Anda di halaman 1dari 13

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 2

“Mata Anakku Cekung”

RATIH P

N10120110

KELOMPOK 9

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
1. Definisi diare
Jawab : Buang air besar dengan konsistensi cair atau lembek sebanyak >3x dalam 24 jam,
dengan atau tanpa disertai lender dan darah. Hal yang perlu diperhatikan adalah
frekuensi defekasi, konsistensi feses, dan jumlah feses. Jika konsistensi feses tidak lebih
lunak atau cair namun sering bukanlah diare. Bayi yang diberikan ASI sering
buang air besar dengan konsistensi lunak dan hal ini juga bukanlah diare.
(Liwang,2020)

2. Etiologi diare
Jawab : Saat ini rotavirus dan E. coli merupakan organisme penyebab tersering
diare akut di negara berkembang, walaupun di Eropa dan Amerika infeksi
rotavirus sudah mulai digeser oleh norovirus karena adanya vaksin
rotavirus. Selain infeksi, diare akut bisa disebabkan oleh alergi, intoleransi, malabsobrsi,
dan intoksikasi. Artikel ini berfokus pada diare akut yang disebabkan oleh
infeksi karena menjadi penyebab tersering diare akut pada anak terutama di
Indonesia yang merupakan negara berkembang. (Jap,2021)

3. Epidemiologi diare pada anak dan dewasa


Jawab : Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare
pada orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insidens kasus
diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus diare
perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta kasus kematian karena
diare per tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait mortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu
studi data mortalitas nasional melaporkan lebih dari 28.000 kematian akibat diare dalam
waktu 9 tahun, 51% kematian terjadi pada lanjut usia. Selain itu, diare masih merupa kan
penyebab kematian anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana sudah maju. Setiap
tahunnya diperkirakan 1,7 milyar kasus diare anak. Kematian akibat diare umumnya
terjadi pada balita dan lansia. (Liwang,2020)
4. Patofisiologi dari diare
Jawab : Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
setidaknya ada dua mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di
usus. Infeksi bakteri menyebabkan infl amasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan
atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan
mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu jenis bakteri
dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus. (Simanjuntak,2019)

5. Anatomi,fisiologi,histologi system gastrointestinal


Jawab :

6. Tanda & gejala diare


Jawab : Tanda dan gejala diare dengan dehidrasi sedang/ringan adalah anak mengalami
rewel dan gelisah, mata cekung, minum dengan lahap/haus serta cubitan kulit kembali
lambat. Sedangkan diare tanpa dehidrasi tidak menunjukkan gejala yang bisa
dikategorikan sebagai dehidrasi ringan atau berat. Anak dengan dehidrasi berat
menunjukkan gejala letargis atau penurunan kesadaran, mata cekung, turgor kulit jelek
dan tidak bisa minum. Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat biasanya
langsung dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
(Hutasoit,2019)

7. Dasar diagnosis diare


Jawab : Anamnesis harus mencakup durasi gejala, gejala yang menyertai, riwayat
perjalanan, dan pajanan terhadap obat-obatan dan makanan. Penting untuk menanyakan
tentang frekuensi tinja, jenis, volume, dan adanya darah atau lendir. Pasien dengan diare
mungkin juga mengeluh sakit perut atau kram, muntah, kembung, perut kembung,
demam, dan tinja berdarah atau berlendir. Aspek penting dari pemeriksaan fisik meliputi
tanda vital pasien, status volume, dan pemeriksaan abdomen. Selaput lendir kering,
turgor kulit yang buruk, dan pengisian kapiler yang tertunda adalah tanda-tanda
dehidrasi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh penting untuk menentukan
pemeriksaan diagnostik yang tepat. Kultur tinja diperlukan pada pasien dengan diare
berdarah atau penyakit parah untuk menyingkirkan penyebab bakteri. Tinja berdarah
memerlukan pengujian tambahan untuk toksin Shiga dan laktoferin. Seorang pasien
dengan penggunaan antibiotik atau rawat inap baru-baru ini akan memerlukan pengujian
untuk infeksi Clostridium   difficile (Jap,2021)

8. Klasifikasi diare
Jawab : Diare dikategorikan menjadi akut atau kronis dan menular atau tidak menular
berdasarkan durasi dan jenis gejala. Diare akut didefinisikan sebagai episode yang
berlangsung kurang dari 2 minggu. Infeksi paling sering menyebabkan diare
akut. Sebagian besar kasus adalah akibat dari infeksi virus, dan perjalanan penyakit ini
dapat sembuh sendiri. Diare kronis didefinisikan sebagai durasi yang berlangsung lebih
dari 4 minggu dan cenderung tidak menular. Penyebab umum termasuk malabsorpsi,
penyakit radang usus, dan efek samping obat. (Nemeth,2017)

9. Factor risiko dari diare


Jawab : faktor risiko diare juga sangat di pengaruhi oleh kepadatan penduduk,
rendahnya kesadaran akan sanitasi yang sehat dan memenuhi syarat, kebersihan dan
keamanan pangan dan airminum yang rendah, semakin muda usia maka risiko
penyakit diare juga akan meningkat. Keluarga yang tinggal di pedesaan
mejadi faktor risiko penyakit diare pada Balita. usia anak, tingkat pendidikan
ibu, status gizi, mencuci tangandan material lantai rumah berkaitan dengan faktor
risiko diare. (Monalisa,2020)

10. Komplikasi dari diare


Jawab : Dehidrasi merupakan komplikasi dari kejadian diare yang disebabkan karena
tubuh mengalami kehilangan cairan 40-50 ml/kg berat badan, dimana banyaknya
kehilangan cairan menentukan derajat dehidrasi, dan menyebabkan gangguan pada
termoregulasi di hipotalamus anterior sehingga terjadi demam. Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit akan menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
sehingga terjadi ketidakseimbangan potensial membrane ATP ASE, difusi Na+, K+
kedalam sel, depolarisasi neuron dan lepas muatan listrik dengan cepat melalui
neurotransmitter sehingga timbul kejang. Diare berkepanjangan yang tidak ditangani
dapat memicu asidosis metabolik yang bisa mengakibatkan kematian. Komplikasi diare
kronis akan bervariasi berdasarkan penyebab spesifiknya. Secara umum, komplikasi
utama yang terjadi pada semua pasien dengan diare kronis adalah malabsorpsi. Jika
waktu transit rendah di usus, jumlah nutrisi dan cairan yang tepat tidak dapat
diserap. Dokter harus mencari tanda-tanda malnutrisi seperti anemia dan penurunan berat
badan yang tidak disengaja. Komplikasi lain dapat berupa dehidrasi dan cedera ginjal
akut akibat dehidrasi. Jika saluran pencernaan tidak dapat menyerap cukup cairan,
dehidrasi akan mulai mempengaruhi fungsi ginjal. Kelainan elektrolit juga dapat
mengkhawatirkan dan memerlukan pemantauan untuk kebutuhan penggantian
(Wibowo,2019)

11. Prognosis dari diare


Jawab : Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalitas
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik. (Jap,2021)

12. Diagnosis banding diare


Jawab : Radang usus buntu, Tumor karsinoid, Giardiasis, Malabsorpsi glukosa-galaktosa,
Defisiensi enterokinase usus, Intususepsi, Pencitraan divertikulum Meckel, Penyakit
Crohn Anak, Hipertiroidisme pediatric, Sindrom malabsorpsi anak. (Jap,2021)

13. System rujukan diare


Jawab : pada pasien diare kronis, chymotrypsin dan elastase tinja adalah enzim pankreas
yang dapat hadir dalam tinja dalam pengaturan insufisiensi pankreas. Kedua tes ini tidak
secara definitif mendiagnosis insufisiensi pankreas. Jika ini positif pada tes tinja, dokter
harus memeriksa tes darah untuk enzim pankreas, dan berpotensi merujuk ke ahli
gastroenterologi untuk studi lebih lanjut. Pada pasien diare akut dirujuk dan dirawat inap
apabila mengalami muntah persisten, dehidrasi sedang hingga berat, gejala memberat
dalam 48 jam. (Liwang,2020)

14. Manajemen diare


Jawab : Sebuah aspek penting dari manajemen diare adalah mengisi kehilangan cairan
dan elektrolit. Pasien harus didorong untuk minum jus buah encer, Pedialyte atau
Gatorade. Pada kasus diare yang lebih parah, rehidrasi cairan IV mungkin diperlukan.
Makan makanan yang rendah serat dapat membantu membuat tinja lebih kencang. Diet
'BRAT' yang hambar termasuk pisang, roti panggang, oatmeal, nasi putih, saus apel dan
sup/kaldu dapat ditoleransi dengan baik dan dapat memperbaiki gejala. Terapi anti-diare
dengan agen anti-sekresi atau anti-motilitas dapat dimulai untuk mengurangi frekuensi
tinja. Namun, mereka harus dihindari pada orang dewasa dengan diare berdarah atau
demam tinggi karena dapat memperburuk infeksi usus yang parah. Terapi antibiotik
empiris dengan fluoroquinolone oral dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gejala
yang lebih parah. Suplementasi probiotik telah terbukti mengurangi keparahan dan durasi
gejala dan harus didorong pada pasien dengan diare akut. (Jap,2021)

Pengobatan diare kronis khusus untuk etiologi. Langkah pertama adalah


mengkategorikan diare menjadi encer, berlemak, atau meradang. Setelah dikategorikan,
algoritma dapat digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya dalam manajemen.
Sebagian besar kasus memerlukan studi tinja tambahan, pekerjaan laboratorium atau
pencitraan. Prosedur yang lebih invasif seperti kolonoskopi atau endoskopi bagian atas
mungkin diperlukan.(Jap,2021)

15. Pencegahan diare pada masyarakat


Jawab : 1) Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya, 2) Pemberian
oralit untuk mencegah dehidrasi sampai diare berhenti, 3) Memberikan obat Zinc yang
tersedia di apotek, Puskesmas, dan rumah sakit. Diberikan sekali sehari selama 10 hari
berturut-turut meskipun diare sudah berhenti. Zinc dapat mengurangi parahnya diare,
mengurangi dursi dan mencegah berulangnya diare 2 sampai 3 bulan ke depan, 4)
Memberikan cairan rumah tangga, seperti sayur, kuah sup, dan air mineral, 5) Segera
membawa Balita diare ke sarana kesehatan, 6) Pemberian makanan sesuai umur : a) Bayi
berusia 0-6 bulan : hanya diberikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali
sehari (pagi, siang, maupun malam hari). Jangan berikan makanan atau minuman lain
selain ASI, b) Bayi berusia 6-24 bulan: Teruskan pemberian ASI, mulai memberikan
Makanan Pendamping ASI (MP ASI) yang teksturnya lembut seperti bubur, susu, dan
pisang, c) Balita umur 9 sampai 12 bulan: Teruskan pemberian ASI, berikan MP ASI
lebih padat dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi, tambahkan
telur/ayam/ikan/tempe/wortel/kacang hijau, d) Balita umur 12 sampai 24 bulan: teruskan
pemberian ASI, berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai dengan kemampuan
anak, e) Balita umur 2 tahun lebih: berikan makanan keluarga 3x sehari, sebanyak 1/3-1/2
porsi makan orang dewasa. Berikan pula makanan selingan kaya gizi 2x sehari di antara
waktu makan. Anjuran Makan untuk Diare Persisten: 1) Jika anak masih mendapat ASI:
berikan lebih sering dan lebih lama, pagi, siang, dan malam, 2) Jika anak mendapat susu
selain ASI: kurangi pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian ASI. Gantikan
setengah bagian susu dengan bubur nasi ditambah tempe, jangan beri susu kental manis.
Untuk makanan lain, ikuti anjuran pemberian makan sesuai dengan kelompok umur.
Pencegahan terjadinya dehidrasi pada anak diare dapat dilakukan mulai di rumah tangga
dengan memberikan larutan gula garam. Larutan gula garam diberikan untuk
mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air
sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum biasa tidak mengandung garam dan
elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh
sehingga lebih diutamakan larutan gula garam. Campuran glukosa dan garam yang
terkandung dalam larutan gula garam dapat diserap dengan baik oleh usus penderita
diare. Namun demikian, walaupun lebih dari 90% ibu mengetahui tentang larutan gula
garam, hanya 22% anak yang menderita diare yang diberi larutan gula garam
(Ariani,2020)

16. Penanganan dehidrasi


Jawab : Dehidrasi yang terjadi pada balita ataupun anak akan cepat menjadi parah, karena
seorang anak berat badannya lebih ringan daripada orang dewasa, sehingga cairan
tubuhnya relatif sedikit, maka jika kehilangan sedikit cairan dapat mengganggu organ
vitalnya, apalagi apabila anak belum mampu untuk mengkomunikasikan keluhannya.
Dehidrasi akan semakin parah jika ditambah keluhan lain seperti mencret dan suhu badan
panas, karena hilangnya cairan tubuh lewat penguapan. Kasus kematian balita karena
dehidrasi masih banyak ditemukan dan biasanya terjadi karena ketidak mampuan orang
tua mendeteksi tanda tanda bahaya ini. Usahakan untuk menghindari minuman yang
mengandung kafein dan minuman bersoda. Jika anak mengalami dehidrasi karena diare,
jus buah dan susu sebaiknya dihindari. Jika tidak ditangani, dehidrasi parah bisa
menyebabkan kejang.(Wibowo,2019)

17. Definisi intoleransi laktosa


Jawab : Intoleransi laktosa adalah suatu sindrom klinis yang bermanifestasi dengan tanda
dan gejala yang khas pada konsumsi bahan makanan yang mengandung laktosa, suatu
disakarida. Biasanya pada konsumsi laktosa, itu dihidrolisis menjadi glukosa dan
galaktosa oleh enzim laktase, yang ditemukan di perbatasan sikat usus kecil. Defisiensi
laktase karena penyebab primer atau sekunder menyebabkan gejala klinis. Enzim laktase
terletak di brush border mukosa usus halus. Defisiensi laktase menyebabkan adanya
laktosa yang tidak diserap di dalam usus. Hal ini menyebabkan masuknya cairan ke
dalam lumen usus yang mengakibatkan diare osmotik. Bakteri kolon memfermentasi gas
penghasil laktosa yang tidak diserap (hidrogen, karbon dioksida, dan metana), yang
menghidrolisis laktosa menjadi monosakarida. Hal ini menyebabkan masuknya cairan
tambahan ke dalam lumen. Efek keseluruhan dari mekanisme ini menghasilkan berbagai
tanda dan gejala perut. (Cancarevic,2020)

18. Pembahasan mengenai kolera


Jawab : Kolera adalah penyakit diare sekretorik akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio
cholerae. Diperkirakan menyebabkan lebih dari empat juta kasus per tahun, di seluruh
dunia. Kehilangan cairan dalam jumlah besar dengan gangguan elektrolit yang dapat
berkembang menjadi syok hipovolemik dan akhirnya kematian merupakan ciri penyakit
gastrointestinal ini. Kegiatan ini menjelaskan evaluasi dan pengelolaan kolera dan
menyoroti peran tim interprofesional dalam meningkatkan perawatan bagi pasien yang
terkena. Manifestasi klinis kolera dapat berkisar dari tanpa gejala hingga diare yang
banyak. Gejala umum termasuk diare, ketidaknyamanan perut, dan muntah. Kolera berat
dapat dibedakan secara klinis dari penyakit diare lainnya karena kehilangan cairan dan
elektrolit yang banyak dan cepat. Kotoran sering digambarkan memiliki konsistensi "air
beras", yang dapat dicampur dengan empedu dan lendir. Output orang dewasa bisa
mencapai satu liter per jam sedangkan pada anak-anak bisa mencapai hingga 20
cc/kg/jam. (Miranda,2020)

Hasil hipovolemia menghasilkan manifestasi karakteristik kehilangan cairan, termasuk


mukosa mulut kering, kulit dingin, dan penurunan turgor kulit. Perfusi jaringan tubuh
yang buruk dapat mengakibatkan asidosis laktat, sehingga menyebabkan hiperventilasi
dan pernapasan kussmaul. Selain itu, kelainan elektrolit seperti hipokalemia dan
hipokalsemia dapat menyebabkan kelemahan otot dan kram secara umum. Diagnosis
kolera dapat didasarkan pada kecurigaan klinis. Diare volume tinggi yang khas dan
perjalanan ke daerah endemik dapat cukup untuk diagnosis. Dengan demikian, pengujian
laboratorium seringkali tidak diperlukan sebelum memulai pengobatan. Diagnosis dapat
dikonfirmasi, bagaimanapun, dengan isolasi dan kultur V. cholerae dari isolat tinja.
Kultur dapat ditingkatkan melalui penggunaan media selektif dengan pH tinggi yang
menekan pertumbuhan mikroflora usus sambil membiarkan V. cholerae berkembang
biak. Penatalaksanaan utama kolera adalah resusitasi cairan segera berdasarkan derajat
deplesi volume. Jika diperkirakan 5% sampai 10% dari berat badan telah hilang, larutan
rehidrasi oral harus digunakan. Uji klinis telah menunjukkan bahwa larutan rehidrasi oral
berbasis beras dapat mempersingkat durasi diare dan jumlah pengeluaran tinja. Dalam
keadaan darurat, solusi dapat dibuat, terdiri dari satu liter air, dicampur dengan enam
sendok teh gula dan setengah sendok teh garam. Untuk pasien dengan syok hipovolemik
atau penurunan berat badan lebih dari 10%, cairan intravena harus diberikan. Sekitar 100
mL/kg ringer laktat harus diberikan selama tiga jam pertama. Pengobatan kolera berat
yang segera dengan cairan dapat mengurangi angka kematian dari lebih dari 10% menjadi
kurang dari 0,5%. Setelah status volume yang sesuai telah dicapai, terapi antibiotik dapat
dimulai. Tetrasiklin adalah kelas yang paling umum digunakan. Dosis tunggal 300 mg
doksisiklin atau 500 mg tetrasiklin setiap 6 jam selama 2 hari telah terbukti mengurangi
durasi penyakit. Namun, resistensi umum terjadi di area tertentu, dan dengan demikian
terapi alternatif termasuk makrolida seperti eritromisin dan azitromisin, atau
fluorokuinolon seperti ciprofloxacin. Diagnosis bandingnya adalah Infeksi Escherichia
coli, salmonellosis, Shigellosis, Demam tifoid, Infeksi rotavirus. Prognosisnya adalah
Tanpa hidrasi, angka kematian lebih dari 50% telah dilaporkan. Angka kematian lebih
tinggi pada anak-anak, wanita hamil, dan orang tua. Secara keseluruhan, angka kematian
telah menurun karena akses yang lebih baik ke layanan kesehatan, sanitasi yang lebih
baik, dan pendidikan. Cara pencegahannya adalah Di daerah endemis, pasien dan
keluarga perlu diedukasi tentang kebersihan diri, merebus air, dan meningkatkan sanitasi.
Pencegahan kolera bertumpu pada peningkatan langkah-langkah kesehatan masyarakat
seperti pembuangan limbah yang tepat dan memastikan air bersih untuk minum. Sebagian
besar air yang terkontaminasi digunakan untuk mencuci buah dan sayuran, dan juga
untuk menyuburkan tanaman, yang menciptakan siklus kolera yang tidak pernah
berakhir. Penjamah makanan harus dididik tentang kebersihan pribadi dan mencuci
tangan yang benar. (Miranda,2020)

Mengenai pencegahan penyakit pada pelancong, inti dari pencegahan penularan adalah
sanitasi dan penyaringan air yang memadai. Mereka harus dididik untuk menghindari
makanan laut yang kurang matang serta buah-buahan dan sayuran mentah. Air keran
harus dihindari tetapi dapat disaring atau direbus untuk mengurangi risiko penularan V.
cholerae . Di Amerika Serikat, vaksin kolera oral hidup yang dilemahkan dilisensikan
untuk digunakan pada orang dewasa berusia 18 hingga 64 tahun yang bepergian ke
daerah penularan kolera aktif. Dosis tunggal diambil, idealnya 10 hari sebelum perjalanan
ke daerah endemik. Ini harus diberikan secara terpisah dari penggunaan antibiotik
sistemik, yang dapat mengubah efektivitas vaksin. Kemanjuran terbukti menjadi 80%
setelah 3 bulan vaksinasi. Di seluruh dunia, tiga vaksin oral sel utuh juga tersedia untuk
digunakan. (Miranda,2020)
19. Interpretasi skor dehidrasi
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, D. U. S. (2020). Analisis Perilaku Ibu Terhadap Pencegahan Penyakit Diare pada Balita
Berdasarkan Pengetahuan. Babul Ilmi Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, 12(1).
Cancarevic, I., Rehman, M., Iskander, B., Lalani, S., & Malik, B. H. (2020). Is there a
correlation between irritable bowel syndrome and lactose intolerance?. Cureus, 12(1).
Hutasoit, M., Susilowati, L., & Hapzah, I. A. N. (2019). Hubungan pengetahuan ibu tentang
pengelolaan diare dengan klasifikasi diare di puskesmas kasihan bantul. Medika Respati:
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 14(3), 265-276.
Jap, A. L. S., & Widodo, A. D. (2021). Diare Akut yang Disebabkan oleh Infeksi. Jurnal
Kedokteran Meditek, 27(3), 282-288.
Miranda, V. R. M., Ochoa, I. Á., & Bueno, A. D. L. C. C. (2020). Characterization of the
complications of patients diagnosed with cholera in the Pediatric Hospital of Centro
Habana, 2013-2017. Revista Cubana de Pediatría, 92(1), 1-14.
Monalisa, S. R., Achadi, E. L., Sartika, R. A. D. S. D., & Ningsih, W. M. (2020). Risiko Diare
Pada Anak Usia 6-59 Bulan di Pulau Sumatera Indonesia. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 9(02), 129-136.
Nemeth, V., & Pfleghaar, N. (2017). Diarrhea.Treasure Island:Stat Pearls Publishing
Simanjuntak, C. H., Hasibuan, M. A., Siregar, L. O., & Koiman, I. (2019). Etiologi
Mikribiologis Penyakit Diare Akut.
Wibowo, D., Hardiyanti, H., & Subhan, S. (2019). Hubungan Dehidrasi Dengan Komplikasi
Kejang Pada Pasien Diare Usia 0-5 Tahun Di RSD Idaman Banjarbaru. DINAMIKA
KESEHATAN: JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN, 10(1), 112-125.

Anda mungkin juga menyukai