Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan tinja yang encer atau
cair.
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain
seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari
penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran
pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare” karena
dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangan.
Penyakit diare terutam pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya
karena dapat membawa bencana bila terlambat.
Walaupun penyakit diare tidak semua menular misalnya karena faktor
malabsorbsi, tetapi perlu perawatan di kamar yang terpisah dengan
perlengkapan cuci tangan untuk mencegah infeksi serta tempat pakaian kotor
tersendiri. Masalah pasien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadi
gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko terjadi komplikasi,
gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan mengenai penyakit.
Penyakit diare dapat menyerang siapa saja mulai dari anak, dewasa
maupun orang tua (lansia) dan penyakit diare ini biasanya kebanyakan
disebabakan oleh infeksi.
B. Tujuan Penulisan
1.  Tujuan Umum
Untuk dapat memperoleh gambaran nyata atau informasi tentang
asuhan keperawatan pada pasien diare.
2.  Tujuan Khusus
Mampu menyusun asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
membuat diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi keperawatan
pada pasien diare.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja), dengan tinja berbentuk
cair atau setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat (Markum,
2008). Menurut WHO (2014), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x
sehari dan diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan
kronis.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir dan darah (Alimul H, 2006).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feces encer, dapat berwarna hijau
atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Potter &
Perry.2006)
Diare adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekwensi
defekasi (lebih dari 3kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200g per
hari) dan perubahan konsistensi (cair) (Brunner&Suddart, 2014).
Dapat disimpulkan diare akut adalah inflamasi lambung dan usus yang
disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada bayi
dan anak yang sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir dan darah.

2
B. Klasifikasi Diare
Klasifikasi Diare MTBS menurut Menteri Kesehatan No 25 Tahun 2014
yaitu :
1. Diare Dehidrasi Berat
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut :
a. Letargies atau tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum
d. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
2. Diare dehidrasi ringan/sedang
a. Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut :
b. Gelisah, rewel atau mudah marah
c. Mata cekung
d. Haus, minum dengan lahap
e. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
3. Diare tanpa Dehidrasi
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi
berat atau ringat/sedang
4. Diare persisten berat
Dengan dehidrasi
5. Diare persisten
Tanpa dehidrasi
6. Disentri
Ada darah dalam tinja

C. Etiologi
Etilogi diare menurut Brunner & Suddart (2014) :
a. Faktor infeksi : Bakteri (Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
b. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak).
c. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.

3
d. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran dimasak kutang matang.
e. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
f. Medikasi tertentu, formula untuk pemberian makanan melalui selang,
gangguang metabolisme dan endokrin, deficit sfingter anal, sindrom
Zollinger-Ellison, ileus paralitik, AIDS, dan obstruksi usus.

D. Tanda Dan Gejala


Tanda dan Gelaja diare menurut Brunner&Suddart (2014):
a. Peningkatan frekwensi defekasi dan kandungan cairan dalam feses
b. Kram abdomen, distensi, gemuruh di usus (borborigmus), anoreksia dan
rasa haus, kontraksi anus dan nyeri serta mengejan yang tidak efektif
(tenemus) setiap kali defekasi.
c. Feses cair, yang mengindikasikan penyakit pada usus kecil
d. Feses semi padat, lunak yang disebakan oleh gangguan pada usus besar
e. Terdapat lendir, darah, dan nanah dalam feses, yang menunjukan kolitis
atau inflamasi
f. Cipratan minyak pada cairan toilet, yang merupakan diagnosis insufisiensi
pancreas dan diare nokturnal, yang merupakan manifestasi neuropatik
diabetik.

D. Patofisiologi
Gastroenteritis (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia,
Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada
sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak
sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan
gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa
kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

4
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi
(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan
air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya).
(b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang,
pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.

5
E. Pathway

6
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
2) Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
3) AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
4) Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumonia.

G. Penalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Brunner & Suddart (2014):
a. Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada upaya mengontrol gejala,
mencegah komplikasi, dan menyingkirkan atau mengatasi penyakit
penyebab
b. Medikasi tertentu (misalkan pemberian antibiotic, agens anti-imflamasi)
dan antidiare (misalkan pemberian loperamida (imodium)), defiknosilit
(limotil) dapat mengurangi tingkat keparahan diare.
c. Menambah cairan oral, larutan elektrolit dan glukosa oral dapat
diprogramkan
d. Antimikroba diprogramkan ketika agens infeksius telah teridentifikasi atau
diare tergolong berat
e. Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada pasien yang sangat
muda atau pasien lansia.
f. Terapi obat menurut Markum (2008):
1) obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2) obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3) antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta.

7
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan.Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan.Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi,
hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak
yang lebih besar.Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan
susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.

8
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
1. Pertumbuhan
a) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
b) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
c) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
d) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
2. Perkembangan
a. Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
b. Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
c. Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul

9
dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1) berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
2) Meniru membuat garis lurus (GH)
3) Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4) Melepasa pakaian sendiri (BM)
3. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup
pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat >35x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat >40x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat >120x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik,
suhu meningkat >37,50C, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang >2 detik, kemerahan pada
daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/ 24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

10
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diare
a. Definisi
Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak terbentuk
b. Penyebab
1) Fisiologis
2) Inflamasi gastrointestinal
3) Iritasi gastrointestinal
4) Malabsorpsi
c. Psikologis
1) Kecemasan
2) Tingkat stress tinggi
d. Situasional
1) Tempat kontaminan
2) Terpapar toksin
3) Penyalahgunaan laksatif
4) Penyalahgunaan zat
5) Program pengobatan (agen tiroid, alagesik, pelunak feses,
ferosulfat, antasida, cimetidine dan antivbiotik)
6) Perubahan air dan makanan)
7) Bakteri pada air

e. Gejala dan tanda Mayor


Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) a. Defekasi lebih dari tiga kali dalam
24 jam
b. feses lembek atau cair

f. Gejala dan tanda Minor


Subjektif Objektif
a. Urgency a. frekuensi peristaltic meningkat
b. Nyeri/kram abdomen b. bising usus hiperaktif

11
g. Kondisi klinis terkait
1) Kanker kolon
2) Diverticulitis
3) Iritasi usus
4) Crohn’s disease
5) Ulkus peptikum
6) Gastritis
7) Spasme kolon
8) Kolotis ulseratif
9) Hipertiroidisme
10) Demam typoidmalaria
11) Sugelosis
12) Kolera
13) Disentri
14) Hepatitis
2. Nutrisi
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup memenuhi kebutuhan metabolism
b. Penyebab
1) Ketidak mampuan menelan makkanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengbsorbsi nurien
4) Peningkatan kebutuhan metabolism
5) Faktor ekonomi (misalnya, financial tidak mencukupi)
6) Faktor pikolgis (misalnya, stress, keengganan untuk makan)
c. Gejala dan tanda Mayor
Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) Berat badan menurun minimal
10% dibawah rentang ideal.

12
d. Gejala dan tanda Minor
Subjektif Objektif
a. Cepat kenyang setelah makkan a. Bising usus hiperaktif
b. Kram/nyeri abdomen b. Otot pengunyah lemah
c. Nafsu makan menurun c. Otot menelan lemah
d. Membrane mukosa pucat
e. Sariawan
f. Serum albumin turun
g. Rambut rontok berlebihan
h. Diare

e. Kondisi klinis terkait


1) Stroke
2) Parkinson
3) Mobius syndrome
4) Cerebral plsy
5) Cleft lip
6) Cleft palate
7) Amvotropic lateral scelerosis
f. Referensi
1) Luka bakar
2) Kanker
3) Infeksi
4) Aids
5) Penyakit crohn’s
6) Enterokoitis
7) Fibrosis kistik
3. Hipertermia
a. Definisi
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh

13
b. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (misalnya, infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
c. Gejala dan tanda Mayor
Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) Suhu tubuh diatas nilai normal

d. Gejala dan tanda Minor


Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) a. Kulit merah
b. Kejang
c. Takikardi
d. Takipnea
e. Kulit terasa hangat

e. Kondisi klinis terkait


1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas

14
C. Intervensi keperawatan
1. Manajemen Diare
a. Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola diare dan dampaknya
b. Tindakan
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab diare (misalnya, inflmasi gastrointestinal,
iritasi gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, ansietas,
stress, efek obat-obatan, pemberian botol susu)
b) Identifikasi riwayat pemberian maknan
c) Identfikasi gejala innvaginasi (mislannya, tangisan keras dan
kepucatan pada bayi)
d) Monitor warna, volume, frekuensi dan konsistensi tinja
e) Monitor tanda dan gejala hypovolemia (mialnya, takikardi, nadi
teraba lemah, tekanan tekanan darah turun, turgor kulit turun,
mukosa mulut kering, CRT melambat, BB menurun.
f) Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
g) Monitor jumlah pengeluaran diare
h) Monitor keamanan penyiapan makanan
2) Teraupetik
a) Berkan asupan cairan oral (misalnya larutan garam gula, oralit,
edialyte, renalyte)
b) Pasang jalur intravena
c) Berikan cairan intravena (misalnya, ringer asetat, ringer laktat)
jika perlu
d) Ambil sampai darah pemeriiksaan darah lengkat dan elektrolit
e) Ambil sampai feses untuk kultur, jika perlu
3) Edukasi
a) Anjurkan makanan posi kecil dan sering secara bertahap
b) Anjurkan menghindari makanan pembentukk gas, pedas dan
mengandung laktosa
c) Anjurkan melanjutkan pemberian ASI

15
4) Kolaborasi
a) Kolaborsi pemberian obat antimotilitas (misalnya, loperamide,
difenoksilat)
b) Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik
(misalnya, papaverin, ekstrak belladonna mebaverine)
c) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (misalnya, ataupulgit,
smektit, kaolin pectin).

2. Manajemen Nutrisi
a. Definisi
Mengidentikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimmbang
b. Tindakan
1) Observasi
a) Identikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e) Identikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
f) Monitor asupan makanan
g) Monitor berat badan
h) Monitor hasil pemeriksaan laboratoriuum
2) Teraupetik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makann, jika perlu
b) Fasilitas menentukan pedoman diet (misalnya piramida
makanan)
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f) Berikan supelemen makanan, jika perlu
g) Hentikan pemberian makan melalui selling nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi.

16
3) Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b) Anjurkan diet yang diprogramkan
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misalnya
pereda nyeri, antlemetik) jika perlu
b) Kolaborasi dengan ahlli gizi untuk menentukan jumlah kallori
dan jenis nutien yang dibutuhkan jika perlu.
3. Manajemen Hipertemia
a. Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat
disfungsi termoregulasi
b. Tindakan
1) Obervasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (misalnya, dehidrasi, terpapar
lingkungan panas dan inkuubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar elektrolit
d) Monitor haluaran urine
e) Monitor komplikasi akibat hipertermia
2) Teraupetik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Basahi dan kipasi prmukaan tubuh
d) Berikan cairan oral
e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringan berlebih)
f) Lakuukan pendinginan eksternal (misalnya selimut hipotermia
atau kompres dingin pada darhi, leher, dada, abdomen dan
aksila)
g) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h) Berikan oksigen, jika perlu.

17
3) Edukasi
Anjurkan tirah baring
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.

D. Implementasi
1. Meliibatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
2. Menghindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
3. Memberikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan
pengobatan
4. Melakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
5. Memberikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

E. Evaluasi:
Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bates.B, 1995.Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta


Brunner&Suddart. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 12. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2006.Diagnosa KeperawatanAplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 7. EGC. Jakarta.
Markum.AH. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
NANDA.2012-2014. Diagnosis Keperawatan.EGC.Jakarta
Ngastiyah.2005. Perawatan Anak sakit.EGC. Jakarta
Suryanah.2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai