Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


GINEKOLOGI PADA PASIEN KANKER SERVIKS

OLEH:
EKA WAHYU RIFANI MEILIADEWI
NIM. P0712032004
PRODI NERS KELAS A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GINEKOLOGI PADA
PASIEN KANKER SERVIKS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1.Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan
keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi ketika sel pada serviks
mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringan atau organ – organ
lain disekitar serviks maupun yang jauh (Arisusilo, 2012). Serviks merupakan bagian dari
organ reproduksi internal wanita tepatnya sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk
silindris, menonjol dan terletak diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI,
2015). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara
epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut
squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, 2008). Kanker serviks merupakan
kanker yang disebabkan oleh infeksi virus HPV tipe 16 dan 18. (CDC, 2013).
Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada sel serviks
yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar junction (SCJ) serviks
yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ reproduksi wanita yang
disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa 16 dan 18.

2. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan salah satu kanker penyebab kematian tertinggi pada wanita di
dunia. Kanker serviks menduduki peringkat ketiga dari 10 jenis kanker paling banyak
pada wanita setelah kanker payudara dan kolorektum (ICO, 2016). Menurut data
GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diperkirakan kejadian kasus baru kanker serviks di
dunia mencapai 572.624 kasus dengan jumlah kematian mencapai 265.627 jiwa. Pada
tahun 2016 di Amerika Serikat tercatat sebanyak 12.990 wanita terdiagnosa kanker
serviks dengan angka kematian mencapai 4.217 jiwa. Sementara itu, data tahun 2017
mencatat terdapat 12.820 kasus baru dengan angka kematian mencapai 4.210 jiwa (
American Cancer Society, 2017).
Kejadian kanker serviks di negara berkembang dan berpenghasilan menengah
kebawah menempati urutan kedua kanker paling banyak pada wanita dan urutan ketiga
penyebab kematian pada wanita (Catarino, et al, 2015). Berdasarkan Information Centre
of HPV and Cancer (ICO, 2016) jumlah kejadian kanker serviks di negara berkembang
mencapai 444.456 kasus baru dan sebanyak 230.180 kematian tiap tahunnya. Prevalensi
kematian akibat kanker serviks di negara berkembang mencapai hampir 87% kasus
(IARC, 2012).
Berdasarkan estimasi Data Riskesdas 2013 kanker serviks menempati urutan pertama
penyakit kanker paling banyak pada wanita Indonesia dengan jumlah 98.692 kasus
disusul oleh kanker payudara pada urutan kedua sebanyak 61.682 kasus (Kemenkes RI,
2015). Jumlah wanita di Indonesia yang terdiagnosa kanker serviks mencapai 20.928
dengan angka kematian mencapai 9.498 jiwa setiap tahunnya (ICO, 2016).

3. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang disebabkan oleh
virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual (Petignat, 2007
dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah terjadinya lesi squamosa intraephitelial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia 30 tahun keatas yang
telah aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV. Presentasi tersebut akan lebih meningkat
apabila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada umumnya sebagian
besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat menetap (Kumar, 2007) Ada beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah
1. Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda (dibawah 20
tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seksual
maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil penelitian Sadewa
(2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang terdiagnosa kanker serviks
menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2. Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering partus atau
melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko seseorang mengalami kanker
serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa
wanita dengan jumlah paritas >3 berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi
9,127 kali dibandingkan dengan wanita dengan paritas ≤3.
3. Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lendir
serviks wanita perokok mengandung nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan
daya tahan serviks selain merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009).
4. Pasangan Seksual Lebih Dari Satu
Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti pasangan seks
dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko mengalami kanker serviks
pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat
(American Cancer Society, 2017).
5. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti
konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama pada
wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017).
6. Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang dapat
meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian Indrawati dan Fitriyani
(2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang baik berisiko mengalami kanker
serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal
hygiene yang baik.
7. Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan E yang
rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat mudahnya
seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat meningkatkan risiko kanker
serviks (Sukaca, 2009).
8. Gangguan system kekebalan tubuh
Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas tubuh) seperti
pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat perkembangan sel kanker
dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer Society, 2017)
9. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga
Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks,
berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya kemampuan
untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017)
10. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh pelayanan
kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi HPV. Hal ini
menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau deteksi dini kanker serviks
maupun tidak mampu melakukan penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer
Society, 2017).
4. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya
adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat pada
wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus ini akan
menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten akan
menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya
pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap
perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut
dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi
kanker serviks. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul
bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka
waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di
serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan
akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat
meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan
oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh
darah, anemis hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh limfe
terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan
parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening
hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada
aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak
(Prayetni, 1997). (WOC terlampi
5. Pathway

Virus HPV Virus herpes simplex Faktor-faktor resiko


Sito megalo virus

Ca Cerviks

Pendarahan Pengobatan Luka

Psikologis
- Hipovolemi Eksternal radiasi Bau busuk
- Anemia
Kurang
pengetahuan Bau busuk Resiko
Kelelahan
infeksi

Intoleransi Gangguan
Ansietas Citra Tubuh
aktivitas

Kulit merah, Depresi sumsum Mulut kering


kering tulang stomatitis

Penekanan pada
Resiko Hb
jaringan saraf
gangguan
integritas kulit Anemia Iskemia Jaringan

Sel kurang O2

Pengluran
Gastrointestin kurang O2
bradikanin,
histamin
Hipovolemia Mual, muntah
Respon Nyeri
Defisit Nutrisi

Daya tahan tubuh Kelemahan/kelelahan


Risiko infeksi berkurang Nyeri Akut
6. Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh
kanker telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk
memetakan stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional
Ginekologi dan Obstetri). Berdasarkan Federation of International
Gynecology and Obsetrics (FIGO) tahun 2009 stadium klinis karsinoma
serviks terbagi atas:
Stadiu
Deskripsi
m
1 2
Stadium Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih dangkal, hanya
0 tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium Kanker telah tumbuh dalam serviks.
I
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik. Kedalamannya 5 mm
dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih besar dari lesi
stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran tidak lebih dari 4
cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 4
cm
Stadium Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak sampai pada dinding
II pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3 bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai masuk dinding
pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum
sampai ke dinding panggul
Stadium Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai 1/3 bawah dinding
III vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa ekstensi ke dinding
pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi uropati.
Stadium Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung kemih, atau
IV rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.

7. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan
berbau busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius.
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan
terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

8. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah
sampai vagina
b. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa
menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan
bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik,
sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test
ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang
abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher
rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya
kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka
dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang
dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah
mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim.
Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan
warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat
itu juga atau dalam waktu 15 menit.
c. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik
untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang
spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat
membantu dalam deteksi kanker serviks.
c. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran
2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi.
Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak
daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah
CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar
HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal
disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan
darah dan urine.
e. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran
lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
g.Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium,
sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang
abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
h. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur
kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah
yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

10. Kriteria Diagnosis


Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
a. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun
lagi.
b. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak
ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel.
Ulangi pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan
sebagainya.
c. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat
ringan, sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan
kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati
minimal 6 bulan berikutnya.
d. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis.
Penanganan harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli
onkologi.

11. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan
medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul dan evaluasi kelenjar limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

a. Penanganan Nonbedah Kanker Serviks


Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah
(LGSIL) atau lesi intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan
melalui kolposkopi dan biopsy, pengangkatan nonbedah konservatif
memungkinkan untuk dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
1) Krioterapi
Pembekuan dengan oksida nitrat.
2) Terapi laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus
sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan
laser hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-
invasif (stadium 0).
b. Pembedahan untuk Kanker Serviks
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), apabila pasien mempunyai kanker
serviks invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya dapat
dpilih. Bedah radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan
efek radiasi atau mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi.
Prosedur bedah yang mungkin dilakukan sebagai berikut:
1) Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup
jaringan yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar
getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat
dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui
vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi
hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa kanker
serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium
pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas
tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul:
pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim,
jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan
leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di
daerah panggul. Operasi ini paling sering dilakukan melalui
pemotongan melalui bagian depan perut dan kurang sering
melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa
menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar
getah bening panggul adalah pengobatan yang umum digunakan
untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang digunakan pada
beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
2) Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung
kemih dan rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi
dan vagina.
3) Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair
dimasukkan ke dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh
sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka. Cryosurgery
digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ada di
dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang
telah menyebar ke luar leher rahim.
4) Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher
rahim. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau
laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik.
Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan atau
mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang
digunakan sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk wanita
dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki
anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk
diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu
mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut
akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel
kankernya telah diangkat.
5) Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal
memungkinkan wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal
untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini
melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan
meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti kantong yang
bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini
dilakukan baik melalui vagina ataupun perut. Setelah operasi ini,
beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka panjang dan
melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caesar. Risiko kanker
kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah.
c. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti
sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan
tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan
menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah menderita
anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada
umumnya menderita anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin
diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada kanker serviks
stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah
pembedahan. Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi
terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks
yang berada antara stadium IB hingga IVA.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area panggul)
melalui sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal berarti
suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim selama
beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu
metode radioterapi internal yang sering digunakan adalah
brachytherapy. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi
keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium telah
digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi
internal.
Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate)
brachytherapy yang diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk
mencegah komplikasi potensial dari HDR brachytherapy, maka
biasanya HDR brachytherapy diberikan dalam beberapa insersi. Untuk
pasien kanker serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu
dimana aplikator berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim
dan/atau rahim) untuk setiap insersi adalah sekitar 2,5 jam.
Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien cukup
rawat jalan, ekonomis, dosis radiasi bisa disesuaikan, tidak ada
kemungkinan bergesernya aplikator.
d. Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel
kanker. Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh
darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka
menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan
dalam satu waktu.
e. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat,
yaitu :
1) Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid).
2) Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah
kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
3) Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok
opioid kuat seperti morfin dan fentanil.
12. Komplikasi
a. Langsung
Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa :
1) Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
2) Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
3) Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
4) Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
5) Infertil
6) Gagal ginjal
7) Pembentukan fistula
8) Anemia
9) Infeksi sistemik
10) Trombositopenia
b.Tidak Langsung
Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
1) Operasi : perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung
kemih maupun usus
2) Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi
(infeksi saluran kencing karena efek radiasi)
3) Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun,
borok pada daerah bekas suntikan.

13. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus kanker
serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada
dalam stadium lanjut. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah
kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear dan skrining ini
sangat efektif. Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama -
sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker
serviks, beberapa di antaranya :
a. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan
umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan
pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk
wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV
menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau
lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Sehingga, deteksi DNA
HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai
HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
c. Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan
bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.

14. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker
seviks dapat diobati dengan radioterapi. Ada beberapa faktor yang
menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara lain : usia
penderita, keadaan umum, tingkat klinis keganasan, ciri - ciri histologik sel
kanker, kemampuan tim kesehatan dan sarana pengobatan yang tersedia
(Mansjoer, 2005)
Stadium Penyebaran kanker serviks Harapan
Hidup 5
Tahun (%)

0 Karsinoma insitu 100


I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau sepertiga 33
bawah vagina atau hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih atau 7
rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1.1 Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis.

1.2 Riwayat Kesehatan


1.2.1 Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
Pasien dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada
menstruasi, keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa
haid, sakit perdarahan sewaktu melakukan hubungan seks, dan
adanya infeksi pada saluran dan kandung kemih.
1.2.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya ?
1.2.3Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah
pasien pernah menderita penyakit infeksi.
1.2.4Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit seperti ini atau penyakit menular lain.

1.3 Pola Fungsional Kesehatan Gordon


a. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama
yang dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan
prosedur pengobatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene
yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan
bahan pembersih vagina yang mengandung zat-zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Masalah yang mungkin muncul: Defisiensi Pengetahuan
b. Pola nutrisi dan metabolik
Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan
dan minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak
nyamanan rasa dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah,
pembatasan makanan dan alergi makanan. Faktor yang berkaitan
dengan aktifitas, penyakit, dan stres. Pada pasien dengan kanker
serviks biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan,
ketidaknyamanan bau dan rasa, bau mukosa mulut, mengalami mual
dan muntah akibat efek samping kemoterapi.
Masalah yang mungkin muncul : Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
c. Pola eliminasi
Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti
frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien
kanker serviks dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang
menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria.
Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan
tekanan otot abdominal.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan.
Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2=
dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).
Kaji apakah klien mengalami sesak napas saat beraktivitas.
e. Pola istirahat dan tidur
Kaji kebiasan tidur pasien sehari-hari seperti jumlah waktu tidur, jam
tidur dan bangun. Penggunaan obat-obatan untuk mempermudah tidur,
gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi
misalnya nyeri. Kemungkinan pasien dengan kanker serviks
mengalami gangguan pada pola istirahat dan tidur akibat progresivitas
dari kanker serviks
f. Pola kognitif – perseptual
Kaji gambaran pengindraan khusus : penglihatan, pendengaran, rasa,
sentuh, dan bau. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata dan alat
bantu dengar. Persepsi akan kenyamanan atau nyeri dan kemampuan
membuat keputusan. Pada pasien dengan kanker serviks biasanya
pasien akan mengalami nyeri yang lama lebih dari 6 bulan.
Masalah yang mungkin muncul : Nyeri kronik
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan kanker serviks kadang pasien merasa malu
terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,
akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu
etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti
pasangan seksual.
Masalah yang mungkin muncul: Gangguan citra tubuh
h. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien
selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pada
pasien kanker serviks biasanya akan terganggu akibat dari rasa nyeri
yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual
(dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar
cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
Masalah yang mungkin muncul : Resiko perdarahan
i. Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana
manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya
setelah sakit.
j. Pola peran – hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau
lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola
peran dan hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus
mendapatkan dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya
karena itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Biasanya
koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada
yang menderita penyakit kanker serviks.
k. Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai
yang diyakini.

1.4 Pemeriksaan Fisik


l. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina
m. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

1.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan
ataupun laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu
beberapa menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear
dapat dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk
hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari
sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi
dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-
perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan
dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas
skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil
pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar
berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual
Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain
yang dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks
setelah mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher
rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan
perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat
diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.
n. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan
lensa ekstensi 50 mm. Servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda
yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak
ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan
kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
o. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining
dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera
disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam
asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan
negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
p. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Defisit
Pengetahuan

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT
yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker
serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml,
sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam
keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
q. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
r. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
s. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan
yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
t. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan
mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan
pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmammpuan mencerna
makanan
b. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
c. Risiko gangguan integritas kulit dibuktikan dengan terapi radiasi
d. Risiko infeksi ditandai dengan imunosupresi
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
f. hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
g. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Rencana Keperawatan
No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
Definisi: keperawatan selama Observasi
Kondisi emosi dan …… x …….… maka  Identifikasi saat tingkat
pengalaman subyektif Tingkat Ansietas Menurun ansietas berubah (mis.
individu terhadap objek dengan kriteria hasil: Kondisi, waktu,
yang tidak jelas dan spesifik 1. Verbalisasi kebingungan stressor)
akibat antisipasi bahaya menurun (5)  Identifikasi
yang memungkinkan 2. Verbalisasi khawatir kemampuan mengambil
individu melakukan akibat kondisi yang keputusan
tindakan untuk menghadapi dihadapi menurun (5)  Monitor tanda-tanda
ancaman 3. Perilaku gelisah menurun ansietas (verbal dan
(5) nonverbal)
Penyebab: 4. Perilaku tegang menurun Terapeutik
 Krisis situasional (5)  Ciptakan suasana
 Kebutuhan tidak 5. Konsentrasi membaik (5) terapeutik untuk
terpenuhi 6. Pola tidur membaik (5) menumbuhkan
 Krisis maturasional Dukungan Sosial Meningkat kpercayaan
 Ancaman terhadap dengan kriteria hasil:  Temani pasien untuk
konsep diri 1. Kemampuan meminta mengurangi kecemasan,
 Ancaman terhadap bantuan pada orang lain jika memungkinkan
kematian meningkat (5)  Pahami situasi yang
2. Bantuan yang ditawarkan
 Kekhawatiran membuat ansietas
oleh orang lain meningkat dengarkan dengan
mengalami kegagalan
(5) penuh perhatian
 Disfungsi system
3. Dukungan emosi yang
keluarga  Gunakan pendekatan
disediakan oleh orang lain
 Hubungan orang tua- meningkat (5) yang tenang dan
anak tidak memuaskan meyakinkan
 Faktor keturunan  Tempatkan barang
(temperamen, mudah pribadi yang
teragitasi sejak lahir) memberikan
 Penyalahgunaan zat kenyamanan
 Terpapar bahaya  Motivasi
lingkungan (mis. mengidentifikasi situasi
Toksik, polutan, dan yang memicu
lain-lain) kecemasan
 Kurang terpapar  Diskusikan
informasi perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
Gejala dan Tanda Mayor: akan datang
Subjektif: Edukasi
 Merasa bingung  Jelaskan prosedur,

 Merasa khawatir termasuk sensasi yang

dengan akibat dari mungkin dialami

kondisi yang dihadapi  Informasikan secara

 Sulit berkonsentrasi faktual mengenai

Objektif: diagnosis, pengobatan,

 Tampak gelisah dan prognosis

 Tampak tegang  Anjurkan keluarga


untuk bersama pasien,
 Sulit tidur
jika perlu
 Anjurkan melakukan
Gejala dan Tanda Minor:
kegiatan yang tidak
Subjektif:
kompetitif, sesuai
 Mengeluh pusing
kebutuhan
 Anoreksia
 Anjurkan
 Palpitasi
mengungkapkan
 Merasa tidak berdaya
perasaan dan persepsi
Objektif:  Latih kegiatan
 Frekuensi nadi pengalihan untuk
meningkat mengurangi ketegangan
 Frekuensi napas  Laruhan penggunaan
meningkat mekanisme pertahanan
 Tekanan darah diri yang tepat
meningkat  Latih teknik relaksasi
 Diaphoresis Kolaborasi
 Tremor  Kolaborasi pemberian
 Muka tampak pucat obat antlansietas, jika

 Suara bergetar perlu

 Kontak mata buruk


Terapi Relaksasi
 Sering berkemih
Observasi
 Berorientasi pada masa
 Identifikasi penurunan
lalu
tingkat energy,
ketidakmampuan
Kondisi Klinis Terkait:
berkonsentrasi, atau
 Penyakit kronis
gejala lain yang
progresif (mis. Kaner,
mengganggu
penyakit autoimun)
kemampuan kognitif
 Penyakit akut
 Identifikasi teknik
 Hospitalisasi
relaksasi yang pernah
 Rencana operasi
efektif digunakan
 Kondisi diagnosis
 Identifikasi kesediaan,
penyakit belum jelas
kemampuan, dan
 Penyakit neurologis
penggunaan teknik
 Tahap tumbuh
sebelumnya
kembang
 Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
 Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
 Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
 Gunakan pakaian
longgar
 Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
 Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
 Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. Napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

Dukungan Emosional
Observasi
 Identifikasi fungsi
maarah, frustasi, dan
amuk bagi pasien
 Identifikasi hal yang
telah memicu emosi
Terapeutik
 Fasilitasi
mengungkapkan
perasaan cemas, marah,
atau sedih
 Buat pernyataan
suportif atau empati
selama fase berduka
 Lakukan sentuhan
untuk memberikan
dukungan (mis.
Merangkul, menepuk-
nepuk)
 Tetap bersama pasien
dan pastikan keamanan
selama ansietas, jika
perlu
 Kurangi tuntutan
berpikir saat sakit atau
lelah
Edukasi
 Jelaskan konsekuensi
tidak menghadapi rasa
bersalah dan malu
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan yang dialami
(mis. Ansietas, marah,
sedih)
 Anjurkan
mengungkapkan
pengalaman emosional
sebelumnya dan pola
respons yang biasa
digunakan
 Ajarkan penggunaan
mekanisme pertahanan
yang tepat
Kolaborasi
 Rujuk untuk konseling,
jika perlu
2 Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Definisi: keperawatan selama .... X .... (I.08238)
Pengalaman sensorik atau jam menit diharapkan tingkat Observasi
emosional yang berkaitan nyeri menurundengan kriteria  Identifikasi lokasi,
dengan kerusakan jarigan hasil: karakteristik, durasi,
actual atau fungsional,  Keluhan nyeri (5) frekuensi, kualitas ,
dengan onset mendadak intensitas nyeri
 Meringis (5)
atau lambat dan
 Identifikasi skala nyeri
berintensitas ringan hingga  Sikap protektif (5)
berat yang berlangsung  Identifikasi respons
 Gelisah (5)
kurang dari 3 bulan nyeri non verbal
 Kesulitan tidur (5)
Penyebab:  Identifikasi faktor yang
 Agen pencedera  Menarik diri (5) memperberat nyeri dan
fisiologis (mis. memperingan nyeri
 Berfokus pada diri sendiri
Inflamai,iskemia,
(5)  Identifikasi pengetahuan
neoplasma
dan keyakinan tentang
 Diaforesis (5)
 Agen pencedera kimiawi nyeri
(mis. Terbakar, bahan  Perasaan depresi (tertekan)
 Identifikasi pengaruh
kimia iritan) (5) budaya terhadap respon
 Agen pencederafisik  Perasan takut mengalami nyeri
(mis. Abses, amputasi, cedera berulang (5)  Identifikasi pengaruh
terbakar, terpotong,
 Anoreksia (5) nyeri pada kualitas
mengangkat berat,
hidup
prosedur operasi,  Perineum terasa tertekan
trauma, latihan fisik (5)  Monitor keberhasilan
berlebih) terapi komplementer yan
 Uterus teraba membulat (5) sudah diberikan

 Ketegangan otot (5)  Monitor efek samping


Gejala dan Tanda Mayor  Pupil dilatasi (5) penggunaan analgetik
Subjektif
 Muntah (5)
 Mengeluh nyeri
Terapeutik
 Mual (5)
Objektif  Berikan teknik
 Tampak meringis  Frekuensi nadi (5) nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Bersikap protektif (mis.  Pola napas (5)
(mis. TENS, hypnosis,
Waspada, posisi
 Tekanan darah (5) akupresur, terapi music,
menghindari nyeri)
biofeedback, terapi pijat,
 Proses berpikir (5) aromaterapi, teknik
 Gelisah
imajinasi terbimbing,
 Fokus (5)
 Frekuensi nadi
kompres hangat/dingin,
meningkat  Fungsi kemih (5) terapi bermain)

 Sulit tidur  Perilaku (5)  Kontrol lingkungan


yang memperberat rasa
 Nafsu makan (5)
nyeri (mis. Suhu
Gejala dan Tanda Minor
 Pola tidur (5) ruangan, pencahayaan,
Subjektif
kebisingan)
-
Objektif  Fasilitas istirahat dan
 Tekanan darah tidur
meningkat
 Pertimbangkan jenis dan
 Pola napas berubah sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
 Nafsu makan berubah
meredakan nyeri
 Proses berpikir
Edukasi
terganggu
 Jelaskan penyebab,
 Menarik diri periode, dan pemicu

 Berfokus pada diri  Jelaskan strategi


sendiri meredakan nyeri
 Diaforesis  Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri

Kondisi klinis terkait  Anjurkan menggunakan

 Kondisi pembedahan analgetik secara tepat

 Cedera traumatis  Ajarkan teknik


nonfarmakologis untuk
 Infeksi mengurangi rasa nyeri

 Sindrom koroner akut Kolaborasi


 Kolaborasi pemberian
 Glaukoma
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
(I.08243)
Observasi
 Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)

 Identifikasi riwayat
alergi obat

 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat
keparahan nyeri

 Monitor tanda tanda


vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik

 Monitor efektifitas
analgesik

Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu

 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum

 Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien

 Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi

3 Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Edukasi pencegahan


Definisi: keperawatan selama … x … infeksi I.12406
Berisiko mengalami jam maka risiko infeksi Tindakan:
peningkatan terserang menurun dengan kriteria hasil: Observasi:
organisme patogenik.
□ Periksa kesiapan
Tingkat infeksi L09097
dan kemampuan
Faktor Resiko □ Kebersihan tangan
menerima
□ Penyakit kronis meningkat (5)
informasi
(mis. DM,) □ Kebersihan badan
Edukasi:
□ Efek prosedur meningkat (5)
invasive □ Nafsu makanan □ Jelaskan tanda
□ Malnutrisi meningkat (5) dan gejalan
□ Peningkatan paparan □ Demam menurun (5) infeksi lokas atau
organisme petogen □ Kemerahan menurun (5) sistemik
lingkungan □ Nyeri menurun (5) □ Informasikan
□ Ketidakadekuatan □ Bengkak menurun (5) pemeriksaan
pertahanan tubuh □ Periode menggigil laboratorim (mis
primer: menurun (5) leukosit, WBC)
1) Gangguan □ Letargi menurun (5) □ Anjurkan
peristaltic □ Kadar sel darah putih mengikuti
2) Kerusakan membaik (5) tindakan
integritas kulit □ Kultur darah membaik pencegahan
3) Perubahan sekresi (5) sesuai kondisi
Ph □ Kultur urine membaik (5) □ Anjurkan
4) Penurunan kerja membatasi
siliaris Status imun L.14133 pengunjung
5) Ketuban pecah □ Integritas kulit meningkat □ Anjurkan
lama (5) kecukupan
6) Ketuban pecah □ Integritas mukosa nutrisi, cairan,
sebelum meningkat (5) dan istirahat
waktunya □ Imunisasi meningkat (5) □ Anjurkan
7) Merokok □ Suhu tubuh membaik (5) kecukupan
8) Statis cairan □ Sel darah putih membaik mobilisasi dan
tubuh (5) olahraga sesuai
□ Ketidakadekuatan kebutuhan
pertahan tubuh □ Anjurkan latihan
sekunder: napas dalam
1) Penurunan bentuk sesuai
hemoglobin kebutuhan
2) Imunosupresi □ Anjurkan
3) Leukopenia mengelola
4) Supresi respon antibiotic, sesuai
inflamasi resep
5) Vaksinasi tidak □ Anjarkan cara
adekuat mencuci tangan

Kondisi Klinis Terkait Manajemen


□ AIDS Imunisasi/Vaksinasi
□ Luka bakar (I.14508)
□ Penyakit paru Tindakan
obstruktif kronis Observasi
□ DM  Identifikasi Riwayat
□ Tindakan invasif Kesehatan dan
□ Kondisi penggunaan Riwayat alergi
terapi steroid  Identifikasi
□ Penyalahgunaan kontraindikasi
obat pemberian imunisasi
□ Ketuban pecah (mis. Reaksi
sebelum waktunya anafilaksis terhadap
□ Kanker vaksin sebelumnya
□ Gagal ginjal dan atau sakit parah
□ Imunosupresi dengan atu tanpa
□ Lympedema demam)
□ Leukositopenia  Identifikasi status
□ Gangguan fungsi imunisasi setiap
hati kunjungan ke
pelayanan kesehatan
Terapeutik
 Berikan suntikan
pada bayi dibagian
paha anterolateral
 Dokumentasikan
informasi vaksinasi
(mis. nama
produsen, tanggal
kadaluwarsa)
 Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
 Jelaskan tujuan,
manfaat reaksi yang
terjadi, jadwal, dan
efek samping
 Informasikan
imunisasi yang
diwajibkan
pemerintah (mis.
Hepatitis B, BCG,
difteri, tetanus,
pertussis, H,
Influenza, polio,
campak, measles,
rubela)
 Informasikan
vaksinasi untuk
kejadian khusu (mis.
rabies, tetanus)
 Informasikan
penundaan imunisasi
tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi Kembali
 Informasikan
penyedia layanan
Pekan Imunisasi
Nasional yang
menyediakan vaksin
gratis

Pencegahan Infeksi
(I.14539)
Tindakan
Observasi
 Monitor tanda dan
gejala infeksi local
dan sistemik
Terapeutik
 Batasi jumlah
oengunjung
 Berikan perawatan
kulit pada area
edema
 Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan Teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu

4 Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan asuhan Promosi Citra Tubuh


(D.0083) keperawatan selama Observasi
Definisi: …… x …….… maka  Identifikasi harapan
Perubahan persepsi tentang Citra Tubuh Meningkat citra tubuh berdasarkan
penampilan, struktur, dan dengan kriteria hasil: tahap perkembangan
fungsi fisik individu 1. Melihat bagian tubuh  Identifikasi budaya,
membaik (5) agama, jenis kelamin,
Penyebab: 2. Verbalisasi perasaan dan umur terkait citra
 Perubahan negative tentang tubuh
struktur/bentuk tubuh perubahan tubuh menurun  Identifikasi perubahan
(mis. Amputasi, (5) citra tubuh yang
trauma, luka bakar, 3. Menyembunyikan bagian mengakibatkan isolasi
obesitas, jerawat) tubuh berlebihan menurun social
 Perubahan fungsi tubuh (5)  Monitor frekuensi
(mis. Proses penyakit, pernyataan kritik
kehamilan, Berat Badan Membaik terhadap diri sendiri
kelumpuhan) dengan kriteria hasil:  Monitor apakah pasien
 Perubahan fungsi 1. Berat badan membaik (5) bisa melihat bagian
kognitif 2. Tebal lipatan kulit tubuh yang berubah
 Ketidaksesuaian membaik (5) Terapeutik
budaya, keyakinan atau 3. Indeks massa tubuh  Diskusikan perubahan
system nilai membaik (5) tubuh dan fungsinya
 Transisi perkembangan  Diskusikan perbedaan
 Gangguan psikososial Harga Diri Meningkat penampilan fisik
 Efek dengan kriteria hasil: terhadap harga diri
tindakan/pengobatan 1. Penilaian diri positif  Diskusikan perubahan
(mis. Pembedahan, meningkat (5) akibat pubertas,
kemoterapi, terapi 2. Perasaan memiliki kehamilan, dan
radiasi) kelebihan atau penuaan
kemampuan positif  Diskusikan kondisi
Gejala dan Tanda Mayor: meningkat (5) stress yang
Subjektif: 3. Penerimaan penilaian mempengaruhi citra
positif terhadap diri sendiri tubuh (mis. Luka,
 Mengungkapkan
meningkat (5) penyakit, pembedahan)
kecacatan/kehilangan
4. Minat mencoba hal baru  Diskusikan cara
bagian tubuh
meningkat (5) mengembangkan
Objektif:
5. Berjalan menampakkan harapan citra tubuh
 Kehilangan bagian
wajah meningkat (5) secara realistis
tubuh
6. Postur tubuh
 Fungsi/struktur tubuh  Diskusikan persepsi
menampakkan wajah
berubah/hilang pasien dan keluarga
meningkat (5)
Gejala dan Tanda Minor: tentang perubahan citra
7. Perasaan malu menurun
Subjektif: tubuh
(5)
 Tidak mau Edukasi
8. Perasaan bersalah
mengungkapkan  Jelaskan kepada
menurun (5)
kecacatan/kehilangan keluarga tentang
9. Perasaan tidak mampu
bagian tubuh perawatan perubahan
 Mengungkapkan melakukan apapun citra tubuh
perasaan negative menurun (5)  Anjurkan
tentang perubahan Meremehkan kemampuan mengungkapkan
tubuh mengatasi masalah menurun gambaran diri terhadap
 Mengungkapkan (5) citra tubuh
kekhawatiran pada  Anjurkan menggunakan
penolakan/reaksi orang alat bantu (mis.
lain Pakaian, wig,
 Mengungkapkan kosmetik)
perubahan gaya hidup  Anjurkan mengikuti
Objektif: kelompok pendukung
 Menyembunyikan/ (mis. Kelompok
menunjukkan bagian sebaya)
tubuh secara berlebihan  Latih fungsi tubuh yang
 Menghindari melihat dimiliki
dan/atau menyentuh  Latih peningkatan
bagian tubuh penampilan diri (mis.
 Focus berlebihan pada Berdandan)
perubahan tubuh  Latih pengungkapan
 Respon nonverbal pada kemampuan diri kepada
perubahan dna persepsi orang lain maupun
tubuh kelompok
 Focus pada penampilan
dan kekuatan masa lalu
 Hubungan social
berubah

Kondisi Klinis Terkait:


 Mastektomi
 Amputasi
 Jerawat
 Parut atau luka bakar
yang terlihat
 Obesitas
Hiperpigmentasi pada
kehamilan
5 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
keperawatan selama …...x…... Observasi:
Definisi: menit diharapkan  Periksan tanda dan
Penurunan volume cairan Hypovolemia Membaik gejala hipovolemias
instravaskular, interstisial, dengan kriteria hasil: (mis. Nadi meningkat,
dan/atau intraseslukler. Status Cairan: nadi teraba lemah,
 Kekuatan nadi (5) tekanan darah mneurun,
Penyebab: tekanan nadi menyempit,
 Turgor kulit (5)
 Kehilangan cairan aktif turgor kulit menurun,
 Output urine (5) membrane mukosa
 Kegagalan mekanisme
kering, volume urine
regulasi  Pengsisian vena (5)
menurun, hematokrit
 Peningkatan  Frekuensi nadi (5) meningkat, haus, lemah)
permeabilitas kapiler
 Tekanan darah (5)  Monitor intake dan
 Kekurangan intake output cairan
 Tekanan nadi (5)
cairan

 Membrane mukosa (5) Terapeutik


 Evaporasi
 Hitung kebutuhan cairan
 Jugular Venous Pressure

Gejala dan Tanda Mayor: (JVP) (5)  Berikan posisi modified


Subjektif Trendelenburg
- Integritas Kulit dan  Berikan asuoan cairan
Objektif: Jaringan: oral
 Frekuensi nadi  Elastisitas (5)
meningkta
 Hidrasi (5) Edukasi
 Nadi teraba lemah
 Anjurnkan
 Perfusi jaringan (5)
memperbanyak asupan
 Tekanan darah menurun  Kerusakan jaringan (5) cairan oral

 Tekanan nadi Kerusakan lapisan kulit (5)  Anjurkan menghindari


menyempit perubahan posisi
mendadak
 Turgor kulit menurun

 Membrane mukosa
Kolaborasi
kering
 Kolaborasi pemberian
 Volume urine menurun cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
 Hematokrit meningkat
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Gejala dan Tanda Minor
Glukosa 2,5%, NaCl
Subjektif;
0,4%)
 Merasa lemah
 Kolaborasi pemberian
 Mengeluh haus cairan koloid (mis.

Objektif: Albumin, Plasmanate)

 Pengisian vena menurun  Kolaborasi pemberian


produk darah.
 Status mental berubah

 Suhu tubuh meningkat


Manajemen Syok
 Konsentrasi urine Hipovolemik
meningkat Observasi
 Monitor status
 Berat badan turun tiba-
kardiopulmonal
tiba
(frekuensi danb tekanan
nadi, frekuensi napas,
Kondisi Klinis Terkait: TD, MAP)
 Penyakit Addison
 Monitor status
oksigenasi (oksimetri
 Trauma atau perdarahan nadi, AGD)

 Luka bakar  Monitor status cairan


(masukan dan haluaran,
 AIDS
turgor kulit, CRT)
 Penyakit Crohn

 Muntah Terapeutik
 Pertahankan jalan napas
 Diare
paten

 Colitis ulseratif
 Berikan oksigen untuk

Hipoalbuminemia mempertahankan satirasi


oksigen >94%

 Perispaan intubasi dan


ventilasi mekanis, jika
perlu

 Berikan posisi syok


(modified
Trendelenberg)

 Pasang jalur IV

 Pasang katetr urine


untuk menilai produksi
urine

 Pasang selang
nasogastric untuk
dekompresi lambung,
jika perlu

 Kolaborasi pemberian
epinefrin
 Kolaborasi pemberian
dipenhidramin, jika
perlu

 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu

 Kolaborasi intubasi
endotracheal, jika perlu

Kolaborasi pemberian
resusitasi cairan, jika perlu
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama ... x ... jam
Definisi : diharapkan Status Nutrisi Observasi
Asupan Nutrisi tidak cukup Membaik dengan kriteria hasil  Identifikasi status
untuk memenuhi kebutuhan : nutrisi
Metabolisme.  Porsi makanan yang
dihabiskan meningkat (5)  Identifikasi alergi dan
Penyebab : intoleransi makanan
 Ketidakmampuan  Kekuatan otot mengunyah
mencerna makanan. meningkat (5)  Identifikasi makanan
yang disukai
 Ketidakmampuan
 Kekuatan otot menelan
menelan makanan.  Identifikasi kebutuhan
meningkat (5)
 Ketidakmampuan kalori dan jenis
mengabsorpsi  Berat badan membaik (5) nutrient
nutrien.
 Peningkatan  Nafsu makan membaik (5)  Identifikasi perlunya
kebutuhan penggunaan selang
mtabolisme.  Membrane mukosa nasogastrik
 Faktor ekonomi membaik (5)
 Faktor psikologis  Monitor berat badan

 Monitor asupan
Gejala dan Tanda Mayor mkanan
Subjektif :
-  Monitor hasil
Objektif : pemeriksaan
 Berat badan laboratorium.
menurun minimal
10% dibawah Terapeutik
rentang ideal.  Lakukan oral hygene
sebelum makan, jika
Gejala dan Tanda Minor perlu
Subjektif :
 Fasilitasi menentukan
 cepat kenyng setelah pedoman diet
makan
 kram/nyeri abdomen  Sajikan makanan
 nafsu makan secara menarik dan
menurun suhu yang sesuai

 Berikan makanan
Objektif : tinggi serat untuk
 bising usus mencegah konstipasi
hiperaktif
 otot pengunyah  Berikan makanan
lemah tinggi kalori dan tinggi
 otot menelan lemah protein
 membrane mukosa
pucat  Berikan suplemen
 sariawan makanan, jika perlu
 serum albumin turun  Hentikan pemberian
 rambut rontok makanan melalui
berlebihan selang nasogastric jika
 diare asupan oral dapat
ditoleransi

Kondisi Klinis Terkait : Edukasi


 Stroke  Anjurkan posisi duduk,
 parkinson jika mampu
 Mobious syndrome
 Ajarkan diet yang
 Cerebral palsy
diprogramkan
 Cleft lip
 Cleft palate Kolaborasi
 Luka bakar
 Kanker  Kolaborasi dengan ahli
 Infeksi gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan

Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit


kulit/jaringan  Observasi
keperawatan selama …...x…...
Definisi:  Identifikasi penyebab
Berisiko mengalami menit diharapkan integritas gangguan integritas kulit
kerusakan kulit atau (mis. Perubahan
kulit dan jaringan meningkat
jaringan. surkulasi, perubahan
Faktor risiko dengan kriteria hasil: status nutrisi, penurunan
 Perubahan sirkulasi kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem,
 Perubahan status nutrisi  elastisitas meningkat (5) penurunan mobilitas)
 Kekurangan/kelebihan Terapeutik
volume cairan  hidrasi meningkat (5)  Ubah posisi tiap 2 jam
 Penurunan mobilitas jika tirah baring
 Bahan kimia iritatif  Lakukan pemijatan pada
 perfusi jaringan meningkat area penonjolan tulang,
 Suhu lingkungan yang
ekstrem (5) jika perlu
 Faktor mekanis (mis.  Bersihkan perineal
Penekanan atau dengan air hangat,
 kerusakan jaringan
gesekan) atau faktor terutama selama pada
elektris menurun (5) periode diare
(elektrodiatermi,  Gunakan produk
energy listrik  kerusakan lapisan kulit berbahan petroleum atau
bertegangan tinggi) minyak kulit kering
menurun (5)  Gunakan produk
 Terapi radiasi
berbahan ringan / alami
 Kelembapan
 nyeri menurun (5) dan hipoalergik pada
 Proses penuaan kulit sensitive
 Neuropati perifer  Hindari produk berbahan
 Perubahan pigmentasi  perdarahan menurun (5)
dasar alcohol pada kulit
 Perubahan hormonal kering
 Penekanan pada  kemerahan menurun (5) Edukasi
tonjolan tulang  Anjurkan menggunakan
 Kurang terpapar  hematoma menurun (5) pelembab
informasi tentang  Anjurkan minum air
upaya yang cukup
 pigmentasi abnormal
mempertahankan/melin  Anjurkan meningkatkan
dungi integritas kulit menurun (5) asupan nutrisi
Kondisi klinis terkait  Anjurkan meningkatkan
 Imobilisasi  jaringan parut menurun (5) asupan buah dan sayur
 Gagal jantung  Anjurkan menghindari
kongestif terpapar suhu ekstrem
 nekrosis menurun (5)
 Gagal ginjal  Anjurkan menggunakan
 Diabetes mellitus tabir sury SPF 30 saat
 abrasi kornea menurun (5) berada di luar rumah
 Imunodefisiensi
 Kateterisasi jantung  Anjurkan mandi dan
 suhu kulit membaik (5) menggunakan sabun
secukupnya
 sensasi membaik (5)

 tekstur membaik (5)

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi


Definisi: keperawatan selama Observasi
Ketidakcukupan energy untuk …… x …….… maka  Identifikasi gangguan
mrlakukan aktivitas sehari-hari Toleransi aktivitas Meningkat fungsi tubuh yang
Penyebab: dengan kriteria hasil: mengakibatkan
 Ketidakseimbangan  Frekuensi nadi meningkat kelelahan
Antara suplai dan (5)  Monitor kelelahan fisik
kebutuhan oksigen  Saturasi oksigen meningkat dan emosional
 Tirah baring (5)  Monitor pola dan jam
 Kelemahan  Kemudahan melakukan tidur
 Imobilitas aktivitas sehari-hari  Monitor lokasi dan
 Gaya hidup monoton meningkat (5) ketidaknyamanan selama
Gejala dan tanda mayor  Kecepatan berjalan melakukan aktivitas
Subjektif meningkat (5) Terapeutik
 Mengeluh lelah  Jarak berjalan meningkat  Sediakan lingkungan
Objektif (5) nyaman dan rendah
 Frekuensi jantung  Kekuatan tubuh bagian atas stimulus (mis. Cahaya,
meningkat > 20% dari meningkat (5) suara, kunjungan)
kondisi istirahat  Kekuatan tubuh bagian  Lakukan latihan rentang
Gejala dan tanda minor bawah meningkat (5) gerak pasif dan/atau
Subjektif  Toleransi dalam menaiki aktif
 Dispnea saat/setelah tangga meningkat (5)  Berikan aktivitas
aktivitas  Keluhan lelah menurun (5) distraksi yang
 Merasa tidak nyaman  Dispnea saat aktivitas menyenangkan
setelah beraktivitas menurun (5)
 Fasilitasi duduk di sisi
 Merasa lemah  Dispnea setelah aktivitas
tempat tidur, jika tidak
Objektif menurun (5)
dapat berpindah atau
 Tekanan darah berubah  Perasaan lemah menurun
berjalan
> 20% dari kondisi (5)
Edukasi
istirahat  Aritmia saat aktivitas
 Anjurkan tirah baring
 Gambaran EKG menurun (5)
menunjukan aritmia saat/  Aritmia setelah aktivitas
 Anjurkan melakukan
setelah aktivitas menurun (5) aktivitas secara bertahap
 Gambaran EKG  Warna kulit membaik (5)  Anjurkan menghubungi
menunjukan iskemia  Tekanan darah membaik perawat jika tanda dan
 Sianosis (5) gejala kelelahan tidak
Kondisi klinis terkait  Frekuensi napas membaik berkurang
 Anemia (5)  Ajarkan strategi koping
 Gagal jantung kongestif  EKG iskemia membaik (5) untuk mengurangi
 Penyakit jantung coroner kelelahan
 Penyakit katup jantung Kolaborasi
 Aritmia  Kolaborasi dengan ahli
 PPOK gizi tentang cara
 Gangguan metabolic meningkatkan asupan
 Gangguan makanan
muskuluskletal Dukungan Ambulasi
(I.06171)
Observasi
 Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik
lainnya

 Identifikasi toleransi
fisik melakukan
ambulasi

 Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
ambulasi

 Monitor kondisi umum


selama melakukan
ambulasi

Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)

 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu

 Libatkan keluarga untuk


membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi

 Anjurkan melakukan
ambulasi dini

 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical
Cancer ?. Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-
cancer/causes-risks-prevention/risk-factors.html
Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education
intervention (ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and
treatment-related information and support needs: results from a
randomised, controlled trial. (Hal 1-10)
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh
Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector.
University Press of Colorado.
Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy
group sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer
Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ .
Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle
Aged General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes.
BMC Publik Health
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. (2004). Nursing Interventions
Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm
About Working Together. Available form: URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/def
ault
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Garcia. (2007). Cervical Cancer. Available form:
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2016).
Indonesia : Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet 2016.
Retrived from : http://www.hpvcentre.net/statistics/reports/XWX.pdf
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). GLOBOCAN
2012: Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in
2012. Retrived from :
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx.
Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of
Flavonoids: An Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16)
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Moorhead, Sue et al. (2008). Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition.
United States of America : Mosby
NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Pellowski, Anne. (1977). The World of Storytelling. New York: R.K. Broker
PERABOI, (2002). Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) 2002. http://www.gatra.com.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Putri, Henny. (2009). Manajemen Karsinoma Serviks. Yogyakarta: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM
Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press.
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai