oleh :
NIM. 2014901234
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
a. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang
normal dari suatu tulang (Black, 2014). Fraktur atau patah tulang
adalah kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh
rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer&Bare, 2013)
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat
total maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitarnya
(Helmi, 2012). Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota
gerak tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas.
Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada tulang
yang membentuk lokasi ekstremitas atas(tangan, lengan, siku, bahu ,
pergelangantangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah,
pergelangan kaki). Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan,
hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi,dan
rasanyeri (Ghassani, 2016)
b. Faktur tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu
pada kaki (E. Oswari, 2011) (goggle scribe)
2. Etiologi
Menurut (Bararah & Jauhar, 2013) penyebab frakur adalah sebagai
berikut:
a. Trauma
1) Langsung (kecelakaan lalu lintas)
2) Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri / duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang).
b. Patologis: kanker tulang, osteoporosis, tumor tulang
c. Degenerasi
d. Spontan: terjadi tarikan otot sangat kuat.
3. Fatofisiologi
Fraktur atau patah tulang sering terjadi karena berbagai penyebab
langsung, tidak langsung, akibat tarikan otot yaitu karena trauma tenaga
fisik seperti kecelakaan kendaraan motor, jatuh, olah raga, exercise yang
kuat, maupun karena penyakit pada tulang seperti osteoporosis, tumor
tulang, infeksi juga dapat menyebabkan rusaknya kontinuitas tulang
sehingga terjadilah fraktur tertutup ataupun terbuka. Akibat fraktur
tertutup atau terbuka terdapat gejala yang dikeluhkan oleh pasien adalah
nyeri, deformitas, krepitasi, bengkak, peningkatan temperatur lokal,
pergerakan abnormal, kehilangan fungsi, perdarahan sianosis, dan adanya
spasme otot.
Setelah terjadinya fraktur akan terjadi proses penyembuhan yang
merupakan proses biologis alami yang akan terjadi setiap patah tulang
sebagai berikut:
1. Tahap permulaan akan terjadi pendarahan dalam jaringan yang cedera
dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang.
Hematoma dibungkus dengan jaringan lunak di sekitar yaitu
periosteum dan otot. Pada tahap ini terjadi inflamasi pembengkakan
dan nyeri sekitar 5 hari.
2. Tahap yang kedua ini akan terjadi proliferasi sel yang mana hematoma
akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler
sehingga hematoma akan berubah menjadi jaringan fibrosis dengan
kapiler di dalamnya. Sel-sel akan aktif tumbuh ke arah fragmen tulang,
sehingga fragmen tulang semakin menempel. Kemudian akan tumbuh
sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah
menjadi sel kondroblast yang membentuk koroid yang merupakan
bahan dasar tulang rawan sedangkan tempat yang jauh dari patahan
tulang yang vaskularisasinya relatif banyak, sel ini berubah menjadi
osteoblast dan membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar
tulang.
3. Tahap yang ketiga adalah pembentukan kalus yang mana osteoblast
membentuk tulang lunak (kalus), lapisan terus meluas dan menebal,
bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen lainnya dan akan menyatu.
4. Tahap yang keempat adalah konsolidasi yang mana kalus mengeras
dan terjadi proses konsolidasi fraktur terasa menyatu, secara bertahap
akan terjadi tulang matur. Tahap yang kelima adalah remodeling yang
merupakan tahap akhir meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru kesusunan structural sebelumnya.
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur tibia sebagai berikut:
a. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan.
b. Tak mampu menggerakkan kaki
c. Terjadi defpormitas (kelainan bentuk diakibatkan karena perubahan
posisi fragmen tulang. Dapat membentuk sudur karena adanya tekanan
penyatuan dan tidak seimbagnya dorongan otot ekstermitasbawah saat
fragmen tergelincir dan tumpah tindih dengan tulang lainnya. Dapat
juga terjadi rotasional karena tarikan yang tidak seimbang oleh otor
yng menempel pada fragmen tukang sehigga fragmen fraktur berputar
keluarg dari sumbu longitudinal normal.
d. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang)karena gesekan antara
fragmen yang satu dengan yang lainnya.
e. Terjadi ekinosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan
pembuluh dara merembes dibawah kulit sekitar arena kulit.
f. Terjadi pembengakaan dan perubahan warna pada kulit diakiatkan
karena terjadi ekstravasasi darah dana cairan jaringan di sekitar area
fraktur.
5. Pemeriksaan penunjang/ diagostik
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya :
a. Foto rontgen
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi
pada tulang. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar
patahan tulang.
b. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau
tendon.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan: Tumor atau penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, dan
tulang rawan.
d. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk
mengkaji perfusi arteri.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih
rendah bila terjadi pendarahan karena trauma.
f. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi
terhadap cedera. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu
leukositosis.
6. Penatalaksanaan
Empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan dalam
penanganan fraktur cruris baik juga fraktur pada umumnya dikenal dengan
empat R menurut (Lukaman & Ningsih, 2012) yaitu :
1) Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian
dan kemudian dirumah sakit. Riwayat kecelakaan, derajat keparahan,
jenis kekuatan yang berperan, dan deskripsi tentang peristiwa yang
terjadi oleh penderita sendiri, menentukan apakah ada kemungkinan
fraktur dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan spesifik untuk
mencari adanya fraktur.
2) Reduksi adalah uasaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya. Fraktur tertutup pada tulang panjang sering ditangani dengan
reduksi tertutup. Untuk evaluasi awal biasanya dapat dilaksanakan
penanganan bidai-gips dan untuk mengurangi nyeri selama tindakan,
klien dapat diberi, sedative atau block saraf local.
3) Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur
dan dibawah fraktur.
4) Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur
Adapun penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada pasien
dengan fraktur, yaitu:
a. Tindakan Konservatif
1) Imobilisas
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan patah
tulang misalnya pemasangan gips dan jan kaki sampai puncak paha
dengan lutut posisi fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mengatasi
rotasi pada daerah fragmen.
2) Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat
dilakukan dengan fisio therapy aktif dan pasif.
3) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips merupakan alat mobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak
sesuai kontur tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemakaian
gips untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan
memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang
terdapat didalamnya. Jenis – jenis gips yang biasa digunakan pada
ektremitas bawah :
a) Gips tungkai panjang, memanjang dari perbatasan sepertiga
atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki.
b) Gips berjalan, gips tungkai panjang dan pendek yang dibuat
lebih kuat.
c) Gips spika, melibatkan sebagian tubuh dan satu atau dua
ekstremitas.
d) Gips spika pinggul, melingkari batang tubuh dan satu
ektremitas bawah.
4) Traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh.
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot untuk
mereduksi, mensejajarkan dan mengimobilisasi fraktur, traksi
harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk
mendaptkan efek terapeutik. Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstremitas pasien. Tempat
tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu panjang tulang yang patah.
b. Tindakan Operatif
1) ORIF (Open Reduction with Internal Fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera
dan ditentukan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang
mengalami fraktur. Pada prosedur ini fraktur di reduksi (diletakan
pada kesejajaran anatomic yang tepat) dan paku, sekrup, lempeng,
atau pin dimasukan untuk menahan tulang pada tempatnya.
Keuntungannya yaitu resposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
2) OREF (Open Reduction with Eksternal Fixation)
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan
mempergunakan konselosa screw dengan metal metaklirat (akrilik
gigi) atau fiksasi eksternal dengan jenis-jenis lain misalya dengan
mempergunakan screw schanz. Keuntungannya yaitu darah sedikit
yang hilang, mudah membersihkan luka, sesegera mungkin
ambulasi dan latihan tubuh yang nyeri. Indikasi dari OREF :
fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat,
fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis, fraktur yang
miskin jaringan ikat.
3) Pemberian Analgesik sebagai penghilang rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Pre Operasi
1) Data Subjektif :
a) Pasien mengeluh nyeri pada area fraktur
Data subjektif yang didapatkan pada kasus fraktur cruris
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dari skala nyeri yang dirasakan klien. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien,
kaji menggunakan PQRST
Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi
factor presipitasi nyeri
Quality : seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan (terbakar, berdenyut, atau
menusuk)
Region : dimana saja rasa sakit terjadi, dan
apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar
Severity (scale) : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan, bisa berdasarkan skala
nyeri/klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya
Time :berapa lama nyeri berlangsung,
kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari/siang hari.
b) Pasien mengeluh mengalami keterbatasan gerak
c) Pasien mengeluh lemah
d) Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktifitas
e) pasien mengeluh pusing
f) Pasien mengatakan cemas dengan keadaannya
2) Data Objektif
a) Pasien tampak meringis
b) Ada perdarahan
c) Tampak bengkak pada luka atau area fraktur
d) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
e) Hipertensi (respon terhadap nyeri/cemas)
f) Hipotensi (kehilangan darah)
g) Lemah
h) Pemendekan tulang
i)Perubahan warna pada daerah fraktur (memar).
b. Post Operasi
1) Data Subjektif :
a) Pasien mengeluh nyeri pada area post op tibia dikaji dengan
pengkajian PQRST
Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi
factor presipitasi nyeri
Quality :seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan (terbakar, berdenyut, atau
menusuk)
Region : dimana saja rasa sakit terjadi, dan
apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar
Severity (scale) : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan, bisa berdasarkan skala
nyeri/klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya
Time :berapa lama nyeri berlangsung,
kapan, apakah bertambah buruk
pada malam/siang hari.
b) Pasien mengeluh mengalami keterbatasan gerak terutama pada
tungkai.
c) Pasien mengatakan tidak mengetahui perawatan luka yang
dapat dilakukan dan informasi terkait penyembuhan luka post
op
c. Data Objektif
a) Pasien tampak meringis
b) Luka post op tampak tanda-tanda infeksi
c) Pasien tampak tidak dapat menggerakkan tungkai
d) Tampak terpasang pen dan jaritan luka post op
e) Pasien tampak bertanya-tanya terkait penyembuhan dan perawatan
terkait fraktur yang dialam
2. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan
penurunan aliran arteri dan/atau vena
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
4. Risiko syok (hivopolemik)
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
6. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi /
immobilisasi, stress dan ansietas
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan
metabolik, penurunan sirkulasi, fraktur terbuka, dan pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup).
3) Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, kerusakan
muskuluskeletal, dan terapi restriktif (imobilisasi).
4) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer
menurun, dan prosedur invasif.
5) Defisit pengertahuan berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
Prioritas masalah merupakan rencanan tindakan keperawatan yang
paling utama / membutuhkan penanganan secepatnya yang dapat
mempengaruhi diagnose lainnya yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan pada
pasien fraktur tibia.
b. Perncanaan
Pre Op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
a) Tujuan : Nyeri terkontrol dan/atau berkurang
b) Kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
2. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
menggunakan teknik nonfarmakologis)
3. Skala nyeri berkurang dengan rentang 1-4
4. Tampak tenang dan tidak meringis
c) Intervensi
Manajemen Nyeri (PPNI, 2018)
1. Identifikasi nyeri secara komprehensif (lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri)
Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri,
penggunaan skala rentang membantu klien
dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan
alat untuk keefektifan mengontrol nyeri
(Dewi, Achwandi, & Haryanto, 2018).
2. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Mengontrol peningkatan dan penurunan nyeri
(Dewi, Achwandi, & Haryanto, 2018).
3. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Rasional: Teknik relaksasi merupakan salah satu teknik
nonfarmakologis yang mampu menurunkan
kecemasan dan ketegangan otot rangka yang
dapat menurunkan intensitas nyeri (Atik,
2019)
4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat memberikan
perubahan efek persepsi terhadap nyeri.
5. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Rasional: Analgetik dapat mengurangi pengikatan
mediator kimiawi nyeri pada reseptor nyeri
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
aliran arteri dan/atau vena
a) Tujuan : Perfusi jaringan efektif
b) Kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
2. Tingkat kesadaran baik
3. Tidak adanya gerakan involunter
c) Intervensi
1. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan pasien
2. Inspeksi balutan / drainase, perhatikan jumlah
karakteristik balutan.
Rasional: Untuk mengetahui jumlah caira yang
keluar.
3. Berikan tekanan langsung pada sisi perdarahan, bila
terjadi perdarahan.
Rasional: Pemberian tekanan disekitar daerah
perdarahan dapat mengurangi aliran darah yang keluar
dari perdarahan yang terjadi.
4. Berikan KIE kepada keluarga untuk mengobservasi kulit
jika ada laserasi.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang tanda-tanda terjadinya laserasi.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
a) Tujuan : Mampu melakukan mobilitas fisik sesuai
kemampuan
b) Kriteria hasil :
1. Menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
2. Activity Daily Living (ADL) terpenuhi
3. Mampu beraktivitas secara bertahap
4. Menurunnya gerakan terbatas
c) Intervensi
1. Observasi tingkat aktivitas pasien
Rasional: Mengetahui rentang gerak yang bias
dilakukan psaien.
2. Observasi kekuatan otot pasien.
Rasional: Mengetahui perkembangan kekuatan otot
pasien.
3. Bantu pasien dalam mobilisasi secara bertahap.
Rasional: Melatih kekuatan otot yang menurun
sehingga kekuatan otot meningkat.
4. Ajarkan serta bantu pasien dalam ROM akrif dan pasif.
Rasional: Melatih persendian dengan harapan
persendian dan otot pasien tidak kaku.
4) Resiko syok (hipovolemik)
a) Tujuan : Syok hipovolemi tidak terjadi
b) kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik
c) Intervensi
1. Monitor perdarahan pada daerah pembedahan setelah
dilakukan insisi
Rasional : mengetahui seberapa banyak pendarahan
2. Ingatkan operator dan asiasten bila terjadi perdarahan
hebat
Rasional : supaya tidak terjadi pendarahan hebat
3. Monitor tanda – tanda vital
Rasional : mengetahui kondisi vital klien
4. Monitor cairan yang melewati Dower Catheter (DC)
Rasional : untuk tetap mengawasi balance cairan klien
5. Berikan cairan Ringer Laktat (RL) untuk resusitasi cairan,
monitor tanda-tanda syok hipovolemik
Rasional : supaya resutasi cairan klien terjaga
5) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
a) Tujuan : Tingkat ansietas menurun
b) Kriteria hasil :
1. Mengetahui dan mendiskusikan rasa takut
2. Mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi
3. Tampak rileks
4. Melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat
diatasi.
c) Intervensi
1. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien dan
keluarga.
Rasional: Gangguan tingkat kesadaran dapat
memperngaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak
menyangkut keberadaannya.
2. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit,
kondisi, luasnya trauma.
Rasional: Meningkatkan pemahaman, mengurangi
rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu
menurunkan ansietas.
3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi
pikiran dan perasaan takutnya.
Rasional Mengungkapkan rasa takut secara terbuka
dimana rasa takut dapat ditunjukkan.
4. Dorong menggunakan manajemen stress seperti nafas
dalam.
Rasional: Membantu memfokuskan kembali
perhatian.
5. Evaluasi pemberian informasi
Rasional: Informasi yang diterima dapat menurunkan
ansietas.
6. Libatkan keluarga / pasien dalam pembuatan keputusan
sebanyak mungkin.
Rasional: Meningkatkan perasaan control terhadap
diri dan meningkatkan kemandirian.
6) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
a) Tujuan : Tingkat pengetahuan pasien meningkat
b) kriteria hasil :
1. Adanya minat dalam belajar
2. Mampu menjelaskan kembali informasi yang diberikan
3. Perilaku sesuai dengan pengetahuan
c) Intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.
Rasional : mempermudah dalam memberikan
informasi pada pasien dan keluarga
2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),
identifikasi kemungkinan penyebab.
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan mengurangi
cemas.
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif
pengobatan.
Rasional : mempermudah intervensi.
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
digunakan untuk mencegah komplikasi.
Rasional : mencegah keparahan penyakit.
5. Diskkusikan tentang terapi dan pilihannya.
Rasional : memberi gambaran tentang pilihan terapi
yang bisa digunakan. Post Op
Post Op
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi / immobilisasi, stress dan ansietas.
a) Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang.
b) Kriteri hasil :
1. batas Nyeri berkurang atau hilang.
2. Pasien tampak tenang dan tidak meringis.
3. Pasoen asien dapat mengenali faktor nyeri
4. Skala nyeri ringan (1-3) dari 0-10 skala nyeri yang
diberikan
5. TTV dalam normal terutama nadi = 60-100 x /x menit.
c) Intervensi
1. Obeservasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mengetahuan perkembangan pasien
2. Kaji skala nyeri (PQRST) pasien.
Rasional :Dengan mengkaji skala nyeri berdasarkan
PQRST dapat diketahui tingkat nyeri pasien
dan sejauh mana efektivitas tindakan
keperawatan yang dilakukan.
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional :Ajarkan teknik distraksi pasien tidak akan
terfokus pada nyerinya, dengan teknik
relaksasi dapat merileksasikan otot-otot
sehingga rasa nyeri pasien berkurang.
4. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman.
Rasional : Dengan lingkungan yang aman dan nyaman
akan membuat pasien lebih rileks.
5. Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
Rasional: Memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.
6. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian alagetik.
Rasional : Merupakan tindakan dependent perawat,
dimana analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
2) Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang
mengalami perubahan yang tidak diinginkan.
a) Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang
sesuai.
b) Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi
c) Intervensi
1. Observasi kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan
luka.
Rasional : Mengetahui sejauh mana perkembangan luka,
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2. Observasi lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan
tipe cairan luka.
Rasional : Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
3. Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : Suhu tubuh yang meningkat dapat
diidentifikasi sebagai adanya proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plaster kertas.
Rasional :
Teknik aseptic membantu mempercepat pertumbuhan
luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
Rasional : Agar benda asing atau jaringan yang
terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai dengan
kebutuhan.
Rasional : Balutan dapat diganti satu atau dua kali
sehari tergantung kondisi parah tidaknya luka, agar tidak
terjadi infeksi.
7. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : Antibiotic berguna untuk mematikan
mikroorganisme patogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.
3) Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, kerusakan
muskuluskeletal, dan terapi restriktif (imobilisasi).
a) Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
b) Kriterial hasil :
1. Penampilan yang seimbang
2. Melakukan pergerakan dan perpindahan
3. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di
toleransi dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan dann pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu.
4 = ketergantungan ( tidak berpartisipasi dalam
aktivitas)
c) Intervensi
1. Observasi kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan
kebutuhan akan peralatan.
Rasioanl : Mengidentifikasi masalah, mempermudah
intervens.
2. Temukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan
aktivitas.
Rasional : Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah
ketidakmauan.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat
bantu.
Rasional : Menilai batasan kemampuan aktifitas optimal.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan
pasif.
Rasional : Memperitahankan atau meningkatkan
kekuatan dan kelemahan otot.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional : Sebagai suatu sumber untuk mengemabngkan
perencanaan dan mempertahankan / meningkatkan
mobilitas pasien.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh
primer menurun, dan prosedur invasif.
a) Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
b) Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi (bengkak, nyeri, kemerahan,
panas, dan penurunan fungsi serta nanah / pus).
2. Luka bersih dan tidak kotor.
3. Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC).
4. Pasien mampu mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi.
c) Intervensi
1. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan
terutama bila suhu tubuh meningkat.
2. Observasi tanda-tanda infeksi ( tumor, rubor, dolor, kalor,
fungiolaesa).
Rasional : Mengetahui adanya tanda infeksi dan
menentukan tingkat keparahan penyakit dan bakteri.
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
Rasional : Mengandalikan penyebaran mikroorganisme
patogen.
4. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti
infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi nosocomial.
5. Berikan informasi tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : Dengan mengetahui tanda dan gejala infeksi,
pasien dapat segera ke pelayanan kesehatan untuk
mencegah komplikasi.
6. Jika ditemukan tanda-tanda infeksi kolaborasi untuk
pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional : Penurunan Hb dan peningkatan jumlah
leukosit dari normal bias terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.
7. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Pemberian antibiotik dapat menghambat dan
menekan pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi
5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, kurang terpajan / mengingat, salah intrepetasi informasi.
a) Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
efek prosedur dan proses pengobatan.
b) Kriteria hasil :
1. Melakukan proseedur yang diperlukan dan menjelaskan
alas an dari suatu tindakan.
2. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut
serta dalam regimen perawatan.
c) Intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang.
Rasional : Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan
mengurangi rasa cemas.
3. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet
makanannya.
Rasional : Diet pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
4. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang
materi yang telah diberikan.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien
dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan
yang dilakukan.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan pengelolaa, perwujudan dari
rencana perawatan yang telah disusun pada tahap kedua untuk memenuhi
kebutuuhan pasien secara optimal dan komperhensif. Tindakan
keperawatan yang dilaksanakan disesuaikan dengan perencanaan
(Nursalam, 2011).
5. Evaluasi
Tarwoto & Wartonah (2015) menyatakan evaluasi keperawatan
merupakan tindakan akhir dalam proses keperawatan. Menurut Deswani
(2011), evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi
merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi pasien.
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul &
Hidayat (2012), yaitu format SOAP yang terdiri dari :
Diskontinuitas tulang
Krepitasi
FRAKTUR
Adanya
spasme otot Sulit
menggerakkan
Operasi (ORIF, Proses penyembuhan ekstermitas
OREF)
Hambatan
Hematoma mobilitas fisik
Pembentukan
Perfusi perifer Resiko syok kalus (osteoblast
tidak efektif (hipovolemik membentuk
) tulang lunak atau
kalus)
Khawatir dengan Bertanya Imobilisasi Konsolidasi
kondisinya dengan (terjadi penyatuan
kondisinya pada tulang
Kelemahan fraktur)
Ansietas Defisit
pengetahuan Remodeling
Defisit (reorganisasi tulang)
perawatan diri
Adanya luka
post operasi
Atik, S. R. (2019). Pengelolaan Nyeri Akut Pada Nn.I Dengan Post ORIF Fraktur
Femur 1/3 Dextra Di Ruang Cempaka RSUD Ungaran (Doctoral
dissertation, Universitas Ngudi Waluyo)
Bararah, T. & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Dewi, U. K., Achwandi, M., & Haryanto, A. (2018). Asuhan Keperawatan
dengan Masalah Nyeri Akut Pada Pasien Post Op Fraktur di RSU
Anwar Medika Sidoarjo
Huda Nurarif, Amin dan Kusuma, Hardi.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Jogjakarta:Percetakan Mediaton Publishing Jogjakarta.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan NANDA. Yogjakarta : Mediaction
Jogja.
Potter, & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep,Proses,
Dan Praktik (7th ed.). Jakarta: EGC.
Smeltzer, Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. (Peni Puji Lestari, Ed.) (5th ed.). Jakarta: Salemba
Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indicator Diagnostik [Edisi 1]. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi Dan tindakan keperawatan [Edisi 1 Cetakan II]. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kelahiran
1. Prenatal
Usia Ibu saat hamil < 20 tahun 20 – 35 tahun >35
tahun
Persepsi terhadap kehamilan Kehamilan direncanakan
GO Herpes HIV
Lainnya…………………………………....
Riwayat obstetri sebelumnya
No. Nama Proses Penolong Jenis Berat Badan Penyulit
Anak Persalinan Persalinan Kelamin Lahir
1 An. B Normal Dokter Laki- 2800 gr
laki
2 An. D Normal Bidan Laki- 3000 gr
laki
2. Intranatal
Riayat kelahiran Spontan SC Dengan alat
bantu
Usia kelahiran Kurang bulan Cukup bulan Lebih
bulan
Penolong persalinan Dokter Perawat/Bidan
Caput
Chepalhematom
Pengeluaran mekonium Tidak Ya, Jika ya:
Kapan………………………………………...
Dimana……………………………………….
Penyakit……………………………………...
3. Riwayat Operasi Tidak Ya, Jika ya:
Kapan………………………………………...
Dimana……………………………………….
Jenis Operasi…………………………………
4. Riwayat penggunaan obat Tidak Ya, Jika ya:
Jenis obat……………………………………..
Lainnya……………………………………………….....................................
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien/pasien
: Tinggal dalam satu rumah
5. Pengkajian Psiko, sosio, spiritual dan lingkungan
PENGKAJIAN PSIKOSPIRITUAL
Penurunan prestasi sekolah : ( )Tidak, ( )Ya
Lainnya :………………
( ) Lainnya :_________________________________
Kegiatan beribadah : pasien mengatakan selalu beribadah, untuk sekarang
pasien mengatakan beribah dari tempat tidur karena kakinya masih belum bisa
digerakkan
( ) Paham,
1. IVFD
2. Analgesic
3. Cefotaxime 3x1 (1 gr)
4. Ketorolax 3x1 (30mg)
6. Pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Caputsuksedenum : ( ) tidak ( ) ya
Lain-lain :
MATA : Konjungtiva : ( ) Merah muda ( ) anemis Sklera : ( )
Normal ( ) Ikterus
Lain-lain __________________________________
Serumen : ( ) Ya ( ) Tidak
Darah : ( ) Ya ( ) Tidak
Sekret : ( ) Ya ( ) Tidak
Stomatitis : ( ) tidak ( ) Ya
Sianosis : ( ) tidak ( ) Ya
ABDOMEN :
Inspeksi : bentuk : ( ) datar ( ) tidak datar lingkar
perut : ________________cm
Stoma:
Jelaskan: __________________
Distensi : ( ) Tidak ( ) Ya
Asites : ( ) tidak ( ) ya
1111 5555
Petekie : ( ) tidak ( ) ya
Ekimosis : ( ) tidak ( ) ya
Vesikel : ( ) tidak ( ) ya
Kebersihan : ( ) Ya ( ) Tidak
( ) Masker
nonrebreathing
- CPAP
- Ventilasi mekanik
Jumlah ______________/hari
Frekuensi : 3x/hari
Minum
Jumlah : 8 liter/hari
Cara Pemberian:........................................................................................
Keluhan Eleminasi
BAK
BAB
Warna, Jelaskan
________________________________________________________________
____
Lain-lain __________________________________________
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Rontogen
7. Pengkajian nyeri
Skala nyeri
Skor Braden
No Parameter Skor
.
1. PERSEPSI SENSORI
Kemampuan untuk merespon ketidaknyamanan
tekanan 4
Tidak berespon = 1
Sangat terbatas = 2
Sedikit terbatas = 3
Tidak ada gangguan = 4
2 KELEMBABAN
Seberapa sering kulit terpapar kelembaban
Kelembaban konstan = 1 4
Sering lembab = 2
Kadang lembab = 3
Jarang lembab = 4
3 AKTIVITAS
Tingkat aktivitas fisik
Tergeletak di tempat tidur = 1 2
Tidak bisa berjalan = 2
Berjalan pada jarak terbatas = 3
Berjalan di sekitar ruangan = 4
4 MOBILITAS
Kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh 2
Tidak bisa bergerak = 1
Sangat terbatas = 2
Sedikit terbatas = 3
Tidak ada batasan = 4
5 NUTRISI
Pola asupan makanan
Sangat buruk = 1 4
Kurang adekuat = 2
Adekuat = 3
Sangat baik = 4
6 FRIKSI
Masalah = 1
Potensi masalah = 2 3
Tidak ada masalah = 3
Total skor 19
Kategori :
Lupa
keterbatasan 1
(anak-anak
hiperaktif)
Mengetahui
kemampuan
diri
Jenis Laki-laki 2 Faktor Riwayat jatuh 4
Kelami Lingkun dari tempat
Perempuan 1
n gan tidur saat bayi-
anak 3
2 Pasien
menggunakan
alat bantu atau 2
box/mebel
2
Pasien berada
1
di tempat tidur
Di luar ruang
rawat
Diagnos Kelainan 4 Respon Dalam 24 jam 3
a Neurologi terhadap Dalam 48 jam 2
operasi/o
3 >48 jam 1 3
bat
Perubahan penenan
1
dalam g/ efek
oksigenasi anestesi
(masalah
Penggun Bermacam- 3
saluran
aan obat macam obat
nafas,
yang
dehidrasi,
digunakan:
anemia,
2 obat sedatif
anoreksia,
(kecuali pasien
sinkop/saki
ICU yang
t kepala, 1
menggunakan
dll)
1 sedasi
paralisis),
2
hipnotik,
Kelainan
barbiturat,
psikis/
fenotiazin,
perilaku
antidepresan,
laksans/diureti 1
Pengobatan
lain
Total 11
B. DIAGNOSE KEPERAWATAN
3. Memverbalisasi latihan
perasaan dalam 4. Bantu pasien untuk
meningkatkan menggunakan tongat 4. Membantu pasien
kekuatan dan saat berjalan dan dalam beraktivitas
kemampuan cegah terhadap
berpindah cedera
D. IMPLEMENTASI
DO :
Tampak ada luka post oprasi
pada kaki kanan An. B
Tampak kemerahan pada
sekitar fraktur
Tidak adanya tanda-tanda