NIM : N2213145
A. Definisi
Fraktur adalah retak atau patah yang utuh. Kebanyakan disebabkan oleh trauma di
mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan
tidak langsung, Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenal stress yang
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesaui jenis dan
B. Jenis-jenis fraktur
1. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
4. Fraktur terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
5. Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkak.
10. Patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligament atau tendo pada
daerah perlekatannnya.
C. Etiologi
2. Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan dapat
3. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian, kecelakaan
4. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
5. Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan “Body Mekanik” yang salah seperti
D. Anatomi Fisiologi
Sistem musculoskeletal merupakan sistem yang kompleks dan tersusun atas
tulang, sendi, otot ligament, tendon, serta jaringan lain yang menghasilkan struktur dan
bentuk tulang. Sistem ini juga melindungi organ-organ vital, memungkinkan terjadinya
gerakan, menyimpan kalsium serta mineral lain didalam matriks tulang yang dapat
sel darah merah) didalam sum-sum tulang. Rangka manusia memiliki 206 tulang yang
tersusun atas garam-garam anorganik (terutama kasium serta fosfat), yang terbenam
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan
fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya
merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk
berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas
untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan
tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal,
fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang
E. Patofisiologi
Kondisi anatomis dari tulang tibia yang terletak di bawah subkutan memberikan
dampak terjadinya risiko fraktur terbuka lebih sering dibandingkan tulang panjang
lainnya apabila mendapat suatu trauma. Mekanisme cedera dari fraktur cruris dapat
terjadi akibat adanya daya putar atau puntir dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua
tulang kaki dalam tingkat yang berbeda. Daya angulasi menimbulkan fraktur melintang
atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu
dari fragmen tulang dapat menembus kulit. Cedera langsung akan menembus atau
merobek kulit di atas fraktur. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Pada kondisi klinik,
kedua tulang ini dinamakan tulang cruris karena secara anatomis kedua tulang ini pada
beberapa keadaan seperti pada trauma yang mengenai tungkai bawah, kedua tulang ini
sering mengalami fraktur. Pada kondisi trauma, anatomi tulang tibia yang sangat
lebih sering terjadi fraktur terbuka. Otot-otot dan ligamen kaki secara fisiologis mampu
menggerakkan berbagai fungsi dari telapak kaki (Helmi, 2012). Kondisi klinis fraktur
cruris terbuka pada fase awal menimbulkan berbagai masalah keperawatan pada klien,
meliputi respons nyeri hebat akibat rusaknya jaringan lunak dan kompresi saraf, risiko
tinggi cedera jaringan akibat kerusakan vaskular dengan pembengkakan lokal yang
menyebabkan sindrom kompartemen yang sering terjadi pada fraktur proksimal tibia,
risiko syok hipovolemik sekunder akibat cedera vaskular dengan perdarahan hebat,
hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan fragmen tulang dan risiko tinggi
infeksi sekunder akibat port de entree luka terbuka. Pada fase lanjut, fraktur cruris
terbuka menyebabkan terjadinya malunion, non-union dan delayed union (Helmi, 2016)
Pada fase awal menimbulkan berbagai masalah keperawatan pada pasien, meliputi nyeri
akibat dari fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan, atau inflamasi ; perubahan perfusi
jaringan perifer akibat dari pembengkakan, alat yang mengikat, atau gangguan aliran
kerusakan mobilitas fisik akibat dari nyeri, pembengkakan, atau penggunaan alat
imobilisasi ; kurang pengetahuan ; dan ansietas serta ketakutan (Lukman & Ningsih,
2013)
F. Pathway
Fraktur
Nyeri
Akut
Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen
tulang
Perubahan jaringan Ansietas
sekitar
Spasme otot
Perfusi perifer
tidak efektif
G. Manifestasi klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
H. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah dan urine klien dapat memberi informasi mengenai masalah
muskuloskeletal primer atau komplikasi yang terjadi seperti infeksi, sebagai dasar
2. Radio diagnostic
a) Foto Rontgen
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen dan tendon. CT Scan
digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah
c) Angiografi
Suatu bahan kontras radiopaq diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan diambil
foto sinar-X serial sistem arteri yang dipasok oleh arteri tersebut. Pemeriksaan ini
sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri dan dapat digunakan untuk
d) Artografi
Penyuntikan bahan radiopaq atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat
struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diposisikan dalam kisaran
untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau
f) Artroskopi
dalam sendi. Pemeriksaan ini dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril dan
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang oot, dan sinovial
I. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur terbagi menjadi 4 yaitu :
1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan; lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan dan menghindari komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduction (restorasi fragmen fraktur sehingga posisi yang paling optimal didapatkan)
Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur intra-artikular diperlukan reduksi
anatomis, sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal, dan mencegah
komplikasi, seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian
hari.
3. Retention (imobilisasi fraktur) Secara umum, teknik penatalaksanaan yang digunakan
adalah mengistirahatkan tulang yang mengalami fraktur dengan tujuan penyatuan
yang lebih cepat antara kedua fragmen tulang yang mengalami fraktur.
4. Rehabilitation (mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin) Program
rehabilitasi dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh keadaan klien pada fungsinya
agar aktivitas dapat dilakukan kembali. Misalnya, pada klien pasca amputasi cruris,
program rehabilitasi yang dijalankan adalah bagaimana klien dapat melanjutkan
hidup dan melakukan aktivasi dengan memaksimalkan organ lain yang tidak
mengalami masalah.
Penatalaksanaan konservatif
1. Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan mitela pada anggota gerak atas atau tongkat
pada anggota gerak bawah.
2. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya
memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan gips atau dengan bermacam-
macam bidai dari plastik atau metal.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips
untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan imobilisasi
Penatalaksanaan pembedahan :
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire. Setelah
dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, reduksi dapat
dipertahankan dengan memasukkan K-Wire perkutan (Muttaqin, 2010).
2. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang, yaitu ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pelat dan
sekrup. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang
kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa
dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang (Sjamsuhidajat, 2010).
3. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal OREF (Open Reduction External Fixation).
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak. Pemasangan OREF akan memerlukan waktu yang lama dengan masa
penyembuhan antara 6-8 bulan. Setelah dilakukan pembedahan dengan pemasangan
OREF sering didapatkan komplikasi baik yang bersifat segera maupun komplikasi tahap
lanjut
J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri akut
- Batasan karakteristik :
Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
Mengeluh nyeri
b. Objektif
Tampak meringis
Bersikap protektif
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
a. Subjektif
Tidak ada
b. Objektif
Tekan darah meningkat
Pola napas berubah
Nafsu makan berubah
Proses berpikir terganggu
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri
Diafrosis
- Faktor berhubungan :
a. Agen cedera fisiologis
b. Agen cedera kimiawi
c. Agen cedera fisik
2. Ansietas
- Batasan karakteristik :
Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
Merasa bingung
Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
Sulit berkonsentrasi
b. Objektif
Tampak gelisah
Tampak tegang
Sulit tidur
a. Subjektif
Mengeluh pusing
Anoreksia
Palpitasi
Merasa tidak berdaya
b. Objektif
Frekuensi napas meningkat
frekuensi nadi meningkat
Tekanan darah meningkatan
Diaforesis
Tremor
Muka tampak pucat
Kontak mata buruk
- Faktor berhubungan :
a. Penyakit kronis progresif
b. Penyakit akut
c. Hospitalisasi
d. Rencana operasi
e. Kondisi dianosa penyakit belum jelas
f. Penyakit neurologis
g. Tahap tumbuh kembang
3. Gangguan mobilitas fisik
- Batasan karakteristik :
Gejala dan tanda mayor
a. Subjekif
Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas
b. Objektif
Kekuatan otot menurun
Rentang gerak (ROM) menurun
a. Subjekktif
Nyeri saat bergerak
Enggan melakukan gerakan
Merasa cemas saat bergerak
b. Objektif
Sendi kaku
Gerakan tidak terkordinasi
- Faktor berhubungan :
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolism
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Keterlambatan perkembangan
g. Kekakuan sendi
h. Malnutrisi
i. Gangguan musculoskeletal
j. Gangguan neuromuscular
k. Nyeri
l. Kecemasan
m. Gangguan kognitif
4. Resiko Infeksi
- Batasan karakteristik :
a. AIDS
b. Luka bakar
c. PPOK
d. Diabetes mellitus
e. Tindakan invasive
f. Kanker
g. Gagal ginjal
- Faktor berhubungan :
n. Penyakit kronis
o. Efek prosedur invasive
p. Malnutrisi
q. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
r. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
s. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
5. Gangguan integritas kulit
- Batasan karakteristik :
a. Imobilisasi
b. Gagal jantung kongestife
c. Gagal ginjal
d. Diabetes melitus
e. Imunodifisiensi (AIDS, dll)
- Faktor Berhubungan :
a. Perubahan sirkulasi
b. Perubahan status nutrisi
c. Kekurangan/kelebihan volume cairan
d. Suhu lingkungan yang ekstrim
e. Faktor mekanis
f. Efek samping terapi radiasi
g. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan.
6. Perfusi perifer tidak efektif
- Batasan karakteristik :
Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
Tidak ada
b. Objektif
1) Pengisian kapiler >3 detik
2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3) Akral teraba dingin
4) Warna kulit pucat
5) Turgor kulit menurun
a. Subjektif
1) Parastesia
2) Nyeri ekstermitas
b. Objektif
1) Edema
2) Penyembuhan luka lambat
3) Bruit
I. Intervensi
1. DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
hasil keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
2. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
3. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
4. Muttaqin (2011). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Lukman & Ningsih, N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
K. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
L. sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi
M. jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya.
N. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
O. sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi
P. jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya.
Q. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
R. sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi
S. jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsiny