Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia.
Menurut WHO dan UNICEF, terjadi sekitar 2 milyar kasus penyakit diare di seluruh
dunia setiap tahun, dan sekitar 1,9 juta anak balita meninggal karena penyakit diare
setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang. Dari semua kematian anak
balita karena penyakit diare, 78% terjadi di wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Hasil
Riskesdas tahun 2013 menunjukkan period prevalence diare adalah 3,5%, lebih kecil
dari hasil Riskesdas 2007 (9%). Pada Riskesdas 2013, sampel diambil dalam rentang
waktu yang lebih singkat. Insiden untuk seluruh kelompok umut di Indonesia adalah
3,5%. Pernyataan bersama WHO-UNICEF tahun 2014 merekomendasikan pemberian
oralit, tablet zinc, pemberian ASI dan makanan serta antibioka selektif merupakan
bagian utama dari manajemen penyakit diaer.
Hasil kajian masalah kesehatan berdasarkan siklus kehidupan 2011 yang
dilakukan oleh Litbangkes tahun 2011 menunjukkan penyebab utama kematian bayi
usia 29 hari n 11 bulan adalah Pneumonia (23,3%) dan Diare (17,4%). Dan penyebab
utama kematian anak usia 1-4 tahun adalah Pneumonia (20,5%) dan Diare (13,3%).
Hasil Kajian morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare dan ISP
menunjukkan bahwa angka kesakitan diare semua umur tahun 2012 adalah 214/1.000
penduduk semua umur dan angka kesakitan diare pada balita adalah 900/1.000 balita.
Kematian daire pada balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per 100.000
penduduk semua umur.

B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Tersusunnya pedoman pengendalian penyakit diare dan terselenggaranya
kegiatan pengendalian penyakit diare dalam rangka menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian akibat penyakit diare di Indonesia bersama lintas program
dan lintas sektor terkait.

b) Tujuan khusus
Untuk Puskesmas
1) Tersedianya panduan bagi pelaksana program pengendalian penyakit diare di
Puskesmas Kecamatan Kalideres.
2) Tersedianya panduan dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit
diare dan upaya pengendaliannya.
3) Tersedianya panduan tatalaksana penyakit diare sesuai standar.
4) Tersedianya panduan dalam meningkatkan pengetahuan petugas dalam
pengendalian penyakit diare.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defeksi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2005). Diare
merupakan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi
satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair
(Suriadi & Yuliana, 2006).

B. Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi atau proses peradangan pada
usus yang secara langsung mempengaruhi sekresi enterosit dan fungsi absorbs
akibat peningkatan kadar cyclic Adenosine Mono Phosphate (AMP) yaitu vibrio
cholere, toksin heat-labile dari Escherichia choli, tumor penghasil fase aktif
intestinal peptide. Penyebab lain diare juga disebabkan karena bakteri parasit dan
virus, keracunan makanan, efek obat-batan dan sebagainya (Ngastiyah, 2005).

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:


a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
b. Infeksi bakteri: virbio, E.coli, salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
c. Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno
virus,Rotavirus, Astrovirus, dan sebagainya.
d. Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,Strongyloides), Protozoa
(Entamoeba histolityca, Giardia Lamblia, Trichomonas hominis), Jamur
(Candida albicans). Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan
makanan di usus halus. Makanan yang tidak diserap usus akan menyerap air
dari dinding usus. Pada keadaan ini proses makanan di usus besar menjadi
sangat singkat serhingga air tidak sempat diserap. Hal ini yang menyebabkan
tinja beralih pada diare.
e. Infeksi parenteral Infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat pencernaaan
seperti : Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis atau tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

2
C. Jenis-Jenis Diare
Menurut Suratun & Lusianah (2010) terdapat beberapa jenis diare, yaitu sebagai
berikut:
1. Diare akut adalah diare yang serangannya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari. Diare akut diklasifikasikan :
a. Diare non inflamasi, diare ini disebabkan oleh enterotoksin dan
menyebabkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan
darah. Keluhan abdomen jarang atau bahkan tidak sama sekali.
b. Diare inflamasi, diare ini disebabkan invasi bakteri dan pengeluaran
sitotoksin di kolon. Gejala klinis di tandai dengan mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, gejala dan tanda
dehidrasi. Secara makroskopis terdapat lendir dan darah pada
pemeriksaan feses rutin, dan secara mikroskopis terdapat sel leukosit
polimorfonuklear.
2. Diare kronik yaitu diare yang berlangsung selama lebih dari 14 hari.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi diare sekresi, diare osmotik, diare eksudatif, dan gangguan motilitas.
a. Diare sekresi, diare dengan volume feses banyak biasanya disebabkan
oleh gangguan transport elektrolit akibat peningkatan produksi dan
sekresi air dan elektrolit namun kemampuan absorbsi mukosa ke usus
ke dalam lumen usus menurun. Penyebabnya adalah toksin bakteri
(seperti toksin kolera), pengaruh garam empedu, asam lemak rantai
pendek, dan hormon intestinal.
b. Diare osmotic, terjadi bila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi
sehingga osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari plasma ke
lumen usus sehingga terjadilah diare.
c. Diare eksudatif, inflamassi akan mengakibatkan kerusakan mukosa
baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat
terjadi akibat infeksi bakteri atau non infeksi ataub akibat radiasi.
d. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan
waktu transit makanan/minuman di usus menjadi lebih cepat. Pada
kondisi tirotoksin, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus bisa
muncul diare ini.
e.
D. Patofisilogi
Menurut Ngastiyah (2005), faktor yang menyebabkan penyakit diare dibagi
menjadi 3 meliputi :
1. Infeksi
Bakteri yang berkembang di saluran pencernaan mengakibatkan terjadinya
peradangan sehingga meningkatkan sekresi air dan elektrolit, dapat terjadi

3
meningkatnya suhu tubuh karena daya tahan tubuh menurun, isi usus yang
berlebihan, dan penyerapan makanan juga ikut menurun, sehingga
mengakibatkan terjadinya diare.
2. Stress
Stress memberikan impuls-impuls ke usus untuk meningkatkan Gerakan
peristaltik. Keadaan ini juga bisa mengakibatkan diare. Stress juga
meningkatkan rasa cemas dan takut yang dapat mengakibatkan psikologi
menurun.
3. Malabsorbsi karbohidrat, lemak, protein mengakibatkan tekanan osmotic
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang
dapat meningkatkan isi rongga usus, sehingga terjadi diare.

E. Gambaran Klinis
Menurut Suratun & Lusianah (2010), gambaran klinis diare yaitu sebagai berikut:
1. Muntah/muntah dan/atau suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair, tenesmus, hematochezia,
nyeri perut atau kram perut.
3. Tanda-tanda dehidrasi muncul bila intake lebih kecil dari outputnya. Tanda-
tanda tersebut adalah perasaan haus, berat badan menurun, mata cekung, lidah
kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun,dan suara serak.
4. Frekuensi nafas lebih cepat dan dalam (pernafasan kussmaul). Bikarbonat
dapat hilang karena muntah dan diare sehingga dapat terjadi penurunan Ph
darah. pH darah yang menurun ini merangsang pusat pernafasan agar bekerja
lebih cepat dengan meningkatkan pernafasan dengan tujuan mengeluarkan
asam karbonat, sehingga pH darah kembali normal. Asidosis metabolic yang
tidak terkompensasi ditandai oleh basa excess negative, bikarbonat standard
rendah dan PaCO2normal.
5. Anuria karena penurunan perfusi ginjal dan menimbulkan nekrosis tubulus
ginjal akut, dan bila tidak teratasi, klien/pasien beresiko menderita gagal
ginjal akut.
6. Demam, Pada umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan
invasi ke dalam sel epitel usus. Demam dapat terjadi karena dehidrasi, demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umumnya tidak tidak tinggi dan akan
menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin
mungkin diikuti kejang demam.

F. Penatalaksanaan Penyakit Diare


Pengobatan adalah suatu proses yang menggambarkan suatu proses
normal atau fisiologi, dimana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus
berbagai pertimbangan profesional dalam setiap tahan sebelum membuat

4
suatu keputusan (Dewi Sekar, 2009). Adapun tujuan dari penalataksanaan
diare terutama pada balita adalah:
1. Mencegah dehidrasi.
2. Mengobati dehidrasi.
3. Mencegah ganngguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan sesudah
diare.
4. Memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat. Prinsip dari
penatalaksanaan diare Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah Lintas
Diare yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan
rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare
tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/ 14
menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga
menjadi cara untuk mengobati diare untuk itu Kementrian Kesehatan telah
menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare) yaitu:
a. Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah
b. Zinc selama 10 hari berturut-turut
c. Pemberian ASI dan makanan
d. Pemberian antibiotik sesuai indikasi
e. Nasihat pada ibu/ pengasuh anak Oralit Oralit adalah campuran garam
elektrolit yang terdiri atas Natrium klorida (NaCl), Kalium Klorida
(KCl), sitrat dan glukosa. Oralit osmolaritas rendah telah
direkomedasikan oleh WHO dan UNICEF (United Nations
International Children's Emergency Fund).

G. Pemeriksaan Dianogstik
Menurut Padila (2013) pemeriksaan diagnostik :
1. Pemeriksaan tinja
Diperiksa dalam hal volume, warna dan konsistensinya serta diteliti adanya
mukus darah dan leukosit. Pada umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika
diare berhubungan dengan penyakit usus halus. Tetapi ditemukan pada
penderita salmonella, E. Coli, Enterovirus dan Shigelosis. Terdapatnya mukus
yang berlebihan dalam tinja menunjukkan kemungkinan adanya peradangan
kolon. pH tinja yang rendah menunjukkan adanya malabsorbsi HA, jika kadar
glukosa tinja rendah/ Ph kurang dari 5,5 makan penyebab diare bersifat tidak
menular.
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan analis gas darah, elektrolit, ureuum, kreatinin dan berat jenis
plasma. Penurunan pH darah disebabkan karena terjadi penurunan bikarbonat
sehingga frekuensi nafas agak cepat. Elektrolit terutama kadar natrium,
kalium, kalsium, dan fosfor

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Surveilans Epidemiologi
1. Tujuan
Diketahuinya situasi epidemiologi dan besaran masalah penyakit diare di
masyarakat, sehingga dapat dibuat perencanaan dalam pencegahan,
penanggulangan dan pengendaliannya di semua jenjang pelayanan.
2. Prosedur Surveilans
Cara Pengumpulan Data Penyakit Diare yaitu dari laporan rutin yang dilakukan
oleh Puskesmas Kecamatan Kalideres melalui SP2TP (LB) dan rekapitulasi
penyakit diare. Untuk dapat membuat laporan rutin perlu pencatatan setiap hari
(register) penderita penyakit diare yang datang ke Puskesmas Kecamatan
Kalideres dan Puskesmas Kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Kalideres.

B. Promosi Kesehatan
1. Tujuan
Terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan melaksanakan hidup
sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) sehingga kesakitan dan
kematian karena penyakit diare dapat diegah.

2. Strategi
Strategi promosi kesehatan terdiri dari :
1) Pengembangan kebijakan promosi kesehatan daerah.
2) Peningkatan sumber daya promosi kesehatan.
3) Pengembangan organisasi promosi kesehatan.
4) Integrasi dan sinkronisasi promosi kesehatan
5) Pendayagunaan data dan pengembangan sistem informasi promosi kesehatan.
6) Peningkatan kerjasama dan kemitraan.
7) Pengembangan metode, teknik dan media.
8) Fasiliasi peningkatan promosi kesehatan.

C. Pencegahan
1. Tujuan
Tercapainya penurunan angka kesakitan dan kematian penyakit diare melaui
pengendalian faktor risiko.
2. Kegiatan
Pencegahan penyakit diare dilakukan melalui :
a. Perilaku hidup bersih dan sehat

6
1) Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi.ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.

ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula
atau cairan lain yang disipakan dengan air atau bahan-bahan yang dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor.

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya


antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.ASI turut memberikan
perlindungan terhadap penyakit diare. Pemberian ASI secara penuh
mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap penyakit diare dari
pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.

2) Makanan Pendamping ASI


Pemberian makanan pendamping ASI diberikan saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makana orang dewasa. Pada masa yang
berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI
dapat menyebabkan meningkatknya risiko terjadinya penyakit diare
ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping


ASI, yaitu :
 Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan teruskan
pemberian ASI. Tambahka macam makanan setelah anak berumur 9
bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4 kali sehari). Setelah
anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan
baik, 4-6 kali sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
 Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-
bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam
makanannya.
 Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuap anak. Suapi
anak dengan sendok yang bersih.
 Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

3) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

7
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-
oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-
jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci
dengan air tercemar.

Yang haru diperhatikan oleh keluarga:


a) Ambil air dari sumber air yang bersih.
b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak.
d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih).
e) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.

4) Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihanperorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air kecil, sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
penurunan kejadian penyakit diare.

5) Mengguakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Syarat Jamban yang saniter :
 Tersedianya air bersih
 Adanya sistem pendistribusian air dan pengelolaan limbah yang
berjalan dengan baik

6) Membuang Tinja Bayi Yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban.
b) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.

8
c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian di timbun.
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.

7) Pemberian Imunisasi Campak


Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering
di sertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat
mencegah penyakit diare. Oleh karena itu berilah imunsasi campak segera
setelah bayi berumur 9 bulan.

b. Penyediaan Air Bersih


Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, hepatitis A dan E, penyakit ulit, penyakit mata dll,
maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup di setiap rumah tangga harus
tersedia. Di samping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.

c. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
seperti lalat, nyamuk, tikus, dan kecoa. Selain itu sampah dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang
tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit
tersebut.

Sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan


sementara sebelum dibawa ke tempat penampungan akhir.

D. Layanan Rehidrasi Oral Aktif


Layanana rehidrasi oral aktif ini diaharapkan dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat dan petugas terhadap tata laksana penderita penyakit diare, khususnya
dengan pemberian oralit dan zinc.
1. Fungsi
a. Mempromosikan upaya rehidrasi oral.
b. Memberi pelayanan bagi penderita diare.
c. Memberikan pelatihan kepada ibu/pengasuh dan kader (Posyandu).
2. Tempat

9
Penempatan layanan rehidrasi oral aktif di Puskesmas harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Ruangan yang dilengkapi dengan meja, teko (tempat air), oralit 200 ml, gelas,
sendok, lap bersih, sarana cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
(westafel), poster untuk penyuluhan dan tatalaksana penderita diare.
b. Dekat tempat tunggu (ruang tunggu), ruang periksa, serambi muka yang tidak
berdesakan.
c. Dekat dengan toilet atau kamar mandi.

1) Nyaman dan baik ventilasinya.


Layanan rehidrasi oral aktif adalah bagian dari suatu ruangan di poliklinik
dengan (ruang tunggu pasien) dengan 1 - 2 meja. Petugas kesehatan di
Puskesmas Kecamatan Kalideres dapat mempromosikan rehidrasi oral pada
ibu pengasuh yang sedang menunggu giliran untuk suatu pemeriksaan. Bagi
penderita daire yang mengalami dehidrasi ringan-sedang diobservasi di
layanan rehidrasi oral aktif selama 4 jam. Ibu atau keluarganya akan diajarkan
bagaimana cara menyiapkan oralit dan berapa banyak oralit yang harus
diminum oleh penderita.

2) Pengaturan model di layanan rehidrasi oral aktif


a) Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan menyiapkan larutan.
b) Kursi atau bangku dengan sandaran, sehingga ibu dapat duduk dengan
nyaman saat memangku anakanya.
c) Sebuah meja kecil dimana ibu dapat menempatkan gelas yang berisi
larutan oralit.
d) Oralit paling sedikit 1 otak (100 bungkus).
e) Botol susu/gelas ukur.
f) Gelas.
g) Sendok.
h) Lembar balik yang menerangkan pada ibu bagaimana mengobati atau
merawat anak diare.
i) Leaflet untuk dibawa pulang ke rumah.

3. Kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif


1) Penyuluhan upaya rehidrasi oral
a. Memberikan peragaan tentang bagaimana mencampur larutan oralit dan
bagaimana cara memberikannya.
b. Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam memberikan larutan oralit
bila muntah.
c. Memeberikan dorongan pada ibu untuk memulai memberikan makanan
pada anak atau ASI pada bayi.

10
d. Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan selama
anaknya di rumah dan menentukan indikasi kapan anaknya dibawa
kembali ke Puskesmas.
e. Petugas Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Kalideres perlu
memberikan penyuluhan kepada para pengunjung dengan menjelaskan
tata laksana penderita diare di rumah serta cara pencegahan diare.

11
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah penderita diperiksa, tentukan diagnosis dan derajat rehidrasi di ruang
pengobatan, tentukan jumlah cairan yang harus diberikan dalam 4 jam berikutnya dan
bawalah ibu ke Layanan Rehidrasi Oral Aktif untuk menunggu selama diobservasi
serta :
1. Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan oralit.
2. Perhatikan ibu waktu memberikan oralit.
3. Perhatikan penderita secara periodik dan catat keadaannya (pada catatan
klinik penderita diare rawat jalan) setia[ 1 – 2 jam smapai penderita teratasi
rehidrasinya (4 jam).
4. Catat/hitung jumlah oralit yang diberikan.
5. Berikan Zinc dengan dosis sesuai usia anak.
6. Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti penurunan panas dan
anitbiotika untuk mengobati disentri dan korela.

B. Saran
1. Maksimalkan layanan rehidrasi oral aktif
2. Maksimalkan promosi kesehatan terutama edukasi penggunaan air bersih dan
banyak minum untuk mencegah dehidrasi
3. Edukasi tanda tanda dehidrasi sedang berat untuk segera dibawa ke layanan
kesehatan

12
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI.
Dewi, Vivian Nanny Lia. (2011). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anan Balita. Cetakan
Ke 3. Selemba Medika: Jakarta.
Dion, Yohannes dan Betan, Yasinta. (2013). Asuhan Keperawatan Keluaga Konsep
Dan Praktik. Cetakan Pertama. Nuha Medika: Yokyakarta.
Haumein, Basilius Funan. 2008. Analisis Spasial Kejadian Diare di Kabupaten Timor
Tengah Utara Propinsi Nusa Tenggara Timur. Thesis Yogyakarta:
Pascasarjana Kedokteran-UGM.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Metode Penelitian Keperawatan Dan Tekhnik
Analisa Data. Edisi I. Salemba Medika: Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Edisi I. Salemba Medika: Jakarta.
Machfoedz I. 2007. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan
Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta :
Jakarta.
Sumutpos. (2013). Angak Kejadian Diare Di Sumatra Utara Pada Tahun 2013/2014.
From: http://Sumutpos.Co/2013/03/55020/Medan-TertinggiKasus-Diare. 36
Saputra, Andy (2012). Pengertian Balita Dan Perannya, From:
Http://Fourseasonnews.Blogspot.Com/2012/05/Pengertian-Balita.html.
Wawan, A dan Dewi, M. (2010). Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Manusia. Nuha
Medika: Yogyakarta
Widoyono. (2012). Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasan. Erlangga Medical Series: Jakarta.
Widjaja MC. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka.

13

Anda mungkin juga menyukai