Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN FRAKTUR

OLEH :

EKA WAHYU RIFANI MEILIADEWI


P07120320004
PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUHAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. Pengertian
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat
& Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan
fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau
persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008)
Berikut merupakan klasifikasi dari fraktur :
1. Fraktur komplit, tulang terpisah menjadi dua fragmen atau lebih.
Berdasarkan garis frakturnya, fraktur komplet dapat digolongkan sebagai
berikut :
a. Fraktur tranversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakanakibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbutulang dan meruakan akibat trauma angulasi.
c. Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkantrauma rotasi.
d. Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
e. Fraktur impaksi : fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.
f. Fraktur kominutif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur dikatakan inkomplit apabila tulang tidak terpisah seluruhnya dan
periosteum tetap intak. Fraktur incomplit dapat digolongkan menjadi
a. Fraktur buckle atau torus : fraktur yang terjadi pada korteks di daerah
metafisis 2-3 cm di atas lempeng epifisis.
b. Fraktur greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang
sisi lainnya membengkok.
c. Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar
patah tulang masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang
berhubungan dengan dunia luar.Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga
derajat, yaitu :
a. Derajat I
1) Luka < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
4) Kontaminasi minimal
b. Derajat II
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
3) Fraktur kominutif sedang
4) Kontaminasi sedang
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
1) IIIA :Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
2) IIIB :Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat
pelepasan lapisan periosteum, fraktur kontinuitif
3) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian
distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.

B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut (Brunner and Suddarth, 2002)
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di
rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
b. Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang
bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas
yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma
dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera.
C. Pathway

Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

gangguan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Mengenai jaringan kutis dan sub


kutis Gangguan integritas perfusi jaringan perifer
kulit atau jaringan tidak efektif
Perdarahan

Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

resiko syok
D. Patofisiologis
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi:
1. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain:
radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI,
untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.

F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan
dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna
(ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF)
meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau
fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna
(ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan aliran darah.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Subjektif
1) Pengumpulan Data
a) Anamnesa
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Psikososial
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium.
b. Pola Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien.
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien.
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti
1. Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
b) Tanda-tanda vital tidak normal Pemeriksaan head-to-toe :
1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak nyeri kepala
2. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
3. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
4. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
5. Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
6. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
7. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
8. Paru
a. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
9. Jantung
a. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
10. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
11. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
12. Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
13. Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang, program pembatasan gerak.
c. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur infasive
d. Resiko syok dibuktikan dengan hipotensi kekurangan volume cairan
e. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume
cairan
f. Gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan faktor
mekanis dan penurunan mobilitas
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnose Keperawatan Tujuan Dan Kreteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Nyeri
Penyebab: …x …. Jam/menit diharapkan keluhan nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik,
 Agen pencedera fisiologis ( misl, dapat teratasi dengan kreteria hasil sebagai durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
inflamasi, iskemia, neoplasma) berikut: nyeri
 Agen pencedera kimiawi ( misl, SLKI : Luaran utama : Tingkat Niyeri  Identifikasi skala nyeri
terbakar, bahan kimia iritan)  Keluhan nyeri menurun  Berikan teknik nonfarmakolofis untuk
 Agen pencedera fisik ( misl, amputasi,  Sikap meringis menurun mengurangi rasa nyeri (missal,
terbakar, terpotong, mengangkat  Sikap gelisah menurun TENS, hypnosis, akupuntur, terapi
berat, prosedur oprasi, trauma, latihan  Sikap protektif menurun music, biofeedback, kompres
fisik berlebihan)  Pola tidur menbaik dingin/hangat, )
Gejala dan Tanda Mayor Luaran Tambahan : Kontrol Nyeri  Kontrol lingkungan yang
Subjektif :  Penggunaan analgesic memperberat rasa nyeri (misalnya,
 Mengeluh nyeri  Kemampuan menggunakan teknik suhu ruangan, pencahayaan dan
Objektif : non farmakologi kebisingan)
 Tampak meringis  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Bersikap protektif (missal, waspada, menggunakan teknik relaksasi
posisi menghindari nyeri) (missal, seperti nafas dalam)
 Gelisah  Kolaborasi pemberian analgetik.
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :-
Objektif :
 Tekanan darah meningkat
 Pola nafas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berfikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaphoresis
Gangguan Mobilitas Fisik : keterbatasan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Dukungan Mobilitas
dalam gerak fisik dari satu atau lebih ….x ….. jam/menit diharapkan gangguan  Identifikasi adanya nyeri ataukeluhan
ekstremitas secara mandiri mobilitas fisik dapat teratasi dengan kreteria fisik lainnya
Penyebab : hasil sebagai berikut :  Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Kerusakan integritas struktur tulang SLKI : Luaran Utama : Mobilitas Fisik pergerakan
 Perubahan metabolism  Pergerakan ekstermitas meningkat  Fasilitasi mobilisasi dengan alatbantu
 Ketidakbugaran fisik  Kekuatan otot meningkat (missal, pagar tempat tidur )
 Penurunan kendali otot  Rentang gerak (ROM) meningkat  Libatkan keluarga untuk membantu
 Penurunan masa otot  Nyeri menurun pasien dalam meningkatkan
 Keterlambatan perkembangan  Kecemasan menurun pergerakan
 Kekakuan sendi  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Kontraktur  Anjurkan melakukan mobilisasi
 Malnutrisi sederhana yang harus dilakukan
 Gangguan muskuluskleletal (misalnya, duduk di tempat tidur,
 Gangguan neuromuscular duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi
 Efek agen farmakologis
 Program pembatasan gerak
 Nyeri
 Kecemasan Perawatan Traksi
Gejala dan Tanda Mayor  Monitor kemampuan perawatan diri
Subjektif : saat terpasang traksi
 Mengeluh sulit menggerakan  Monitor alat fiksasi eksternal
ekstermitas  Monitor tanda tanda kerusakan
Objektif : integritas kulit pada area penonjolan
 Kekuatan otot menurun tulang
 Rentang gerk ROM menurun  Monitor sirkulasi, pergerkan, dan
Gejala dan Tanda Minor sensasi pada ekstermitas yang cidera
Subjektif :  Amankan beban traksi saat
 Nyeri saat bergerak menggerakan pasien
 Enggan melakukan pergerakan  Anjurkan perawatan tali penopang
 Merasa cemas saat bergerak (brace) sesuai kebutuhan
Objektif :  Anjurkan perawatan alat fiksasi
 Sendi kaku eksternal sesuai kebutuhan
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah
Risiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pencegahan Infeksi
………...... jam diharapkan Observasi
Faktor Risiko: □ Monitor tanda dan gejala infeksi local
□ Penyakit Kronis (mis. Diabetes Tingkat Infeksi (L.14137) dan sistemik
mellitus) menurun dengan kriteria hasil: Terapeutik
□ Efek prosedur invasif □ Kebersihan tangan meningkat □ Batasi jumlah pengunjung
□ Malnutrisi □ Kebersihan badan meningkat □ Berikan perawatan kulit pada area
□ Demam menurun (normal 36.5-37oC) edema
□ Peningkatan paparan organisme □ Kemerahan menurun □ Cuci tangan sebelum dan sesudah
pathogen lingkungan □ Nyeri menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
□ Ketidakadekuatan pertahanan tubuh □ Vesikel menurun pasien
primer: □ Cairan berbau busuk menurun □ Pertahanakan teknik aseptic pada pasien
□ Gangguan peristaltic □ Sputum berwarna hijau menurun berisiko tinggi
□ Kerusakan integritas kulit □ Drainase purulent menurun Edukasi
□ Perubahan sekresi Ph □ Piuria menurun □ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
□ Penurunan kerja siliaris □ Periode malaise menurun □ Ajarkan cara mencuci tangan dengan
□ Ketuban pecah lama □ Periode menggigil menurun benar
□ Ketuban pecah sebelumnya □ Letargi menurun □ Ajarkan etika batuk
□ Merokok □ Gangguan kognitif menurun □ Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
□ Statis cairan tubuh □ Kadar sel darah putih membaik (normal atau luka operasi
□ Ketidakadekuatan pertahanan tubuh 9000-30000 sel/mm) □ Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
sekunder □ Kultur darah membaik □ Anjurkan meningkatkan asupan cairan
□ Penurunan hemoglobin □ Kultur urine membaik Kolaborasi
□ Imununosupresi □ Kultur sputum membaik □ Kolaborasi pemberian antibiotik
□ Leukopenia □ Kultur area luka membaik □ Kolaborasi pemberian imunisasi jika
□ Supresi respon inflamasi □ Kultur feses membaik perlu
□ Vaksinasi tidak adekuat □ Nafsu makan membaik
Resiko syok (D.0039) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pencegahan syok (I.02068)
………...... jam diharapkan
Faktor risiko Observasi
 Hipoksemia Tingkat Syok (L.03032) menurun dengan  Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
 Hipoksia kriteria hasil : dan kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD,
 Hipotensi’kekurangan volume cairan  Kekuatan nadi meningkat MAP)
 Sepsis  Output urine meningkat  Monitor status oksigen (oksimetri nadi,
 Tingkat kesadaran meningkat AGD)
 Sindrom respons inflamasi sistemik  Saturasi oksigen meningkat  Monitor status cairan (masukan dan
Kondisi Klinis terkait  Akral dingin menurun haluaran, turgor kulit, CRT)
 Perdarahan  Pucat menurun  Monitor tingkat kesadaran dan respon
 Trauma multiple  Haus menurun pupil
 Pnemothoraks  Konfusi menurun  Perikas riwayat alergi
 Infark miokard  Latargi menurun Terapiutik
 Kardiomiopati  Asiaosis metabolic menurun  Berikan oksigen untuk mempertahankan
 Cedera medulla spinalis  Mean arerial preasure membaik saturasi oksigen >94%
 Anafilaksis  Tekanan darah sistolik membaik  Persiapkan intubasi dan ventilasi
 Sepsis  Tekanan darah diastolic membaik mekanis, jika perlu
 Koagulasi intravaskules deseminata  Tekanan nadi membaik  Lakukan skin test untuk mencegah reaksi
 Sindrom respons inflamasi sistemik  Pengisian kapiler membaik alergi
Edukasi
 Frekuensi nadi membaik
 Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
 Frekuensi nafas membaik
 Jelaskan tanda gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala
awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
 Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika
perlu
Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika
perlu
Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Perawatan Sirkulasi (I.02079)
b.d ………...... jam diharapkan Observasi
 Hiperglikemi  Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi perifer,
 Penurunan konsentrasi hemoglobin Perfusi Perifer (L.02011) meningkat dengan edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
 Peningkatan tekanan darah kriteria hasil ankle-brachial index)
 Kekurangan volume cairan  Denyut nadi perifer meningkat  Identifikasi faktor risiko gangguan
 Penurunan aliran arteri dan/atau vena  Penyembuhan luka meningkat sirkulasi (mis. diabetes, perokok, orang
 Kurang informasi tentang faktor pemberat  Sensasi menurun tua, hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
(mis.merokok, gaya hidup monoton,  Warna kulit pucat menurun  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
trauma, obesitas, asupan garam,  Edema perifer menurun bengkak pada ekstremitas
imobilitas)  Nyeri ekstremitas menurun Terapiutik
 Kurang terpapar informasi tentang proses  Parastesia menurun  hindari pemasangan infus atau
penyakit (mis.diabetes militus,  Kelemahan otot menurun pengambilan darah pada area dengan
hyperlipidemia)  Kram otot menurun keterbatasan perfusi
 Kurang aktifitas fisik  Bruit femoralis menurun  hindari pngukuran darah pada ekstremitas
Gejala dan tanda mayor  Nekrosis menurun dengan keterbatasan perfusi
Subjektif  Pengisian kapiler membaik  hindari penekanan dan pemasangan
 -  Akral cukup membaik
tourniquet pada area yang cidera
Objektif  lakukan pencegahan infeksi
 Turgor kulit membaik
 pengisian kalpiler > 3 detik  lakukan perawatan kaki dan kuku
 TD sistolik membaik
 nadi perifer menurun atau tidak teraba  lakukan hidrasi
 TD diastolik membaik
 akral dingin  Tekanan arteri rata-rata membaik
Edukasi
 warna kulitpucat  Anjurkan berhenti merokok
 Indeks ankle-bracial membaik
 turgor kulit menurun  Anjurkan berolahraga rutin
Gejala dan tanda minor  Anjurkan mengecek air mandi untuk
subjektif menghindari kulit terbakar
 parastesia  Anjurkan menggunakan obat penurun
 nyeri ekstremitas (klaudikasi interminent) tekanan darah, antioagulan, dan penurun
objektif kolestrol, jika perlu
 edema  Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
 penyembuhan luka lambat darah secara teratur
 indeks ankie-brachial <0,90  Anjurkan menghindari penguanaan obat
 bruit femoral penyekat beta
  Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat (mis. melembabkan kulit kering
pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet untuk memperbaiki
irkulasi (mis. rendah lemak, minyak ikan
omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis. rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer (I.06195)
Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat pengikat,
protesis, sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam atau
tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas atau
dingin
 Pemeriksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur berbeda
 Monitor terjadianya parestesia,jikaperlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapiutik
 Hindari pemakaian benda-benda yang
berlebihan (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan thermometer untuk
menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesic, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Perawatan integritas kulit (L.11353)
(D.0129) ………...... jam diharapkan Observasi
b.d  Identifikasi penyebab gangguan integritas
 Perubahan sirkualsi Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) kulit (mis. perubahan sirkualsi, perubahan
 Perubahan status nutrisi (kelebihan atau meningkat dengan kriteria hasil : status nutrisi, penurunan kelembaban,
kekurangan)  elastisitas meningkat suhu lingkunagn ekstrim, penurunan
 Kekurangan / kelebihan volume cairan  hidrasi meningkat mobilitas)
 Penurunan mobilitas  perfusi jaringan meningkat Terapiutik
 Bahan kimia iriatif  kerusakan jaringan menurun  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Suhu lungkungan yang ekstrim  kerusakan lapisan kulit menurun  Lakukan pemijatan pada are penonjolan
 Faktor mekanis (mis. penekanan pada  nyeri menurun tulang, jika perlu
tonjolan tulang, gesekan ) atau faktor  perdarahan menurun  Bersihkan perineal dengan air hangat,
elektris ( mis. elektrodiatermi, energy  kemerahan menurun terutama selama periode diare
listrik bertegangan tinggi)  hematoma menurun  Gunakan produk berbahan petroleum atau
 Efek samping terapi radia  pigmentasi abnormal menurun minyak pada kulit kering
 Kelembaban  jaringan parut menurun  Gunakan produk berhbahan ringan/ alami
 Proses penuaan  nekrosis menurun dan hipoalergik pada kulit sensitive
 Neuropati  abrasi kornea menurun  Hindari produk berbahan dasar alkohol
 Kurang terpapar informasi tentang upaya pada kulit keringnanjurkan menggunakan
 suhu kulit membaik
pelembab (mis.lotion, serum)
mempertahankan/ melidungi intergitas  sensai membaik
Edukasi
kulit)  tekstur membaik
Gejala dan tanda mayor  Anjurkan minum air yang cukup
 pertembuhan rambut membaik
Subjekti  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 - Objektif  Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
Pemulihan Pascabedah (L.14129)
sayur
meningkat dengan kriteria hasil :
 kenyamanan meningkat
 Kerusaka integritas jaringan dan/atau  selera makan meningkat  Anjurkan menghindari terpapar suhu
lapisan kulit  mobilitas meningkat ekstrim
Gejala dan tanda minor  kemampuan melanjutkan pekerjaan  Anjurkan mengguanakn SFP minimal 30
Subjektif meningkat saat berada di luar ruangan
 - Objektif  kemampuan bekerja meningkat  Anjurkan mandi dan mengguanakan
 Nyeri  kemampuan perawatan diri meningkat sabun secukupya
 Perdarahan  waktu penyembuhan menurun Perawatan Luka (L.14564)
 Kemerahan  area luka operasi membaik Observasi
 hematoma  Monitor karakteristik luka (mis.drainase,
Penyembuhan Luka (L.14130) meningat warna, ukuran, bau)
dengan kriteria hasil :  Monitor tanda-tanda infeksi
 penyatuan kulit meningkat Terapiutik
 penyauan tepi luka meningkat  Lepaskan balutan dan plester secara
 jaringan granulasi meningkat berlahan
 pembentukan ajringan parut meningkat  Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
 edema pada sisi luka menurun perlu
 peradangan luka menurun  Bersihkan dengan cairan NaCl atau
 nyeri menurun pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
 drainase menurun porulen menurun  Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep sesuai jenis luka prtahankan
 drainase sorosa menurun
teknik steril saat melakukan perawatan
 drainase sanguinis menurun
luka
 drainase serosanguinis menurun
 Ganti balutan sesuai eksudat dan drainasi
 entema pada kulit sekitas menurun
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
 peningkatan suhu kulit menurun
atau sesuai kondisi pasien
 bau tidak sedap pada luka menurun
 nekrosis menurun
 infeksi menurun  Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis. vitamin A, vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkytancus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiboti jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anlie. 2013. Manajemen Perioperatif Pada Pasien Fraktur Multiple. (Online).


Available : https://www.scribd.com/doc/119623462/Manajemen-
Perioperatif-pada-Pasien-Fraktur-Multipel (diakses pada tanggal 4
Februari 2016 pukul 09.00 WIB)
Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley Edisi 7.
Jakarta: Widya Medika.
Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk
Brunner dan Suddarth.Jakarta : EGC.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,
EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta; EGC
Engram, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta:
EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai