Anda di halaman 1dari 9

pembidaian dan pembalutan

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
”Pembidaian Dan Pembalutan Pada Kegawatdaruratan“.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kegawatdaruratan I. penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen penanggung
jawab mata kuliah ini yang telah memberikan tugas ini dan penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing penulis untuk menyelesaikan
tugas ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Maka dari
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar
membantu penulis dalam proses pembelajaran pembuatan makalah selanjutnya.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2016

Kelompok IV

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang
komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam
kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien,
setting prioritas, intervensi krisis dan pendidikan kesehatan masyarakat (Krisanty,2009).
Fraktur merupakan salah satu contoh dari kegawatdaruratan. Fraktur adalah diskontinuitas
dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya kekerasan yang timbul secara
mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan patahan tulang dimana tulang tetap berada di dalam
atau disebut fraktur tertutup atau di luar dari kulit yang disebut fraktur terbuka
(Krisanty,2009).
Fraktur tertutup dan terbuka dapat dilakukan pembidaian dan pembalutan dimana
tujuannya untuk tetap mempertahankan posisi tulang (BEM IKM FKUI, 2014). Menurut
Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu cedera traumatic, fraktur
patologik dan secara spontan.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki angka kejadian yang cukup
tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan
yang terjadi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan
oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalulintas dan trauma benda tajam/tumpul.
Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%),
dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang
(1,7%). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 didapatkan
sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik,
24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan
psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur. Menurut data dari Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus patah tulang mengalami peningkatan setiap tahun sejak
2007. Pada 2007 ada 22.815 insiden patah tulang, pada 2008 menjadi 36.947, 2009 jadi
42.280 dan pada 2010 ada 43.003 kasus. Dari data tersebut didapatkan rata-rata angka insiden
patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 pada perempuan dan laki-laki di atas usia
40 tahun. Sedangkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) 50% patah tulang paha atas
akan menimbulkan kecacatan seumur hidup, dan 30% bias menyebabkan kematian
(Pujitriono, 2015).
Fraktur akan bertambah jika tidak segera ditangani dengan adanya komplikasi yang
berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri,
infeksi, dan avaskulernekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal
union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan. Berbagai tindakan bias dilakukan di
antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.Meskipun demikian masalah pasien
fraktur tidak bias berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau
post operasi (Price, 2005).
Pada kegawatdaruratan fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani dengan pertolongan
pertama yaitu pembidaian dan pembalutan. Pembidaian adalah memasang alat untuk
imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan tulang yang patah
(Krisanty,2009). Pembalutan luka merupakan tindakan keperawatan untuk melindungi luka
dengan drainase tertutup, kontaminasi mikroorganisme yang dapat dilakukan dengan
menggunakan kasa steril yang tidak melekat pada jaringan luka (BEM IKM FKUI, 2014).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui teknik pembalutan dan pembidaian pada kegawatdaruratan
1.2.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi pembalutan dan pembidaian
b. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembalutan dan pembidaian
c. Untuk mengetahui syarat-syarat pembalutan dan pembidaian
d. Untuk mengetahui metode metode pembalutan dan pembidaian
e. Untuk mengetahui prosedur pembalutan dan pembidaian
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pembidaian
2.1.1 Pengertian
Memasang bidai adalah memasang alat untuk immobilisasi atau mempertahankan kedudukan
tulang yang patah (Krisanty, 2009).

2.1.2 Tujuan
1. Memobilisasi fraktur dan dislokasi
2. Mengistirahatkan anggota badan yang cedera
3. Mengurangi rasa sakit
4. Mempercepat penyembuhan

2.1.3 Indikasi
1. Adanya fraktur terbuka dan tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur. Tanda adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada
salah satu bagian tubuh ditemukan:
a. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat,
b. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
c. Bengkak
d. Perubahan bentuk / deformitas
e. Nyeri sumbu
f. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
g. Kram otot di sekitar lokasi
3. Dislokasi persendian

2.1.4 Alat dan bahan pembidaian / pembalutan


1. Spalk / Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
2. Elastic verban
3. Peniti
4. Pelindung diri (masker/sarung tangan)

2.1.5 Tipe-tipe bidai


1. Bidai rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, aluminium atau bahan lainnya yang
keras. Sebelum di pakai, bidai harus dilapisi terlebih dahulu
2. Bidai soft adalh bidai dari bantal, selimut, handuk, atau pembalut atau bahn yang lunak
lainnya
3. Bidai traksi adalah bidai yang digunakan untuk immobilisasi ujung tulang yang patah dari
fraktur femur, sehingga dapat terhindari kerusakan yang

2.1.6 Prinsip pembidaian


a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalami cedera atau pada persangkaan
patah tulang
b. Jika dilakukan pada fraktur, pembidaian harus melewati minimal 2 sendi yang berbatasan
c. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfiksasi sendi tersebut beserta tulang di
sebelah distal dan proksimalnya
2.1.7 Prosedur pembidaian pada kegawatdaruratan :
1. Bidai harus meliputi 2 sendi diatas dan dibawah letak fraktur, sebelum dipasang diukur
telebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit
2. Ikatan jangan terlalu ketat atau jangan terlalu kendor
3. Ikatlah bidai dari distal ke proksimal
4. Buatlah simpul ikatan pada sisi lateral agar mudah dibuka kembali
5. Bidai dibalut/dilapisi sebelum digunakan
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
7. Jika mungkin, naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai
8. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnna perlu dilepas
9. Pengikatan selalu dilakukan diatas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, jika kedua kaki
bawah megalami cedera, pengikatan dilakukan di depamn dan di antara bagian yang cedera
10. Dapat dilakukan fiksasi terhadap bagian tubuh yang masih sehat dengan ikatan delapan atau
ikatan melingkar biasa
11. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit distalnya
12. Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu kencang
akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada bagian lekuk
tubuh seperti leher, lutut, dan pergelangan kaki jika diperlukan
3 lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan
patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah
hingga ujung-ujung tulang yang patah menyatu.

2.2 Pembalutan
2.2.1 Pengertian
Pembalutan adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan tertentu dengan
tujuan tertentu

2.2.2 Tujuan penggunaan pembalutan, yaitu


1. Menutup luka
2. Melakuakan tekanan
3. Mengurangi / mencegah pembengkakan
4. Membatasi pergerakan
5. Mengikat bidai

2.2.3 Persiapan alat untuk pembalutan


1. Alat pelindung diri (Sarung tangan)
2. Mitella
3. Elastis verban
4. Kassa gulung
5. peniti

2.2.4 Macam-macam pembalutan :


1. Pembalutan segitiga, berupa segitiga ama kaki dengan alas 125 cm dan tinggi 50 cm.
Pembalut dapat dilipat sesuai kebutuhan, misal dilipat 2x, 3x atau setangan leher. Dalam
perkembangannya pembalut segitiga mengalami modifikasi menjadi platenga dan funda.
Platenga, pembalut segitiga dengan guntingan dari sudut atas hingga titik pusat, sedangkan
funda memiliki guntingan dari sudut antara kaki segitiga dengan alasa segitiga dengan sudut
sama besar dan panjang 20-30 cm

2. Pembalutan gulung / pita (verban, elastis perban). Terdiri atas beberapa ukuran sesuai
tempat luka. Pembalutan pita dapat terbuat dari kain katun, kain planel, kain kasa (verban),
bahan elastic (elastic verban). Ukuran pembalutan pita bermacam-macam meliputi 2,5 cm
(untuk membalut jari-jari), 5 cm (untuk membalut pergelangan tangan dan kaki), 7,5 cm
(untuk membalut kepala, lengan, betis), 10 cm (untuk membalut paha dan pinggul) dan 15 cm
(untuk membalut dada, punggung dan perut). Cara Melakukan Pembalutan Dengan Pita :
a. Pembalutan kepala dengan pembalut pita
b. Pembalutan jari tangan dengan pembalut pita
c. Pembalutan telapak tangan dengan pembalut pita
d. Pembalutan pergelangan tangan dengan pembalut pita
e. Pembalutan lengan bawah dengan pembalut pita
f. Pembalutan siku dengan pembalut pita
g. Pembalutan lengan atas dengan pembalut pita
h. Pembalutan paha dengan pembalut pita
i. Pembalutan lutut dengan pembalut pita
j. Pembalutan betis dengan pembalut pita
k. Pembalutan pergelangan kaki dengan pembalut pita
l. Pembalutan tumit dengan pembalut pita
m. Pembalutan kaki seluruhnya dengan pembalut pita

3. Pembalutan cepat, yaitu kassa steril dan pembalut gulung. Pembalut dapat dipasang secepat
mungkin pada luka untuk menghindari infeksi (Ramsi, 2013).

2.2.5 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembalutan :


1. Perhatikan wajah korban pada saat membalut
2. Jaga balutan agar tidak mengendor dan bergeser
3. Jangan membalut terlalu erat agar tidak mengganggu sirkulasi darah ke distal
4. Sedapat mungkin lakukan pembalutan pada saat korban berbaring atau dalam keadaan
rileks
5. Jangan sentuh luka atau mengeluarkan sesuatu dari luka, kecuali kontaminan kecil yang
dapat dikeluarkan
6. Dalam usaha mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan pada kulit gunakan bantalan
lunak sebelum melakukan pembalutan
7. Apabila dalam pembalutan harus melepas pakaian korban, maka :
a. Dahulukan melepas pakaian korban pada bagian tubuh yang sehat, lau dilanjutkan
dengan bagian yang sakit
b. Apabila sulit buka jahitan pakaian atau gunting pakaian korban
c. Berhati-hatilah jika harus melepas sepatu korban dan jangan ditarik jika diperkirakan
terjadi patah tulang, karena sepatu juga dapat berfungsi sebagai pembidai
2.2.6 Prinsip dalam membalut :
1. Balutan harus rapi dan menutup luka
2. Balutan tidak terlalu longgar karena pembalutan akan bergeser terutama pada bagian yang
bergerak. Tetapi juga tidak terlalu kencang karena dapat mengganggu peredaran darah atau
menyebabkan nyeri. Periksa tiap 15 menit untuk mengetahui apakah balutan terlalu kencang
dengan memeriksa bagian distal anggota tubuh yang dibalut (pucat/sianosis, nyeri yang
timbul setelah dibalut, teraba dingin, terasa baal dan kesemutan (parestesi)
3. Simpul balutan yang rata agar tidak menekan kulit dan simpul balutan dilakukan pada sisi
yang tidak mengalami injury.

2.2.7 Prosedur melakukan Pembalutan Dengan Mitella


1. Pembalutan kepala dengan mitella
a. Lipatan bagian alas segetiga 2 cm sebanyak 2 kali
b. Letakkan alas sisi segitiga dibelakang kepala, kemudian kedua sudut ditarik kedepan
sedangkan puncuk segitiga berada didahi
c. Kedua sudut tarik kearah dahi dan ikat kedua sudut
d. Sudut puncak segitiga yang berada didepan kepala ditarik keatas dan dipasang peniti
diatas simpul/ dimasukkan kedalam simpul

2. Pembalutan bahu dengan mitella


a. Buat pembalut dasi, pasang pada bahu yang cedera dan ikat didepan ketiak yang tidak
sakit
b. Lipat alas segitiga 2 cm. Letakkan pada bahu/ lengan atas yang sakit, puncak segitiga
letakkan dibawah pembalut pita pada bahu
c. Sudut alas segitiga diikat pada lengan
d. Tarik puncuk segitiga lipat kedepan, sehingga pembalut pita ada di dalamnya,
kemudian pasang peniti.

3. Pembalutan dada dan punggung dengan mitella


a. Membalut dada:
1) Lipat alas segitiga 2 cm, letakkan segitiga pada dada, alas segitiga berada dibawah
mammae, sedangkan puncaknya disalah satu bahu
2) Kedua sudut alas segitiga ikat pinggang bagian belakang, salah satu sudut buat sisa
agak panjang
3) Puncak segitiga tarik kebelakang / kepunggung, sehingga bertemu dengan sisa sudut
alas segitiga dan ikat
b. Membalut punggung
1) Lipat alas segitiga 2 cm, letakkan segitiga pada punggung pasien,dengan alas segitiga
berada di pinggang, sedangkan puncaknya berada disalah satu bahu
2) Kedua sudut alas segitiga ikat di bawah mamae
3) Puncak segitga ditarik kedepan kea rah dada, sehingga bertemu dengan sisa sudut alas
segitiga dan ikat dipunggung.

4. Pembalutan siku dengan mitella


a. Posisi siku fleksi membentuk sudut 45 derajat
b. Segitga membungkus siku, letakkan alas segitiga pada siku dekat badan dan puncak
segitiga bertemu dengan alas segitiga
c. Kedua sudut alas segitiga diputar pada lengan
d. Kedua sudut di buat simpul

5. Cara menggendong lengan dengan mitella


a. Tekuk siku yang cedera 45 derajat
b. Letakkan bagian alas segitiga pada telapak tangan salah satu sudut alas segitiga dikiri
leher lalu ke belakang leher dan sudut puncak segitiga berada disiku
c. Sudut alas segitiga yang satunya ditarik kearah kanan leher lalu ke belakang, sehingga
tangan berada dalam mitella dan buat simpul dibelakang leher. Selanjutnya sudut puncak
segitiga dipasang peniti

6. Pembalutan telapak tangan dengan mitella


a. Bentangkan mitella pada TT/ meja periksa, letakkan telapak tangan diatas, kemudian
puncak segitiga dilipat diatas tengan, sehingga berada pada pergelangan tangan
b. Kedua sudut segitiga lipat menyilang
c. Putar kedua sudut segitiga dan buat simpul di pergelangan tangan

7. Pembalutan pinggul dengan mitella


a. Pasang pembalut dasi pada pinggang
b. Lipat alas segitiga 2 kali, pasang alas segitiga pada pangkal paha lalu ikat, sedangkan
puncak segitiga kaitkan dengan pembalut dasi pada pinggang
c. Sudut puncak segitiga tarik ke bawah, kemudian penitikan

8. Pembalutan kaki dan telapak kaki dengan mitella


a. Bentangkan pembalut segitiga, letakkan kaki yang cedera diatasnya, lipat sudut puncak
segitiga kearah pergelangan kaki
b. Lipat segitiga dekat jari kaki
c. Ikat dengan arah menyilang pada pergelangan kaki
d. Pertemukan kedua sudut dan buat simpul pada pergelangan kaki

9. Pembalutan lutut dengan mitella


a. Lipat-lipat sisi alas segitiga kira-kira setengah tinggi kain segitiga
b. Letakkan ujung puncak segitiga di sebelah atas dari lutut (kearah paha)
c. Sisi alas yang dilipat-lipat harus berada dibawah bagian lutut, pinggir alas dirapatkan
masing-masing ke dua ujungnya kiri dan kanan menuju ke bawah lipatan lutut
d. Kedua ujung alas segitiga disilangkan, kemudian masing-masing ujungnya tarik kearah
atas/ ujung paha
e. Buat simpul, sehingga seluruh lutut tertutup

10. Pembalutan tumit dengan mitella


a. Lipat-lipat sisi alas kain segitiga sampai 2/3 tinggi kain segitiga
b. Letakkan pinggir alas yang sudah dilipat-lipat pada pangkal tumit/ kearah telapak kaki
dan ujung puncak segitiga berada dibelakang betis menutupi tumit
c. Ujung sudut alas segitiga yang dipangkal tumit, masing-masing ditarik ke arah atas
menuju ke punggung pergelangan kaki, lalu buat silang, kemudian masing-masing ditarik
kea rah tumit sebelah atas dan keduanya bertemu dengan menindis puncak segitiga
dipersilangkan
d. Boleh dibuat simpul disitu atau masing-masing diteruskan kembali menuju punggung
pergelangan kaki, kalau ujung segitiga masih panjang, diteruskan ke bawah menuju ke
pangkal tumit, lalu buat simpul (Krisanty,2009).

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang
komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam
kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien,
setting prioritas, intervensi krisis dan pendidikan kesehatan masyarakat. Fraktur merupakan
salah satu contoh dari kegawatdaruratan.
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya
kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan patahan tulang dimana
tulang tetap berada di dalam atau disebut fraktur tertutup atau di luar dari kulit yang disebut
fraktur terbuka. Pada kegawatdaruratan, fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani dengan
pertolongan pertama yaitu pembidaian dan pembalutan. Pembidaian adalah memasang alat
untuk imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan tulang yang patah
Pembidaian atau pembalutan merupakan salah satu proses penting dalam penatalaksanaan
awal korban patah tulang. Memasang bidai / balut adalah memasang alat untuk immobilisasi
atau mempertahankan kedudukan tulang yang patah. Adapun tujuan dari
pembalutan/pembidaian adalah memobilisasi fraktur dan dislokasi, mengistirahatkan anggota
badan yang cedera, mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan.

Prinsip-prinsip dalam pembidaian dan pembalutan, meliputi :


1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalami cedera atau pada persangkaan
patah tulang
2. Jika dilakukan pada fraktur, pembidaian harus melewati minimal 2 sendi yang berbatasan
3. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfiksasi sendi tersebut beserta tulang di
sebelah distal dan proksimalnya

Adapun syarat melakukan pembidaian / pembalutan yaitu :


1. Bidai harus meliputi 2 sendi diatas dan dibawah letak fraktur, sebelum dipasang diukur
telebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit
2. Ikatan jangan terlalu ketat atau jangan terlalu kendor
3. Ikatlah bidai dari distal ke proksimal
4. Buatlah simpul ikatan pada sisi lateral agar mudah dibuka kembali Bidai dibalut/dilapisi
sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
6. Jika mungkin, naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai
7. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnna perlu dilepas
8. Pengikatan selalu dilakukan diatas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, jika kedua kaki
bawah megalami cedera, pengikatan dilakukan di depamn dan di antara bagian yang cedera
9. Dapat dilakukan fiksasi terhadap bagian tubuh yang masih sehat dengan ikatan delapan atau
ikatan melingkar biasa
10. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit distalnya
11. Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu kencang
akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada bagian lekuk
tubuh seperti leher, lutut, dan pergelangan kaki jika diperlukan

3.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk dapat mengaplikasikan ilmu kegawatdaruratan
pada cedera muskuloskeletal dengan melakukan tindakan pembidaian dan pembalutan.

DAFTAR PUSTAKA

Hardisman. 2014. Gawat adrurat medis praktis. Yogyakarta : Gosyen publishing

Krisanty, P. 2009. Asuhan keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : TIM

Ramsi, 2013. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga

JF, Sidaruk. 2016. Balut dan Bidai. (http://sidaurukjf.blogspot.co.id /pembidaian dan


pembidaian). Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Anda mungkin juga menyukai