Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

 Pengertian

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).

 Patofisiologi

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser
satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan
selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada
pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh
system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura
viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o
dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.

Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium


tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi
permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi
pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui
aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran
getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.

Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan


eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang
bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara
500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa.
Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena
akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain :
Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada
asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain
hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun

 Tanda dan gejala


 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderitaakan sesak
napas
 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeridada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
mpenumpukan cairan pleural yang signifikan.
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karenacairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung(garis Ellis Damoiseu)
 Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

 Pemeriksaan penunjang atau diagnostik


 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam
menentukan faktor penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan
homogen dengan batas atas yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus
yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan memberikan
gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang
dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan teknik
biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih
dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA),
maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral. Di bawah ini beberapa
pemeriksaan radiologis yang lazim dilakukan :
1) Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks
posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling
tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi
AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
2) CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan
dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3) USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

 Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

 Analisa cairan pleura


Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui,
kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, yaitu melalui thorakosentesis.
Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
· Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,
amylase, pH, dan glucose
· Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri
· Pemeriksaan hitung sel
· Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

 Biopsi
Diagnosis dari Pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan analisis
cairan pleura dan biopsi pleura. Biopsi pleura parietal telah menjadi tes
diagnositik yang paling sensitif untuk Pleuritis TB. Pemeriksaan
histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan granulomatosa,
nekrosis kaseosa, dan BTA positif.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Biopsi
pleura perlu dipikirkan setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata negatif.
Diagnosis keganasan dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada
60% penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang
dilakukan berulang (dua sampai empat kali) dapat meningkatkan diagnosis
sebesar 2-4%. Biopsi pleura dapat dilakukan dengan jarum.
 Penatalaksanaan medis
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan
pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau
terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi
ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah
keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi
untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan
tindakan aspirasi :
a) Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat
mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek
pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b) Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh
penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi
dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.
Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran
struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang
retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan
terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c) Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan
tiga pengaruh pokok :
 Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam
tubuh
 Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif
sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih
banyak
 Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini
dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya
yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan
pembentukan cairan karena malignancy adalah karena erosi pembuluh darah.
Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide,
nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau
penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena
tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang
berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula
dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk
melakukan torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga plera.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak. Kerugian :
a. Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada
dalam cairan pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c. Dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh
karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi
terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. data subyektif
 Biodata : nama, umur, jenis kelamin, tanggal mrs, no reg ,
nama penanggung jawab, agama, pekerjaan
 Alasan datang : pusing , nyeri seluruh tubuh dan sesak nafas,
rasa berat pada dada
 Riwayat kesehatan sekarang : batuk, sesak nafas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada.
 Riwayat kesehatan keluarga
 Pola aktivitas sehari hari, makan minum, pola eliminasi, pola
istirahat, pola kebersihan diri.

b. Data obyektif

pem fisik :

 Keadaan umum cukup ,kesadaran composmentis, gcs 456


 Tanda tanda vital : TD 110/80 , N 48, RR 21 , S 36,5 c
 Kepala dan leher : inspeksi bentuk kepala normal,
Rambut tipis memutih kering kusam
leher deformitas (-), Mata menunjukan
anemis
palpasi tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid
 Thorak dan dada : inspeksi bentuk dada barrel chest
Palpasi pergerakan dada sedikit berat
Auskultasi suara nafas tambahan ronkhi
Perkusi sonor
 Integumen : inspeksi warna sawo matang, kelembapan kulit
Kurang/ kering
Palpasi turgor kurang dari 2 detik

 Abdomen : inspeksi bentuk abdomen normal


Palpasi asites (-)
Auskultasi bising usus DBN
Perkusi asites (-)
 Ekstremitas : ekstremitas atas dan bawah dapat digerakan
dengan normal tetapi tidak kuat untuk berjalan
karena sesak, bengkak di kaki kanan
 Skala nyeri 3
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru
b. nyeri/ansietas b.d proses inflamasi
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
keinginan makan sekunder akibat dyspnea

3. RENCANA KEPERAWATAN

No KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL


dx
1  Melaporkan Monitor ttv Untuk memastikan dan
berkurangnya dyspnea menjagab ttv dalam
 Ttv dalam batas batas yang Normalnya.
normal .
TD 170/95, N 72, Ajarkan latihan nafas Nafas dalam dapat
RR 16-20, S 36-37 C dalam merilekskan otot
pernafasan sehingga
dapat mengurangi beban
kerja paru saat berafas

Berikan oksigen Kekurangan oksigen


pada jaringan akan
menghentikan
metabolisme

Posisikan semi fowler Memperlancar jalan


nafas sehingga tidak
membebani kerja paru
saat bernafas

2  Mampu mengontrol Kaji tingkat nyeri Mengetahui faktor


nyeri ,tahu penyebab PQRST nyeri
nyeri
 Menyatakan rasa Ajarkan teknik Mengajarkan pasien
nyaman setelah nyeri relaksasi untuk mengurangi
berkurang intensitas nyeri apabila
 Nyeri berkurang nyeri muncul
setelah diberikan
management nyeri
3  Nafsu makan Kaji adanya alergi Untukmengetahui
meningkat makan adanya alergi makanan
 Tidak terjadi atau tidak sbg bahan
penurunan berat pertimbangan dalam
badan yang berarti pemberian makan di rs

Monitor jumlah nutrisi Mengetahui jumlah


dan kandungan kalori nutrisi dan kalori yang
dibutuhkan serta sebagai
tolak ukur dalam
tindakan pemberian
nutrisi berikutnya
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V jilid III. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p: 2329-31.
Ethel sloane. 2012. Anatomi dan fisiologi. Jakarta : EGC.
PATHWAY

infeksi Penghambatan Tekanan osmotik


limfatik drainase koloid plasma

Peradangan Tekanan kapiler Transudasi cairan


permukaan paru meningkat intravaskuler
pleura

Tekanan edema
hidrostatik
Permeabilitas
vaskuler Cavum pleura
transudasi

Efusi pleura

Penumpukan cairan dalam


rongga pleura

Ekspansi paru menurun

Sesak nafas
Nafsu makan
Pola nafas menurun
tidak efektif

Nyeri dada

Gangguan
pemenuhan
kebutuhan
nutrisi

Anda mungkin juga menyukai