Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT DIARE

Oleh:
NI LUH JAYANTI
P07120019017

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT DIARE

Konsep Dasar Penyakit Diare


A. Pengertian
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair atau buang air besar
yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya
(Vivian, 2010). Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran ,serta
frekuensi nya lebih dari 3 kali sehari (Hidayat, 2006).
Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran pencernaan,
dipengaruhi oleh fungsi kolon dan dapat diidentifikasikan dari perubahan jumlah,
konsistensi, frekuensi, dan warna dari tinja (Ridha, 2014). Diare adalah gangguan buang
air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja
cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie,
2010).

B. Etiologi
Menurut PPNI (2017) dalam SDKI, penyebab diare adalah sebagai berikut.
Fisiologis
1. Inflamasi gastrointestinal
2. Iritasi gastrointestinal
3. Proses infeksi
4. Malabsorpsi
Psikologis
1. Kecemasan
2. Tingkat stres tinggi
Situasional
1. Terpapar kontaminan
2. Terpapar toksin
3. Penyalahgunaan laksatif
4. Penyalahgunaan zat
5. Program pengobatan (agen troid, analgesik, pelunak feses, ferosulfat, antasida,
cimetidine, dan antibiotik)
6. Perubahan air dan makanan
7. Bakteri pada air

Menurut Ngastiyah (2014), etiologi atau penyebab diare adalah sebagai berikut.
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.Meliputi infeksi eksternal sebagai berikut :
 Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
 Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki, Poliomyelitis) Adeno-
virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
 Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris, Strongyloides)
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (Candida albicans)
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitits
media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di
bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan galaktosa). Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsornsi protein
3. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar).
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering menyertai diare adalah muntah (77,8%) dan demam
(77,8%), sedangkan kejang jarang terjadi (9,1%). Derajat dehidrasi terbanyak adalah
dehidrasi ringan sedang (71,6%).
Menurut PPNI (2017) dalam SDKI, tanda dan gejala diare adalah sebagai berikut.
1. Gejala dan Tanda Mayor
 Subjektif
(tidak tersedia)
 Objektif
1. Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
2. Fese lembek atau cair
2. Gejala dan Tanda Minor
 Subjektif
1. Urgency
2. Nyeri atau kram abdomen
 Objektif
1. Frekuensi peristaltik meningkat
2. Bising usus hiperaktif

Menurut Lia dewi (2014), berikut ini adalah tanda dan gejala orang yang mengalami
diare:
1. Suhu meningkat.
2. Gelisah.
3. Nafsu makan menurun.
4. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan darahnya. Kelamaan, feses ini
akan berwarna hijau dan asam.
5. Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan
darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran, dan
diakhiri dengan syok.
6. Anus lecet.
7. Berat badan menurun.
8. Turgor kulit menurun.
9. Mata dan ubun-ubun cekung.
10. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering

D. Patofisiologi
Patofisiologi Diare Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi
sebagai berikut:
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik;
2) sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik;
3) malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak;
4) Defek sistem pertukaran anion atau transpot elektrolit aktif di enterosit;
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal;
6) gangguan permeabilitas usus;
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik;
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (Setiawan, 2006). Diare osmotik
disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang
dikarenakan oleh obat-obatan atau zat kimia yang yang hiperosmotik, malabsorbsi
umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase,
malabsorbsi glukosa atau galaktosa (Sudoyo, 2006). Diare sekretorik disebabkan
karena meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi.
Yang khas pada diare tipe sekretorik secara klinis ditemukan diare dengan volume
tinja yang banyak sekali. Penyebab dari diare ini antara lain karena efek
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Eschersia colli (Setiawan, 2006)
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas
dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di
usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca
vagotomi, hipertiroid (Elain et all., 2008).
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus (Setiawan, 2006).
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorbsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri
Shigella) atau noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Chron) . (Setiawan, 2006)
Diare infeksi; infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dilihat
dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut diare toksigenik. Contoh diare
toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera atau
eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu
membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation
natrium dan kalium. Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa
natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat,
air, natrium, ion, kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion
natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida. kompensasi ini
dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh
dinding sel usus (Setiawan, 2006).
E. Pathway

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah:
a. Darah perifer lengkap
b. Serum elektrolit: Na+ , K+ , Cl-
c. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan
asam basa (pernafasan Kusmaull)
d. Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen
protozoa (Giardia, E. histolytica).
2. Pemeriksaan Feses:
a. Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada
inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada jamur)
b. Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
c.
F. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi
sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan
terapi definitif.
1. Terapi Rehidrasi

Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana


lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan
penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat
badan saat pasien diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan
cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat
memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah
bila dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia
cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu
ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang
ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai
usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi
oral (oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan
dengan air.
b. Jumlah Cairan

Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan


jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan memakai Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis
dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai
kondisi rehidrasi.

c. Jalur Pemberian Cairan

Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan intravena.
Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar
antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya.
Cairan per oral juga digunakan untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi
inisial.

2. Terapi Simtomatik

Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-benar


dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Hal yang
harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik, karena Metoklopropamid
misalnya dapat memberikan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan
ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada
kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun
loperamid dalam waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat
dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan pemberian
obat antimikrobial.

3. Terapi Antibiotik

Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut


infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik.
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi,
seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara
empiris, tetapi antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
Tabel Terapi Antibiotik Empiris
Organisme Antibiotik Pilihan Antibiotik Pilihan Kedua

Pertama
Campylobacter Ciprofloxacin 500mg 2 kali Azithromycin 500mg oral
sehari, 3-5 hari 2 kali sehari
Erytromycin 500mg oral 2

kali sehari, 5 hari

Shigella atau Ciprofloxacin 500mg 2 kali Ceftriaxone 1gram IM/IV


Salmonela spp. sehari, 3-5 hari sehari
TMP-SMX DS oral 2 kali

sehari, 3 hari
Vibrio Cholera Tetracycline 500mg oral 4 Resisten tetracycline
kali sehari, 3 hari Ciprofloxacin 1gram oral 1
Doxycycline 300mg oral, kali
dosis tunggai Erythromycin 250mg oral

4 kali sehari, 3 hari


Traveler’s diarrhea Ciprofloxacin 500mg 2 kali TMP-SMX DS oral 2 kali

Sehari sehari, 3 hari


Clostridium Metronidazole 250-500mg 4 Vancomycin 125mg 4 kali
difficile kali sehari, 7-14 hari, oral sehari, 7-14 hari
atau IV
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diare
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur , jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan BAB lebih dari 3 kali atau lebih dalam sehari, tidak nafsu makan, feses c
air, turgor kulit jelek, dan mulut kering.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mengalami diare dengan gejala seperti BAB lebih dari 3 kali atau lebih dalam
sehari, tidak nafsu mmakan, feses cair, turgor kulit jelek, dan mulut kering.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat iritasi gastrointestinal, inflamasi gastrointestinal, proses
infeksi, malabsorpsi
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya riwayat penykit keluarga yang sepesifik yang dapat menyebabkan
diare
6. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi pasien. Umumnya
penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan
denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti penurunan tekanan darah dan
peningkatan laju nafas dapat membantu dalam mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih
mengarah pada diare dengan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai
nyeri dan proses perut akut. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya darah,
nyeri dubur, dan konsistensi feses.
 Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak,
pasien belum jatuh dalam presyok.
 Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam
presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
 Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10 BB) tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran
menurun (apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis)

B. Diagnosa Keperawatan
Diagonasa keperawatan yang muncul pada pasien diare menurut SDKI adalah sebagai berikut.
1. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan dibuktikan
dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang normal, kram atau nyeri
absomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat, diare.
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, merasa lemah, mengeluh haus,
suhu tubuh meningkat, berat badan turun tiba-tiba.
3. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit dibuktikan dengan diare.
4. Hipertemia berhubungan dengan dehidrasi dibuktikan dengan suhu tubuh diatas normal,
kulit merah, kejang, kulit terasa hangat.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
dibuktikan dengan dispneu, PCO2 meningkat atau menurun, PO2 menurun, takikardia, pH
arteri meningkat atau menurun, bunyi napas tambahan, sianosis, gelisah, pola napas
abnormal, warna kulit abnormal.

C. Rencana Keperawatan
NO Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Intervensi Utama
berhubungan dengan intervensi keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan ...x24 jam diharapkan Observasi
mencerna makanan Status Nutrisi (L.03030) 1. Identifikasi status
dibuktikan dengan membaik dengan kriteria nutrisi
berat badan menurun hasil : 2. Identifikasi alergi dan
minimal 10% di 1. Porsi makan yang intoleransi makanan
bawah rentang dihabiskan 3. Identifikasi makanan
normal, kram atau meningkat yang disukai
nyeri absomen, nafsu 2. Verbilisasi 4. Identifikasi kebutuhan
makan menurun, keinginan untuk kalori dan jenis nutrient
bising usus meningkatkan 5. Identifikasi perlunya
hiperaktif, membran nutrisi meningkat penggunaan selang
mukosa pucat, diare. 3. Nyeri abdomen nasogastric
menurun 6. Monitor asupan
4. Diare menurun makanan
5. Berat badan Indeks 7. Monitor berat badan
Massa Tubuh 8. Monitor hasil
(IMT) membaik pemeriksaan
6. Nafsu makan laboratorium
membaik Terapeutik
7. Bising usus 9. Lakukan oral hygiene
membaik sebelum makan, jika
8. Frekuensi makan perlu
membaik 10. Fasilitasi menentukan
9. Bising usus pedoman diet (mis.
membaik Piramida makanan)
Membran mukosa 11. Sajikan makanan secara
membaik menarik dan suhu yang
sesuai
12. Berikanan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
16. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
17. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis, pereda
nyeri, antlemetik), jika
perlu
19. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

2. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama


berhubungan dengan keperawatan ...x24 jam Manajemen Hipovolemia
kehilangan cairan diharapkan Observasi
aktif dibuktikan Status Cairan (L.03028) 1. Periksa tanda dan gejala
dengan turgor kulit membaik dengan kriteria hipovolemia
menurun, membran hasil : 2. Monitor intake dan
mukosa kering, 1. Turgor kulit output cairan
volume urin meningkat Terapeutik
menurun, merasa 2. Output urine 3. Hitung kebutuhan
lemah, mengeluh meningkat cairan
haus, suhu tubuh
meningkat, berat 3. Perasaan lemah 4. Berikan asupan cairan
badan turun tiba- menurun oral
tiba. 4. Keluhan haus Edukasi
menurun 5. Anjurkan
5. Membran mukosa memperbanyak asupan
membaik cairan oral
6. Berat badan Kolaborasi
membaik 6. Kolaborasi pemberian
7. Oliguria membaik cairan IV isotonis
8. Intake cairan 7. Kolaborasi pemberian
membaik cairan IV hipotonis
9. Suhu tubuh 8. Kolaborasi pemberian
membaik cairan koloid
9. Kolaborasi pemberian
produk darah

3. Risiko Setelah dilakukan Intervensi Utama


Ketidakseimbangan intervensi keperawatan Pemantauan Elektrolit
Elektrolit dibuktikan selama ....x24 jam, maka Observasi
dengan diare. Keseimbangan Elektrolit 1. Identifikasi
(L03021) meningkat, kemungkinan penyebab
dengan kriteria hasil ketidakseimbangan
1. Serum natrium elektrolit
membaik 2. Monitor kadar elektrolit
2. Serum kalium serum
mambaik 3. Monitor mual, muntah,
3. Serum klorida dan diare
membaik 4. Monitor kehilangan
4. Serum kalsium cairan, jika perlu
membaik
5. Serum magnesium 5. Monitor tanda dan
membaik gejala hipokalemia
6. Serum fosfor 6. Monitor tanda dan
membaik gejala hiperkalemia
7. Monitor tanda dan
gejala hipernatremia
8. Monitor tanda dan
gejala hiponatremia
9. Monitor tanda dan
gejala hiperkalsemia
10. Monitor tanda dan
gejala hipomagnesemia
11. Monitor tanda dan
gejala hipermagnesemia
Terapeutik
12. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan keadaan pasien
13. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
14. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
D. Implementasi Keperawatan

Menurut (Taqiyyah Burarah & Mohammad Jauhar, 2013) implementasi keperawatan adalah tahap
pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama
pasien.

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah dilakukan validasi, teknik yang
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang
meliputi intrvensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon dari pasien.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang

sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan. Hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi

formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung, sedangkan evaluasi

sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan

keputusan.

Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan yaitu format SOAP yang terdiri dari :

1. SubjektIf, yaitu pernyataan atau keluhan subjek

2. Objektif, yaitu data yang diobservasi oleh perawat dan keluarganya

3. Analisis, yaitu kesimpulan dari subjektif dan objektif (biasanya ditulis dengan bentuk

masalah keperawatan). Ketika menentukan apa tujuan telah tercapai, perawat dapat

menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan, yaitu :Tujuan tercapai, yaitu respon klien

sama dengan hasil yang diharapkan.


a. Tujuan tercapai sebagian, yaitu hasi yang diharapkan hanya sebagian yang berhasil.

b. Tujuan tidak tercapai

4. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis.


DAFTAR PUSTAKA

Juffrie, M.,Soenarto, S. S.Y.,Oeswari, H.,Arief,S.,Rosalina,I. & Mulyani,N.S.


(2012) Buku Ajar Gasrtoenterologi-Hepatologi Jilid I. Jakarta :IDAI.
Ngastiyah.(2014). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Wedayanti, D. P. K. 2017. PBL Gastroenteritas Akut. Universitas Udayana.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai