Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTESTINAL (GEA)

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Anak

OLEH :
TRI NURFIANA
14420212173

CI LAHAN CI INSTITUSI

(………………………….………) (………………………….………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
A. Konsep Medis
1. Definisi Brokopneumonia
Gastroenteritis adalah iritasi dan peradangan pada lapisan dalam
lambung dan usus kecil. Biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri
atau parasite, serta menyebabkan muntah dan diare yang parah.
Gastroenteritis, paling sering ditularkan melalui makanan atau air yang
terkontaminasi. Selain itu, penularan juga terjadi dari kontak dekat dengan
individu yang terinfeksi. Saluran limbah selama musim hujan dapat
menyebabkan penyebaran lebih lanjutdari organisme penyebab . Kotoran
terbuka adalah alasan umum lainya yang menyebabkan penyebaran
kondisi melalui alat dan hama lainya (Kardiyudiani & Susanti, 2019).
Gastroenteritis akut atau diare adalah buang air besar atau dfekasi
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air tinja lebih
banyak daripada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24jam. Definisi
lain memakai frekuensi yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari
buang air besar tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah Sudoyo
aru 2009 dalam (Nurarif & Kusuma, 2015).
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare:
1) Akut: berlangsung kurang dari 2 minggu
2) Kronik: berlangsung Lebih Dari 2 minggu
b. Mekanisme patofisiologi: osmotik atau sekretorik dan lain lain
c. Berat ringan diare: kecil atau besar
d. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non infeksi
e. enyebab organik atau tidak: organik atau fungsional. (Nurarif
& Kusuma, 2015).
2. Etiologi
Menurut (Srinalesti, 2020), penyebab gastroenteritis dapat dibagi
dalam beberpa faktor yaitu :
a. Faktor infeksi Internal : infeksi pencernaan yang disebabkan oleh
bakteri Shigella, sallmonel, dan E- Coli.
b. infeksi Parentral : di sebabkan oleh penyakit lain, infeksi diluar alat
pencernaan makanan, misal pada anak penyakit telinga, kadang
disertai dengan diare.
c. Faktor Malabsorbsi : Malabsorbsi karbohidrat, lemak, protein, dan
intoleransi laktosa yang sering terjadi pada bayi dan anak-anak.
d. Faktor makanan : Keracunan makanan, alergi pada makanan, dan
mengkonsumsi makanan basi.
e. Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas dapat mempengaruhi diare.
f. Medikasi tertentu, formula untuk pemberian makanan melalui selang,
gangguang metabolisme dan endokrin, deficit sfingter anal, sindrom
Zollinger-Ellison, ileus paralitik, AIDS, dan obstruksi usus

3. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan gastrointestinal ialah yang
pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare (Fransisca, 2016).
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula (Fransisca, 2016).
Selain itu gastrointestinal atau diare juga dapat terjadi, akibat
masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Fransisca, 2016).

4. Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Peningkatan frekuensi defekasi dan kandungan cairan dalam feses
b. Kram abdomen, distensi, gemuruh di usus (borborigmus), anoreksia
dan rasa haus, kontraksi anus dan nyeri serta mengejan yang tidak
efektif (tenemus) setiap kali defekasi.
c. Feses cair, yang mengindikasikan penyakit pada usus kecil
d. Feses semi padat, lunak yang disebakan oleh gangguan pada usus
besar
e. Terdapat lender, darah, dan nanah dalam feses, yang menunjukan
kolitis atau inflamasi
f. Cipratan minyak pada cairan toilet, yang merupakan diagnosis
insufisiensi pancreas dan diare nokturnal, yang merupakan manifestasi
neuropatik diabetik (Fransisca, 2016).

6. Komplikasi
a. Peningkatan frekuensi defekasi dan kandungan cairan dalam feses
b. Kram abdomen, distensi, gemuruh di usus (borborigmus), anoreksia
dan rasa haus, kontraksi anus dan nyeri serta mengejan yang tidak
efektif (tenemus) setiap kali defekasi.
c. Feses cair, yang mengindikasikan penyakit pada usus kecil
d. Feses semi padat, lunak yang disebakan oleh gangguan pada usus
besar
e. Terdapat lender, darah, dan nanah dalam feses, yang menunjukan
kolitis atau inflamasi
f. Cipratan minyak pada cairan toilet, yang merupakan diagnosis
insufisiensi pancreas dan diare nokturnal, yang merupakan manifestasi
neuropatik diabetik (Fransisca, 2016).
7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
2) Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi
3) AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
4) Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.

8. Penatalaksanaan
Menurut (Fransisca, 2016), penatalaksanaan yang dapat diberikan antara
lain:
a. Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada upaya mengontrol
gejala, mencegah komplikasi, dan menyingkirkan atau mengatasi
penyakit penyebab.
b. Medikasi tertentu (misalkan pemberian antibiotic, agens anti-
imflamasi) dan antidiare (misalkan pemberian loperamida (imodium)),
defiknosilit (limotil) dapat mengurangi tingkat keparahan diare.
c. Menambah cairan oral, larutan elektrolit dan glukosa oral dapat
diprogramkan.
d. Antimikroba diprogramkan ketika agens infeksius telah teridentifikasi
atau diare tergolong berat.
e. Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada pasien yang
sangat muda atau pasien lansia.
f. Terapi obat menurut.
1) obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30
mgklorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2) obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3) antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah adalah mengumpulkan data pasien
secara objektif dan subjektif yang dilakukan penilaian secara keseluruhan
(fisik, psikosisosial, spiritual dan kultural) serta mengumpulkan informasi
peluang promosi kesehatan, risiko dan potensi masalah keperawatan
lainnya. (Herdman & Kamitsuru, 2015)
a. Identitas
Pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tangal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang
tua dan penghasilan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Klien muntah tiap makan dan minum, BAB encer 15x, ampas
(+), demam (+)
2) Riwayat penyakit sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari
(diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
3) Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
5) Riwayat kesehatan lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
6) Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah
karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder.
7) Nutrisi
Riwayat gizi buruk
Kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas kekebalan untuk
merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungsi granulosit,
penurunan fungsi komplemen, dan juga menyebabkan kekurangan
mikronutrein.
8) Usia
Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang
masih rendah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk
kedalam kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza
dan pneumonia, anak-anak berusia 0-24 bulan lebih rentan
terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak berusia diatas 2
tahun. Hal ini disebabkan imunitas yang belum sempurna dan
saluran pernapasan yang relatif sempit
9) Faktor Lingkungan
Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan yang
kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan
pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
anggota keluarga perokok. Lingkungan rumah seperti kondisi
jendela, luas ventilasi kamar balita, jenis lantai rumah, jarang
membuka jendela setiap pagi, dan penggunaan obat nyamuk dapat
beresiko anak terserang Bronchopneumonia.
10) Menentukan kebutuhan cairan menurut berat badan
Kebutuhan cairan pada anak dapat dihitung berdasarkan berat
badan yaitu :
a) Berat badan < 10kg = 100mL/kgBB
b) Berat badan 10-20kg = 1000 + 50mL/kg BB untuk setiap
kilogram berat badan diatas 10kg
c) Berat badan > 20kg = 1500 + 20mL/kg BB untuk setiap
kilogram berat badan diatas 20kg
c. Pemeriksaan head to toe
1) Keadaan umum : Keadaan umum pada pasien dengan
bronchopneumonia adalah pasien terlihat lemah, pucat dan sesak
nafas
2) Tanda-tanda vital : didapatkan suhu meningkat (39-400C), nadi
cepat dan kuat, pernafasan cepat dan dangkal
3) Kulit : Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek
4) Kepala : pada pemeriksaan kepala dapat dilakukan inspkesi pada
bentuk kepala, lingkar kepala, warna dan tekstur rambut, keadaan
ubun-ubun (anterior dan posterior)
5) Mata : didapatkan hasil inspeksi konjungtiva anemis, sklera putih
6) Hidung : pada pasien bronchopneumonia didapatkan adanya secret,
ada pernafasan cuping hidung, dan sianosis
7) Mulut : pucat, sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering,
dan pucat
8) Telinga : inspeksi adanya peradangan atau tidak. Peradangan
menandakan sudah terjadi komplikasi
9) Leher : inspeksi dan palpasi adanya pembesaran limfe atau tidak
10) Dada : ada tarikan dinding dada, pernafasan cepat dan dangkal
11) Jantung : jika terjadi komplikasi ke endokarditis, terjadi bunyi
tambahan
12) Paru-paru : suara nafas ronchi, whezing )
13) Abdomen : Bising usus (+), lembek/kembung/tegang, distensi
abdomen
14) Ekstremitas : pada pasien dengan bronchopneumonia didapatkan
pasien tampak lemah, penurunan aktifitas, sianosis pada ujung jari
dan kaki, akral hangat
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis pada respons
seseorang terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan yang dialami
baik individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas.(Herdman &
Kamitsuru, 2015)
Diagnosis keperawatan terdiri atas dua jenis diagnosis yaitu,
Diagnosis negatif yang menunjukkan keadaan klien/pasien dalam keadaan
sakit ataupun berisiko. Diagnosis ini terdiri dari Diagnosis aktual,
Diagnosis risiko. Sedangkan jenis diagnosis yang kedua yaitu Diagnosis
positif yang menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat, diagnosis ini
disebut Diagnosis promosi kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosis keperawatan yang muncul untuk penyakit
bronkopneumonia adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakebronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen.
c. Pola nafas tidak efektif
d. Hipertermi
e. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi
abdomen atau gas.
f. Risiko ketidakseimbangan cairan
3. Intervensi Keperawatan
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Diagnosa keperawatan Luaran keperawatan Intervensi keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manejemen jalan nafas
a. Tanda Mayor keperawatan selama 2 x 24 jam maka, Observasi
Subjektif (tidak ada) bersihan jalan nafas meningkat 1. Monitor pola nafas
Objektif dengan criteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan
1) Batuk tidak efektif 1. Baruk efektif meningkat 3. Monitor sputum
2) Tidak mampu batuk 2. Produksi sputum menurun Terapeutik
3) Sputum berlebihan 3. Mengi menurunwheezing 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
4) Mengi, wheezing dan/atau menurun 5. Posisikan semi fowler
ronkhi kering Mekonium menurun 6. Berikan minum hangat
5) Mekonium di jalan nafas 7. Lakukan fisioterapi dada jika
(neonatus) perlu
b. Tanda minor 8. Lakukan penghispan lender
Sujektif kurang dari 15 detik
1) Dispnea 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
2) Sulit bicara penghispan endo trakeal
3) Ortopnea 10. Keluarkan sumbatan benda padat
Objektif dengan forsep McGill
1) Gelisah 11. Berikan oksigen jika perlu
2) Sianosis Edukasi
3) Bunyi nafas menurun 12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml
4) Frekuensi napas berubah per hari, jika tidak kontraindikasi
Pola napas berubah 13. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
enspektoran, mukolitik, jika perlu
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
a. Tanda mayor keperawatan selama 2 x 24 jam maka, Observasi
Subjektif pertukaran gas meningkat dengan 1. Monitor frekuensi, irama,
1) Dispnea kriteria hasil : kedalaman dan upaya nafas
Objektif 1. Dispnea menurun 2. Monitor pola nafas
1) PCO2 meningkat/menurun 2. Bunyi nafas tambahan menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
2) PO2 menurun 3. PCO2 membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
3) Takikardia 4. PO2 membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan
4) pH arteri meningkat/menurun 5. Takikardia membaik nafas
5) Bunyi napas tambahan 6. pH arteri 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
b. Tanda minor paru
Subjektif 7. Auskultasi bunyi nafas
1) Pusing 8. Monitor saluran oksigen
2) Penglihatan kabur 9. Monitor nilai AGD
Objektif 10. Monitor X-ray toraks
1) Sianosis Terapeutik
2) Diaphoresis 11. Atur interval pemantauan
3) Gelisah respirasi sesuai kondisi pasien
4) Napas cuping hidung 12. Dokumentasi hasil pemantauan
5) Pola napas abnormal Edukasi
(cepat/lambat, regular/ireguler, 13. Jelaskan tujuan prosedur
dalam/dangkal) pemantauan
6) Warna kulit abnormal (mis. 14. Informasikan hasil pemantauan
Pucat, kebiruan)
7) Kesadaran menurun
Pola Nafas tida efektif Setelah dilakukan tindakan Edukasi Teknik napas
a. Tanda mayor keperawatan selama 2 x 24 jam maka, Observasi
Objektif pertukaran gas meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan
1) Penggunaan otot bantu kriteria hasil : kemampuan menerima informasi
2) Fase ekspirasi memanjang 1. Pola napas membaik Terapeutik
3) Pola nafas abnormal (misal: 2. Berat badan meningkat 2. Sediakan materi dan media
takipnea, bradypnea) 3. Keseimbangan asam-basa baik Pendidikan Kesehatan
Subjektif 4. Konservasi energi meningkat 3. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan
1) Dispnea 5. Status neurologis baik sesuai kesepakatan
b. Tanda minor 6. Tingkat ansietas menurun 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
Objektif 7. Tingkat keletihan menurun Edukasi
1) Pernapasan pursed- lip 8. Tingkat nyeri menurun 5. Jelaskan tujuan dan manfaat Teknik
2) Pernapasan cuping hidung napas
3) Diameter thoraks anterior- 6. Jelaskan prosedur Teknik naps
posterior meningkat 7. Anjurkan memposisikan tubuh
4) Ventilasi semenit menurun senyaman mungkin (mis. Duduk,
5) Kapasitas vital menurun baring)
6) Tekanan ekspirasi menurun 8. Anjurkan menutup mata dan
7) Tekanan inspirasi menurun berkonsentrasi penuh
8) Ekskursi dada menurun 9. Ajarkan melakukan ekspirasi
dengan menghembuskan udara
mulut mencucu secara perlahan
10. Demonstrasikan menarik napas
selama 4 detik, menahan napas
selama 2 detik dan menghembuskan
nafas selama 8 detik.
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manegemen nyeri
a. Tanda mayor keperawatan selama 2 x 24 jam maka,
Subjektif (tidak tersedia) termoregulasi membaik dengan Observasi
Objektif criteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
1) Suhu tubuh diatas normal 1. Kekuatan nadi meningkat durasi, frekuensi, kualitas,
b. Tanda minor 2. Meringis menurun intensitas nyeri
Subkeltif (tidak ada) 3. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri
Objektif 4. Frekuensi nadi membaik 3. Identifikasi respon nyeri
1) Kulit merah nonverbal
2) Kejang 4. Identifikasi faktor yang
3) Takikardi memperberat dan memperingan
4) Takipnea nyeri
5) Kulit terasa hangat 5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efeksampign penggunaan
analgetik
Terapeutik

10. Berikan tehnik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri
11. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
12. Fasilitasi istrahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
melegakan nyeri
Edukasi

14. Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
18. Ajarkan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

19. Kolaborasi pemberian analgetik


jika perlu
Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manejemen nutrisi
a. Faktor resiko keperawatan selama 2 x 24 jam maka,
1) Ketidakmampuan menelan status nutrisi membaik dengan criteria Observasi
makanan hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
2) Ketidakmampuan mencerna 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan 1. Porsi makan yang dihabiskan
meningkat makanan
3) Ketidakmampuan mengabsobsi 3. Identifikasi makanan yang disukai
nutrient 2. Berat badan membaik
3. IMT mebaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
4) Peningkatan kemampuan jenis nutrient
metabolism 5. Identifikasi perlunya
5) Faktor ekonomi pengguanaan selang nasogastric
6) Faktor psikologi 6. Monitor asupan makanan
b. Kondisi klinis terkait 7. Monitor berat badan
1) Sroke 8. Monitor hasi pemeriksaan
2) Parkinson laboratorium
3) Mabius sindrom Terapeutik
4) Cerebral palsi
5) Cleft lip 9. Lakukan oral hygine sebelum
6) Infeksi makan jika perlu
7) Aids 10. Fasilitasi menentukan pedoman
8) Fibrosis kristik diet
11. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
12. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
14. Berikan suolemen makanan, jika
perlu
15. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi

16. Anjurkan posisi jika mampu


17. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

18. Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan
19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Resiko ketidakseimbangan cairan Setelah dilakukan tindakan Manejemen cairan
a. Faktor resiko keperawatan selama 2 x 24 jam maka,
1) Proses pembedahan mayor keseimbangan cairan meningkat Observasi
2) Trauma/perdarahan dengan criteria hasil:
3) Luka bakar 1. Monitor status fibrasi
4) Aferesis 1. Asupan cairan meningkat 2. Monitor berat badan harian
5) Asites 2. Haluaran urin meningkat 3. Monitor berat badan sebelum dan
6) Obstruksi intestinal 3. Kelembaban membrane mukosa sesudah dialysis
7) Peradangan pankreas meningkat 4. Monitor hasil pemeriksaan
8) Penyakit ginjal dan kelenjar 4. Edema menurun laboratorium
9) Disfungsi intestinal
5. Dehidrasi menurun 5. Monitor status hemodinamik
b. Kondisi klinis terkait
6. Tekanan darah membaik Terapeutik
1) Proses pembedahan mayor
2) Penyakit ginjal dan kelenjar
7. Denyut nadi membaik
6. Catat intake-output dan hitung
3) Perdarahan balance cairan 24 jam
4) Luka bakar
7. Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
8. Berikan cairan intra vena jika
perlu
Kolaborasi

9. Kolaborasi pemberian diuretic,


jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan seluruh intervensi
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat kepada pasien. Dalam
melakukan pengimplementasian dilaksanakan sesuai dengan “validasi,
penugasan, keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal”.
Implementasi dalam pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur yaitu
dilakukan sesuai dengan intervensi dan kebutuhan pasien.(Herdman &
Kamitsuru, 2015)
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan bentuk tindakan keperawatan
yang terakhir setelah melakukan pengkajian hingga implementasi
keperawatan, dengan tujuan untuk mengevaluasi ataupun sebagai bentuk
penilaian terhadap proses keperawatan yang telah dilakukan. (Herdman &
Kamitsuru, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). DIAGNOSIS KEPERAWATAN :


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10; T. H. Herdman & S. Kamitsuru,
eds.). Jakarta: EGC.

Ni Made Mentaniasih., D. (2019). Buku Ajar Tuberkolosis Diagnostik


Microbiologis. Surabaya: Percetakan Universitas Airlangga.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS


BERDASARKAN PENERAPAN DIAGNOSA NANDA, NIC, NOC DALAM
BERBAGAI KASUS (Jilid 1). Yogyakarta: Mediacion Publishing.

Padila. (2018). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogjakarta: Nuha Medika.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisidan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Smeltzer, B. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.


Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai