K DENGAN DIAGNOSIS
MEDIS POST OP CLOSE FRACTURE DISTAL DEXTRA HARI KE 1 DI
RUANG BELIBIS RSUD WANGAYA KOTA DENPASAR
TANGGAL 13 s/d 14 DESEMBER 2022
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan kerja keras penulis laporan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien Tn. K Dengan Diagnosis Medis Post Op Close Fracture Distal Dextra Hari
Ke 1 di Ruang Belibis RSUD Wangaya Kota Denpasar Tanggal 13 s/d 14
Desember 2022“ dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan
tugas untuk menempuh target Stase Keperawatan Bedah. Penulis menyadari
bahwa penulisan laporan ini tidak dapat terselesaikan jika tidak ada bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkan penulis
menyampaikan ungkapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan ini diantaranya:
1. Ibu Ns. Ni Nyoman Nuartini, S.Kep., M.Kes selaku dosen pembimbing Stase
Keperawatan Bedah yang telah memberikan songkongan ilmu, bimbingan
dan kesempatan dalam melakukan pengkajian serta pembuatan laporan ini.
2. Bapak Ns I Gusti Ayu Sri Rasmini, S.Kep selaku pembimbing klinik di
Ruang Belibis (Bedah) yang telah memberikan ilmu selama praktek
berlangsung, bimbingan dan kesempatan dalam melakukan pengkajian serta
pembuatan laporan ini.
3. Teman-teman kelompok 11 atas ide dan kerjasamanya dalam penyelesaian
laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna atau masih perlu
perbaikan. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan
kritik serta saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki penyusunan
laporan selanjutnya. Harapan penulis semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Denpasar, 23 Desember 2022
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang memberikan dukungan
dan stabilitas bagi tubuh dan memungkinkan untuk bergerak secara
terkoordinasi. Apabila sistem ini terganggu atau ada masalah, maka akan
mempengaruhi sistem gerak tubuh manusia. Salah satu gangguan yang
seringkali terjadi pada sistem muskuloskeletal adalah fraktur atau patah
tulang. (Hadi Purwanto, 2016).
Fraktur merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung
ataupun tidak langsung (Manurung, 2018). Fraktur merupakan gangguan
komplek atau tidak komplek pada kontinuitas struktur tulang dan
didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur terjadi ketika
tulang menjadi subyek tekanan yang lebih besar dari yang dapat diserapkan
(Smeltszer, 2016).
Jumlah kasus fraktur ini mencapai lebih dari 250.000 kasus setiap
tahunnya di Amerika Serikatdan biasanya banyak terjadi pada pasien di atas
50 tahun. Prevalensi terjadinya kasus ini di seluruh dunia diperkirakan
sejumlah 4,5 juta, 740.000 dapat mengakibatkan kematian dan 1,75 juta
menyebabkan kecacatan di dunia per tahun serta diperkirakan akan meningkat
pada tahun 2050 mendatang. Menurut Riskesdes (2018), ekstremitas atas
yang terkena cidera yaitu sebanyak (32%).
Menurut Desiartama & Aryana (2018), di Indonesia kasus fraktur paling
sering yaitu fraktur femur sebesar 42% di ikuti fraktur humerus sebanyak
17%, fraktur tibia dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar adalah
kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil,
motor atau kendaraan rekreasi sebesar 65,6% dan jatuh sebesar 37,3%,
diantara insiden tersebut yang paling banyak atau mayoritasnya adalah pria
sebesar 73,8%.
Penanganan yang dilakukan terhadap fraktur dapat dengan pembedahan
atau tanpa pembedahan, meliputi imobilisasi, reduksi, dan rehabilitasi.
Reduksi merupakan prosedur yang sering dilakukan untuk mengoreksi
fraktur, salah satu cara dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi
eksternal melalui proses operasi. Perubahan posisi yang tidak stabil untuk
fraktur dapat dilakukan perencanaan tindakan Open Reduction Internal
Fixation (ORIF) dengan menggunakan plate dan skrup atau kombinasi
keduanya . ORIF merupakan suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung
dengan teknik pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen,
sekrup untuk memobilisasi selama penyembuhan akan menimbulkan
problematic salah satunya nyeri (Maher dkk, 2002 dalam Monica 2019).
Menurut Muttaqin (2011), didapatkan masalah keperawatan perioperatif
pada pasien dengan fraktur dengan tidakan Open Reduction Internal Fixation
(ORIF) yang sering muncul yaitu nyeri akut, ansietas, kerusakan mobilitas
fisik, gangguan perfusi jaringan, hipotermi, resiko syok hipovolemik, resiko
infeksi, dan kerusakan integritas kulit. Pasien harus mendapatkan pelayanan
kesehatan dan keperawatan yang komperhensi agar kesembuhan pada pasien
dengan cepat dan tidak terjadi infeksi, deformitas, bahkan sampai amputasi.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan perioperatif yaitu
pada fase preoperatif meliputi keadaan umum, riwayat kesehatan, keadaan
psikososiospiritual, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik. Fase
intraoperatif meliputi proses pemberian anestesi, proses keperawatan
intrabedah dan proses pengiriman keruang pemulihan. Fase pascaoperasi
meliputi keadaan umum, tanda-tanda vital, airway, breathing, circulation,
keasadaran, brome score, aldrete score dan keluhan pasien (Muttaqin, 2011).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk memberikan
“Asuhan Keperawatan pada Pasien Tn. K Dengan Diagnosis Medis Post Op
Close Fracture Distal Dextra Hari Ke 1 di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Kota Denpasar”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tinjauan Teori Fraktur?
2. Bagaimanakah Tinjauan Asuhan Keperawatan Fraktur
3. Bagaimana Pembahasan dari Asuhan Keperawatan Fraktur?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan teori fraktur
2. Untuk mengetahui Tinjauan Asuhan keperawatan Fraktur
3. Untuk mengetahui Pembahasan dari Asuhan Keperawatan Fraktur
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil pengkajian asuhan keperawatan bedah ini diharapkan dapat menjadi
bahan kepustakaan yang memberikan sumbangan pemikiran dan
pengetahuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan
serta teori-teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan asuhan
keperawatan pada kasus fraktur.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian
asuhan keperawatan pada fraktur.
b. Bagi Tenaga Kesehatan Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur dan sebagai
pertimbangan perawat dalam mendiagnosa kasus sehingga perawat
mampu memberikan tindakan yang tepat kepada pasien.
c. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang masalah keperawatan dengan
Fraktur dan merupakan suatu pengalaman baru bagi penulis atas
informasi yang diperoleh selama menangami pasien dengan Fraktur.
d. Bagi Klien dan Keluarga
Memberi pengetahuan dan wawasan kepada keluarga agar keluarga
dapat mengetahui gambaran umum pada pasien dengn fraktur serta
perawatan yang benar dan perawatan yang tepat bagi klien.
E.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Kasus
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering
kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera
tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek,
saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi
komplikasi pemulihan klien (Black dan Hawks, 2014).
Fraktur adalah patahan yang terjadi didalam kontinuitas struktural
tulang. Hal ini mungkin tidak lebih dari sebuah retakan, suatu pengisutan,
atau pecahnya korteks; lebih sering disebut sebagai patahan yang
sempurna. Fragmen tulang yang dihasilkan mungkin akan berada di
tempatnya atau keluar dari tempatnya. Jika kulit atasnya tetap utuh, maka
disebut juga fraktur tertutup. Namun jika kulit atau salah satu dari rongga
tubuh menerobos keluar atau tertembus, maka disebut juga fraktur terbuka
(atau compound) yang dapat menyebabkan kontaminasi dan infeksi (Apley
& Solomon, 2018). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang (Linda Juall C, 2009). Fraktur adalah kerusakan
sebagian atau menyeluruh pada kontinuitas dari struktur tulang dan dibagi
menurut tipe dan luasnya (Brunner &Suddarth, 2010).
Fraktur merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma,baik trauama
langsung ataupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang
dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma.
Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
perimpilan korteks, biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang
bergeser. Jika kulit atasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup
(fraktur sederhana), jika kulit atau salah satu dari rongga tulang tertembus
keadaan ini disebut fraktur terbuka (fraktur compound) yang cenderung
mengalami kontaminasi dan infeksi. (Manurung, Nixson 2018).
Berdasarkan ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang dan jaringan disekitarnya, yang bersifat
komplit atau inkomplit, karena stress atau tahanan yang berlebihan pada
tulang, yang mengakibatkan dislokasi sendi, kerusakan jaringan lunak,
saraf dan pembuluh darah.
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan
tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang
tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur
yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap
(Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Menurut Carpenito (2014), adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
c. Kekerasan Akibat Tarikan Otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa berupa pemuntiran, pemuntiran, penekukan,
penekukan, penekukan penekukan dan penekanan, penekanan,
kombinasi kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi :
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur
sehingga menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur Patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus
menerus
3. Patofisiologi
Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh,yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu, dapat mengenai
tulang dan terjadi neurovascular neurovaskuler yang menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu, fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak dapat
mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Andra & Yessie, 2013).
Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Selsel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patahan
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Andra &
Yessie, 2013).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan
rupturnya pembuluh darah sekitar, yang akan menyebabkan perdarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral.
Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut
adalah peningkatan detak jantung, pelepasan katekolamin endogen, yang
akan meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan
pembuluh darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure),
tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon lain
yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi saat terjadi
syok, yaitu histamine, bradikinin beta-endorphin, dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Bila syoknya
berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP
(adenosin triphospat) tidak memadai, maka terjadi pembengkakan
reticulum endoplasma dan diikuti cedera mitokondrial, lisosom pecah dan
melepas enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini
berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel dan terjadi penumpukan
kalsium intraseluler, hingga penambahan edema jaringan dan kematian sel
(Andra & Yessie,2013).
Ketika tulang rusak, periosteum dan pembuluh darah di korteks,
sumsum, dan jaringan lunak sekitarnya terganggu. Pendarahan terjadi dari
ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak sekitarnya. Bekuan
(hematoma) terbentuk di dalam saluran meduler, di antara ujung tulang
yang retak, dan di bawah periosteum. Tulang jaringan berbatasan langsung
dengan patah tulang mati. Jaringan nekrotik ini bersama dengan puing-
puing di daerah fraktur menstimulasi respon inflamasi intens yang ditandai
oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi oleh leukosit
inflamasi dan sel mast. Dalam 48 jam setelah cedera, jaringan vaskular
menyerang daerah fraktur dari jaringan lunak di sekitarnya dan rongga
sumsum, dan aliran darah ke seluruh tulang meningkat. Sel-sel pembentuk
tulang di periosteum, endosteum, dan sumsum diaktifkan untuk
menghasilkan prosallus subperiosteal di sepanjang permukaan luar batang
dan di atas ujung tulang yang patah. Osteoblas dalam procallus
mensintesis kolagen dan matriks, yang menjadi termineralisasi untuk
membentuk kalus (tulang tenunan) (Guyton & Hall, 2006).
Fraktur tulang dengan cara tertentu secara maksimal mengaktifkan
semua osteoblas periosteal dan intraosseous yang terlibat dalam patahan.
Juga, sebagian besar osteoblas baru, terbentuk dari sel osteoprogenitor,
yang merupakan sel-sel induk tulang di tulang jaringan lapisan permukaan,
yang disebut "membran tulang." Oleh karena itu, dalam waktu singkat,
tonjolan besar jaringan osteoblastik dan organik baru matriks tulang,
diikuti segera oleh pengendapan garam kalsium, berkembang di antara dua
ujung tulang yang patah. Ini disebut kalus/callus. Banyak ahli bedah tulang
menggunakan fenomena tegangan tulang untuk mempercepat laju
penyembuhan fraktur. Ini dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi
mekanik khusus untuk memegang ujung tulang yang patah bersama
sehingga pasien dapat terus menggunakan tulang dengan segera. Hal ini
menyebabkan stres pada ujung tulang yang patah, yang mempercepat
aktivitas osteoblastik saat terjadi patahan dan sering mempersingkat masa
pemulihan (Guyton & Hall, 2006).
Menurut Rockwood and Green’s Fractures in Adults (2015), cedera
terbuka dapat merusak satu atau lebih kompartemen ekstremitas, tetapi
pembengkakan parah dapat mengakibatkan sindrom kompartemen
kompartemen utuh lainnya dari ekstremitas yang sama. Harus diingat
bahwa kehadiran luka terbuka tidak menghalangi terjadinya sindrom
kompartemen di ekstremitas yang terluka. Cedera terbuka bukan hanya
kombinasi sederhana dari fraktur dan luka. Faktor tambahan seperti
kontaminasi dengan kotoran dan puing-puing dan devitalisasi jaringan
lunak meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi lainnya.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol, pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2010).
4. Manifestasi Klinis
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Tanda dan gejala
terjadinya fraktur menurut Black and Hawks (2014) antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki
deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan
sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme Otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan
berbeda pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus,
meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme
otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur
sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
g. Kehilangan Fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan Abnormal dan Krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan Neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari
fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
Menurut Apley (2010) tanda dan gejala post operasi fraktur
ekstremitas adalah:
a. Oedem di area sekitar fraktur, akibat luka insisi sehingga
tubuhmemberikan respon inflamasi atas kerusakan jaringan sekitar.
b. Rasa nyeri, akibat luka fraktur dan luka insisi operasi serta
oedemdi area fraktur menyebabkan tekanan pada jaringan
interstitial sehingga akan menekan noiceptor dan menimbulkan
nyeri.
c. Keterbatasan lingkup gerak sendi akibat oedemdan nyeri padaluka
fraktur maupun luka insisi menyebabkan pasien sulit bergerak,
sehingga akan menimbulkan ganguan atau penurunan lingkupgerak
sendi.
d. Penurunan kekuatan otot, akibat oedem dan nyeri dapat
menyebabkan penurunanan kekuatan otot karena pasien tidakingin
menggerakkan bagian ekstremitasnya dan dalamjangkawaktu yang
lama akan menyebabkan disused atrophy. Kebanyakan pasien
merasa takut untuk bergerak setelah operasi karena merasa nyeri
pada luka operasi dan luka trauma (Smeltzer & Bare, 2013).
e. Functional limitation, akibat oedem dan nyeri sertapenyambungan
tulang oleh kalus yang belum sempurna sehinggapasien belum
mampu menumpu berat badannya dan melakukanaktifitas sehari-
hari, seperti transfer, ambulasi, jongkok berdiri, naik turun tangga,
keterbatasan untuk berkemih dan buangair besar.
f. Disability, akibat nyeri dan odeam serta keterbatasan fungsional
sehingga pasien tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar.
5. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi
cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas
cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,
yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak.
Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena
resiko infeksi. Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga
jenis antara lain:
a. Fraktur Tertutup (Close Fracture)
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka
pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang
patah tidak berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur Terbuka (Open Fracture/Compound)
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan
adanya luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang
berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya
pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol
keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka
membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
c. Fraktur Kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian
ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi
dislokasi.
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya
antara lain:
a. Fraktur Transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini, segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula,
maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
b. Fraktur Kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang
terdiri dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur Oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut
terhadap tulang.
d. Fraktur Segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang
yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur Impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung
cepat sembuh dengan imobilisasi.
6. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis
cedera, usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan
penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara
lain :
a. Cedera Saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera
dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat
dan tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada
kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau
tungkai. parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma Kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah
dilapisi oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak
akan membesar jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang
terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat menyebabkan
peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi
darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolik jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma
kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara
progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang
menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-
faktor internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang
berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-
otot yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan
perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak
metabolisme anaerob dan peningkatan aliran darah yang
menyebabakn peningkatan tekanan jaringan. Hal ini akan
mnyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan kompartemen.
Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling
sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan
sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat
sindroma kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu,
tekanan yang terus-menerus menyebabkan iskemia otot kemudian
perlahan diganti oleh jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan
saraf. Sindroma kompartemen setelah fraktur tibia dapat
menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan mengalami
deformasi.
d. Sindroma Emboli Lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada
pasien fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari
tulang panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan
panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
a. Kaku Sendi atau Artritis
Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang, kekauan sendi
dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan
ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan
semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan
resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis Avaskular
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur
di proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan
sirkulasi lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya
nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya untuk
perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur.
c. Malunion
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang
serta gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban
pada tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau
apabila alat bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang
baik pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan Terhambat
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi
tidak benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada
fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.
e. Non-union
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan
setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya
tidak terjadi. Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak
cukup dan tekanan yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan Fibrosa
Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur.
Kehilangan tulang karena cedera maupun pembedahan
meningkatkan resiko pasien terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma Nyeri Regional Kompleks
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma
disfungsi dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan
pembengkakan tungkai yang sakit.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. X-ray : untuk menentukan luas / lokasi fraktur
b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kratinin untuk klirens
ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cedera hati (Doengoes, 2000 dalam Wijaya & Putri,
2013 : 241)
9. Penatalaksanaan Medis
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
patah tulang. Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi
atau imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada
fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi
luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah
tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang
diikuti dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius
distal. Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus
selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila
direposisi akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa reposisi
yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa
reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang
secara operatif. Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan
fiksasi interna yang biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation). Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan
prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010).
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan Penilaian Fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan
untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi
terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau
mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi
untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup
gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi
solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan
plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan
terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang
patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan
plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi
ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi
tiga kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau
kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada
otot yang diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat
otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah
pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien
yang mengalami gangguan ekstremitas atas.
2. Diagnosa Keperawatan
Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskeletal, pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan ketahanan.
c. Resiko infeksi berhubungan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka atau kerusakan
kulit, insisi pembedahan.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan
dengan terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrosis.
3. Intervensi
No Standar Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan : Setelah diberikan asuhan Intervensi: Manajemen Nyeri
jaringan tulang, gerakan keperawatan selama … x 24 jam Observasi
fragmen tulang, edema, dan diharapkan nyeri klien berkurang / 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
cedera jaringan, alat traksi atau terkontrol dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
imobilisasi, stress, ansietas Tingkat Nyeri (L. 08066): 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Sikap protektif meningkat memperingan nyeri
4. Gelisah menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Kesulitan tidur menurun tentang nyeri
6. Perasaan takut mengalami cedera 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
berulang menurun respon nyeri
7. Ketegangan otot menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
8. Muntah menurun hidup
9. Mual menurun 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
10. Frekuensi nadi membaik yang sudah diberikan
11. Pola napas membaik 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
12. Tekanan darah membaik Terapeutik
13. Proses berpikir membaik 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
14. Fokus meningkat mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
15. Fungsi berkemih membaik hypnosis, akupresur, terapi musik,
16. Nafsu makan membaik biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
17. Pola tidur membaik teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas fisik Tujuan : Setelah diberikan asuhan Intervensi : Dukungan mobilisasi
berhubungan dengan nyeri, keperawatan selama … x 24 jam Observasi
ketidaknyamanan, kerusakan diharapkan mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
muskuloskeletal, pembatasan dengan kriteria hasil : lainnya
aktivitas, dan penurunan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
kekuatan ketahanan Mobilitas Fisik (L.05042) pergerakan.
1. Pergerakan eksremitas meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
2. Nyeri menurun sebelum memulai mobilisasi.
3. Kecemasan menurun 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
4. Gerakan terbatas menurun mobilisasi.
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat tidur).
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu.
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini.
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
3. Resiko infeksi berhubungan Tujuan : Setelah diberikan asuhan Intervensi: Pencegahan Infeksi
statis cairan tubuh, respon keperawatan selama … x 24 jam Observasi
inflamasi tertekan, prosedur diharapkan klien dapat melakukan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
invasif dan jalur penusukan, luka aktivitas tanpa adanya komplikasi sistemik.
atau kerusakan kulit, insisi dengan kriteria hasil : Terapeutik
pembedahan. Tingkat Infeksi (L.14137) 1. Batasi jumlah pengunjung.
1. Kemerahan menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area edema.
2. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Kebersihan tubuh meningkat dengan pasien dan lingkungan pasien.
4. Gangguan kognitif menurun 4. Pemberian teknik aseptik pada pasien
beresiko tinggi.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
3. Ajarkan etika batuk.
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi.
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
7. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
4. Gangguan integritas kulit Tujuan : Setelah diberikan asuhan Intervensi : Perawatan Integritas Kulit
berhubungan dengan tekanan, keperawatan selama … x 24 jam Observasi
perubahan status metabolik, diharapkan integritas kulit meningkat 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas
kerusakan sirkulasi dan dengan kriteria hasil : kulit (misalnya perubahan sirkulasi,
penurunan sensasi dibuktikan Integritas Kulit dan Jaringan perubahan status nutrisi, penurunan
dengan terdapat luka atau (L.14125) kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
ulserasi, kelemahan, turgor 1. Elastisitas meningkat penurunan mobilitas).
kulit buruk, terdapat jaringan 2. Hidrasi meningkat Terapeutik
nekrosis. 3. Perfusi jaringan meningkat 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
4. Kerusakan jaringan menurun 2. Lakukan masase pada area penonjolan
5. Kerusakan lapisan kulit tulang.
menurun 3. Bersihkan perineal dengan air hangat,
6. Perdarahan menurun terutama selama periode diare.
7. Kemerahan menurun 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau
8. Hematoma menurun minyak pada kulit kering.
9. Pigmentasi abnormal menurun 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
10. Jaringan parut menurun hipoalergik pada kulit sensitif.
11. Nekrosis menurun 6. Hindari produk berbahan dasar lkohol pada
12. Suhu kulit membaik kulit kering.
13. Tekstur membaik Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
lotion, minyak).
2. Anjurkan minum air yang cukup.
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur.
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem.
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah.
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi keperawatan adalah komponen dari
proses keperawatan. Tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(Potter and Perry, 2006). Implementasi merupakan fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Implementasi terdiri dari
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi (Kozier et
al. 2011).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan
dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter and Perry, 2006).
Aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika klien dan
professional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian
tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. Jadi, evaluasi
menentukan apakah intevensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau
diubah (Kozier et al. 2011).
WOC
Imobilisasi terganggu
Tulang atau callus baru yang
belum matang terbentuk
Terbatasnya gerakan
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Pasien Penanggung
(Anak)
Nama : Tn .K Tn. A
Umur : 64 tahun 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Laki-laki
Status Perkawinan: Menikah Menikah
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan :- Swasta
Alamat : Jl. Letda Jaya, Dps Jl. Letda Jaya, Dps
Alamat Terdekat : Jl. Letda Jaya, Dps Jl. Letda Jaya, Dps
Nomor Telepon : 085829xxxxxx 085829xxxxxx
Nomor Register : 2109xxx -
Tanggal MRS : 09 Desember 2022 -
b. Alasan Dirawat
1) Keluhan utama masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri pada tangan kanan
2) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan tangannya sulit digerakkan setelah operasi
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Wangaya Kota Denpasar pada
tanggal 09 Desember 2022 pukul 23.46 WITA diantar oleh
keluarga dengan keluhan nyeri pada tangan kanan. Pasien
mengalami jatuh saat sembahyang sekitar pukul 22.00 WITA,
pasien terpeleset di undakan/tangga Merajan dan terjatuh
dengan tangan kanan sebagai tumpuan. Pasien mengatakan saat
itu sempat membaluri tangannya dengan minyak hangat,
namun karena nyerinya masih terasa dan posisi tangan
kanannya sedikit berubah akhirnya pasien dibawa oleh
keluarga ke UGD RSUD Wangaya Kota Denpasar. Saat di
UGD dilakukan pemeriksaan dan didapatkan GCS E4V5M6
dengan TTV: TD: 173/78 mmHg, Nadi: 90x/menit, Respirasi:
22x/menit, Suhu: 36℃, SpO₂ : 98%.
Saat di UGD pasien mendapatkan terapi ketorolac 3x30 mg IV,
dilakukan pemeriksaan radiologi (rontgen) dan pasien
dinyatakan mengalami CF Right Distal Radius. Pasien
direncanakan melakukan pembedahan pada tanggal 12
Desember 2022 sehingga pasien dirawat di ruang Belibis
RSUD Wangaya. Pasien tiba di ruangan Belibis pada tanggal
10 Desember 2022 pukul 03.57 WITA dan dilakukan terapi
lebih lanjut dengan:
- IVD NaCl 0,9% 20 tpm
- Keterolac 3x1 amp
- Novorapid 3x8 IU
- Amlodipin 1x5 mg
- Bisoprolol 1x2,5 mg
- Atorvastatin 1x20 mg
Kemudian pasien dilakukan operasi pada tanggal 12 Desember
2022 pukul 11.30 WITA dan sudah dilakukan persiapan puasa
selama 12 jam. Sebelum dibawa ke ruang operasi, pasien sudah
dilakukan mandi besar dan pengecekan TTV. Saat di ruang
operasi pasien diberikan Regional Anastesi (RA). Pasien
dilakukan prosedur pembedahan ORIF P/S dan dilakukan
selama ±2 jam. Setelah itu pasien kembali ke ruang Belibis dan
dilakukan perawatan post operasi. Pasien memperoleh terapi
ketorolac 3x30 mg. Pada saat pengkajian pada Selasa, 13
Desember 2022 (08.00 WITA) dilakukan pemeriksaan dan
didapatkan hasil TTV: TD: 135/78 mmHg, Nadi: 80x/menit,
Suhu: 35,4℃, Respirasi: 20x/menit, SpO₂: 99%. Pasien
mengatakan tangannya sulit digerakkan setelah operasi karena
terpasang perban. Pasien tampak terpasang elastic banded pada
tangan kanan dan gerakan tangan pasien terbatas.
4) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan memang memiliki riwayat Hipertensi
namun baru mengetahui tentang gula darahnya yang tinggi saat
dirawat/di rumah sakit.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak memiliki penyakit
keturunan, seperti: Asma, Hipertensi, Diabetes Melitus dan
tidak pernah ada yang menderita penyakit menular, seperti :
TBC, Hepatitis.
6) Genogram
Keterangan:
: Laki-laki : Hubungan
: Perempuan : Keturunan
: Meninggal
: Pasien
c. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Bernafas
Sebelum Pengkajian : Pasien mengatakan tidak ada
kesulitan dalam bernapas baik saat
menarik dan menghembuskan napas
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan tidak ada
keluhan saat bernafas
Masalah keperawatan : -
3) Eliminasi
Sebelum pengkajian : Pasien mengatakan BAB teratur 1x
sehari, tidak ada lender dan darah.
Pasien BAK 4-5x/hari, warna
kuning, bau khas urine dan tidak ada
keluhan saat BAK
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan BAB teratur 1x
sehari, konsistensi lembek, warna
kuning, tidak ada lender dan darah.
Pasien BAK 3-4x/hari, warna
kuning, bau khas urine dan tidak ada
keluhan saat BAK
Masalah keperawatan : -
8) Rasa nyaman
Sebelum Pengkajian : Pasien mengatakan tidak pernah
merasakan nyeri yang hebat saat
sakit
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan tidak merasakan
nyeri pada luka setelah operasi
Masalah keperawatan : -
9) Rasa aman
Sebelum Pengkajian : Pasien mengatakan jarang merasa
cemas dan takut
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan tidak ada rasa
cemas dan takut
Masalah keperawatan : -
12) Rekreasi
Sebelum Pengkajian : Pasien mengatakan biasa
berekreasi dengan jalan-jalan di
sekitar tempat tinggal saja dan
jarang bepergian
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan hanya
berbincang dengan istri/anggota
keluarga yang menunggu.
Masalah keperawatan : -
13) Belajar
Sebelum Pengkajian : Pasien mengatakan sebelumnya
tidak terlalu mengerti tentang
pengobatan dan lama perawatan
untuk lukanya
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan sudah cukup
paham mengenai perawatan luka dan
mengindentifikasi tanda infeksi pada
luka yang dialaminya
Masalah keperawatan : -
14) Ibadah
Sebelum Pengkajian : Pasien mengatakan beragama
Hindu dan biasanya di rumah selalu
beribadah di tempat suci
(Merajan/Pelinggih)
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan hanya berdoa di
atas tempat tidur
Masalah keperawatan : -
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
a) Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 V5 M6 )
b) Bangun tubuh : Sedang
c) Postur tubuh : Tegak
d) Cara berjalan : Lancar terkoordinir
e) Gerak motorik : Terganggu (post op pada radius distal
dextra)
f) Keadaan kulit
Warna kulit : Normal
Turgor : Elastis
Kebersihan : Bersih
Luka : Ada (luka post operasi)
Lokasi : radius distal dextra
Luas : panjang luka ±7 cm
Warna : -
g) Gejala kardinal
TD : 135/78 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,4oC
R : 20 x/menit
h) Ukuran lain : BB : 70 kg, TB : 180 cm
2) Kepala
Simetris, kulit kepala bersih, penyebaran rambut merata, warna
rambut hitam dan beberapa beruban serta tidak ada kelainan
3) Mata
Konjungtiva merah muda, sklera putih, kelopak mata tidak ada
oedema, benjolan dan lingkaran hitam, reflek pupil baik, pupil
isokor
4) Hidung
Keadaan bersih, penciuman baik, tidak ada nyeri tekan dan
sinusitis dan tidak ada luka
5) Telinga
Keadaan bersih, tidak nyeri, pendengaran baik/normal
6) Mulut
Mukosa bibir lembab, gusi tidak berdarah, gigi lengkap dan
bersih, lidah bersih, tonsil normal
7) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening
8) Thorax
a) Inspeksi
Bentuk dada simetris, gerakan dada bebas, tidak ada nyeri,
bengkak dan luka.
b) Palpasi
Pengembangan dada : Simetris
Vibrasi tactile premitus : Simetris
Nyeri tekan : Tidak ada
c) Perkusi
Suara paru : Sonor
d) Auskultasi
Suara paru : Vesikuler/normal
Suara jantung : Regular, S1-S2 tunggal
9) Abdomen
a) Inspeksi
Pemeriksaan : Tidak ada distensi dan ascites
Luka : Tidak ada
b) Auskultasi
Peristaltic usus : 15x/menit
c) Palpasi : Tidak ada pembengkakan, massa,
nyeri
d) Perkusi : Tympani
10) Genetalia
Tidak terkaji dan tidak ada keluhan
11) Anus
Tidak terkaji dan tidak ada keluhan
12) Ekstremitas
a) Ektremitas Atas
Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan terbatas
pada ekstremitas kanan atas karena luka post op terbalut
balutan/elastic banded, kesemutan tidak ada
Luka, Lokasi : Ada, radius distal dextra
Luas : panjang luka ±7 cm
Warna : -
Terpasang IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit pada tangan
kiri, CRT < 2 detik.
b) Ektremitas Bawah
Pergerakan bebas, tidak ada sianosis, tidak terdapat
oedema, CRT < 2 detik
c) Kekuatan otot
555 555
555 555
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Hari/Tanggal : Sabtu, 10 Desember 2022 (03:09 WITA)
2) Pemeriksaan Radiologi
Hari/Tanggal : Sabtu, 10 Desember 2022 (05:52 WITA)
f. Data Tambahan (Intra Operasi / Laporan Operasi)
Pasien dengan diagnosa medis Close Fracture Right Distal Dextra
dilakukan tindakan ORIF PS pada Senin, 12 Desember 2022
dengan Regional Anastesi. Tindakan operasi dimulai dari pukul
11.30 WITA dan selesai pukul 13.30 WITA, lama operasi ± 2 jam.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive ditandai
dengan terdapat luka post op pada radius distal dextra dengan panjang
luka ±7 cm, tangan kanan pasien tampak terpasang elastic
banded/balutan post op radius distal dextra.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusaka integritas
struktur tulang ditandai dengan pasien mengatakan tangannya sulit
digerakkan setelah operasi. Pasien tampak terpasang elastic
banded/balutan pada tangan kanan dan gerakan tangan pasien terbatas.
C. Perencanaan
1. Prioritas masalah
a. Resiko Infeksi
b. Hambatan Mobilitas fisik
2. Rencana Perawatan
Rencana Keperawatan Pada Pasien Tn. K Dengan Post Op Close Fracture Radidus Distal Dextra
Di Ruang Belibis RSUD Wangaya Denpasar Tanggal 13 s/d 14 Desember 2022
Collaboration
5. Delegatif dalam 5. Untuk menghambat
pemberian antibiotic atau membunuh
(ceftriaxone) bakteri maupun
pertumbuhan bakteri
penyebab infeksi
2 Hambatan Seleah dilakukan tindakan Observasi
mobilitas fisik keperawatan 2x24 jam 1. Kaji kemampuan 1. Untuk mengetahui
berhubungan diharapkan monilitas fisik pasien dalam seberapa kemampuan
dengan kerusakan meningkat dengan kriteria mobilisasi pasien dalam
integritas struktur hasil : mobilisasi
tulang ditandai 1. Pasien mampu
dengan pasien memverbalisasikan Nursing treatment
mengatakan perasaan dalam 2. Fiksasi dengan 2. Untuk menghindari
tangannya sulit meningkatkan kekuatan balutan pada bagian pergerakan pada
digerakkan pasca eksremitas untuk yang sakit (luka tulang
operasi. Pasien digerakkan pasca operasi)
tampak terpasang 2. Menunjukkan
elastic banded pada kemampuan Education
tangan kanan dan peningkatan pergerakan 3. Anjurkan keluarga 3. Untuk menghindari
gerakan tangan eksremitas untuk selalu terjadinya cedera
pasien terbatas mendampingi pasien
D. Implementasi
Pelaksanaan Keperawatan Pada Pasien Tn. K Dengan post op close fraktur radius distal dextra
Di Ruang Belibis RSUD Wangaya Denpasar Tanggal 13 s/d 14 Desember 2022
E. Evaluasi
(Dilakukan setiap hari)
Catatan Perkembangan Keperawatan Pada Pasien Tn. K Dengan Post Op Close Fraktur Radius Distal Dextra
Di Ruang Belibis RSUD Wangaya Denpasar Tanggal 13 s/d 14 Desember 2022
A: masalah teratasi
A: Masalah teratasi
P:Anjurkan pasien untuk latihan rentang gerak pada tangan dan jari kanan
(dilakukan sesuai dengan rencana tujuan)
Evaluasi Keperawatan Pada Pasien Tn. K Dengan Post Op Close Fraktur Radius Distal Dextra
Di Ruang Belibis RSUD Wangaya Denpasar Tanggal 13 s/d 14 Desember 2022
A: masalah teratasi
P: Ingatkan pasien untuk kontrol dan ganti balutan luka
A: Masalah teratasi
P:Anjurkan pasien untuk latihan rentang gerak pada tangan dan jari kanan
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA