PENDAHULUAN
Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤ 14 hari. Penyebab diare akut
dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Secara patofisiologi, diare akut dapat
dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Berbagai patogen spesifik dapat
menimbulkan diare akut. Diare juga dapat terjadi pada pasien
immunocompromised dan pasien yang di rawat di rumah sakit. Untuk
mendiagnosis diare akut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Terapi terpenting pada diare akut adalah
rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan larutan yang mengandung air,
garam, dan gula. Terapi antimikrobial empiris hanya diperlukan pada keadaan
khusus.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
2
Tabel 1. Penyebab penyakit diare
1.3 Epidemiologi
3
1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama
kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun
di sarana kesehatan.
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai
berikut: 1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik, 2)
Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3) Malabsorbsi
asam empedu, malabsorbsi lemak, 4) Defek sistem pertukaran anion/ transport
elektrolit aktif di enterosit, 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6)
4
Gangguan permeabilitas usus, 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare
inflamatorik, 8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi.
Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini
akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari
diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau
Escherichia coli, reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek
obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).
Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan
pada gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran
bilier dan hati.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi
yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes
mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan
5
absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi
(disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa), dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare
toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan
kuman Vibrio cholera merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus,
yang lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus
dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan
kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme
pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi oleh meningginya absorpi
ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat dan klorida.
Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi
secara aktif oleh dinding sel usus.
1.6 Patogenesis
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu
faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan
internal saluran cerna yaitu keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga
lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi
sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi
bakteri / parasit terdiri atas:
6
Perfringens, V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa
usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan
kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-siklik monofosfat (siklik AMP)
dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus
yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
7
bermanifestasi sebagai diare koleformis. Kuman Salmonella yang sering
menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S. enterriditis, S.
choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika dan G.lambia.
Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang
adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut.
Pasien yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam
(pernapasan Kussmaul).
8
Tabel 4. Korelasi patogenesis dan gejala diare
9
penyebab diare hanya berdasarkan gambaran klinisnya semata karena beberapa
patogen dapat menunjukkan gambaran klinis yang sama.
1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh
toksin bakteri Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.
2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.
3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus,
terutama bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau
kontaminasi bakterial dari makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic
E. coli, Norovirus, Vibrio, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Giardia, Cyclospora, atau Cryptosporidium.
Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan diare akut. Berikut ini akan
dibahas secara garis besar :
10
(foodborne disease) di Amerika Serikat, serta sampai saat ini masih menjadi
problem utama di pusat perawatan harian atau institusi. Di Indonesia, Shigella spp
merupakan penyebab tersering ke-2 dari diare yang dirawat di rumah sakit, yakni
sebesar 27,3%. Dari keseluruhan Shigella spp tersebut, 82,8% merupakan S.
flexneri; 15,0% adalah S. sonnei; dan 2,2% merupakan S. dysenteriae. Hanya
dibutuhkan 10 kuman untuk menginisiasi timbulnya penyakit ini dan penyebaran
dari orang ke orang amat mudah terjadi. Infeksi S. sonnei adalah yang teringan.
Paling sering terjadi di negara-negara industri. Infeksi S. flexneri akan
menimbulkan gejala disentri dan diare persisten. Paling sering terjadi di negara-
negara berkembang. S. dysenteriae tipe 1 (Sd1) menghasilkan toksin Shiga,
sehingga dapat menimbulkan epidemi diare berdarah (bloody diarrhea) dengan
case fatality rate yang tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Tengah. Infeksi
Shigella dapat menimbulkan komplikasi hemolytic-uremic syndrome (HUS) dan
thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).
11
diare pada wisatawan. Enteropathogenic E. coli (EPEC) jarang menyerang orang
dewasa. Enteroinvasive E. coli (EIEC) dapat menimbulkan diare lendir dan
berdarah, biasanya disertai demam. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dapat
menimbulkan bloody diarrhea, dan Enteroaggregative E. coli (EAggEC) dapat
menimbulkan diare persisten pada pasien dengan human immunodeficiency virus
(HIV).
12
pada wisatawan. Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba
histolytica, dan Cyclospora cayetanensis paling sering menimbulkan diare akut
pada anak-anak.
13
penyebab noninfeksi yang multipel, seperti penggunaan tube feeding atau obat-
obatan yang dapat menimbulkan diare. Penyebab infeksi tersering adalah
Clostridium difficile. Kolitis pseudomembranosa hampir selalu disebabkan oleh
C. difficile. Organisme ini juga menjadi penyebab dari 20% diare tanpa kolitis
akibat pemakaian antibiotik. Kolitis pseudomembranosa berkisar dari diare
ringan-sedang hingga kolitis berat. Sebenarnya semua antibiotik telah
dihubungkan dengan infeksi C. difficile, akan tetapi penyebab tersering adalah
golongan penisilin berspektrum luas, cephalosporin, dan clindamycin. Sebagian
besar pasien mengalami gejala selagi masih memakai antibiotik, tetapi diare dapat
juga baru timbul 1-3 minggu sesudah antibiotik dihentikan. Infeksi C. difficile
juga dapat timbul pada pasien-pasien yang mendapat kemoterapi.
Tabel 3. Gejala klinis diare berdasarkan sumber infeksi (Source: WHO guideline
practice guidelines)
14
Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
15
Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang
berlangsung selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin,
feses lengkap dan terkadang ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi
amebiasis serta x-ray abdomen.
16
3. Mendiagnosis adanya infeksi oportunistik (seperti, cytomegalovirus) pada
pasien immunocompromise.
4. Mendiagnosis adanya iskemia pada pasien kolitis yang dicurigai namun
diagnosisnya masih belum jelas sesudah pemeriksaan klinis dan radiologis.
1.8 Penatalaksanaan
1.8.1 Pencegahan
Menurut dinas kesehatan tahun 2004, terdapat 3 cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah diare trutama pada anak yaitu:
1. Minumlah air yang direbus hingga mendidih dan makanan yang sudah
dimasak hingga matang.
2. Susuilah atau beri ASI anak anda selama mungkin, disamping makanan
lainnya yang dapat diberikan sesuai dengan umur si kecil agar jika anak
sudah besar memiliki daya taha tubuh yang kuat.
3. Tetaplah memberikan ASI walaupun anak anda menderita diare.
Selain hal di atas, menyediakan sanitas dasar yang sehat seperti air bersih,
jamban yang representatif, mencuci tangan dengan sabun antiseptik akan
mengurangi insiden penyakit diare.
1.8.2 Rehidrasi
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi
Oral (URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO
17
dapat menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut.
Oralit dengan osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala
muntah, BAB yang cair serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian
cairan secara intravena dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO
juga direkomendasikan sebagai cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan
kolera. Dalam memberikan URO pada pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat
dehidrasi pasien. Prinsip dalam menentukan jumlah cairan harus disesuaikan
dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Terdapat beberapa macam
perhitungan kehilangan cairan, diantaranya:
1. BJ plasma dengan rumus :
18
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2
Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian
URO secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan
rehidrasi terbagi atas:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan
cairan selama 2 jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau
skor Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan IWL.
1.8.3 Diet
Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang
dapat digunakan diantaranya:
19
dengan tinktur maupun difenoksilat-atropin. Obat ini merupakan pilihan pertama
pada diare pada traveler dengan dehidrasi ringan sedang tanpa gejala klinis yang
mengarah ke diare invasif. Obat ini bekerja dengan cara menginhibisi pengeluaran
acetilkolin melalui reseptor opioid prasinaps di usus sehingga mengakibatkan
20
jangka waktu pemberian serta bentuk sediaan yang ideal agar probiotik yang
diberikan dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.
1.8.5 Antibiotika
21
Tabel 4. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber:
PAPDI
22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
BAB cair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diperiksa di IGD RSCH dengan keluhan mencret sejak 1 hari
yang lalu sekitar pukul 10.00 wib sebanyak + 5 kali/hari. BAB dikatakan
berwarna kuning, konsistensi cair, ampas (+) sedikit, lendir (+), dan darah
(-). Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang hilang timbul dikatakan
seperti melilit terutama saat akan BAB. Pasien juga mengeluhkan mual
sejak 1 hari yang lalu + pukul 17.00 wib disertai muntah sebanyak 3 kali
dengan volume 30 – 50 cc tiap muntah, isi sisa makanan dan air, tanpa darah
maupun lendir. Selain itu pasien juga dikatakan demam sejak pukul 07.00
wib namun tidak dilakukan pengukuran suhu tubuh. Makan dan minum
dikatakan berkurang karena pasien mual, dan sejak pukul 07.00 wib pasien
tidak makan apapun namun minum dikatakan hanya sedikit karena takut
muntah. BAK dikatakan sedikit dan terakhir pukul sekitar pukul 11.00 wib.
23
Saat di igd, pasien mengatakan badannya lemas, mual sudah
berkurang, muntah (-), BAB (+) 1 kali dikatakan masih cair, minum baik
namun makan hanya sedikit.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak ada mengkonsumsi obat sebelumnya. Pasien mengatakan
dirinya tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan
tertentu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan dirinya memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun
yang lalu namun hanya minum obat (pasien lupa nama obat) 2x1 saat nyeri
kepala dan berhenti saat obat tersebut habis. Saat ini pasien tidak sedang
mengkonsumsi obat tersebut. Riwayat DM dan penyakit kronis disangkal.
Riwayat operasi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien diketahui bahwa ayah pasien pernah menderita
hipertensi selama 10 tahun kemudian meniggal. Riwayat penyakit jantung,
penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes dan asma pada keluarga disangkal
oleh keluarga pasien.
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya
membersihkan rumah dan membuat banten untuk upacara keagamaan.
Pasien mengatakan dirinya jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan. Makanan di rumah biasanya dimasak sendiri dan untuk minum
menggunakan air mineral dalam kemasan galon. Riwayat makan makanan
pedas maupun berminyak disangkal.
24
Nadi : 90 kali/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 20 kali/menit, tipe torakoabdominal
Suhu aksila : 37,7 oC, pada saat di UGD suhu tubuh pasien 38,4◦C
Nyeri : 4-5, Reg. epigatrium dan umbilikal
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 155 Cm
BMI : 22,89 Kg/m2
Status General
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterus (-/-), reflex
pupil (+/+) isokor, mata cowong (+)
THT :
Telinga : bentuk normal (+/+), inflamasi (-/-), discharge (-/-)
Hidung : bentuk normal, discharge (-/-), deviasi septum (-)
Tenggorokan : mukosa bibir kering (+),atropi papil lidah (-),
tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-)
Leher : JVP PR + 0 cmH2O, pembesaran kelenjar getah
bening (-/-)
Aksila : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thoraks :
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari MCL S ICS VI
Perkusi : batas atas MCL S ICS II, batas kanan PSL D, batas
bawah MCL S ICS V, batas kiri 2 jari MCL S ICS
VI
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris saat statis dan dinamis
25
Palpasi : vokal N N fremitus
N N
N N
wheezing + + - - - -
+ + - - - -
+ + - -
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), denyut epigastrial (-)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Palpasi : nyeri tekan (+) epigastrium dan umbilikal, hepar &
lien tidak teraba, ginjal kanan & kiri tidak teraba,
vesika urinaria kosong, turgor kulit agak kurang
Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-), undulating wave
(-)
+ + - -
+ + - -
26
Darah Lengkap (1 November 2023)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
WBC 8,99 103µL 4,80 - 10,80
% Neut 88,5 % 37,00 - 72,00
% Lymph 5,6 % 20,00 - 50,00
% Mono 5,8 % 0,00 - 14,00
% Eos 0,0 % 0,00 - 5,00
% Baso 0,1 % 0,00 - 1,00
# Neut 7,96 103µL 1,50 - 7,00
# Lymph 0,50 103µL 1,00 - 3,70 Rendah
# Mono 0,52 103µL 0,00 - 0,70
# Eos 0,00 103µL 0,00 – 0,40
# Baso 0,01 103µL 0,00 - 0,10
RBC 4,65 106µL 4,40 - 5,90
Hemoglobin 12,30 g/dL 11,70 - 15,50
Hematokrit 36,90 % 35,00 – 47,00
MCV 79,4 fL 80,00 - 100,00
MCH 26,5 Pg 26,00 - 34,00
MCHC 33,3 g/dL 31,00 - 36,00
RDW-SD 39,6 fL 37,0 – 54,0
RDW-CV 14,1 % 11,00 - 16,00
PLT 175 103µL 150,00 - 450,00
MPV 12,2 fL 9,00 - 13,00
PCT 0,21 % 0,17 – 0,35
PDW 16,9 fL 9,0 – 17,0
Kesan : Normal
27
Irama : sinus
Rate : 100 kali/menit
Axis : normal
Gelombang P : positif
Kompleks QRS : < 0,12 s
Gelombang ST : T inversi pada lead I, AvL, V5 dan V6
R di V5/6 + S di V1 > 35
Kesan : LVH
3.5 Assesment
Diagnosis Utama :
1. Gastroenteritis akut ec bakterial infection
Diagnosis Komplikasi :
1. dehidrasi ringan sedang dengan hipokalemia ringan dan
hiponatremia
Diagnosis Penyerta :
1. HHD
3.6 Penatalaksanaan
Rencana Terapi
MRS
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
28
Metzol 3 x 1 gr
Topazol 2 x 40 mg
Ondancentron 2 x 8 mg
Tab Attapulgite 3x 2 tab setelah BAB
29