Anda di halaman 1dari 19

NAMA KELOMPOK :

HANIK CHOLIDAH (P27220019112)


HANING RAHMA NOVITA (P27220019113)

FRAKTUR
KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH
PENGERTIAN
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Mubarak et al; 2015). Fraktur juga dikenal
sebagai patah tulang, yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut tenaga
fisik, keadaan itu sendiri serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi lengkap atau tidak. Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang berlebihan
dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan, tekanan yang terjadi pada tulang dapat
berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan
membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang akis tulang yang dapat
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi (Helmi, 2012).
Salah satu faktor penyebab terjadinya fraktur adalah meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas di jalan
raya, yang dapat menyebabkan cedera pada anggota gerak. Insiden fraktur di dunia kini semakin
meningkat, hal ini terbukti berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa angka kejadian
fraktur yang tertinggi adalah di Negara Amerika Serikat Latin (47,1%), Korea Selatan (21,9%), dan Thailand
(21%) (WHO, 2012). Hal ini juga terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.Prevalensi fraktur di
Indonesia semakin meningkat hal ini terbukti berdasarkanRISKESDAS (2018) mencatat di Indonesia
terdapat 1.017.290(9,2%) akibat kecelakaan lalu lintas dan di Jawa Tengah sebanyak 132.565 (9,3%). Dari
92.976 jenis fraktur yang dialami 64,1% diantaranya mengalami lecet/lebam/memar, 20,1% luka
iris/robek/tusuk, 32,8% terkilir, 5,5% patah tulang, dan 0,5% anggota tubuh terputus. Sedangkan dari
92.976 yang mengakibatkan kecatatan fisik diantaranya panca indera tidak berfungsi 0,5%, kehilangan
sebagian anggota badan 0,6%, bekas luka permanen yang mengganggu kenyamanan 9,2%. Ketika tulang
patah, struktur disekitarnya juga terganggu, menyebabkan edema jaringan lunak, hemoragike otot dan
sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, gangguan saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIK

Salah satu cara mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, beberapa fraktur sering langsung
tampak jelas. Berikut manifestasi klinis fraktur adalah :
1. Deformitas : Pembengkakan dari pendarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur. Spasme
otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional atau angulasi.
2. Pembengkakan : Edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur
serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis) : memar terjadi karena pendarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot : Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar sebenarnya berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri : Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari
nyeri akan berbeda pada tiap klien. Nyeri akan terus – menerus jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada sekitarnya.
6. Ketegangan : Ketegangan di atas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi : Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi
pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi : Gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang
menciptakan sensasi dan suara derita.
9. Syok : Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Pendarahan besar atau tersembunyi dapat menyebabkan
syok.
10. Perubahan neurovaskuler: cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskuler
yang terkait. Klien akan megeluhkan kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal fraktur
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

1. Pemeriksaan Rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktu/ luasnya trauma, skan


tulang, temogram, scan CI : memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

2. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.

3. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

4. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi


multiple.
PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksaan Konservatif tanpa pembedahan juga dapat dilakukan dengan menggunakan


traksi.Traksi memberikan kekuatan untuk meluruskan atau menarik
Penatalaksanaan konservatif merupakan cara penatalaksanaan fraktur tanpa guna mengembalikan atau mempertahankan tulang yang mengalami
pembedahan dengan tujuan terpenuhinya imobilisasi pada fraktur. fraktur pada posisi anatomik yang normal.Traksi yang diberikan pada
Penatalaksanaan fraktur secara konservatif dapat dilakukan dengan berbagai saat penatalaksanaan fraktur harus memiliki arah dan besaran yang
cara, diantaranya dengan cara proteksi, yaitu dengan memberikan sling pada sesuai, selain itu traksi yang telah terpasang harus dievaluasi dengan
anggota gerak atas atau dengan menggunakan tongkat pada anggota gerak menggunakan sinar x agar dapat diketahui apakah masih dibutuhkan
bawah, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya trauma lebih lanjut (Muttaqin, penyesuaian dalam pemasangan traksi.Berikut jenis dari traksi yaitu
2008). traksi manual, traksi kulit, traksi keseimbanagan, traksi skeletal
Penatalaksaan konservatif dapat dilakukan dengan menggunakan gips. Gips (Muttaqin, 2008).
adalah alat kaku yang digunakan untuk mengimobilisasi tulang yang mengalami
cedera dan meningkatkan penyembuhan. Gips mengimobilisasi sendi di atas dan
sendi di bawah tulang yang mengalami fraktur sehingga tulang tidak akan
bergerak selama penyembuhan. Gips dipasang pada pasien yang memiliki fraktur
yang relatif stabil.
PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksaan Pembedahan Penatalaksaan Medikasi

Penatalaksanaan dengan pembedahan dilakukan dengan berbagai macam cara, Sebagian besar pasien yang mengalami fraktur akan memerlukan
diantaranya dengan reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi analgesik untuk meredakan nyeri. Pada fraktur multiple atau fraktur
perkutan dengan menggunakan kawat (K-Wire). Penatalaksanaan dengan tulang panjang akan diberikan opiod pada awalnya. NSAID akan
pembedahan juga dapat dilakukan dengan tindakan operasi reduksi terbuka, baik diberikan untuk mengurnagi inflamasi dan suplemen analgesik.
dengan fiksasi internal (ORIF) maupun fiksasi eksternal (OREF).
Penatalaksanaan terhadap fraktur terbuka yang menyebabkan kerusakan
jaringan lunak, dilakukan dengan menggunakan reduksi terbuka dengan fiksasi
eksternal (OREF), tindakan ini dilakukan dengan pemasanganpin kemudian
dikaitkan pada kerangkanya (Muttaqin, 2008).
PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksaan Konservatif

Penatalaksanaan konservatif merupakan cara penatalaksanaan fraktur tanpa


pembedahan dengan tujuan terpenuhinya imobilisasi pada fraktur.
Penatalaksanaan fraktur secara konservatif dapat dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya dengan cara proteksi, yaitu dengan memberikan sling pada
anggota gerak atas atau dengan menggunakan tongkat pada anggota gerak
bawah, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya trauma lebih lanjut (Muttaqin,
2008).
Penatalaksaan konservatif dapat dilakukan dengan menggunakan gips. Gips
adalah alat kaku yang digunakan untuk mengimobilisasi tulang yang mengalami
cedera dan meningkatkan penyembuhan. Gips mengimobilisasi sendi di atas dan
sendi di bawah tulang yang mengalami fraktur sehingga tulang tidak akan
bergerak selama penyembuhan. Gips dipasang pada pasien yang memiliki fraktur
yang relatif stabil.
Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah pemeriksaan dasar dari proses keperawatan yang bertujuan


untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan keperawatan
klien baik fisik, mental, so!ial, dan lingkungan
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.

2. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat ren!ana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
- Riwayat Penyait Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberipetunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakittertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupunkronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang

- Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yangsering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan se!ara genetic.

- Riwayat Psikososial
Respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peranklien dalam keluarga
dan masyarakat serta respon atau pengaruhnyadalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran penderita: apatis, spoor, koma, gelisah, komposmentis, tergantung pada
keadaan klien
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk
b. Keadaan Fisik
-Kepala: tidak ada gangguan, normo, cephalic, simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri
kepala
- Leher: simetris, tidak ada benjolan, reflek menelan ada
- Mata: konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi pendarahan)
- Telinga: masih bisa mendengar dengan normal, tidak ada lesi atau nyeri tekan
- Mulut: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa mulut tidak
pucat
- Hidung: tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung
- Ekstermitas: kekuatan otot
- Integumen: badan teraba panas, kulit terlihat kusam dan kotor, wajah Nampak memerah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
EVALUASI

Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan fraktur meliputi:

Nyeri berkurang
a. Mengatakan bahwa nyeri berkurang
b. Tidak mengalami kegelisahan/ketidaknyamanan lagi
c. Pola tidur membaik
Peningkatan mobilitas fisik
a. Dapat melakukan aktivitas secara mandiri
b. Pergerakan ekstremitas meningkat
c. Kekuatan otot meningkat
Integritas kulit membaik
a. Suhu kulit kembali normal
PICO

P: Populasi (pasien) Karakteristik pasien, hal


mengenai masalah/kondisi pasien Kriteria inklusi
penelitian ini adalah : (a) pasien fraktur berusia
remaja akhir sampai dengan manula dengan
rentang usia 17-65 tahun, (b) semua pasien fraktur
yang dirawat inap, (c) pasien fraktur yang bersedia
diberikan intervensi keperawatan dengan model
konservasi Levine, (d) pasien fraktur yang
kooperatif, (e) lama pemulihan fraktur 1 hari
sampai 3 bulan . Sedangkan kriteria ekslusi yaitu
(a) pasien fraktur yang berencana untuk menjalani
operasi (b) pasien yang sudah diberikan intervensi
tetapi tiba-tiba pasien pulang. (c) pasien fraktur
yang langsung menolak peneliti, (d) lama
pemulihan lebih dari 3 bulan, (e) pasien fraktur
yang memiliki komplikasi penyakit. Gambaran
karakteristik responden berdasarkan hasil
penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan sejumlah
62 responden dengan masing-masing kelompok
terdiri dari 31 responden dapat dilihat pada Tabel
4.1 sebagai berikut:
PICO

I: Intervention (Intervensi)
Intervensi yang diberikan pada pasien (model
levine)

Pada tahap memberikan intervensi keperawatan


berbasis model konseptual Levine ini individu
akan mendapatkan manfaat terhadap pemulihan
fraktur dan akan diberikan intervensi sesuai
dengan prinsip model konservasi Levine.
PICO

C: Comparison
Tidak harus selalu ada pembandingnya bisa
dengan plasebo, obat atau tindakan terapi lain

Penelitian tentang program intervensi keperawatan


berbasis model konseptual Levine terhadap
pemulihan pasien fraktur belum perbah peneliti
temukan sebelumnya. Dengan demikian hasil
penelitian ini dapat menjadi evidence based
practice keperawatan yang dapat memperkuat
body of knowledge keperawatan terutama yang
berkaitan dengan program intervensi keperawatan
berbasis model konseptual Levine.
PICO

O: Outcome Harapan yang diinginkan dari intervensi tersebut.


Misal : pengurangan gejala, efek samping, perbaikan kualitas
hidup

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh sebelum dan


sesudah dilakukan program intervensi keperawatan berbasis
model konseptual Levine terhadap pemulihan pasien fraktur
dengan p value = 0.000 ( p < 0.05). kesimpulan penelitian inni
adalah terdapat pengaruh program intervensi keperawatan
berbasis model konseptual Levine terhadap gangguan tidur,
nyeri dan kecemasan. Diharapkan program intervensi
keperawatan berbasis model konseptual Levine dapat
menjadi bagian dari intervensi keperawatan mandiri dalam
membantu menangani pemulihan pasien fraktur.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh program intervensi keperawatan
berbasis model konseptual Levine terhadap gangguan tidur.
2. Terdapat pengaruh program intervensi keperawatan
berbasis model konseptual Levine terhadap nyeri.
3. Terdapat pengaruh program intervensi keperawatan
berbasis model konseptual Levine terhadap kecemasan.
4. Terdapat pengaruh program intervensi keperawatan
berbasis model konseptual Levine terhadap dukungan
keluarga.
OU
A N KY
TH

Anda mungkin juga menyukai