Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

”DIARE KRONIK”

DI SUSUN OLEH :

SITI NAHDALIA
201701039

PROGRAM STUDI NERS S1 KEPERAWATAN

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2020
1. KONSEP TEORITIS
A. Defenisi
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,
keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lender darah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian diare yaitu susu formula (Hidayat, 2012)
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi buang air besar dari biasanya disertai dengan adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja dari penderita yang bersangkutan (Depkes RI,
2002)

B. Klasifikasi Diare
Diare terbagi 2 yaitu ;
1. Diare Akut Diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung
kurang dari 3 -7 hari pada bayi dan anak.
2. Diare kronik Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
C. Etiologi
Menurut Hasan dan Alatas (2010), diare disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu :
1. Faktor Infeksi
a. Bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas.
b. Virus : Enteroovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.
c. Parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomona s
hominis), jamur (Candida albicans).
2. Faktor Malabsopsi
a. Malabsorpsi karbohidrat, yaitu pada bayi kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula menyebabkan diare. Gejalanya
berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, sakit di daerah perut.
Jika sering terkena diare ini, pertumbuhan anak akan terganggu.
b. Malabsorpsi lemak, yaitu terdapat lemak dalam makanan yang
disebut triglyserida.Triglyseridadengan bantuan kelenjar lipase,
mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika
tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat
terjadi karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah
tinja mengandung lemak.
c. Malabsorpsi protein, yaitu kesulitan penyerapan nutrisi dari
makanan yang mengandung protein.
3. Faktor makanan seperti makanan yang sudah basi, makanan yang
tercemar, terlalu banyak lemak, beracun, kurang matang, dan alergi
terhadap makanan.
D. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala tentang diare menurut Suriadi (2001) antara
lain :
1. Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2. Terdapat luka tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas
kulit menurun) ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
3. Kram abdominal.
4. Demam.
5. Mual dan muntah.
6. Anoreksia.
7. Lemah.
8. Pucat.
9. Perubahan TTV, nadi dan pernafasan cepat.
10. Menurun atau tidak ada pengeluaran urin
11. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.

E. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2011), Peradangan pada gastroenteritis disebabkan
oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi
enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini
menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan menurunkan absorbsi cairan
sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Menurut Diskin (2008) di buku Muttaqin (2011)
Adapun mekanisme dasar yang menyebabkan diare, meliputi hal-hal
sebagai berikut :
1. Gangguan osmotik, dimana asupan makanan atau zat yang sukar
diserap oleh mukosa intestinal akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Respons inflamasi mukosa, pada seluruh permukaan intestinal akibat
produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons
peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke
dalam rongga usus, selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik, hipokalemia)
b. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah)
c. Hipoglekemia, gangguan sirkulasi darah
F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang diare menurut Suriadi (2001 ) adalah :

1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.

2. Pemeriksaan elektrolit dan creatinin.

3. Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah. Adapun


Pemeriksaan penunjang yang lain menurut Mansjoer (2000 )

4. Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis PH dan kadar gula


juga ada intoleransi gula biarkan kuman untuk mencari kuman
penyebab dan uji retensi terhadap berbagai antibiotik.

5. Pemeriksaan darah : perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD),


elektrolit ( terutama Na, K, Ca, P Serum pada diare yang disertai
kejang ). Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk
mengetahui faal ginjal.

6. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara


kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.

G. Penatalaksanaan

Hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare adalah


masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila
tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-
anak. Bagi penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi
berat maka perlu dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang
tidak kalah penting dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah
pemberian makanan kembali (refeeding) sebab selama diare pemasukan
makanan akan sangat kurang karena akan kehilangan nafsu makan dan
kehilangan makanan secara langsung melalui tinja atau muntah dan
peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008). Apabila seseorang
sudah mengalami diare, maka perlu dilakukan treatment agar diare dapat
segera berhenti.

Berikut ini adalah beberapa treatment untuk menanggulangi penyakit


diare:

1. Rehidrasi yaitu dengan cara mengkonsumsi oralit. Minum cairan oralit


sebanyak mungkin penderita bisa meminumnya. Minum oralit tidak
perlu dalam jumlah banyak sekaligus, tetapi oralit diminum dalam
jumlah yang sedikit dan dengan frekuensi yang sering akan lebih baik
dilakukan. Satu bungkus oralit dilarutkan dalam 200 ml air matang.
Apabila oralit tidak tersedia, maka oralit bisa dibuat dengan cara
membuat larutan gula garam. Caranya yaitu dengan melarutkan dua
sendok teh gula pasir dan seujung sendok garam dapur ke dalam satu
gelas air matang. Rehidrasi juga dapat dilakukan dengan cairan
intravena terutama pada kasus dehidrasi yang berat atau shock.

2. Suplementasi zinc, yang berfungsi untuk mengurangi durasi diare


sampai 25% dan dapat mengurangi volume feses hingga 30%.

3. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat gizi, diutamakan bagi


pasien diare yang disebabkan karena malnutrisi.

4. Pemberian terapi farmakologik

a. Antibiotik Menurut Suraatmaja (2007), pengobatan yang tepat


terhadap penyebab diare diberikan setelah diketahui penyebab
diare dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan
penyakit, sifat tinja. Pada penderita diare, antibiotik boleh
diberikan bila: a. Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan
mikroskopik dan atau biakan.

b. Pada pemeriksaan mikroskopik dan atau mikroskopik


ditemukan darah pada tinja.

c. Secara klinis terdapat tanda- tanda yang menyokong adanya


infeksi anteral.

d. Di daerah endemik kolera.

e. Neonatus yang diduga infeksi nosokomial. Antibiotik oral yang


dapat diberikan untuk disentri yaitu yang dianjurkan untuk
shigella:

5. Obat antipiretik Menurut Suraatmaja (2007), obat antipiretik seperti


preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis rendah
(25mg/tahun/kali) selain berguna untuk menurunkan panas sebagai
akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi
cairan yang keluar bersama tinja.

6. Pemberian zinc Pemberian zinc selama diare terbukti mampu


mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
Buang Air Besar (BAB), mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya (lintas diare, 2011).

7. Pemenuhan nutrisi ASI dan makanan dengan menu yang sama saat
anak sehat sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan
berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya
perbaikan nafsu makan menandakan kesembuhan.
8. Sebaiknya berikan makanan lunak agar sistem pencernaan tidak terlalu
bekerja keras untuk dapat mencerna makanan.

H. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan.
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari prioritas keperawatan
dengan pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada. (Hidayat, 2004 : 98)
Adapun hal-hal yang dikaji meliputi :
a. Identitas Klien
1) Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor medical record.
2) Identitas klien
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Bab cair lebih dari 3x.
2) Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
BAB cair berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah,
tinja dapat bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain yang
mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan
meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan
kesadaran.
3) Riwayat Keperawatan Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik
atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans
dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, dll.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : klien lemah, lesu, gelisah, kesadaran turun
2) Pengukuran tanda vital meliputi : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi
dan suhu tubuh.
3) Keadaan sistem tubuh
a) Mata : cekung, kering, sangat cekung
b) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan tidak bisa minum\
c) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt
karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
d) Sistemkardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
e) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik,
suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada
daerah perianal.
f) Sistem perkemihan : oliguria sampai anuria (200-400 ml/24
jam).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diare / output berlebih dan intake yang kurang.
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :

1) Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c,


RR : < 24 x/mnt )
2) Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cekung,
UUB tidak cekung.
3) Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.

Intervensi :

1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan
mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan
terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit

2) Pantau intake dan output


R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama
dengan kehilangan cairan 1 lt.

4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien, 2-3


lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

5) Kolaborasi :
Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal (kompensasi).
a) Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
b) Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit
agar seimbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal,
antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


diare/output berlebih dan tidak adekuatnya intake.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :

1) Nafsu makan meningkat


2) BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan


berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan sluran usus.

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap
atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang


berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam


R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah
makanan.

5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :\


terapi gizi : Diet TKTP rendah serat
obat-obatan atau vitamin : Mengandung zat yang diperlukan oleh
tubuh
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak
terjadi peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil :

1) Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)


2) Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio
laesa)
Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)
2) Berikan kompres hangat
Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
Merangsang pusat pengatur panas di otak

d. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan


peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama 3 x 24 jam
integritas kulit tidak terganggu

Kriteria hasil :

1) Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga


2) Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan
baik dan benar
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal
(bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama
sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G.,Howard, K.B.,Joanne, M. D., & Wagner, M.C (2016). Nursing


intervention classification (NIC). United States of America: Elsevier
Mosby

Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta :


EGC.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC). United States of America: Elsevier Mosby.

World Health Organization (WHO). (2017). Asthma

Papi, A., C.B., Seren, E.P., & Helen, KR. (2017). Asthma.

Hall C., & M.D. (2017). Nonpharmacologic Therapy for Severe Persistent
Asthma., American Academy of Allergy Asthma and Immunology.

Global Initiative for Asthma (GINA). (2016). Global Stategy for Asthma
Management and Prevention.

Refaat, A., & Mohamed, G. (2015). Effect of Physical Training on Health-


Related Quality of Life in Patients With Moderate and Severe Asthma

Rance, K. (2016). Management of Acute Loss of Asthma Control :

Anda mungkin juga menyukai