Anda di halaman 1dari 11

POST OPERASI FRAKTUR FEMUR

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya (Wijaya & Putri, 2013). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012). Fraktur didefinisikan sebagai suatu
kerusakan morfologi pada kontinuitas tulang atau bagian tulang, seperti lempeng
epifisisatau kartilago (Chang, et al., 2010).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang
(Helmi & Zairin, 2012). Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya
kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bias berupa fraktur
femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan
saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha (Helmi & Zairin, 2012).
B. ANATOMI

1
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan,
dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan baikya fungsi system
musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang-
tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan
paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur
tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik. Tulang
meyimpam kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh manusia yang
terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (missal femur tulang kumat) tulang
pendek (missal tulang tarsalia), tulang pipih (sternum) dan tulang tak teratur
(vertebra) (Mansjoer 2010).
Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius).
Tulang tersusun atas sel, matrik protein, deposit mineral, sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteocklas. Osteoblas berfungi dalam
pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik merupakan
kerangka dimana garam - garam mineral anorganik di timbun. Ostiosit adalah sel
dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang dan tarletak ostion.
Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam panghancuran, resorpsi
dan remodeling tulang (Mansjoer 2010).
Tulang diselimuti oleh membran fibrus padat di namakan periosteum
mengandung saraf, bembulu darah dan limfatik. Endosteum adalah membrane
faskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga
dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam rongga
sumsum tulang panjang dan dalam pipih. Sumsum tulang merah yang terletak di
sternum, ilium, fertebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada
produksi sel darah merah dan putih. Pembentukan tulang mulai tarbentuk lama
sebelum kelahiran (Mansjoer, 2010)
C. ETIOLOGI
Menurut Padila (2012) etiologi fraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).

2
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya penderita jatuh
dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan
tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
Penyebab fraktur adalah (Wahid, 2013) :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patahan melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari di tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur menurut Nur Arif dan Kusuma (2013) mengatakan :
1. Klasifikasi etiologis
a. Fraktur traumatik
b. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau
penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor,
kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma
ringan.
c. Fraktur stress, terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang
pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang
sekali ditemukan pada anggota gerak atas.

3
2. Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan dikulit.
Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union,
nonumion,infeksi tulang.
3. Klasifikasi radiologis
a. Lokalisasi : diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi.
b. Konfigurasi: fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spinal, fraktur
segmental, fraktur komunitif (lebih dari deaf ragmen), fraktur beji biasa
vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur pecah, dan
fraktur epifisis.
c. Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau
torus, fraktur garis rambut, dan fraktur green stick.
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak
bergeser, bergeser (berdampingan, angulasi, rotasi, distraksi, overring,
dan impaksi).

Menurut Nur Arif dan Kusuma (2013) fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
1. Derajat I :
a. Luka < 1cm. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk.
b. Fraktur sederhana, transversal, atau komunitatif ringan.
c. Kontaminasi minimal.
2. Derajat II :
a. Laserasi > 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap atau avulasi.
c. Fraktur komunitif sedang.
d. Kontaminasi sedang.
3. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

4
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur menurut Nur Arif dan Kusuma (2013), yaitu :
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
2. Nyeri pembengkakan.
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di
kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan
kerja, trauma olah raga).
4. Gangguan fungsio anggota gerak.
5. Deformitas.
6. Kelainan gerak.
F. PATOFISIOLOGIS
Fraktur femur terjadi akibat jatuh pada daerah trokanter, baik pada
kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti
terpeleset di kamar mandi ketika panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Pada
kondisi osteoporosis, insiden fraktur pada posisi ini tinggi. Perubahan struktur
pinggul menyebabkan cedera saraf skeatika yang menimbulkan keluhan nyeri
pada klien, adanya deformitas pinggul, ketidak mampuan melakukan pergerakan
pinggul, dan intervensi reduksi tertutup dengan traksi skeletal menimbulkan
menifestasi masalah resiko tinggi trauma dan hambatan mobilitas fisik. Intervensi
medis berupa bedah perbaikan memberikan implikasi pada nyeri pasca-bedah dan
resiko tinggi infeksi luka pascabedah (Muttaqin, 2012).

5
G. PATHWAY

Trauma (langsung/tidak)

Fraktur (terbuka/tertutup)

Kehilangan integritas Perubahan fregmen Frektur terbuka ujung


tulang tulang kerusakan pada tulang menembus otot
jaringan & pembuluh dan kulit
darah
Ketidakstabilan posisi
fraktur, apabila organ Luka
frkatur digerakkan Perdarahan loka

Kerusakan integritas
Fregmen tulang yang Hematoma pada daerah kulit
patah menusuk organ fraktur
sekitar
Kuman mudah masuk
Aliran darah ke daerah
Gangguan rasa nyaman distal
(nyeri) berkurang/terhambat
Resiko infeksi

Sindroma kompartemen (warna jaringan pucat,


keterbatasan aktivitas nadi lemah, sianosis,
kesemutan)

Defisit perawatn diri


Kerusakan
neuromuskuler

Gangguan fungsi distal

Hambatan mobilitas
fisik

6
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu (Wahid,2013) :
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartemen syndrom
Kompartemen syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea, dan demam.
d. Infeksi
Setelah pertahanan tulang rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopaedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler nekrosis
(AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.

7
f. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksienasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disababkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
b. Non Union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap,kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union ditandai denga adanya pergerakan yang berlebih pada
sis fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoaethosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Mal union
Mal union merupakan penyembuhan tualng di tandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Mal
union dilakukan dalam pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu :
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
atau rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang
keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang
lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, dan paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat digunakan dengan metode eksterna dan interna
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu

8
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyambungan tulang yang mengalami
fraktur adalah sekitar 3 bulan.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Gangguan neuro muskuluskeletal
3. Kerusakan integritas kulit
4. Resiko infeksi
5. Hambatam mobilitas fisik
K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu melaporkan nyeri berkurang
b. Pasien mampu menjelaskan faktor penyebab nyeri
c. Pasien mampu mengenali gejala nyeri
d. Pasien mampu menjelaskan kapan timbulnya nyeri
Intervensi :
a. Lakukan penilaian yang komperhensif terhadap nyeri (PQRST)
b. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
memperburuk nyeri
c. Amati tanda-tanda ketidaknyamanan non verbal
d. Ajarkan pasien cara mengontrol nyeri dengan tehnik non farmakologi
(tehnik relaksasi)
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik
2. Kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
a. Tidak ada kemerahan disekitar kulit (tanda-tanda infeksi)
b. Tidak adanya edema disekitar luka
c. Tidak terjadinya hipertermi
Intervensi :
a. Monitor warna kulit, suhu dan edema
b. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka

9
c. Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril
d. Jelaskan tentang kondisi luka pasien
e. Edukasi keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
f. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik jika perlu
3. Resiko infeksi
Kirteria hasil :
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Pertahankan teknik aseptif
b. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Monitor tanda dan gejala infeksi
e. Tingatkan intake cairan
f. Edukasi pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
g. Monitor tanda-tanda vital pasien
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik
4. Hambatam mobilitas fisik
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu meningkatkan mobilitas fisik
b. Pasien mampu mengerti tujuan dari mobilitas fisik
c. Pasien mampu menggunakan alat bantu mobilisasi
Intervensi :
a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah dan lihat respon pasien saat
latihan
b. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
c. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
dengan kemampuan
d. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek Gloria M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Elsevier United States of America.
Chang, E., Daly, J., & Elliott, 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik.
Keperawatan 112-113, Jakarta : EGC
Helmi, Noor & Zairin, 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; Jilid 1.
Jakarta : Salemba Medika
Herdman T, H & Kamitsuru S. 2014. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020. Ed. 11. Jakarta : EGC
Jitowiyoono & Kritianasari, 2012. Asuhan Keperawatan Poost Operasi. Jakarta :
Nuha Medika
Mansjoer Arief, 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4, Jakarta : Media
Aesculapius
Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier
United States of America.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nur Arif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2, Jakarta; EGC
Padila, 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Muskuloskeletal.
Trans Info Media; Jakarta
Wijaya, A, S., & Putri, Y, M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :
Nuha Medika

11

Anda mungkin juga menyukai