OLEH:
EKA WAHYU RIFANI MEILIADEWI
NIM. P0712032004
PRODI NERS KELAS A
2. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan salah satu kanker penyebab kematian tertinggi pada wanita di
dunia. Kanker serviks menduduki peringkat ketiga dari 10 jenis kanker paling banyak
pada wanita setelah kanker payudara dan kolorektum (ICO, 2016). Menurut data
GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diperkirakan kejadian kasus baru kanker serviks di
dunia mencapai 572.624 kasus dengan jumlah kematian mencapai 265.627 jiwa. Pada
tahun 2016 di Amerika Serikat tercatat sebanyak 12.990 wanita terdiagnosa kanker
serviks dengan angka kematian mencapai 4.217 jiwa. Sementara itu, data tahun 2017
mencatat terdapat 12.820 kasus baru dengan angka kematian mencapai 4.210 jiwa (
American Cancer Society, 2017).
Kejadian kanker serviks di negara berkembang dan berpenghasilan menengah
kebawah menempati urutan kedua kanker paling banyak pada wanita dan urutan ketiga
penyebab kematian pada wanita (Catarino, et al, 2015). Berdasarkan Information Centre
of HPV and Cancer (ICO, 2016) jumlah kejadian kanker serviks di negara berkembang
mencapai 444.456 kasus baru dan sebanyak 230.180 kematian tiap tahunnya. Prevalensi
kematian akibat kanker serviks di negara berkembang mencapai hampir 87% kasus
(IARC, 2012).
Berdasarkan estimasi Data Riskesdas 2013 kanker serviks menempati urutan pertama
penyakit kanker paling banyak pada wanita Indonesia dengan jumlah 98.692 kasus
disusul oleh kanker payudara pada urutan kedua sebanyak 61.682 kasus (Kemenkes RI,
2015). Jumlah wanita di Indonesia yang terdiagnosa kanker serviks mencapai 20.928
dengan angka kematian mencapai 9.498 jiwa setiap tahunnya (ICO, 2016).
3. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang disebabkan oleh
virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual (Petignat, 2007
dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah terjadinya lesi squamosa intraephitelial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia 30 tahun keatas yang
telah aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV. Presentasi tersebut akan lebih meningkat
apabila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada umumnya sebagian
besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat menetap (Kumar, 2007) Ada beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah
1. Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda (dibawah 20
tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seksual
maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil penelitian Sadewa
(2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang terdiagnosa kanker serviks
menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2. Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering partus atau
melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko seseorang mengalami kanker
serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa
wanita dengan jumlah paritas >3 berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi
9,127 kali dibandingkan dengan wanita dengan paritas ≤3.
3. Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lendir
serviks wanita perokok mengandung nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan
daya tahan serviks selain merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009).
4. Pasangan Seksual Lebih Dari Satu
Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti pasangan seks
dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko mengalami kanker serviks
pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat
(American Cancer Society, 2017).
5. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti
konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama pada
wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017).
6. Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang dapat
meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian Indrawati dan Fitriyani
(2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang baik berisiko mengalami kanker
serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal
hygiene yang baik.
7. Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan E yang
rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat mudahnya
seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat meningkatkan risiko kanker
serviks (Sukaca, 2009).
8. Gangguan system kekebalan tubuh
Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas tubuh) seperti
pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat perkembangan sel kanker
dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer Society, 2017)
9. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga
Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks,
berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya kemampuan
untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017)
10. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh pelayanan
kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi HPV. Hal ini
menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau deteksi dini kanker serviks
maupun tidak mampu melakukan penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer
Society, 2017).
4. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya
adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat pada
wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus ini akan
menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten akan
menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya
pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap
perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut
dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi
kanker serviks. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul
bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka
waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di
serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan
akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat
meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan
oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh
darah, anemis hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh limfe
terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan
parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening
hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada
aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak
(Prayetni, 1997). (WOC terlampi
5. Pathway
Ca Cerviks
Psikologis
- Hipovolemi Eksternal radiasi Bau busuk
- Anemia
Kurang
pengetahuan Bau busuk Resiko
Kelelahan
infeksi
Intoleransi Gangguan
Ansietas Citra Tubuh
aktivitas
Penekanan pada
Resiko Hb
jaringan saraf
gangguan
integritas kulit Anemia Iskemia Jaringan
Sel kurang O2
Pengluran
Gastrointestin kurang O2
bradikanin,
histamin
Hipovolemia Mual, muntah
Respon Nyeri
Defisit Nutrisi
7. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan
berbau busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius.
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan
terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah
sampai vagina
b. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa
menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan
bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik,
sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test
ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang
abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher
rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya
kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka
dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang
dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah
mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim.
Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan
warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat
itu juga atau dalam waktu 15 menit.
c. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik
untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang
spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat
membantu dalam deteksi kanker serviks.
c. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran
2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi.
Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak
daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah
CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar
HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal
disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan
darah dan urine.
e. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran
lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
g.Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium,
sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang
abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
h. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur
kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah
yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.
11. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan
medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul dan evaluasi kelenjar limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
13. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus kanker
serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada
dalam stadium lanjut. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah
kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear dan skrining ini
sangat efektif. Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama -
sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker
serviks, beberapa di antaranya :
a. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan
umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan
pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk
wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV
menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau
lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Sehingga, deteksi DNA
HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai
HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
c. Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan
bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.
14. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker
seviks dapat diobati dengan radioterapi. Ada beberapa faktor yang
menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara lain : usia
penderita, keadaan umum, tingkat klinis keganasan, ciri - ciri histologik sel
kanker, kemampuan tim kesehatan dan sarana pengobatan yang tersedia
(Mansjoer, 2005)
Stadium Penyebaran kanker serviks Harapan
Hidup 5
Tahun (%)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT
yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker
serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml,
sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam
keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
q. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
r. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
s. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan
yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
t. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan
mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan
pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmammpuan mencerna
makanan
b. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
c. Risiko gangguan integritas kulit dibuktikan dengan terapi radiasi
d. Risiko infeksi ditandai dengan imunosupresi
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
f. hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
g. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Rencana Keperawatan
No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
Definisi: keperawatan selama Observasi
Kondisi emosi dan …… x …….… maka Identifikasi saat tingkat
pengalaman subyektif Tingkat Ansietas Menurun ansietas berubah (mis.
individu terhadap objek dengan kriteria hasil: Kondisi, waktu,
yang tidak jelas dan spesifik 1. Verbalisasi kebingungan stressor)
akibat antisipasi bahaya menurun (5) Identifikasi
yang memungkinkan 2. Verbalisasi khawatir kemampuan mengambil
individu melakukan akibat kondisi yang keputusan
tindakan untuk menghadapi dihadapi menurun (5) Monitor tanda-tanda
ancaman 3. Perilaku gelisah menurun ansietas (verbal dan
(5) nonverbal)
Penyebab: 4. Perilaku tegang menurun Terapeutik
Krisis situasional (5) Ciptakan suasana
Kebutuhan tidak 5. Konsentrasi membaik (5) terapeutik untuk
terpenuhi 6. Pola tidur membaik (5) menumbuhkan
Krisis maturasional Dukungan Sosial Meningkat kpercayaan
Ancaman terhadap dengan kriteria hasil: Temani pasien untuk
konsep diri 1. Kemampuan meminta mengurangi kecemasan,
Ancaman terhadap bantuan pada orang lain jika memungkinkan
kematian meningkat (5) Pahami situasi yang
2. Bantuan yang ditawarkan
Kekhawatiran membuat ansietas
oleh orang lain meningkat dengarkan dengan
mengalami kegagalan
(5) penuh perhatian
Disfungsi system
3. Dukungan emosi yang
keluarga Gunakan pendekatan
disediakan oleh orang lain
Hubungan orang tua- meningkat (5) yang tenang dan
anak tidak memuaskan meyakinkan
Faktor keturunan Tempatkan barang
(temperamen, mudah pribadi yang
teragitasi sejak lahir) memberikan
Penyalahgunaan zat kenyamanan
Terpapar bahaya Motivasi
lingkungan (mis. mengidentifikasi situasi
Toksik, polutan, dan yang memicu
lain-lain) kecemasan
Kurang terpapar Diskusikan
informasi perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
Gejala dan Tanda Mayor: akan datang
Subjektif: Edukasi
Merasa bingung Jelaskan prosedur,
Dukungan Emosional
Observasi
Identifikasi fungsi
maarah, frustasi, dan
amuk bagi pasien
Identifikasi hal yang
telah memicu emosi
Terapeutik
Fasilitasi
mengungkapkan
perasaan cemas, marah,
atau sedih
Buat pernyataan
suportif atau empati
selama fase berduka
Lakukan sentuhan
untuk memberikan
dukungan (mis.
Merangkul, menepuk-
nepuk)
Tetap bersama pasien
dan pastikan keamanan
selama ansietas, jika
perlu
Kurangi tuntutan
berpikir saat sakit atau
lelah
Edukasi
Jelaskan konsekuensi
tidak menghadapi rasa
bersalah dan malu
Anjurkan
mengungkapkan
perasaan yang dialami
(mis. Ansietas, marah,
sedih)
Anjurkan
mengungkapkan
pengalaman emosional
sebelumnya dan pola
respons yang biasa
digunakan
Ajarkan penggunaan
mekanisme pertahanan
yang tepat
Kolaborasi
Rujuk untuk konseling,
jika perlu
2 Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Definisi: keperawatan selama .... X .... (I.08238)
Pengalaman sensorik atau jam menit diharapkan tingkat Observasi
emosional yang berkaitan nyeri menurundengan kriteria Identifikasi lokasi,
dengan kerusakan jarigan hasil: karakteristik, durasi,
actual atau fungsional, Keluhan nyeri (5) frekuensi, kualitas ,
dengan onset mendadak intensitas nyeri
Meringis (5)
atau lambat dan
Identifikasi skala nyeri
berintensitas ringan hingga Sikap protektif (5)
berat yang berlangsung Identifikasi respons
Gelisah (5)
kurang dari 3 bulan nyeri non verbal
Kesulitan tidur (5)
Penyebab: Identifikasi faktor yang
Agen pencedera Menarik diri (5) memperberat nyeri dan
fisiologis (mis. memperingan nyeri
Berfokus pada diri sendiri
Inflamai,iskemia,
(5) Identifikasi pengetahuan
neoplasma
dan keyakinan tentang
Diaforesis (5)
Agen pencedera kimiawi nyeri
(mis. Terbakar, bahan Perasaan depresi (tertekan)
Identifikasi pengaruh
kimia iritan) (5) budaya terhadap respon
Agen pencederafisik Perasan takut mengalami nyeri
(mis. Abses, amputasi, cedera berulang (5) Identifikasi pengaruh
terbakar, terpotong,
Anoreksia (5) nyeri pada kualitas
mengangkat berat,
hidup
prosedur operasi, Perineum terasa tertekan
trauma, latihan fisik (5) Monitor keberhasilan
berlebih) terapi komplementer yan
Uterus teraba membulat (5) sudah diberikan
Pemberian Analgesik
(I.08243)
Observasi
Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat
alergi obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat
keparahan nyeri
Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
Pencegahan Infeksi
(I.14539)
Tindakan
Observasi
Monitor tanda dan
gejala infeksi local
dan sistemik
Terapeutik
Batasi jumlah
oengunjung
Berikan perawatan
kulit pada area
edema
Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
Pertahankan Teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu
Membrane mukosa
Kolaborasi
kering
Kolaborasi pemberian
Volume urine menurun cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
Hematokrit meningkat
Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Gejala dan Tanda Minor
Glukosa 2,5%, NaCl
Subjektif;
0,4%)
Merasa lemah
Kolaborasi pemberian
Mengeluh haus cairan koloid (mis.
Muntah Terapeutik
Pertahankan jalan napas
Diare
paten
Colitis ulseratif
Berikan oksigen untuk
Pasang jalur IV
Pasang selang
nasogastric untuk
dekompresi lambung,
jika perlu
Kolaborasi pemberian
epinefrin
Kolaborasi pemberian
dipenhidramin, jika
perlu
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu
Kolaborasi intubasi
endotracheal, jika perlu
Kolaborasi pemberian
resusitasi cairan, jika perlu
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama ... x ... jam
Definisi : diharapkan Status Nutrisi Observasi
Asupan Nutrisi tidak cukup Membaik dengan kriteria hasil Identifikasi status
untuk memenuhi kebutuhan : nutrisi
Metabolisme. Porsi makanan yang
dihabiskan meningkat (5) Identifikasi alergi dan
Penyebab : intoleransi makanan
Ketidakmampuan Kekuatan otot mengunyah
mencerna makanan. meningkat (5) Identifikasi makanan
yang disukai
Ketidakmampuan
Kekuatan otot menelan
menelan makanan. Identifikasi kebutuhan
meningkat (5)
Ketidakmampuan kalori dan jenis
mengabsorpsi Berat badan membaik (5) nutrient
nutrien.
Peningkatan Nafsu makan membaik (5) Identifikasi perlunya
kebutuhan penggunaan selang
mtabolisme. Membrane mukosa nasogastrik
Faktor ekonomi membaik (5)
Faktor psikologis Monitor berat badan
Monitor asupan
Gejala dan Tanda Mayor mkanan
Subjektif :
- Monitor hasil
Objektif : pemeriksaan
Berat badan laboratorium.
menurun minimal
10% dibawah Terapeutik
rentang ideal. Lakukan oral hygene
sebelum makan, jika
Gejala dan Tanda Minor perlu
Subjektif :
Fasilitasi menentukan
cepat kenyng setelah pedoman diet
makan
kram/nyeri abdomen Sajikan makanan
nafsu makan secara menarik dan
menurun suhu yang sesuai
Berikan makanan
Objektif : tinggi serat untuk
bising usus mencegah konstipasi
hiperaktif
otot pengunyah Berikan makanan
lemah tinggi kalori dan tinggi
otot menelan lemah protein
membrane mukosa
pucat Berikan suplemen
sariawan makanan, jika perlu
serum albumin turun Hentikan pemberian
rambut rontok makanan melalui
berlebihan selang nasogastric jika
diare asupan oral dapat
ditoleransi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
Identifikasi toleransi
fisik melakukan
ambulasi
Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
ambulasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)
Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
Anjurkan melakukan
ambulasi dini
Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical
Cancer ?. Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-
cancer/causes-risks-prevention/risk-factors.html
Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education
intervention (ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and
treatment-related information and support needs: results from a
randomised, controlled trial. (Hal 1-10)
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh
Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector.
University Press of Colorado.
Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy
group sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer
Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ .
Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle
Aged General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes.
BMC Publik Health
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. (2004). Nursing Interventions
Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm
About Working Together. Available form: URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/def
ault
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Garcia. (2007). Cervical Cancer. Available form:
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2016).
Indonesia : Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet 2016.
Retrived from : http://www.hpvcentre.net/statistics/reports/XWX.pdf
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). GLOBOCAN
2012: Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in
2012. Retrived from :
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx.
Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of
Flavonoids: An Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16)
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Moorhead, Sue et al. (2008). Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition.
United States of America : Mosby
NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Pellowski, Anne. (1977). The World of Storytelling. New York: R.K. Broker
PERABOI, (2002). Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) 2002. http://www.gatra.com.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Putri, Henny. (2009). Manajemen Karsinoma Serviks. Yogyakarta: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM
Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press.
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo