Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2014).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudur dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price dan Wilson, 2014).
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddarth,
2014).
Fraktur cruris adalah suatu keadaan dikontinuitas jaringan struktural pada
tulang tibia dan fibula (Prince dan Wilson, 2014).

B. Anatomi Fisiologi
Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) merupakan
tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut
dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus
lateralis atau mata kaki luar.OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal
melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis.Agar lebih jelas
berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.

1
C. Klasifikasi
Fraktur cruris diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Fraktur intra kapsuler
Yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan captula.
a. Melalui kapital fraktur
b. Hanya di bawah kepala fraktur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstra kapsuler
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar atau
yang lebih kecil pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokanter terkecil.

D. Etiologi
1. Trauma
Jenis kekuatan yang menyebabkan luka menentukan jenis dan tingkatan serta
jenis patah tulang. Kekuatan itu dapat tensile (dengan tegangan) tulang ditarik
terpisah atau compressive di aman terjepit dan untuk menentukan tipe injury dan
luas patah tergantung pada kerasnya trauma atau tekanan pada tulang.
a. Trauma langsung : benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut
b. Trauma tidak langsung : titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan

2
2. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses terjadinya penyakit seperti osteoporosis,
kanker tulang dan lain-lain.
3. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
4. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga
5. Mineralisasi yang tidak adekuat dari tulang
Patah tulang dapat disebabkan tidak cukupnya mineral pada tulang dan ini
mengacu pada tulang yang patologik, dapat terjadi karena jangka panjang
dengan steroid, osteoposus tulang dan tidak ada aktifitas yang lama.

E. Manifestasi klinis
Menurut Noor (2017) :
1. Nyeri sebagai akibat dari peningkatan tekanan saraf sensorik karena
pergerakan fragmen tulang.
2. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dari perdarahan ke jaringan di sekitarnya.
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah pada
ekstremitas.
4. Krepitasi, krepitasi teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan yang
lainnya.

F. Patofisiologi
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung. Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada
di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur
pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri.
Kondisi anatomis tulang tibia tersebut memiliki resiko terjadinya fraktur
terbuka lebih sering dibandingkan tulang panjang lainnya apabila mendapat suatu

3
trauma. fraktur kruris bisa terjadi karena adanya daya putar atau puntir yang dapat
menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda- daya
angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat
yang sama. Pada cedera tidak langsung, salah satu fragmen tulang dapat menembus
kulit di atas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab paling sering dari
fraktur cruris.
Ketika terjadi fraktur, perdarahan biasanya terjadi di sekitar lokasi fraktur ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan aliran darah ketempat tersebut
meningkat, aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan comportement syndrom.
(Brunner & Suddarth, 2014).
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu
sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat
menekan persyarafan pada daerah yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan
fungsi syaraf terganggu.

4
G. Pathway

Trauma langsung kecelakaan


Trauma tidak langsung jatuh
Penurunan masa tulang, patologis
Degenerasi

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma multiple).
5. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple atau cedera hari.

5
I. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien fraktur cruris terbuka secara umum tanpa melihat
daerah patah tulang adalah sebagai beikut.
1. Profilaksis antibiotik.
2. Debrimen dan fasiotomi. Pada kondisi akut dengan pembekakakn hebat
dilakukan fasiotomi untuk menghindari sindrom kompartemen.
3. Stabilisasi. Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
4. Penundaan penutupan.
5. Penundaan rehabilitasi.
Intervensi pada pasien fraktur tertutup meliputi hal-hal berikut.
1. Prioritas yang pertama adalah menilai tingkat kerusakan jaringan lunak.
Meskipun fraktur itu tertutup, fraktur berat dengan kotusio jaringan lunak yang
luas dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada
ancaman sindrom kompartemen, fasiotomi perlu segera dilakukan.
2. Pemasangan gips sirkuler.
3. Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi interna.
4. Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi eksterna (Noor, 2017)
Menurut Brunner & Suddarth tahun 2014, ada beberapa penatalaksanaan pada
pasien fraktur cruris. Fraktur Tibia dan fibula (fraktur paling umum di bawah lutut)
cenderung terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi tertekuk,
atau gerakan memutar yang kasar.
1. Berikan instruksi tentang perawatan gips atau tungkai berjalan kaki panjang cast
patellar-tendon-bearing.
2. Menginstruksikan pasien dalam dan membantu menahan berat badan sebagian,
biasanya dalam 7 hingga 10 hari.
3. Instruksikan pasien tentang perawatan gips kaki pendek atau penyangga (dalam 3
sampai 4 minggu), yang memungkinkan untuk gerakan lutut.
4. Anjurkan pasien untuk merawat traksi tulang, jika ada.
5. Dorong pasien untuk melakukan latihan pinggul, kaki, dan lutut dalam batas-
batas perangkat immobilisasi.

6
6. Instruksikan pasien untuk mulai menahan beban saat diresepkan (biasanya
sekitar 4 hingga 8 minggu).
7. Instruksikan pasien untuk meninggikan ekstremitas untuk mengendalikan edema.
8. Lakukan evaluasi neurovaskular berkelanjutan.

J. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price dan Wilson, 2014) :
1. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
6. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70-80 tahun.
7. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada individu
uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
palinh fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.
8. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosis
iskemia.

7
10. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin karena
nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.

H. Asuhan Keperawatan Teoritis


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan
secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya secara mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan.

Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien


digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang

8
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau
pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis
dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal
hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun
menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di
RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi,
pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan

9
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat /
keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan
pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.
9) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan biasanya
masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga
pasien tidak akan mengalami gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan

g. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat


kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai
secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
1) Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
2) Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan
kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit
biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

10
3) Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
4) Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara
melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit
bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit
jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2014)

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi,
stress, ansietas.
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka , bedah
perbaikan, tekanan/edema.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
5) Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan berlebih.

3. Intervensi Keperawatan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015).
No Tanggal/ Diangosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Jam Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management
berhubungan dengan keperawatan selama ...x... - Lakukan pengkajian nyeri
terputusnya jaringan jam diharapkan nyeri klien secara komprehensif
tulang, gerakan dapat teratasi dengan termasuk lokasi,
fragmen tulang, kriteria hasil: karakteristik, durasi,
edema dan cedera Pain control frekuensi, kualitas, dan
pada jaringan, alat - Mampu mengontrol faktor presipitasi.
traksi/immobilisasi, nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi

11
stress, ansietas nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk - Ajarkan teknik non
mengurangi nyeri, farmakologis (relaksasi,
mencari bantuan) distraksi dll) untuk
- Melaporkan bahwa mengetasi nyeri.
nyeri berkurang dengan - Evaluasi tindakan
menggunakan pengurang nyeri/kontrol
manajemen nyeri. nyeri.
- Mampu mengenali - Kolaborasi dengan dokter
nyeri (skala, intensitas, bila ada komplain tentang
frekuensi dan tanda pemberian analgetik tidak
nyeri) berhasil.
- Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Pressure ulcer prevention
jaringan keperawatan selama ...x... wound care
berhubungan dengan jam diharapkan kerusakan - Angkat balutan dan
fraktur terbuka, integritas jaringan klien plester perekat
bedah perbaikan, dapat teratasi dengan
- Anjurkan pasien untuk
tekanan/edema. kriteria hasil:
menggunakan pakaian
- Penyembuhan luka
yang Ionggar
sesuai waktu
- Tidak ada laserasi, - Jaga kulit agar tetap
integritas kulit baik bersih dan kering
- Perfusi jaringan baik - Mobilisasi pasien (ubah
- Menunjukkan posisi pasien) setiap dua
pemahaman dalam jam sekali
proses perbaikan kulit
- Monitor kulit akan adanya
dan mencegah
kemerahan

12
terjadinya cedera - Oleskan lotion atau
berulang. minyak/baby oil pada
- Mampu melindungi daerah yang tertekan
kulit dan - Monitor aktivitas dan
mempertahankan
mobilisasi pasien
kelembaban kulit dan
- Monitor status nutrisi
perawatan alami.
pasien

- Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

- Observasi luka : lokasi,


dimensi, kedalaman luka,
jaringan nekrotik, tanda-
tanda infeksi lokal,
formasi traktus

- Ajarkan keluarga tentang


luka dan perawatan luka

- Kolaborasi ahli gizi


pemberian diet

- TKTP( tinggi kalori tinggi


protein)

- Cegah kontaminasi fese


dan urin

- Lakukan tehnik perawatan


luka dengan steril

- Berikan posisi yang


mengurangi tekanan pada
luka

13
- Hindari kerutan pada
tempat tidur

3 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy


fisik berhubungan keperawatan selama ...x... ambulantion:
dengan nyeri/ jam diharapkan klien dapat - Monitor vital sign
ketidaknyamanan, beraktivitas secara mandiri sebelum / sesudah latihan
kerusakan dengan kriteria hasil: dan lihat respon pasien
muskuloskletal, Mobility Level saat latihan
terapi pembatasan - Klien meningkat dalam - Konsultasikan dengan
aktivitas, dan aktivitas fisik terapi fisik tentang
penurunan - Mengerti tujuan dari rencana ambulasi sesuai
kekuatan/tahanan peningkatan mobilitas dengan kebutuhan
- Memverbalisasikan - Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat
meningkatan kekuatan saat berjalan dan cegah
dan kemampuan terhadap cedera
berpindah. - Ajarkan pasien atau
- Memperagakan tenaga kesehatan lain
penggunaan alat bantu tentang teknik ambulasi
untuk mobilisasi - Kaji kemampuan klien
(walker). dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien.
- Berikan alat bantu jika
klien memerlukan

14
- Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan.

4 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection Control


berhubungan dengan keperawatan selama ...x... - Bersihkan lingkungan
stasis cairan tubuh, jam diharapkan resiko setelah dipakai pasien lain
respons inflamasi infeksi tidak terjadi dengan - Pertahankan teknik isolasi
tertekan, prosedur kriteria hasil: - Batasi pengunjung bila
invasif dan jalur Risk Control perlu
penusukkan, - Klien bebas dari tanda - Instruksikan pada
luka/kerusakan kulit, dan gejala infeksi pengunjung untuk
insisi pembedahan - Mendeskripsikan proses mencuci tangan saat
penularan penyakit, berkunjung dan setelah
faktor yang berkunjung meninggalkan
mempengaruhi pasien.
penularan serta - Gunakan sabun
penatalaksanaannnya. antimikroba untuk
- Menunjukkan mencuci tangan
kemampuan untuk - Cuci tangan setiap dan
mencegah timbulnya sesudah melakukan
infeksi tindakan keperawatan
- Jumlah leukosit dalam - Pertahankan lingkungan
batas normal aseptik selama
- Menunjukkan perilaku pemasangan alat.
hidup sehat - Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Berikan terapi antibiotik

15
bila perlu
5 Risiko syok Setelah dilakukan tindakan - Anjurkan pasien untuk
hipovolemik keperawatan selama ...x... lebih banyak minum.
berhubungan dengan jam diharapkan resiko syok - Observasi terhadap tanda-
pendarahan berlebih. hipovolemik tidak terjadi tanda dehidrasi.
dengan kriteria hasil: - Observasi intake cairan
- Tidak terjadi penurunan dan output.
kesadaran. - Monitor tanda-tanda vital
- TTV dalam batas setiap 4 jam.
normal. - Kolaborasi dalam:
- Turgor kulit baik. Pemberian cairan infus
- Perfusi perifer baik atau transfusi.
(akral hangat, kering Pemberian koagulantia
dan merah). dan uterotonika.
- Cairan dalam tubuh Pemesangan CVP.
balance. Pemeriksaan BJ Plasma.

4. Implementasi Keperawatan
Sesuai intervensi yang dilakukan

5. Evaluasi
a. Diagnosa 1 :Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

16
b. Diagnosa 2 : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur
terbuka , bedah perbaikan, tekanan/edema.
- Penyembuhan luka sesuai waktu
- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami.
c. Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan
penurunan kekuatan/tahanan.
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).
d. Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan
kulit, insisi pembedahan.
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannnya.
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Diagnosa 5 : Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan terus
menerus.
- Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh berada dalam batas normal.
- Tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).

17
- Cairan dalam tubuh balance.

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Penyebabnya :
1. Trauma
2. Fraktur Patologis
3. Degenerasi
4. Spontan
5. Mineralisasi yang tidak adekuat dari tulang
Adapun diagnosa keperawatan yang ada diantaranya nyeri akut berhubungan
dengan terputusnya jaringan tulang, kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan fraktur terbuka, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau
ketidaknyamanan. Rencana keperawatan yang dibuat sesuai dengan diagnosa
keperawatan dan umtuk implementasinya sesuai dengan rencana keperawatan
dan kondisi klien.

B. SARAN
Dengan adanya makalah fraktur cruris ini, diharapkan dapat menambah ilmu
serta pengetahuan mahasiswa keperawatan, sehingga apabila terjadi fraktur pada
klien, mahasiswa dapat menentukan jenis fraktur dan asuhan keperawatan yang
sesuai.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Noor, Zairin. 2017. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2014. Patofisiologi: Konsep Klinis. Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2014. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah (Keperawatan
Dewasa). Bengkuli : Numed

20

Anda mungkin juga menyukai