Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit diare masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)

dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun

dengan tata laksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dapat ditekan

seminimal mungkin. Diare merupakan penyebab kedua terbesar kematian balita

di dunia. Penyakit ini bisa dicegah dan diobati, menurut data World Health

Organization (WHO) ada sekitar empat miliar kasus diare akut setiap tahun

dengan mortalitas 3-4 juta pertahun milliar kasus setiap tahunnya.

Penyakit diare bersama-sama dengan penyakit saluran pernafasan bagian

atas menempati urutan teratas dari angka morbiditas dan mortalitas bagi anak-

anak, bahkan penyakit ini merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di

negara-negara yang sedang berkembang. pembunuh utama bagi anak-anak

karena keadaan yang cepat memburuk akibat penderita yang biasanya

kekurangan protein dan kalori . Bahkan 40% dari kematian pada dua tahun

pertama setelah lahir adalah disebabkan atau disertai oleh diare akut (Sutejo

dkk, 1968).

Di Indonesia diare masih mendominasi jumlah kematian balita. Hal ini

disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak

kematian terutama pada bayi dan balita. Berdasarkan data World Health

Organization (WHO) di perkirakan di Indonesia 31.200 anak balita meninggal

setiap tahunnya karena diare. Penyakit diare masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena

morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi.


Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, encer,

cair (Depkes,2011). Diare akut disebabkan oleh 90% oleh infeksi bakteri dan

parasit. Patogenesis diare akut yang disebabkan oleh bakteri dibedakan menjadi

dua yaitu bakteri non invasif dan bakteri enteroinvasif. Bakteri non invasif yaitu

bakteri yang memproduksi toksin yang nantinya tosin tersebut hanya melekat

pada usus halus dan tidak merusak mukosa. Bakteri non invasif memberikan

keluhan diare seperti air cucian beras. Sedangkan bakteri enteroinvasif yaitu

diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi.

Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau

toksin melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau

minuman yang terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi

tersebut dapat melalui jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi. Penyakit

diare pada anak balita sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan

kekurangan cairan dan menyebabkan kematian (Yuni, Nuzul, 2015).

Faktor-faktor penyebab diare akut pada balita ini adalah faktor

lingkungan, tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi masyarakat, dan makanan

atau minuman yang di konsumsi. Menurut penelitian Hazel ( 2013) faktor-

faktor risiko terjadinya diare persisten yaitu : bayi berusia kurang atau berat

badan lahir rendah (bayi atau anak dengan malnutrisi, anak-anak dengan

gangguan imunitas), riwayat infeksi saluran nafas, ibu berusia muda dengan

pengalaman yang terbatas dalam merawat bayi,tingkat pendidikan dan

pengetahuan ibu mengenai higienis, kesehatan dan gizi, baik menyangkut ibu

sendiri ataupun bayi, pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam pemberian ASI

serta makanan pendamping ASI, pengenalan susu non ASI/ penggunaan susu

botol dan pengobatan pada diare akut yang tidak tuntas (Yuni, Nuzul, 2015).
Seseorang dapat menjadi sehat atau sakit akibat dari kebiasaan atau

perilaku yang dilakukannya. Kebiasaan yang tidak sehat dapat menunjang

terjadinya penyakit, sedangkan kebiasaan yang sehat dapat membantu

mencegah penyakit (Soemirat, 2004).

A. Tujuan
1. Tujuan Umum

Melaksanakan Nutrition Care Process pada pasien Diare Akut


Dehidrasi Ringan Sedang + Colic Abdomen + Gizi Kurang + Appendikitis
di RSUP M.Hoesin Palembang.

2. Tujuan Khusus
a. Menentukan status gizi pasien/klien.
b. Melakukan pengkajian skrining gizi awal (Nutrition Skrining) pada
pasien secara individu.
c. Melakukan assesmen gizi pasien/klien
d. Menentukan prioritas masalah gizi untuk menegakkan diagnosa gizi
e. Menentukan intervensi gizi
f. Melakukan edukasi gizi kepada keluarga pasien
g. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap intervensi yang telah
diberikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dehidrasi

1. Definisi

Secara definisi, dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di

dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak

adekuat, atau kombinasi keduanya.1 Dehidrasi terjadi karena pengeluaran

air lebih banyak daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini

juga disertai dengan hilangnya elektrolit (Thomas dkk, 2008).

Pada dehidrasi terjadi keseimbangan negatif cairan tubuh akibat

penurunan asupan cairan dan meningkatnya jumlah air yang keluar (lewat

ginjal, saluran cerna atau insensible water loss/IWL), atau karena adanya

perpindahan cairan dalam tubuh. Berkurangnya volume total cairan tubuh

menyebabkan penurunan volume cairan intrasel dan ekstrasel.

Manifestasi klinis dehidrasi erat kaitannya dengan deplesi volume cairan

intravaskuler. Proses dehidrasi yang berkelanjutan dapat menimbulkan

syok hipovolemia yang akan menyebabkan gagal organ dan kematian.

2. Penyebab

Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting. Asupan cairan

yang buruk, cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible water loss

(IWL), atau kombinasi hal tersebut dapat menjadi penyebab deplesi

volume intravaskuler. Keberhasilan terapi membutuhkan identifi kasi

penyakit yang mendasari kondisi dehidrasi.


Beberapa faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering :(Huang

dkk, 2014)

• Gastroenteritis Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang

disertai muntah, dehidrasi akan semakin progresif. Dehidrasi

karena diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak di

dunia.

• Stomatitis dan faringitis

Rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi asupan

makanan dan minuman lewat mulut.

• Ketoasidosis diabetes (KAD) KAD disebabkan karena adanya

diuresis osmotik. Berat badan turun akibat kehilangan cairan dan

katabolisme jaringan.

• Demam Demam dapat meningkatkan IWL dan menurunkan nafsu

makan. Selain hal di atas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh

kondisi heat stroke, tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fi

brosis sistik, diabetes insipidus, dan luka bakar.

Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui

pemberian cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan

volume intravaskuler dan mengoreksi asidosis.12 Selama terjadi

gastroenteritis, mukosa usus tetap mempertahankan kemampuan absorbsinya.

Kandungan natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat secara pasif

dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam sirkulasi (Bellemare S dkk,

2014).
B. Diare Akut

1. Definisi

Balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap berbagai

penyakit. Hal ini dikarenakan daya tahan tubuh balita yang masih lemah.

Selain itu kehidupan balita juga masih sangat bergantung kepada orang tua

terutama pada ibu, sehingga masalah kesehatan pada balita pun menjadi

tanggung jawab orang tua yang tidak bisa dianggap remeh. Salah satu masalah

kesehatan balita di Indonesia yang masih sering terjadi adalah diare. Diare

merupakan suatu keadaan di mana pada bayi frekuensi buang air besar lebih

dari empat kali dan pada anak lebih dari tiga kali dengan konsistensi feses

yang encer, berwarna hijau atau dapat juga bercampur lendir dan darah atau

lendir saja (Ngastiyah, 1997).

Penyebab utama kematian diare adalah dehidrasi akibat kehilangan

cairan dan elektrolit melalui feses. Sementara penyebab lainnya adalah

disentri, kurang gizi, dan infeksi. Pada balita yang mengalami diare

berkepanjangan akan menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi akibat diare

tergantung pada persentase cairan tubuh yang hilang. Dehidrasi diare yang

terjadi dikategorikan menjadi diare tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang,

dan berat (Widoyono, 2011).

2. Patofisiologi

Diare infeksi akut diklasifi kasikan secara klinis dan patofi siologis

menjadi diare noninfl amasi dan diare infl amasi. Diare infl amasi disebabkan

invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindrom disentri

dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis berupa mulas sampai

nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda

dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan/

atau darah, mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear (Farting M

dkk, 2013).
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi

bakteri setidaknya ada dua mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan infl amasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang

invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses (Farting

M dkk, 2013).

Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi

penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu jenis bakteri

dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat

mengatasi pertahanan mukosa usus (Farar J dkk, 2013).

3. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis diare akut antara lain :

a. Demam

b. Nyeri perut sampai kram

c. Mual

d. Muntah

e. Mata cekung

f. Bibi/mulut kering

g. Pucat

C. Colic Abdomen

1. Definisi

Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus

sepanjang traktus intestinal. Colic abdomen adalah  suatu rasa nyeri yang

tejadi secara akut maupun kronik yang intensitasnya hilang datang karna ada

permasalahan pada organ didalam perut. Colic abdomen umumnya terjadi

akibat peradangan atau infeksi , apabila hal ini tidak teratasi dengan cepat

maka akan berakibat fatal dan dapat mengganggu system pencernaan serta
metabolisme pada tubuh manusia. Jika berbicara masalah perut, maka tidak

sedikit organ yang ada didalamnya, adapun beberapa contoh gangguannya

ialah batu ginjal, hepatitis, pakreatitis, lecet usus besar, hernia epigtastrik,

lecet usus halus, ISK , hernia lumbal, gastritis, appendiksitis, hernia

inguinalis, ca. organ abdomen, dll. Tetapi pada umumnya semua organ pada

perut mengalami gejala infeksi berupa nyeri (Nettina, 2001).

2. Etiologi

Biasanya disebabkan oleh :

a.       Inflamasi peritoneum parietal : perforasi peritonitis, opendisitis,

diverti kulitis, pankreanitis, kolesistitis.

b.       Kelainan mukosa viseral : tukak peptik, inflamatory bowel disease,

kulitis infeksi, esofagitis.

c.       Obstrukti viseral : ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena

batu.

d.       Regangan kopsula organ : hepatitis kista ovarium, pilelonefritis

e.       Gangguan vaskuler : iskemia atau infark intestinal.

f.        Gangguan motilitas : irritable bowel syndrome, dispepsia

fungsional.

g.        Ekstra abdominal : hespes trauma muskuloskeletal, infark miokard

dan paru dan lainnya.


3. Manifestasi Klinis

1.       Mekanika sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas,

distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi

gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri

tekan difus minimal.

2.       Mekanika sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah –

sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus

dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal

3.       Mekanika sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul

terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising

usus, nyeri tekan difus minimal.

4.       Mekanika obstruksi parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit

Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.

5.     Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus

menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten;

biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat.

Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau

mengandung darah samar.


D. Gizi Kurang

Masalah status gizi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor

secara langsung dan faktor tidak langsung. Faktor secara langsung yaitu

konsumsi makanan dan penyakit. Faktor tidak langsung yaitu ketahanan

pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak yang kurang

memadai. Faktor tidak langsung yang lain, yaitu produksi pangan, faktor

budaya, pendidikan, pekerjaan, kebersihan lingkungan serta pelayanan

kesehatan yang kurang baik (Prawirohartono, 2008).

Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi individu

atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam

kesehatan masyarakat. Status gizi pada balita dapat berpengaruh terhadap

beberapa aspek. Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif terhadap

pertumbuhan fisik maupun mental, yang selanjutnya akan menghambat

prestasi belajar (Mendez, 2005).

Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi

makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia 12 anak maka

makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga

dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam

keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung

pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang

bersangkutan (Almatsier, 2001).

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi

juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi

sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang.

Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya

(imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang

nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000).
Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan

infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui

gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi

esensial tubuh.Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan

gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi

buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap

penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita

gizi buruk (Razak AAA dkk,2011).

E. Appendikitis

1. Definisi

Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang

paling sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya

obstruksi lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan

abses (pisano dkk, 2013).

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat

mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering

menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk,

2007).

2. Patofisiologi

Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan

lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan


menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan

ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri

akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.

Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis

gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis

perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih

pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan

tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan

terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena

telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

3. Manifestasi Klinis

1.      Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam

ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.

2.      Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.

3.      Nyeri tekan lepas dijumpai.

4.      Terdapat konstipasi atau diare.

5.      Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.

6.      Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.


7.      Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih

atau ureter.

8.      Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung

pelvis.

9.      Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang

secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

10.   Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai

abdomen terjadi akibat ileus paralitik.

Anda mungkin juga menyukai