Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sendi temporomandibula terdiri dari prosesus kondilus merupakan bagian
yang bergerak dan berartikulasi dengan eminensia artikular yang membentuk aspek
anterior dari fossa glenoid . Dalam keadaan normal, saat membuka mulut, kondilus
berputar terhadap diskus dan akan bergeser ke anterior dan ke bawah sepanjang
eminensia artikularis (rotasi), selanjutnya diskus akan bergeser mengikuti gerakan
kepala kondilus, gerakan ini yang disebut dengan translasi.
Dislokasi temporomandibula merupakan salah satu gangguan sendi
temporomandibula yang paling dini digambarkan dalam literatur. Pada abad ke-5 SM,
Hippocrates menggambarkan kondisi dan penatalaksanaan kasus ini. Kasus ini
merupakan pergerakan kedepan yang eksesif dari kondilus, sehingga kondilus
bergeser ke anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot
pengunyahan.
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme otot yang
berat. Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan menekan mandibula ke bawah
untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang untuk meletakkan kembali
kondilus di dalam fosa. Metode reduksi yang diperkenalkan oleh Hippocrates masih
digunakan hingga saaat ini. Penatalaksanaan dengan cara bedah diindikasi untuk
dislokasi yang ’long-standing’ dan kronik, tetapi jarang untuk dislokasi akut, yang
baru terjadi pertama kali.
B. Rumusan Masalah
1. Anatomi Temporomandibula
2. Klasifikasi dan etiologi Temporomandibula
3. Faktor resiko Dislokasi Temporomandibula
4. Pemeriksaan penunjang Dislokasi Temporomandibula
5. Penatalaksanaan Dislokasi Temporomandibula
6. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan dislokasi Temporomandibula

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Sendi temporomandibula merupakan struktur anatomis yang rumit karena berhubungan
dengan pengunyahan, penelanan, bicara dan postur kepala. Sendi ini terdiri dari prosesus
kondilus yang merupakan bagian bergerak dan berartikulasi dengan eminensia artikularis
yang membentuk aspek anterior dari fossa glenoidalis. Diantara struktur tulang tersebut
terdapat meniscus artikularis (diskus artikularis) yang terbentuk dari jaringan ikat fibrous
yang avaskuler dan tanpa persyarafan. Sendi terbagi menjadi dua kavitas yang yaitu kavitas
superior yanf terletak antara fossa mandibula dan permukaan superior diskus, dan kavitas
inferior yang terletak antara kondilus mandibula dan permukaan inferior diskus. Permukaan
dalam kavitas dikelilingi lapisan synovial yang menghasilkan cairan sinovial dan mengisi
kedua kavitas sendi. Secara lebih jelas anatomi sendi temporomandibula dapat dilihat pada
gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Anatomi sendi temporomandibula (kiri:


pandangan sagital), (kanan:
pandangan koronal). A) Fibrokartilago B) Cairan sinovial C) Diskus
artikularis D) Lateral pterygoid ligament E) Capsule joint F)
Fibrokartilago G) Kondilus mandibula H) Cairan sinovial I) Synovial
membrane J) Meatus akustikus eksterna K) Mandibular fossa 9.

2
Mekanika Pergerakan Mandibula
Pergerakan mandibula merupakan hal yang kompleks. Hal ini merupakan gabungan dari
rotasi dan translasi yang terjadi secara tiga dimensi. Untuk dapat mengerti dengan baik
kompleksitas pergerakan ini, perlu kiranya mempelajari pergerakan yang terjadi pada sendi
temporomandibular secara tersendiri.
Tipe Pergerakan
Terjadi dua jenis pergerakan dalam sendi temporomandibular (TMJ). Dua jenis pergerakan
ini adalah rotasi dan translasi.
a. Pergerakan rotasi
Dalam sistem mastikasi rotasi terjadi ketika mulut membuka dan menutup pada titik atau
sumbu yang tetap dalam kondilus. Dengan kata lain gigi terpisah dan dapat teroklusi kembali
tanpa adanya perubahan posisi dari kondilus.
Pada sendi temporomandibular, rotasi terjadi sebagai pergerakan dalam kavitas inferior sendi.
Dengan demikian rotasi adalah pergerakan anatara permukaan superior kondilus dengan
permukaan inferior dari diskus artikularis. Pergerakan rotasi dari mandibula dapat terjadi
pada tiga bidang yaitu horizontal, frontal, dan sagital. Pada setiap bidang hal ini terjadi pada
sebuah sumbu yang akan dijelaskan pada masing-masing pembahasan.
Aksis horizontal dari rotasi
Pergerakan mandibula di sekitar aksis horizontal adalah pergerakan membuka dan menutup
mulut. Pergerakan ini disebut sebagai hinge movement dan merupakan satu-satunya yang
masih dianggap sebagai pergerakan rotasi murni.

Aksis vertikal dari rotasi


Pergerakan mandibula di sekitar aksis frontal terjadi ketika satu kondilus bergerak ke anterior

3
Aksis sagital dari rotasi
Pergerakan mandibula dalam aksis sagital terjadi ketika satu kondilus bergerak kea rah
inferior.

b. Pergerakan Translasi
Translasi dapat didefinisikan sebagai pergerakan dimana setiap titik dari objek yang bergerak
secara simultan mempunyai kecepatan dan arah yang sama. Pada sistem mastikasi, translasi
terjadi ketika mandibula bergerak maju seperti pada protrusi. Baik gigi, kondiulus dan ramus
semuanya bergerak pada arah yang sama ke derajat yang sama.
Translasi terjadi pada kavitas superior dari sendi, di antara permukaan superior diskus
artikularis dan permukaan inferior dari fosa artikularis. (antara kompleks diskus kondilus dan
fosa artikularis)
Selama pergerakan normal dari mandibula, baik rotasi dan translasi terjadi secara simultan.
Dengan kata lain, ketika mandibula berotasi pada satu atau lebih aksis, setiap aksis
bertranslasi (berubah orientasinya)

4
Pergerakan Tiga Dimensi
Ketika otot mulai berkontraksi dan menggerakkan mandibula ke arah kanan, kondilus kiri
terdorong ke luar dari posisi relasi sentralnya. Ketika kondilus kiri mengelilingi di anterior
dari aksis frontal kondilus kanan, ia berhadapan dengan lengkung posterior dari eminensia
artikularis yang menyebabkan pergerakan inferior dari kondilus di sekeliling aksis sagital
dengan resultan kemiringan pada aksis frontal. Sebagai tambahan kontak dengan gigi
anterior menimbulkan pergerakan inferior yang sedikit lebih besar di bagian anterior dari
mandibula dari bagian posterior, yang akan menghasilkan pergerakan membuka pada aksis
horizontal. Karena kondilus kiri bergerak ke anterior dan inferior, aksis horizontal juga
berpindah anterior dan inferior.
Contoh ini menggambarkan selama pergerakan lateral yang sederhana, gerak terjadi pada
setiap aksis, (sagital, horizontal, vertical) dan secara simultan setiat aksis mengubah
kemiringan untuk mengakomodasi pergerakan aksis lainnya. Semua ini terjadi dalam
envelope of motion dan dikontrol oleh sistem neuromuskulatur untuk mencegah perlukaan
pada struktur oral.
B. Definisi
Dislokasi TMJ atau dislokasi mandibula adalah pergeseran condylus dari lokasinya
yang normal di fossa mandibularis.

C. Klasifikasi dan Etiologi


Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi melalui mekanisme traumatik
atau nontraumatik.
Jenis dislokasi dibedakan berdasarkan letak condylus relatif terhadap fossa articularis tulang
temporal:

5
1. Dislokasi anterior
Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi anterior
terhadap fossa articularis tulang temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi
akibat interupsi pada sekuens normal kontraksi otot saat mulut tertutup setelah
membuka dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis mengangkat
mandibula sebelum muskulus pterygoid lateral berelaksasi, mengakibatkan
condylus mandibularis tertarik ke anterior ke tonjolan tulang dan keluar dari fossa
temporalis. Spasme muskulus masseter, temporalis, dan pterygoid menyebabkan
trismus dan menahan condylus tidak dapat kembali ke fossa temporalis. Dislokasi
jenis ini dapat unilateral atau bilateral. Dislokasi tersebut dibedakan menjadi akut,
kronik rekuren, atau kronik.
- Dislokasi akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun biasanya
disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti menguap, anestesi
umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang. Dislokasi anterior juga dapat terjadi
setelah prosedur endoskopik.
- Dislokasi kronik akut disebabkan oleh mekanisme yang sama pada pasien
dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal (kongenital),
kehilangan kapsul sendi akibat riwayat disloasi sebelumnya, atau sindrom
hipermobilitas.
- Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga
condylus tetap berada dalam posisinya yang salah dalam waktu lama. Biasanya
dibutuhkan reduksi terbuka.
- Dislokasi posterior biasanya terjadi akibat trauma fisik langsung pada dagu.
Condylus mandibularis tertekan ke posterior ke arah mastoid. Jejas pada meatus
acusticus externum akibat condylus dapat terjadi pada dislokasi tipe ini.
- Dislokasi superior terjadi akibat trauma fisik langsung pada mulut yang sedang
berada dalam posisi terbuka. Sudut mandibula pada posisi ini menjadi
predisposisi pergeseran condylus ke arah superior dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan nervus fasialis, kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.
D. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko dislokasi TMJ, antara lain:
1. Fossa mandibularis yang dangkal
2. Condylus yang kurang berkembang sempurna

6
3. Ligamen TMJ yang longgar
4. Penyakit jaringan ikat, misalnya sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X
Secara umum, sinar x pada daerah gigi dan mulut dapat dibagi menjadi dua golongan:
a. Sinar X intraoral
Sinar X intraoral merupakan sinar X dental yang paling umum digunakan. Alat
ini memberikan detail dan gambaran kavitas, memeriksa kesehatan akar gigi dan
tulang di sekitar gigi, memeriksa status perkembangan gigi dan memantau
kesehatan umum dari tulang dan rahang.
i. Bitewing
Pada pemeriksaan ini pasien menggigit suatu paper tab dan menunjukkan
bagian mahkota pada gigi atas dan gigi bawah bersama
ii. Periapikal
Periapikal menunjukkan satu atau dua gigi yang lengkap mulai dari mahkota
hingga akar.
iii. Palatal (disebut juga oklusal)
Sinar x palatal atau oklusal menangkap keseluruhan gigi atas dan bawah pada
satu tembakan sementara film diletakkan pada permukaan gigitan dari gigi.
b. Sinar X ekstraoral
Sinar X ekstraoral menunjukkan gigi, tetapi fokus utamanya adalah rahang dan
tengkorak. Alat yang termasuk golongan ini tidak menyediakan detail yang
ditemukan pada sinar X intraoral sehingga tidak digunakan untuk mendeteksi
kavitas atau mengidentifikasi masalah gigi per gigi. Alat ini digunakan untuk
melihat gigi impaksi, memantau tumbuh-kembang rahang dalam hubungannya
dengan gigi-geligi dan mengidentifikasi masalah potensial antara gigi dan rahang
beserta TMJ.
2. Computed Tomography
Disebut juga CT-scan. menunjukkan struktur interior tubuh sebagai gambaran tiga
dimensi. Jenis sinar x ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah pada tulang
wajah, seperti tumor atau fraktur.

7
3. MRI (Magnetic Ressonance Image)
MRI baik untuk menunjukkan delineasi dari posisi diskus dan jaringan lunak dari
TMJ. Perforasi diskus dan adhesi sendi tidak dapat ditunjukkan oleh MRI.
F. Penatalaksanaan
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme yang berat dari
otot masseter dan pterygoid . Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan jari pada gigi
molar bawah yang menekan mandibula ke bawah untuk menarik otot levator dan selanjutnya
ke belakang untuk meletakkan kembali kondilus di dalam fosa (Gambar 3). Pada umumnya
prosedur ini dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi jika dilakukan secepatnya. Pada
kasus dimana telah terdapat spasme otot yang berat karena keterlambatan mereduksi,
prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan bantuan anestesi lokal yang disuntik kedalam sendi
dan otot pterigoid lateral, atau dengan pemberian diazepam intravena untuk menghilangkan
spasme otot dan mengurangi nyeri,(Gambar 4). Apabila cara tersebut tidak efektif, dapat
menggunakan anestesi umum untuk mendapatkan relaksasi yang memadai.

Gambar 3. Cara manual mengembalikan Sendi Temporomandibula yang


mengalami dislokasi
Setelah reduksi berhasil dilakukan, mandibula dapat diimobilisasi selama beberapa
hari dengan head-chin strap atau fiksasi intermaksila. Tujuan imobilisasi agar kapsul
mempunyai kesempatan untuk mengadakan perbaikan dan penyesuaian kembali
keseimbangan otot serta mencegah dislokasi terjadi kembali disebabkan kapsul yang masih
lemah.
Dislokasi yang disebabkan oleh kapsul yang longgar, terdapat kecenderungan terjadi
dislokasi berulang. Pada kondisi tersebut, perawatan bedah menjadi indikasi. Penatalaksanaan
dengan cara bedah dapat diindikasi untuk dislokasi yang ’long-standing’ dan kronik, tetapi
jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali.
Metode dasar bedah untuk perawatan dislokasi mandibula berulang menurut Sarnat &
Laskin, meliputi:

8
1) mengencangkan mekanis kapsul.
2) mengikat bagian sendi atau mandibula ke struktur yang terfiksasi.
3) membuat hambatan mekanis pada jalur kondilus.
4) menghilangkan hambatan jalur kondilus.
5) mengurangi tarikan otot.

Berbagai prosedur bedah telah digunakan untuk perawatan dislokasi mandibula yang
berulang. Pada umumnya teknik bedah ini didesain untuk membatasi pergerakan kaput
kondilus ke anterior, seperti dengan meletakkan posisi diskus di anterior kondilus, menambah
ketinggian (augmentasi) eminensia artikularis dengan graft tulang autogenous, osteotomi
arkus zigomatikus dan selanjutnya difiksasi di medial tuberkulum artikular (down-
fracturing), memasang bahan implant didalam eminensia artikular, capsular placation,
memotong tendon temporalis, menyusun kembali tendon temporalis, miotomi pterigoideus
lateralis dan pendalaman fosa gelenoidalis dengan pemotongan diskus. Alternatif lain
meliputi eminektomi dan kondilotomi.

Miotomi Pterigoideus Lateral


Prosedur ini dilakukan dengan alasan untuk mengurangi atau menghilangkan daya
otot yang dianggap berperan dalam menarik mandibula kedalam posisi dislokasi. Miotomi
menghilangkan aksi superior belly otot pterigoideus lateralis. Namun demikian prosedur ini
jarang digunakan.
Meletakkan Posisi Diskus di Anterior Kondilus
Metode Konjetzny didesain untuk membuat closed lock dengan diskus. Prosedur ini
menghasilkan fiksasi diskus di posisi anterior kondilus. Ligamen posterior diskus dilepas dan
perlekatan anterior dipertahankan. Diskus ditarik ke anterior dan inferior dan diletakkan
vertikal di depan kondilus dengan menjahit diskus ke otot pterigoideus lateralis dan kapsul.
Eminektomi
Pada tahun 1951, Hilmar Myrhaug memperkenalkan eminektomi untuk perawatan
dislokasi mandibula berulang. Metode perawatan yang digambarkan sebelumnya didesain
untuk membatasi pergerakan kaput kondilus ke anterior, jadi mencegah kondilus dari keadaan
‘terkunci’ di anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot
pengunyahan. Menurut Myrhaug bahwa dislokasi madibula berulang terutama terjadi pada
penderita dengan deep overbite disertai dengan kondisi tuberkulum artikularis yang

9
tinggi/curam. Myrhaug mengusulkan untuk mengurangi eminensia artikularis sehingga
menyebabkan kondilus dapat bergerak bebas.
Prosedur Blocking
Prosedur blocking untuk menghalangi translasi didesain untuk membuat suatu
penghambat terhadap kondilus dalam jalur pembukaannya. Pembedahan dalam prosedur ini
dapat dengan menambah ketinggian eminensia artikularis dengan osteotomi (down-
4,19
fracturing), graft tulang dan pemasangan implant metal . Dari banyak prosedur yang saat
ini digunakan oleh ahli bedah, down-fracturing arkus zigomatikus dan graft tulang untuk
menambah ketinggian eminensia merupakan metode yang paling populer dan sangat sering
digunakan.
Pada tahun 1943, Leclerc dan Girard melakukan osteotomi vertikal pada arkus
zigomatikus di anterior tuberkulum artikularis dan menurunkan bagian dorsalnya untuk
menghambat atau menahan gerakan kondilus ke anterior yang berlebih. Prosedur blocking
Leclerc dan Girard telah dimodifikasi oleh Gosserez dan Dautrey dengan membuat
osteotomi oblik pada arkus zigomatikus mulai dari arah kranial posterior ke kaudal anterior di
regio tuberkulum artikularis. Arkus zigomatikus selanjutnya digerakkan di sutura
zigomatikotemporalis dengan gerakan berulang perlahan-lahan sambil menambah tekanan
sehingga dapat dicegah terjadinya fraktur arkus zigomatikus di bagian posterior sutura. Arkus
ditekan dan diletakkan di sebelah medial tuberkulum. Elastisitas arkus pada eminensia
menahan daya arkus ke atas. Karena menggunakan potongan oblik, oleh sebab itu tidak
diperlukan lagi memasang bony wedge untuk menstabilisasi fragmen seperti yang
digambarkan oleh Boudreau dan Tidemann atau Sailer dan Antonini.
Kegagalan prosedur Dautrey sangat mungkin disebabkan oleh dua faktor. Pertama, tidak
adanya pertemuan arkus zigomatikus yang dipatahkan ke bawah dengan kaput kondilus yang
terletak medial. Kedua, terjadi resorpsi pada eminensia yang dipatahkan ke bawah.

10
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan untuk mengumpulkan data
pasien dengan menggunakan tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang tetapi pada pasien dislokasi difokuskan pada :
1) Identitas Pasien
2) Identitas Penanggung Jawab
3) Keluahan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri. Kaji
penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat kapan nyeri
dirasakan menurun.
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi, pergerakan
terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera.
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit
yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan
menghambat proses penyembuhan.
6) Pemeriksaan Fisik
 Tampak adanya perubahan kontur sendi pada mandibula yang mengalami dislokasi
 Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
7) Kaji 14 kebutuhan dasar Henderson. Untuk dislokasi dapat difokuskan kebutuhan dasar
manusia yang terganggu adalah:
a) Rasa nyaman (nyeri) : pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri pada
bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
b) Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya semula harus diimobilisasi.
c) Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang sehingga klien
mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya bagi tubuh yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
d) Rasa aman(ansietas): klien dengan dislokasi tentunya mengalami gangguan rasa aman
atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.

11
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan
mengunyah atau menelan.

C. Intrvensi Keperawatan
Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam, diharapkan dengan kriteria
hasil :
 Memperlihatkan pengendalian nyeri.
 Melaporkan tidak adanya nyeri
 Tidak menunjukan adanya nyeri meningkat.(tidak ada ekspresi nyeri pada
wajah,tidak gelisah atau ketegangan otot,tidak merintih atau menangis.)
Intervensi :
 Observasi keadaan umum pasien(tingkat nyeri dan TTV)
 Beri posisi nyaman(semi fowler)
 Berikan kompres hangat pada lokasi dislokasi
 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
 Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Dx 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kesulitan mengunyah atau menelan.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi
klien dapat terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil:
 Pasien tidak melaporkan kesulitan mengunyah
 Nafsu makan pasien kembali baik
 Keadaan umum pasien kembali normal
Intervensi :
 Kaji faktor penyabab kesulitan mengunyah
 Letakkan makanan pada bagian mulut yang tidak mengalami masalah
 Atur posisi pasien(semi fowler)
 Kolaborasi dalam pemasangan alat invasif(NGT)

12
C. Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi.
D. Evaluasi
 Nyeri dapat teratasi
 Pasien dapat melakukan mobilitas secara normal
 Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi secara adekuat

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dislokasi temporomandibula merupakan salah satu gangguan sendi
temporomandibula yang paling dini digambarkan dalam literatur. Kasus ini merupakan
pergerakan kedepan yang eksesif dari kondilus, sehingga kondilus bergeser ke anterior
eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot pengunyahan. Dislokasi harus
direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme yang berat dari otot masseter dan
pterygoid . Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan jari pada gigi molar bawah
yang menekan mandibula ke bawah untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke
belakang untuk meletakkan kembali kondilus di dalam fosa. Pada umumnya prosedur ini
dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi jika dilakukan secepatnya. Pada kasus
dimana telah terdapat spasme otot yang berat karena keterlambatan mereduksi, prosedur
ini sebaiknya dilakukan dengan bantuan anestesi lokal yang disuntik kedalam sendi dan
otot pterigoid lateral, atau dengan pemberian diazepam intravena untuk menghilangkan
spasme otot dan mengurangi nyeri. Apabila cara tersebut tidak efektif, dapat menggunakan
anestesi umum untuk mendapatkan relaksasi yang memadai.
B. Saran
1. Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien Dislokasi Mandibula dengan tepat sehingga dapat mencegah
terjadinya kegawatdaruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan.
2. Sebagai perawat harus mampu mengenali tanda-tanda dislokasi dan memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan dislokasi secara benar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sarnat, B.G and Laskin, D.M. 1992. Surgical Considerations. In: Sarnat, B.G and
Laskin, D.M. (Ed). The Temporomandibular Joint: A Biological Basis For Clinical
Practise. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders

Singh V., Verma A., Kumar I., Bhagol : Reconstruction of ankylosed


temporomandibular joint: Sternoclavicular grfating as an approach to management.
Int. J. Oral Maxillofacial. Surg. 2011; 40: 260-265

Miloro M, et. al. Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2004. 2nd
edition. Canada: BC Decker Inc
Undt, G., Kermer, C., and Rasse, M. 1997. Treatment of Recurrent Dislocation of The
Temporomandibular Joint, Part II : Eminectomy. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 26:98-
102.

15

Anda mungkin juga menyukai