan
kebutuhan / penyerapan tenaga kesehatan hingga tahun 2025.
Penyesuaian strategi pengelolaan tenaga kesehatan ini merupakan
implikasi dari diperolehnya hasil proyeksi tenaga di atas. Pada dasarnya,
proyeksi tenaga yang disusun di atas, memberikan gambaran kira-kira
volume dan komposisi tenaga kesehatan yang dibutuhkan untuk menjalankan
misi pelayanan kesehatan tahun 2025. Dari sisi produksi tenaga, diperoleh
gambaran proyeksi kapasitas produksi sehingga akhirnya tersimpulkan
apakah perlu peningkatan, status quo, atau penurunan produksi agar tercapai
keseimbangan dengan kebutuhannya. Kesimpulan itulah yang menjadi dasar
arah penyesuaian strategi ini.
Dengan bekal hasil kajian yang tersusun pada kegiatan “pemantauan
keadaan pendaya-gunaan tenaga” sebagai suatu hasil lessons learned, maka
akan lebih jelas apakah penyesuaian itu perlu dilakukan terhadap
produksinya atau ke arah intensifikasi pemanfaatan, atau kombinasi. Untuk
periode tahun 2000 – 2005 ini, fokus utama penyesuaian strategi adalah pada
tenaga medis, tenaga paramedis, dan tenaga kesehatan masyarakat.
Proses ini perlu melibatkan pihak-pihak terkait seperti : organisasi
profesi, institusi pendidikan, dan Depdiknas, terutama karena implikasi
kebijaksanaan yang perlu diamankan atau diikuti. Model komputer untuk
proyeksi tenaga dari WHO perlu selalu digunakan dalam berbagai
argumentasi yang muncul dalam diskusi, karena kekuatannya untuk
melakukan what if analysis.
Pengembangan model komputer di sini lebih diutamakan untuk
perencanaan mikro kebutuhan tenaga dalam operasionalisasi unit pelaksana
teknis pelayanan kesehatan dengan analisis jabatan yang jelas. Dalam era
desentralisasi, penetapan susunan tenaga perlu dilakukan dengan sejauh
mungkin mengakomodasi kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Oleh
karena itu, penetapan susunan tenaga secara seragam untuk semua lokasi
menjadi kurang valid. Oleh karena itu, akan dikembangkan suatu model yang
bersifat responsif terhadap perkembangan kebutuhan itu, yang menggunakan
komputer sebagai alat bantunya. Pada dasarnya, model ini membutuhkan
informasi hasil demand analysis, yang kemudian menjadi acuan bagi
penyusunan standar kompetensi serta komposisi keahlian (skills mix) yang
diperlukan suatu jenis unit tertentu. Jumlah tiap kategori tenaga, kemudian
ditentukan dengan memperhitungkan beban kerjanya.
Dengan diberlakukannya desentralisasi administrasi kesehatan, maka
Kabupaten / Kota akan lebih leluasa untuk merancang kebutuhan tenaga
kesehatannya yang sesuai dengan perkembangan kesehatan serta
kemampuan membayar pemerintah maupun masyarakatnya. Menyadari
bahwa belum semua administrasi Kabupaten / Kota mampu menyusun
perencanaan tenaga yang berdaya-guna, maka perlu adanya berbagai model
perencanaan tenaga yang dapat digunakan untuk keperluan itu. Upaya ini
dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai metode perencanaan
kebutuhan dan penyediaan tenaga kesehatan yang dapat dipilih oleh daerah
sesuai keperluannya.
Metode perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan dengan
pendekatan beban kerja, sasaran pembangunan kesehatan (program based
approach), epidemiologis (health needs), serta pendekatan ekonometriks
akan terus dikembangkan dan disempurnakan. Termasuk pula dalam
pembakuan ini adalah proyeksi jangka panjang penyediaan dan kebutuhan
tenaga kesehatan. Pembinaan kemampuan daerah untuk melaksanakan
penyusunan berbagai skenario proyeksi jangka panjang penyediaan dan
kebutuhan tenaga kesehatan di masing-masing propinsi dan kabupaten akan
terus dilakukan, dan pedoman untuk itu akan disusun.
Pengembangan software dalam bahasa Indonesia bagi proyeksi
kebutuhan dan penyediaan tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota dan
propinsi akan disusun, di samping software perencanaan kebutuhan tenaga
dengan metode beban kerja untuk unit teknis. Software tersebut akan
disediakan pula melalui website khusus sehingga dapat tersebar-luaskan ke
seluruh institusi yang terkait yang membutuhkannya.
Metode Perencanaan

Secara garis besar perencanaan kebutuhan tenaga dapat dikelompokkan


kedalam dua kelompok besar, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga pada tingkat
makro (nasional, propinsi atau kabupaten) dan perencanaan kebutuhan pada tingkat
institusi (rumah sakit, puskesmas).
Pada tingkat makro beberapa metode perencanaan kebutuhan tenaga yang
dikenal adalah:

a. Metode Ratio Penduduk.


Metode ini termasuk metode yang paling sederhana, karena hanya
membandingkan antara jumlah penduduk dengan jumlah tenaga kesehatan yang ada.
Sebagai contoh, saat ini ratio antara tenaga dokter dengan penduduk di Indonesia
adalah sekitar 1: 5.000. Ratio tenaga dokter di India adalah 1: 2000 dan di Bangladesh
adalah 1: 5000. Sedangkan ratio tenaga dokter per penduduk di Amerika Serikat
adalah 1: 500. Di negara Filipina ratio tenaga dokter spesialis kebidanan dan penyakit
kandungan adalah sekitar 1: 4.000, padahal di Indonesia ratio antara dokter ahli
kandungan dengan penduduk mencapai sekitar 1: 100.000. Pada tahun 1998, ratio
dokter per 100.000 penduduk di beberapa propinsi di Indonesia adalah sebagai
berikut: D.I. Aceh 9,23 , Sumatera Utara 15,46 , Riau 8,93 , DKI Jakarta 31,15 , D.I.
Yogyakarta 31,28 dan yang paling rendah adalah di propinsi Kalimantan Barat
yang hanya ada sekitar 5 orang dokter per 100.000 penduduk. Dengan
membandingkan antara ratio tenaga kesehatan per penduduk dalam suatu negara atau
wilayah, maka kemudian dapat ditentukan kebutuhan tenaga kesehatan untuk negara
atau wilayah tersebut.
Mengingat kesederhanaan dari metode tersebut, tentunya banyak kelemahan yang
melekat pada metode tersebut. Beberapa kelemahan yang mendasar antara lain: tidak
memperlihatkan distribusi tenaga kesehatan berdasar jenis sarana kesehatan maupun
per wilayah kerja.

b. Metode Berdasar Kebutuhan (Need Based Method)


Penghitungan kebutuhan tenaga didasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan
dari suatu segmen penduduk. Dengan membuat proyeksi besarnya penduduk dari
segmen tersebut dimasa depan, maka akan dapat ditentukan besarnya kebutuhan
pelayanan kesehatan dan jumlah serta jenis tenaga kesehatan yang diperlukan.
Misalnya: anak-anak umur 0-4 tahun di perkotaan memerlukan rata rata 1 (satu) kali
kunjungan dokter dan 2 (dua) kali kunjungan perawat per-tahun. Dengan diketahuinya
jumlah anak anak 0-4 tahun di perkotaan dimasa depan, maka jumlah dokter dan
perawat bagi segmen penduduk tersebut akan dapat dihitung. Dengan menghitung
semua kebutuhan setiap segmen penduduk dan menjumlahkannya, maka kebutuhan
tenaga secara nasional akan dapat diketahui.
Metode ini logis, mudah dimengerti dan konsisten dengan standar profesi.
Metode ini terutama bermanfaat untuk menghitung kebutuhan tenaga kesehatan untuk
mendukung beberapa progran kesehatan seperti Program Kesehatan Ibu dan Anak,
dan lain-lain.
Kelemahan dari metode ini adalah diperlukannya data yang cukup banyak, adanya
perubahan teknologi mengharuskan dilakukannya perubahan pada standar dan norma,
cukup mahal, serta mempunyai kecenderungan untuk memberikan poyeksi kebutuhan
terhadap pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau. Dengan menghitung kebutuhan
pelayanan, maka factor kemampuan membeli serta hambatan lain untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan kurang mendapat perhataian sebagaimana mestinya.

c. Metode Permintaan
Metode ini menghitung kebutuhan tenaga kesehatan dengan memakai utilization
rate (pemanfaat pelayanan kesehatan) berdasar umur, jenis kelamin, pendapatan,
pendidikan, sumber dana / asuransi kesehatan, dan lain lain. Dengan membuat
proyeksi jumlah penduduk untuk masing masing kategori, maka permintaan
pelayanan kesehatan untuk masing-masing kategori penduduk tersebut dapat
diketahui sehingga kahirnya dapat pula diketahui jumlah tenaga kesehatan yang
dibutuhkannya.
Kelebihan dari metode ini adalah karena mempertimbangkan faktor ekonomi
sehingga kelayakan ekonomi dari hasil perhitungan tersebut telah terakomodasi.
Kelemahannya adalah karena perhitungannya sangat kompleks dan rumit,
memerlukan data yang ekstensive. Perhitungan yang dihasilkan hanya dapat
memperhitungkan kebutuhan berdasar kedaan sekarang (status quo). Metode ini tidak
dapat dipakai untuk membuat perhitungan kebutuhan tenaga dimana terjadi perubahan
kebijakan atau situasi yang sangat berbeda dari sekarang.

d. Metode Sasaran Pelayanan (Target Setting Method)


Metode penghitungan kebutuhan berdasar metode ini dilakukan melalui penentuan
sasaran jumlah dan jenis pelayanan kesehatan atau sarana pelayanan kesehatan yang
harus ada di masyarakat di masa yang akan datang. Sebagai contoh: setiap anak harus
mendapatkan imunisasi lengkap. Dengan membuat proyeksi jumlah penduduk atau
jumlah anak di masa yang akan dating, maka akan dapat diketahui jumlah pelayanan
imunisasi yang diperlukan. Berdasar hasil hitungan tersebut kemudian akan dapat
dihitung jumlah tenaga yang diperlukan. Cara penghitungan yang lain adalah dengan
menentukan sasaran jumlah sarana pelayanan kesehatan yang harus ada dimasa yang
akan dating. Dengan diketahuinya jumlah sarana pelayanan kesehatan bbeban
kerjanya, maka akan dapat dihitung jumlah tenaga kesehatan yang diperlukan.
Metode ini relatif mudah dilaksanakan. Data yang diperlukan juga tidak terlalu
banyak atau sulit didapat. Secara logika , metode ini juga mudah dimengerti.
Kelemahannya adalah bila asumsi yang dipakai dalam menyusun penghitungan
tersebut tidak tepat, maka hasil yang didapat juga akan kurang akurat.

e. Metode Managed Care


Managed Care adalah suatu organisasi yang mendapat kontrak untuk memberikan
pelayanan kesehatan secara komprehensif kepada para anggotanya. Suatu organisasi
managed care akan berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatan secara efektif
dan efisien. Jumlah dan jenis tenaga yang diperlukan untuk melayani para peserta
managed care tersebut harus dihitung secara benar. Dengan membandingkan jumlah
dan jenis tenaga kesehatan dari suatu Managed Care serta dengan melihat
karakteristik peserta yang dilayaninya, maka kita akan dapat menentukan jumlah dan
jenis tenaga kesehatan yang diperlukan untuk melayani penduduk yang mempunyai
karakteristik yang serupa. Metode Managed Care adalah metode penghitungan
kebutuhan tenaga kesehatan dengan mengambil suatu standar yang dipakai oleh suatu
organisasi Managed Care yang baik.
Metode ini relatif kompleks dan memerlukan data yang cukup banyak. Kesulitan
metode ini terutama dalam membandingkan antara standar tenaga yang dipakai oleh
suatu organisasi Managed Care dengan karakteristik penduduk di suatu negara atau
wilayah.
f. Metode Skenario WHO
Skenario adalah suatu gambaran keadaan masa depan yang mungkin terjadi.
Dengan membuat berbagai gambaran kedaan masa depan di bidang kesehatan yang
mungkin terjadi, kita akan bisa mengetahui kebutuhan tenaga kesehatan untuk masing
masing skenario tersebut. Dengan memakai scenario planning, kita akan dapat
menunjukkan konsekuensi yang terjadi apabila kita memilih suatu kebijakan atau
tindakan. Dengan memahami berbagai scenario yang mungkin terjadi dimasa depan,
kita akan dapat membuat proyeksi kebutuhan tenaga dimasa yang akan dating.

Anda mungkin juga menyukai