Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR PATELLA

OLEH:
KELOMPOK 3

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………………………) (…………………………………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksteral yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang
(Carpenito, 2020).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2020). Sedangkan menurut
anatominya, patella adalah tempurung lutut. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa fraktur patella merupakan suatu gangguan integritas
tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada
tempurung lutut.

2. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2019), fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat
disebabkan oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah,
jaringan sekitarnya juga akan berpengaruh mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture
tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
Menurut Corwin (2019), penyebab fraktur tulang paling sering adalah
trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa fraktur
dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang
lemah (fraktur patologis) fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang
mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalmai tumor tulang,
infeksi, atau penyakit lain. Fraktur stress atau fraktur keletihan dapat
terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang, biasanya menyertai peningkatan yang
cepat tingkat latihan atlet atau permulaan aktivitas fisik yang baru
(Corwin, 2019).
Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak di sekitar tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap. Penyebab terjadinya fraktur adalah
trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang
abnormal.
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika
tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang. Jenis
dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh:
a. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
b. Usia penderita.
c. Kelenturan tulang.
d. Jenis tulang.

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi patah tulang (fraktur) secara umum adalah:
a. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
1) Fraktur tertutup (closed)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi
2) Fraktur terbuka (open / compound)
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit. Fraktur jenis ini dibagi menjadi:
a) Grade 1 : robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
b) Grade 2 : seperti grade 1, dengan memar kulit dan otot
c) Grade 3 : luka sebesar 6 – 8 cm dengan kerusakan pembuluh
darah dan saraf otot dan kulit
b. Berdasarkan luas dan garis
1) Fraktur komplit
Bila garis patah menyeberang dari satu sisi ke sisi lain dan
mengenai seluruh korteks
2) Fraktur inkomplit
Bila garis patah tidak menyeberang sehingga masih ada korteks
yang utuh
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma

1) Fraktur spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi
2) Fraktur transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung
3) Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain
4) Fraktur oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi

5) Fraktur avulsi
Fraktur yang diakibatkan trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang

d. Berdasarkan jumlah garis patah


1) Fraktur kominutif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
2) Fraktur segmental
Garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan
3) Fraktur multipel
Garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser)
Garis patah lengkap tapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh
2) Fraktur displaced (bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen tulang yang disebut juga dislokasi
f. Fraktur kelelahan : fraktur yang diakibatkan tekanan yang berulang-
ulang
g. Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan proses patologis tulang
4. PATHAWAY
Jatuh atau terkena pukulan benda keras

Hantaman atau tekanan yang keras pada patella

Fraktur patella Dilakukan tindakan operasi

Kerusakan
integritas jaringan Diskontinuitas tulang Nyeri akut

Pembengkakan
Perubahan jaringan sekitar dan perubahan
warna lokal

Laserasi kulit Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Kerusakan
integritas kulit Deformitas terputusnya
pembuluh darah

Gangguan fungsi
Risiko infeksi
Perdarahan

Hambatan mobilitas fisik

Perfusi jaringan
tidak efektif

Hambatan Kerusakan Nyeri akut Deficit perawatan diri


mobilitas fisik integritas
jaringan
5. MANIFESTASI KLINIK
Adanya fraktur dapat ditandai dengan adanya:
a. Pembengkakan.
b. Perubahan bentuk, dapat terjadi angulasi (terbentuk sudut), rotasi
(terputar), atau pemendekan.
c. Terdapat rasa nyeri yang sangat pada daerah fraktur.
Menurut Smeltzer dan Bare (2019), manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
kerena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Adanya deformitas, seperti bengkak, pemendekan, rotasi,
angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka)
2) Palpasi
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi. Palpasi pada daerah
distal terjadinya fraktur meliputi pulsasi arteri, warna kulit,
capillary refill test
3) Gerakan
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologis
Dilakukan pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti
aturan role of two yang terdiri dari:
a) Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior dan lateral
b) Memuat dua sendi antara fraktur, yaitu bagian proksimal dan
distal
c) Memuat dua ekstremitas (terutama pada anak-anak) baik yang
cedera maupun tidak (untuk membandingkan dengan yang
normal)
d) Dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah tindakan
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Hb dan Ht mungkin rendah akibat perdarahan
b) LED meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas
c) Ca dan P dalam darah meningkat pada masa penyembuhan
3) Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskular akibat
fraktur
4) Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum
dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan
secara periodic
7. PENATALAKSANAAN
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi  dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden
period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b. Seluruh Fraktur
1) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi
fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung
sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama.
Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin
untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai
ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang
akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang
diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh
dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran
yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur
dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan
terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat
dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi
terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku,
atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang (Gbr. 64-3); alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik
gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status
neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan keti-
daknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis.
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk
analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam
aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki ke-
mandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan
dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan.

8. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis\
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama klien yang mengalami fraktur yaiu
nyeri setelah mengalami kecelakaan, jatuh, atau terbentur benda keras.
Nyeri bisa akut atau kronik, tergantung lamanya serangan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Dapat berupa kronologi terjadinya fraktur sehingga bisa ditentukan
kekuatan hantaman atau benturan yang terjadi dan jenis fraktur yang
dialami. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan dapat diketahui juga kemungkinan adanya luka kecelakaan
yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
dapat menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Penyakit DM juga dapat menghambat proses
penyembuhan tulang
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a) Biasanya akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya
b) Kebiasaan pengguanaan obat-obat golongan steroid dapat
mengganggu metabolisme kalsium
c) Kebiasaan konsumsi alkohol dapat mengganggu keseimbangan
klien sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma
auat cedera
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien dengan fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein. Selain itu
juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola eliminasi
Klien dengan fraktur klavikula bisanya tidk mengalami gangguan
pada eliminasi uri maupun alvi
4) Pola tidur / istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien.
5) Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
6) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
8) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
9) Pola reproduksi dan seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien
10) Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
11) Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut
b. Kerusakan integritas jaringan
c. Kerusakan integritas kulit
d. Gangguan mobilitas fisik
e. Risiko infeksi
(PPNI, 2017)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri Observasi
dengan agen pencedera keperawatan selama 3x24 Observasi 1. Untuk mengetahui karakter
fisiologis jam di harapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, dan lokasi terjadi nyeri
nyeri menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas, 2. Untuk menggambarkan
kriteria hasil : insentitas nyeri tingkat nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri 3. Untuk mengetahui tingkat
b. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri non nyeri terjadi
c. Gelisah menurun verbal 4. Untuk mengetahui faktor
4. Identifikasi faktor yang yang harus dihindari
memperberat dan memperingan karena akan memperburuk
nyeri dan faktor yang harus di
5. Identifikasi pengetahuan dan lakukan untuk
keyakinan tentang nyeri meringankan nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya 5. Untuk mengetahui adakah
terhadap respon nyeri tindakan non medis yang
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada dilakukan saat nyeri
kualitas hidup berlangsung
8. Monitor keberhasilan terapi 6. Untuk mengetahui
komplementer yang sudah pengaruh nyeri terhadap
duberikan keseharian pasien
9. Monitor efek samping 7. Untuk mengetahui adanya
penggunaan analgetik ketidakcocokan terhadap
Terapeutik obat
1. Berikan teknik non farmakologi
Terapeutik
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
1. Untuk mengurangi
TENS, hipnosis, akupresur, terapi
komsumsi obat yang tidak
musik, biofeedback, terapi pijat,
perlu
aromaterapi, teknik imajinasi
2. Untuk lebih meningkatkan
terbimbing, kompres
rasa nyaman pasien
hangat/dingin, terapi bermain)
3. Untuk meningkatkan rasa
2. Kontrol lingkungan yang
nyaman pasien
memperberat rasa nyeri (mis suhu
ruangan, pencahayaan, Edukasi
kebisingan) 1. Untuk mengetahui
3. Fasilitasi istirahat dan tidur penyebab nyeri
4. Pertimbangksn jenis dan sumber 2. Agar saat nyeri datang
nyeri dalam pemelihan strategi pasien /keluarga tahu cara
meredakan nyeri mengatasinya
Edukasi 3. Agar keluarga tahu tanda
1. Jelaskan penyebab, periode dan saat nyeri datang
pemicu nyeri 4. Agar nyeri dapat teratasi
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri dengan cepat
3. Anjurkan memonitir nyeri secara 5. Seperti relaksasi nafas
mandiri dalam
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik


2 Gangguan Setelah di lakukan tindakan Dukungan Mobilisasi 1. mengetahui adanya rasa
Mobilitas keperawatan selama 3X24 Observasi nyeri saat bergerak dapat
fisik jam di harapkan pasien 1. Identifikasi adanya nyeri atau membantu dalam pemberian
berhubungan mampu memiliki cukup keluhan fisik lainnya terapi
dengan energi untuk beraktivitas dan 2. Identifikasi toleransi fisik 2. pasien dengan fraktur akan
hambatan dapat teratasi dengan Kriteria melakukan pergerakan mengalami rasa nyeri untuk
mobilitas Hasil: 3. Identifikasi toleransi fisik menggerakan daerah yang
fisik 1. Klien mampu melakukan pergerakan disekitar fraktur
melakukan aktivitas Terapeutik 3. adanya fraktur dapat
mandiri sesuai 4. Fasilitasi melakukan pergerakan, menghambat pergerakan
kemampuan jika perlu pasien sehingga
2. Klien mampu untuk 5. Libatkan keluarga untuk membutuhkan bantuan
memenuhi kebutuhan membantu pasien dalam orang lain
dirinya sendiri meningkatkan pergerakan 4. meningkatkan pemenuhan
Edukasi kebutuhan pasien dalam
6. Anjurkan mobilisasi sederhana melakukan pergerakan
yang harus dilakukan (duduk 5. meningkatkan aliran darah
ditempat tidur, duduk di sisi ke otot, mencegah
tempat tidur) terjadinya kontraktur

3 Resiko Setelah di lakukan tindakan Pencegahan infeksi 1. Mengetahui karateristik luka


infeksi keperawatan selama 8 jam di 1. monitor tanda dan gejala infeksi 2. Mencegah terjadinya iritasi
berhubungan harapkan pasien tidak terjadi local dan sistemik 3. Mencegah terjadinya infeksi
dengan infeksi dan dapat teratasi 2. berikan perawatan kulit pada area nosocomial
adanya luka dengan Kriteria Hasil: edema 4. Mencegah resiko terjadinya
tertutup - Tidak ada tanda-tanda 3. pertahankan Teknik aseptic pada infeksi
infeksi pasien beresiko tinggi 5. Agar nutrisi dalam tubuh
- Luka bersih, tidak lembab 4. jelaskan tanda dan gejala infeksi tetap terpenuhi
dan tidak kotor 5. anjurkan meningkatkan asupan 6. Agar asupan cairan dalam
nutrisi tubuh terpenuhi
6. anjurkan meningkatkan asupan
cairan
(PPNI, 2018)
4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri (indenpenden) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri
(independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan
atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkn hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan
lain.

5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan.
Rencana intervensi dan implementasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2015. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta:


EGC
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi. Edisi 6. Vol 2. Jakarta : EGC
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2020. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2020. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI, Jakarta
Herdman, T. Keather. 2009. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification 2009-2011. United Kingdom: Wiley-Blackwell
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3 th Edition . Philadelphia: F.
A. Davis Company
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN
INDONESIA. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai