Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gawat darurat adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kondisi yang sangat mengancam nyawa bila tidak segera dilakukan
pertolongan yang tepat dan cepat, karena dapat menyebabkan cacat bahkan
kematian. Selain waktu pertolongan yang harus dilakukan dengan cepat juga
harus ditunjang dengan tenaga penolong yang professional karena selain dari
waktu pertolongan hal yang dapat menyebabkan kematian klien adalah
kesalahan dari penolong, seperti kesalahan dalam pemindahan korban.
Macam ranah dari keperawatan gawat darurat antara lain melepas
helm, pemasangan coller servikal, tindakan head tild chin lift dan jaw trust,
BVM, pembidaian, OPA, NPA, log roll, evakuasi korban dan ambulan, dll.
Yang kesemuanya sangat penting dan sangat vital dilakukan dilapangan, salah
satunya adalah pembidaian, pembidaian adalah suatu tindakan pertolongan
pertama pada cedera atau trauma pada system musculoskeletal. Yang terutama
terjadi pada bagian kaki, tangan, dan tulang vertebrata yang biasanya
mengalami fraktur baik terbuka maupun tertutup.
Fungsi dari pembidaian pada kasus fraktur terbuka adalah untuk
menghentikan perdarahan sementara dan mencegah terjadinya fraktur atau
pemindahan tulang yang lebih parah. Bukan hanya itu pembidaian juga
berfungsi untuk pasien dengan dislokasi karena ini juga harus dilakukan
pembidaian untuk membantu mempertahankan lokasi tulang yang bergeser agar
tidak bergeser tambah jauh atau mengalami kondisi yang lebih parah. Sebelum
sampai di rumah sakit pastikan bahwa ada tangan/ ada bagian yang terlihat
untuk pengecekan CRT selama di perjalanan sebagai bagain dari observasi.
Banyak yang harus diperhatikan dalam proses pembidaian antara lain jangan
meluruskan (reposisi) tangan atau kaki yang mengalami deformitas, pasang
bidai apa adanya dll.
Oleh karena itu, dalam hal ini kami penulis ingin membahas sedikit
banyak tentang pengertian pembidaian, jenis-jenis dan langkah-langkah

1
pembidaian, semoga menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembagi
pembaca.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pembidaian?
2. Apa tujuan dari pembidaian?
3. Apa saja kontra indikasi dari pembidaian?
4. Apa saja prinsip dasar pembidaian?
5. Apa saja tipe-tipe bidai/splint?
6. Bagaimana teknik pembidaian?
7. Apa saja komplikasi pembidaian?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi pembidaian
2. Untuk mengetahui tujuan dari pembidaian
3. Untuk mengetahui kontra indikasi dari pembidaian
4. Untuk mengetahui prinsip dasar pembidaian
5. Untuk mengetahui tipe-tipe bidai/splint
6. Untuk mengetahui bagaimana teknik pembidaian
7. Untuk mengetahui komplikasi pembidaian

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pembidaian
Pembidaian (splinting) adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera
atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang harus diketahui oleh dokter,
perawat, atau orang yang akan memberikan pertolongan pertama pada tempat
kejadian kecelakaan. Pembidaian adalah cara untuk mengistirahatkan
(imobilisasi) bagian tubuh yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu
alat Saleh (2006).
Fitch (2008), menyatakan bahwa pembidaian mengimobilisasi ekstremitas
yang mengalami cedera dan melindungi dari cedera yang lebih lanjut,
mengurangi nyeri dan perdarahan serta digunakan untuk memulai proses
penyembuhan. Pemakaian pembidaian pada pasien rawat jalan termasuk
didalamnya fraktur, dislokasi dan sprain otot. Stabilisasi dari ektremitas yang
patah tulang dengan pembidaian membantu kesejajaran tulang dan mengurangi
ketidaknyamanan. Sesudah dilakukan reduksi dari dislokasi, posisi anatomi
dijaga dengan pembidaian.
Menurut Saleh (2006), bidai dapat kaku atau lunak. Ada bidai buatan pabrik
untuk penggunaan pada tempat tertentu pada tubuh kita dan ada pula bidai yang
dapat dibuat dengan melakukan improvisasi dari barang atau benda yang sudah
ada disekitar kita.
2.2 Tujuan Pembidaian
Menurut Boswick (2012), tujuan pembidaian yaitu:
1. Pembidan efektif pada saat kecelakaan, atau di departemen gawat darurat,
merupakan tindakan yang penting dalam menata laksana fraktura dan
dislokasi.
2. Pembidaian darurat, menghindarkan kerusakan jaringan lunak lebih lanjut
oleh fragmen tulang, meminimumkan nyeri, dan memberikan kenyamanan
selama transport.
3. Pembidaian tidak boleh mengganggu sirkulasi darah atau menekan serabut
saraf atau pada tonjolan tulang.

3
Saleh (2006), menyatakan bahwa ada 5 alasan dalam melakukan pembidaian
pada cedera musculoskeletal yaitu:
a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi
yang mengalami dislokasi.
b. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar
tulang yang patah (mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah,
jaringan saraf perifer dan pada jaringan patah tulang tersebut).
c. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang timbul.
d. Untuk mencegah terjadinya syok.
e. Untuk mengurangi nyeri dan penderitaan.
2.3 Kontra Indikasi
Pembidaian Fitch (2008) menyatakan bahwa meskipun tidak ada
kontraindikasi absolut dalam menggunakan pembidaian/splinting pada
ekstremitas yang mengalami cedera, beberapa hal unik harus diperhatikan.
Pembengkakan alami akan terjadi sesudah terjadi cedera dapat menjadi
hambatan dari keamanan metode dari imobilisasi.
2.4 Prinsip Dasar Pembidaian
Prinsip umum menurut Boswick (2012)
1. Mempertahankan nyawa, mendapat prioritas dibandingkan pembidaian
darurat. Obat asfiksia, kendali perdarahan hebat, serta mulai terapi syok
sebelum pembidaian. Pembidaian yang efektif yang mencegah syok.
2. Pada ekstremitas yang cedera, periksa tanda-tanda cedera arteria dan saraf,
sebelum mencari adanya fraktura dan melakukan pembidaian darurat.
Rabalah denyut nadi di distal fratura.
3. “Bidai mereka di tempat ia terletak” untuk melindungi terhadap perubahan
fraktura tertutup menjadi fraktura terbuka dan melawan drainase jaringan
lebih lanjut.
4. Untuk kemanjuran pembidaian yang maksimum, imobilisasi sendiri di atas
dan di bawah fraktura.
5. Bidai komensial standar harus selalu tersedia, tetapi bila tidak ada, maka
dapat diimprovisasi dengan cabang pohon, surat kabar yang dilipat atau kain

4
yang dilipat ke atas dan ujung-ujungnya disatukan dengan peniti (sebagai
penyangga ‘sling’)
6. Pakaian pada ekstremitas yang cedera, harus dsingkirkan.

Prinsip dasar pembidaian ini harus selalu diingat sebelum kita melakukan
pembidaian (Saleh, 2006)
a. Harus melakukan proteksi diri sebelum pembidaian
b. Jangan melepaskan stabilisasi manual pada tulang yang cedera sampai kita
benar- benar melakukan pembidaian
c. Jangan mereposisi atau menekan fragmen tulang yang keluar kembali
ketempat semula
d. Buka pakaian yang menutupi tulang yang patah sebelum memasang bidai
e. Lakukan balut tekan untuk menghentikan perdarahan pada fraktur terbuka
sebelum memasang bidai
f. Bidai harus melewati sendi proksimal dan sendi distal dari tulang yang patah
g. Bila persendian yang mengalami cedera, lakukan juga imobilisasi pada
tulang proksimal dan distal dari sendi tersebut
h. Berikan bantalan atau padding untuk mencegah penekanan pada bagian
tulang yang menonjol dibawah kulit
i. Sebelum dan sesudah memasang bidai lakukan penilaian terhadap nadi,
gerakan dan rasa /sensasi pada bagian distal dari tempat yang fraktur atau
cedera
j. Berikan dukungan dan tenangkan penderita menghadapi cedera ini.

2.5 Tipe-Tipe Bidai/Splint


Gilbert (2011) menyatakan bahwa pembidaian membantu mengurangi
komplikasi sekunder dari pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular
dan mengurangi nyeri. Ada beberapa macam splint, yaitu:
a. Hard splint (bidai kaku)
Bidai kaku biasanya digunakan untuk fraktur ekstremitas. Bidai kaku
sederhana bisa dibuat dari kayu dan papan. Bidai ini juga bisa dibuat dari
plastik, aluminium, fiberglass dan gips back slab. Gips back slab ini

5
dibentuk dan diberi nama sesuai peruntukannya untuk area trauma yang
dipasang bidai. Gips back slab merupakan alat pembidaian yang lebih baik
dan lebih tepat digunakan pada ekstremitas atas dan bawah serta digunakan
untuk imobilisasi sementara pada persendian.
b. Soft splint (bidai lunak)
Pembidaian dimulai dari tempat kejadian yang dilakukan oleh
penolong dengan menggunakan alat pembidaian sederhana seperti bantal
atau selimut.
c. Air slint atau vacuum splint
Bidai ini digunakan pada trauma yang spesifik seperti bidai udara.
Bidai udara mempunyai efek kompresi sehingga beresiko terjadi
compartment syndrome dan iritasi pada kulit.
d. Traction splint (bidai dengan traksi)
Bidai dengan tarikan merupakan alat mekanik yang mampu
melakukan traksi pada bidai. Bidai dengan tarikan ini biasanya digunakan
untuk trauma pada daerah femur dan sepertiga bagian tengah ekstremitas
bawah.

2.6 Teknik Pembidaian


Penting membedakan antara (1) pembidaian sementara untuk
transportasi dan (2) pembidaian untuk menahan atau mencapai reduksi fraktura
atau dislokasi serta untuk memberikan immobilisasi yang lama. Bidai ada dua
jenis, penyatu (koaptasi) dan traksi.
a. Pembidaian fraktura atau dislokasi terbuka
Penatalaksana fraktura terbuka diarahkan ke penyembuhan luka
terbuka tanpa infeksi dan menyembuhkan fraktura dalam posisi yang baik.
Untuk mencapai dua tujuan itu, fraktura atau dislokasi terbuka
memerlukan pemasangan pembalut steril di atas luka sebelum pembidaian.
Pemberian larutan antiseptic di sekitar luka bisa berbahaya. Fragmen
tulang yang menonjol, tak boleh dipindahkan tempatnya di dalam luka,
tetapi hanya boleh ditutup dengan pembalut. Pada pembidaian darurat,
traksi yang dilakukan tak boleh mengakibatkan segmen yang menonjol

6
masuk kembali ke dalam luka. Fraktura dan dislokasi terbuka memerlukan
perumahsakitan segera. Tetap antibiotika dan proflaksis antitetanus yang
tepat harus segera dimulai.
b. Fraktura atau Dislokasi Ekstremitas Atas
Evaluasi sirkulasi darah di tangan dan persarafan perifer pada lengan
bawah dan mendahului pembidaian darurat. Tangan yang merah muda dan
hangat menunjukkan gangguan sirkulasi. Denyut nadi radialis yang baik
merupakan tanda yang baik. Tes standar untuk sirkulasi dapat dilakukan
dengan menekan ujung jari tangan, sehingga menyebabkan pemucatan
palung kuku. Pada sirkulasi yang baik, warna merah muda segera
menggantikan warna yang pucat, setelah tekanan pada kuku dilepaskan.
Pada gangguan sirkulasi, warna merah muda kembali perlahan-lahan atau
tidak kembali. Semuanya dapat dilakukan di lapangan dalam menata
laksana gangguan sirkulasi untuk memastikan bahwa pakaian yang ketat
di atas tempat cedera bukan penyebab dan untuk mengoreksi dan
deformitas hebat pada tempat cedera sebelum pembidaian yang tepat.
Sirkulasi ke tangan harus di test kembali setelah pembidaian.
Evaluasi fungsi saraf tepi jauh lebih sukar. Penderita harus diminta
memfleksikan, mengekstensi, menyebarkan jari-jari tangannya, serta
menggerakkan ibu jarinya ke segala arah. Pada fraktura lengan bawah atau
tangan, nyerii akibat cedera bisa membatasi pergerakkan demikian.
Sensibilitas di tangan dapat dinilai dengan tusukan jarum, tak adekuat
pemeriksaan hanya dengan perabaan. Tak ada yang dapat dilakukan di
tempat kejadian untuk gangguan fungsi saraf selama koreksi deformitas
yang hebat. Semua informasi yang didapatkan tentang sirkulasi dan fungsi
saraf harus dicatat dan di sampaikan segera ke dokter yang mengobati di
rumah sakit.
1) Bahu Lengan Atas
Ekstremitas yang cedera ditempatkan pada ‘sling’, biasanya
dengan siku membentuk sudut tegak lurus dan diikatkan ke dada
dengan pembalut, atau ‘sling’ lain (gambar 9-2). Penggunaan dinding
dada demikian adalah contoh bidai koaptasi. Untuk fraktura korpus

7
humeri, ‘sling’ tak boleh sampai mengangkat lengan bawah. Sewaktu
memfleksi siku tegak lurus dirasakan nyeri hebat, maka seluruh
ekstremitas bisa dibalut ke batang tubuh dengan siku terfleksi sekitar
80°.

Bila pasien menahan lengannya menjauh sisi tubuhnya maka


seharusnya lebih dicurigai adanya dislokasi sendi bahu daripada suatu
fraktura. Usaha mendekatkan lengan ke sisi tubuh akan menyebabkan
nyeri dan harus dihindarkan. Buntalan atau materi lunak lain harus
dipasang untuk membantu menahan lengan menjauhi dada dan
pembalut harus dipasang untuk menahan bantal serta lengan dalam
posisi yang ternyaman. Bila taka da ‘sling’, maka dapat digunakan
bagian bawah baju penderita yang diikatkan ujungnya dengan peniti
untuk menyangga lengan bawah, dan ekstremitas bisa dibebatkan ke
dinding dada.
Penderita dislokasi sendi bahu dan banyak penderita fraktura
sekitar bahu atau lengan, akan lebih nyaman dan lebih baik
ditransportasikan dalam posisi duduk.
2) Siku
Ekstremitas yang cedera dibidai seperti posisi yang ditemukan.
Tidak boleh memfleksikan siku. Pembidaian koaptasi dilakukan dengan
membebat seluruh ekstremitas ke batang badan mungkin setelah
membentuk bidai dengan kawat melintang ke bentuk siku.

8
3) Lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan
Pada fratura lengan bawah pergelangan tangan dan tangan jarang
pembidaian adekuat menjadi masalah; digunakan pembidaian koaptasi.
Pada fraktura dekat pergelangan tangan atau tangan, dipasang papan
dengan bantalan di permukaan volar; sedangkan untuk lengan bawah,
papan digunakan di bagian depan dan belakang. Bidai logam komersial
atau bidai udara yang dapat digembungkan, sama efektifnya. Untuk
cedera tangan, memuaskan pemberian bantalan pada telapak tangan
sehingga jari-jari tangan dipertahankan pada posisi fungsional (gambar
9-3). ‘Sling’ yang menahan siku tegak lurus melengkapi pembidaian.

c. Fraktura atau Dislokasi Ekstremitas Bawah


Evaluasi sirkulasi darah dari kaki serta fungsi saraf tepi di tungkai
dan kaki mendahului pembidaian darurat. Kaki merah muda dan hangat,
menunjukkan sirkulasi yang baik seperti juga pulsasi di arteria tibialis
posterior dan arteria dorsalis pedis. Dingin, pucat atau sianosis pada kaki
menandakan gangguan sirkulasi. Pemucatan kuku kaki pada penekanan
dan segera kembali ke warna merah muda merupakan tanda sirkulasi ke
kaki yang adekuat. Jika sirkulasi terganggu, pastikan bahwa penyebabnya
bukan pakaian yang ketat atau koreksi deformitas hebat sebelum
pembidaian. Sirkulasi kaki harus di evaluasi lagi setelah pembidaian.
Evaluasi fungsi saraf tepi dilakukan dengan meminta penderita
menggerakkan jari-jari kaki nya dan mentes sensibilitas jari kaki dengan

9
tusukan jarum. Pada fraktura tungkai, nyeri dapat membatasi pergerakkan
jari kaki. Gangguan fungsi saraf tak dapat di koreksi di tempat kejadian.
Deformitas hebat harus dikoreksi sebelum melakukan pembidaian.
Semua keterangan yang di dapat tentang sirkulasi dan fungsi saraf
harus dicatat dan segera dikirimkan ke dokter yang mengobati di rumah
sakit.
Pembidaian fraktura atau dislokasi ekstremitas bawah sangat pentig.
Sering penderta dapat melakukan suatu derajat imobilisasi pada bahu,
lengan, siku, lengan bawah atau tangan yang cedera dengan ekstremitas
atasnya yang tak cedera. Tetapi ia tak dapat melakukan demikian pada
fraktura total pada femur atau kedua tulang tungkai. Biasanya ia tak
berdaya sampai tiba bantuan.
a. Fraktura Femur
Bidai traksi yang menggunakan bidai setengah cincin atau cincin
penuh diindikasikan pada fraktur femur. ‘Sling’ menyokong
ekstremitas di dalam bidai dan traksi dilakukan pada ‘ankle hitch’.
Lengkukan pembalut, lebih disukai kain kasa atau ‘sling’ dilipat
(seperti yang digunakan untuk ekstremitas atas) yang diikat ke bidai
tegak lurus. ‘Ankle hitch’ komersial lebih disukai daripada ‘hitch’
improvisasi yang dibuat dari pembalut kasa standarnya.
Ada satu bidai traksi yang menawarkan beberapa keuntungan
(gambar 9-4). Ia menyokong ekstremitas dengan pegangan ‘Velcro’
yang dipasang tegak lurus. Pada sokongan ini, maka ujungnya hanya
dilipat di atasnya dan diamankan dengan pegangan. Penyuplai yang
sama juga menawarkan ‘ankle hitch’ berbantalan lebar dan ambin
(‘strap’) yang dapat disesuaikan dan lewat melalui gelang logam ‘hitch’
ini, kemudian dilingkari sekeliling ujung bidai dan dikencangkan untuk
memberikan traksi.

10
Pemasangan bidai traksi merupakan proses kerja dua orang. Pada
ekstremitas yang cedera tanpa pakaian, bidai di letakkan di sisinya, dan
seorang penolong memegang tumit dan menarik ekstremitas, ini
biasanya mengurangi deformitas hebat. Orang kedua mengangkat
ekstremitas cedera itu dan meletakan di bidai di bawahnya. ‘hitch’
traksi ditempatkan sekitar pergelangan kaki dan kemudian difiksasikan
pada ujung bidai dengan tegangan yang cukup untu memberikan traksi
sedang. Bila penderita masiih bersepatu, maka sepatu ini justru dapat
memberikan sejumlah perlindungan terhadap tekanan. Ujung distal
bidai kemudian dikeataskan.
Bila bidai traksi tak dapat dilakukan untuk femur yang fraktura,
maka diindikasikan bidai koaptasi, walaupun kurang efektif. Sementara
seorang penolong melakukan traksi, yang lain membalut bidai papan
Panjang yang berbantal di lateral untuk sepanjang ekstremitas yang di
perpanjang di atas sepanjang badan, termasuk sangkar dada bawah bila
tak ada cedera dada. Satu papan pendek berbantalan diiletakkan di
medial, dan satu lagi di posterior.
Bidai udara yang dapat di kembangkan tak adekuat bagi fraktura
femur, karena tidak dapat mencakup sendi panggul. Tetapi karena
posisi pakaian anti-syok meluas ke atas sampai daerah lumbal bawah
dan turun ke bawah sampai di bawah lutut, maka fraktura femur dan
pelvis dapat distabilkan secara adekuat. Bidai traksi Sagar dan Hare
dapat dipasang di luar pakaian anti-syok yang memberkan traksi
sekaligus maupun immobilisasi kompresi.

11
b. Dislokasi Sendi Panggul
Biasanya sendi panggul yang terdislokasi menyebabkan paha dan
tungkai dalam posisi fleksi. Tak boleh mencoba mengurangi fleksi ini.
Bantalan atau selimut penyokong harus di tempatkan di bawah paha dan
lutut yang fleksi serta pasien di transport ke rumah sakit dengan
ekstremitas dalam posisi sewaktu ditemukan.
c. Fraktura Sekita Lutut
Bidai traksi seperti untuk fraktura femur atau bidai koaptasi yang
menggunakan papan berbantalan di medial dan lateral, bisa digunakan
untu fraktura sekitar lutut. Bidai traksi lebih disukai untuk fraktura
femur distal; bila digunakan bidai papan papan lateral harus
diperpanjang ke atas sampai pinggiran pelvis. Semua papan harus
meluas ke distal ke bawah kaki.
Beberapa fraktura sekitar lutut menghasilkan deformitas hebat,
yang biasanya dapat diatasi dengan traksi yang dipasang di pergelangan
kaki. Deformitas bermakna harus dikoreksi agar traksi atau bidai papan
berbantalan efektif.
Bidai udara yang dapat dikembangkan yang meluas ke atas lutut,
menawarkan bidai yang efektif untuk fraktura ujung proksimal tulang
tungkai bawah, atau patella tetapi bidai itu tidak lebih baik daripada
traksi atau bidai papan berbantalan untuk cedera ini. Bidai udara kurang
adekuat untuk fraktura ujung distal femur.
d. Dislokasi Lutut
Ujung proksimal tulang-tulang tungkai biasanya terdengar
tergeser ke belaang. Dislokasi ini membahayaan ekstremitas karena
robekan atau obstruksi arteria poplitea. Sehingga harus dilakukan
evaluasi teliti atas pulsasi ini tak ada atau bila kaki pucat atau sianosis,
maka diindikasikan usaha cepat yang layak untuk reposisi dislokasi.
Kadang-kadang traksi manual yang kuat dan mantap pada pergelangan
kaki dalam sumbu Panjang ekstremitas akan menghasilkan reduksi
dislokasi yang lengkap atau sebagian dengan mengurangi atau
menghilangkan obstruksi arteria poplitea. Usaha ini berguna pada

12
tempat kejadian atau dalam unit gawat darurat atau rumah sakit harus
segera memperhatikan gangguan sirkulasi apa pun yang terlihat.
Pembidaian untuk dislokasi sendi lutut, dengan atau tanpa usaha
reduksi, sebanding dengan yang diuraikan untuk sekitar lutut. Suatu
bidai udara tak mungkin adekuat bagi dislokasi ini.
e. Fraktura Tungkai Bawah
Untuk fraktura korpus satu atau kedua tulang tungkai bawah,
maka biasanya efektif bidai koaptasi, walaupun bidai traksi ideal bagi
fraktura pada atau dekat sambungan sepertiga proksimal dan sepertiga
tengah tungkai. Bidai koaptasi, walaupun bidai traksi ideal bagi fraktura
pada atau dekat sambungan sepertiga proksimal dan sepertiga tengah
tungkai. Bidai koaptasi dapat dilakukan oleh bidai udara yang dapat
diembangan yang terbentang ke atas lutut; bidai papan perbantalan
diletakkan di medial, lateral dan posterior, masing-masing meluas dari
sekitar lipat paha ke kaki; atau bidai logam posteror berbentuk saluran
yang berbantalan di posterior. Bila digunakan bidai papan bantalan
harus disusun sedemikian rupa sehingga malleoli dan kaput fibulae
terlindung dari tekanan yang menyakitkan. Perlindungan kaput fibulae
yang tak adekuat dapat menimbulkan tekanan berlebihan pada nervus
peroneus, yang menyebabkan paralisis (‘footdrop’)
Bidai bantal (suatu bentuk bidai koaptasi yang diimprovisasi)
akan memberikan bidai gawat darurat yang adekuat untuk fraktura
tulang tungkai bawah, terutama di setengah bawah. Tungkai di angkat
ke bantal yang di balut dengan hati-hati ke tungkai bawah dan paha
bawah (gambar 9-5). Papan yang ditempatkan di medial dan lateral sisi
luar bantal akan meningkatkan efek pembidaian. Untuk fraktura total
terutama kedua tulang, maka diperlukan dua orang, satu mengangkat
dan menyokong tungkai bawah, sedang yang lain melakukkan
pembidaian.

13
Bila udara yang dapat dikembangkan memerlukan kehati-hatian
pada pemakaiannya. Beberapa terbuat dengan ritsluiting sepanjang
bantal. Tungkai dtempatan pada bidai udara ritsluiting ditutup dan
bidang dikembangan dengan mulut. Tidak boleh digunakan pompa.
Setelah dikembangkan, tekanan ibu jari atau jari tengah harus menekuk
sedikit bidai tanpa menmbulkan tekanan yang dapat didetesi pada
tungkai bawah. Jumlah pemgembangan harusnya memungkinkan jari
tangan lewat di bawah ujung atas bidai dengan usaha moderat. Bidai
udara tanpa ritsluitng lebih sulit dipakai. Kaki dan tungkai bawah harus
masuk ke dalam bidai.
f. Fraktura sekitar Pergelangan Kaki
Pembidaian pergelangan kaki yang memuaskan diberikan oleh
bidai udara, papan berbantalan yang hanya meluas ke lutut, bidai logam
posterior berbentuk saluran sampai lutut yang berbantalan atau bidai
bantal. Bila diigunakan bidai bantal, maka ia harus dilipat dan
diletakkan sekitar kaki untuk mendapatkan immobilisasi maksimum.
g. Dislokasi Pergelamgan Kaki
Dislokasi pergelangan kaki hampir selalu disertai oleh fraktura.
Deformitas hebat harus dikoreksi dengan traksi dan manipulasi sedang

14
sebelum pembidaian. Tiap metode pembidaian yang diuraikan untuk
fraktura pergelangan kaki dapat diterapkan untuk dislokasi.
h. Fraktura atau Dislokasi Kaki
Tiap metode pembidaian yang disebutkan untuk fraktura
pergelangan kaki dapat diterapkan untuk fraktura atau dislokasi di
dalam kaki. Bantal yang dilipat dan diletakkan sekitar kaki merupakan
metode pembidaian yang sederhana dan efektif bagi cedera ini.

2.7 Komplikasi Pembidaian


Saleh (2006) menyatakan bahwa komplikasi pembidaian biasanya timbul
bila kita tidak melakukan pembidaian secara benar, misalnya;
a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau jaringan dibawah bidai
yang bisa memperparah cedera yang sudah ada, bila dipasang terlalu ketat.
b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf perifer,
pembuluh darah, atau jaringan sekitarnya akibat pergerakan ujung – ujung
fragmen patah tulang.
c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi
jaringan

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
- Pembidaian (splinting) adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera
atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang harus diketahui oleh dokter,
perawat, atau orang yang akan memberikan pertolongan pertama pada
tempat kejadian kecelakaan.
- Salah satu tujuan pembidaian adalah untuk meminimalisasi/mencegah
kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang patah
(mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah, jaringan saraf perifer
dan pada jaringan patah tulang tersebut).
- Prinsip Dasar Pembidaian
1. Mempertahankan nyawa
2. Pada ekstremitas yang cedera
3. Bidai mereka di tempat ia terletak
4. Imobilisasi sendiri di atas dan di bawah fraktura.
5. Bidai komensial standar harus selalu tersedia
6. Pakaian pada ekstremitas yang cedera, harus dsingkirkan.
- Tipe-tipe bidai/splint meliputi hard splint (bidai kaku), soft splint (bidai
lunak), air slint atau vacuum splint dan traction splint (bidai dengan traksi).
- Teknik pembidaian ada dua yaitu pembidaian sementara untuk transportasi
dan pembidaian untuk menahan atau mencapai reduksi fraktura atau
dislokasi serta untuk memberikan immobilisasi yang lama
- Komplikasi pembidaian meliputi bisa menekan jaringan saraf, bisa
menimbulkan kerusakan pada saraf perifer, pembuluh darah, atau jaringan
sekitarnya dan menghambat aliran darah bila terlalu ketat
3.2 Saran
Seorang yang melakukan pembidaian haruslah memahami bagian
anatomi tubuh yang mana saja yang bisa dilakukan sebuah pertolongan
pembidaian jangan sampai salah melakukan proses pembidian dibagian faktur
yang terjadi dan juga harus bisa menguasai pelaksanaan sebuah pembidaian

16
yang benar dan jangan sampai memperburuk keadaan korban yang nantinya
dapat menimbulkan kecacatan.

17
Daftar Rujukan

18

Anda mungkin juga menyukai