Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION


DI RUANG IBS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJIBARANG

Disusun Oleh :
FIDHA FAIRUZ SYAFIRA
210104048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STASE PEMINATAN IBS


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2022
A. PENGERTIAN

ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan


pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan
plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang
yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar
tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
tranvers.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur adalah
teputusnya jaringan tulang-tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenal stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

Fraktur femur yaitu terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang femur.

B. ETIOLOGI
Pada fraktur cruris dextra 1/3 distal disebabkan karena adanya trauma pada
tungkai bawah kanan akibat benturan dengan benda yang keras, baik secara langsung
maupun tidak langsung.Dalam kasus fraktur cruris dextra 1/3 distal, tindakan yang biasa
dilakukan untuk reposisi antar fragmen adalah dengan reduksi terbuka atau operasi. Ini
dilakukan karena pada kasus ini memerlukan pemasangan internal fiksasi untuk
mencegah pergeseran antar fragmen pada waktu proses penyambungan tulang (Apley,
1995).

Pada operasi ini dilakukan incisi untuk pemasangan internal fiksasi yang dapat berupa
Intra Medullary Nail sehingga akan terjadi kerusakan pada kulit, jaringan lunak dan luka
pada otot yang menyebabkan terjadinya oedema, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi
serta gangguan fungsional pada tungkai bawah.

 Menurut Oswari E (1993)


a. Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
b. Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c. Kekerasan akibat tarikan otot
 Menurut Barbara C Long (1996)
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih

C. PATOFISIOLOGI
Setelah fraktur dapat terjadi kerusakan pada sumsum tulang, endosteum dan
jaringan otot. Pada fraktur cruris dan femur dextra upaya penanganan dilakukan tindakan
operasi dengan menggunakan internal fiksasi. Pada kasus ini, hal pertama yang dapat
dilakukan adalah dengan incisi. Dengan incisi maka akan terjadi kerusakan pada jaringan
lunak dan saraf sensoris. Apabila pembuluh darah terpotong dan rusak maka cairan dalam
sel akan menuju jaringan dan menyebabkan oedema.

Oedema ini akan menekan saraf sensoris sehingga akan menimbulkan nyeri pada sekitar
luka incisi. Bila terasa nyeri biasanya pasien cenderung untuk malas bergerak. Hal ini
akan menimbulkan perlengketan jaringan otot sehingga terjadi fibrotik dan menyebabkan
penurunan lingkup gerak sendi (LGS) yang dekat dengan perpatahan dan potensial terjadi
penurunan nilai kekuatan otot.
Waktu penyembuhan pada fraktur sangat bervariasi antara individu satu
dengan individu lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara
lain : usia pasien, jenis fraktur, banyaknya displacement, lokasi fraktur, pasokan darah
pada fraktur dan kondisi medis yang menyertai (Garrison, 1996). Dan yang paling
penting adalah stabilitas fragmen pada tulang yang mengalami perpatahan. Apabila
stabilitas antar fragmen baik maka penyembuhan akan sesuai dengan target waktu yang
dibutuhkan atau diperlukan.

Secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung kembali setelah


terjadi perpatahan pada tulang. Pada fraktur, proses penyambungan tulang dibagi dalam 5
tahap yaitu :
1. Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur
(Apley, 1995). Hal ini mengakibatkan gangguan aliran darah pada tulang yang
berdekatan dengan fraktur dan mematikannya (Maurice King, 2001).
2. Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di
bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Hematoma yang
membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke
dalam daerah itu (Apley, 1995).
3. Pembentukan callus
Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum menghasilkan callus
yang penuh dengan sel kumparan yang aktif. Dengan pergerakan yang lembut dapat
merangsang pembentukan callus pada fraktur tersebut (Maurice King, 2001).
4. Konsolidasi
Selama stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-menerus. Fragmen yang
patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati pada ujung dari masing-
masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan ujungnya mendapat lebih banyak
callus yang akhirnya menjadi tulang padat (Maurice King, 2001). Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
membawa beban yang normal (Apley, 1995).
5. Remodelling
Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan struktur normal
(Appley, 1995). Semakin sering pasien menggunakan anggota geraknya, semakin
kuat tulang baru tersebut (Maurice King, 2001).

 Perubahan patologi setelah dilakukan operasi adalah :


1) Oedema
Oedema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah akibat
dari incisi, sehingga cairan yang melewati membran tidak lancar dan tidak
dapat tersaring lalu terjadi akumulasi cairan sehingga timbul bengkak.
2) Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena adanya rangsangan nociceptor akibat incisi dan
adanya oedema pada sekitar fraktur.
3) Keterbatasan LGS
Permasalahan ini timbul karena adanya rasa nyeri, oedema, kelemahan pada
otot sehingga pasien tidak ingin bergerak dan beraktivitas. Keadaan ini dapat
menyebabkan perlengketan jaringan dan keterbatasan lingkup gerak sendi
(Apley, 1995).
4) Potensial terjadi penurunan kekuatan otot
Pada kasus ini potensial terjadi penurunan kekuatan otot karena adanya nyeri
dan oedema sehingga pasien enggak menggerakkan dengan kuat. Tetapi jika
dibiarkan terlalu lama maka penurunan kekuatan otot ini akan benar-benar
terjadi

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
2. Deformitas (kelainan bentuk)
3. Krepitasi (suara berderik)
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur local
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
8. Kehilangan fungsi

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

F. PENATALAKSANAAN
1. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan
traksi.
 Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
a. Immobilisasi dan penyangga fraktur
b. Istirahatkan dan stabilisasi
c. Koreksi deformitas
d. Mengurangi aktifitas
e. Membuat cetakan tubuh orthotic
 Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-
alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
b. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
c. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
d. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus
yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan
fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan

G. KOMPLIKASI
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incise relatif kecil dan fiksasi
cenderung aman, komplikasi akan terjadi bila ada penyakit penyerta dan gangguan pada
proses penyembuhan tulang.
H. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1. Identitas Klien:
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus ini adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
f. Riwayat Penyakit Sekarang
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
h. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
i. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2. Resiko Infeksi berhungan dengan efek prosedur invasive (D.0142)
3. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan fraktur (D.0054)
J. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
DIAGNOSIS SLKI SIKI
Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam (I.08238)
dengan agen diharapkan nyeri akut menurun Observasi
pencedera fisik dengan kriteria hasil : - Identifikasi
(D. 0077) lokasi,
Tingkat Nyeri ( L.08066)
Indikator Awal Tujuan karakteristik,
durasi, frekuensi,
Keluhan 2 5
kualitas,
nyeri
intensitas nyeri
Meringis 2 5
- Identifikasi skala
Gelisah 2 5
nyeri
- Identifikasi
Keterangan:
factor yang
1. Meningkat
memperberat dan
2. Cukup meningkat
memperingan
3. Sedang
nyeri
4. Cukup menurun
Terapeutik
5. Menurun
- Berikan teknik
non farmakologis
untuk
mengurangi nyeri
- Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
non farmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik
Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi
berhubungan keperawatan diharapkan tingkat (L.14539)
dengan efek infeksi menurun dengan kriteria Observasi
prosedur hasil : - Monitr tanda dan
invasive gejala infeksi
Tingkat Infeksi ( L.14137)
(D.0142) local dan
Indikator Awal Tujuan
sistemik
Kemerahan 2 5
Terapeutik
Letargi 2 5 - Cuci tangan
Kadar sel 2 5 sebelum dan
darah putih sesudah kontak
dengan pasien
Keterangan: dan lingkungan
1. Meningkat pasien
2. Cukup meningkat - Pertahankan
3. Sedang teknik aseptic
4. Cukup menurun pada pasien
5. Menurun beresiko tinggi
Edukasi
- Jelasakan tanda
dan gejala
infeksi
Kolaborasi
- Pemberian
imunisasi, jika
perlu
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan
mobilitas fisik keperawatan diharapkan perfusi Mobilisasi (I.)
berhubungan perifer meningkat dengan Observasi
dengan fraktur
Mobilitas Fisik (L.05042) - Identifikasi adanya
(D.0054)
Indikator Awal Tujuan nyeri atau keluhan
Nyeri 2 5 fisik lainnya
Kecemasan 2 5 - Identifikasi
Gerakan 2 5 toleransi fisik
terbatas melakukan
Keterangan: pergerakan
1. Meningkat
2. Cukup meningkat Terapeutik
3. Sedang - Fasilitasi
4. Cukup menurun melakukan
5. Menurun pergerakan
- Fasilitasi aktifitas
dengan alat bantu
Edukasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A and Perry,Anne Griffin.(2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan


(edisi ke4).Jakarta : EGC

Appley,A.G and Louis Solomon.(1995).Terjemahan Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley


( edisi ke7).Widya Medika.

Chusid, J.G.(1993).Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional (edisi


empat).Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Gerhardt, j. John and Russe, A. Cotto.(1995). International SFTR Method of Measuring


and Recording Joint Motion. Stugart : Hans huber Publiser.

Hassenkam ,Marie.(1999). Soft Tissue Injuries. In Atkinson Karen, et.all.Physioterapi in


Orthopaedic.Philadelpia : F.A davis Company.

Kisner,Carolyn and Lynn Colby. (1996). Therapeutic Exercise Foundation and


Techniques ( third edition). Philadelphia : F.A Davis Company.

Kumar, et. All. (1992). Basic Pathology (fifth edition). Philadelpia :W. B Saunder
Company.

Anda mungkin juga menyukai