Anda di halaman 1dari 11

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO II: GANGGUAN PADA INTESTINAL


“Mata Anakku Cekung”

DISUSUN OLEH:
NAMA : DILA AUFYA UTAMI
NIM : N10120038
KELOMPOK : 3 (TIGA)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Bagaimana komplikasi yang terjadi pada diare
Jawab:
Komplikasi yang sering terjadi pada balita yang mengalami diare adalah
kekurangan cairan karena banyaknya cairan yang keluar melalui feses. Kekurangan
cairan atau dehidrasi dapat terlihat dari cekung atau tidaknya mata, adanya air mata,
keringnya mulut dan lidah, adanya rasa haus dan turgor kulit yang kembali cepat atau
lambat dan persentase penurunan berat badan. Pada penelitan ini sebanyak 78 ibu yang
mengetahui bahaya yang timbul akibat diare adalah kekurangan cairan dan 75 ibu yang
mengetahui kekurangan cairan disebabkan oleh banyaknya cairan yang keluar selama
anak diare. Hal ini memperlihatkan sebagan besar ibu sudah mengetahui komplikasi dari
diare pada anak. Sebanyak 71 ibu mengetahui bahwa kekurangan cairan salah satunya
dapat diketahui melalui penurunan berat badan dan jumlah mencret dalam satu hari.
Diare dapat menyebabkan kematian sehingga apabila anak mengalami buang air besar
cair lebih sering, muntah berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau
minum sedikit, demam, tinjanya berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari (Maidartati,
2017).

[SUMBER]
Maidartati, Anggraeni, R. D. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare
Pada Balita (Studi Kasus: Puskesmas Babakansari). Jurnal Keperawatan BSI. Vol 5(2).
Diakses 14 Desember 2021. Dari: http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk

2. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis pada kasus diare


Jawab:
Prognosis untuk diare kronis sangat bervariasi berdasarkan penyebab diare kronis.
Untuk pasien dengan diagnosis non-spesifik, prognosis umumnya sangat baik. Terapi
standar yang digunakan untuk mengobati diare nonspesifik seperti agonis opioid sangat
efektif (Descoteaux, 2020).

[SUMBER]
Descoteaux, F. G. J., Shrimanker, I. 2020. Chronic Diarrhea: StatPearls Publishing

3. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dari kasus diare


Jawab:
Upaya pencegahan selanjutnya adalah selalu cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak
dan sebelum makan. Menggunakan jamban dengan baik dan membersihkan jamban
secara teratur dan memakai alas kaki ketika akan buang air besar, membuang tinja bayi
dengan benar dan pemberian imunisasi campak
1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat pencegahan secara imunologik dan turut memberikan
perlindungan terhadap diare pada balita yang mendapatkan makanan yang tercemar.
Balita yang diberi ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap
diare. Pemberian ASI selama diare dapat mengurangi akibat negativ terhadap
pertumbuhan dan keadaan gizi balita serta mengurangi keparahan diare.
2. Menggunakan air bersih
Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena di beberapa daerah yang
mengalami krisis air bersih. Namun penyedian air bersih yang memadai untuk secara
afektif membersihkan tempat dan peralatan memasak serta makanan, demikian pula
untuk mencuci tangan. Demikian juga peralatan sumber air untuk balita, tempat yang
digunakan dan lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare.
3. Mencuci tangan Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar dan
sebelum memegang makanan dan makanan merupakan salah satu cara mencegah
terjadinya diare. Cuci tangan juga perlu dilakukan sebelum menyiapkan makanan,
makan, dan memberikan makanan kepada balita. Balita juga secara bertahap diajarkan
kebiasaan mencuci tangan.
4. Penggunaan Jamban keluarga harus mempunyai jamban yang memenuhi syarat
kesehatan, selalu dibersihkan secara teratur
(Ariyanto, 2021).

[SUMBER]
Ariyanto, Fatmawati, T. Y. 2021. Edukasi Pencegahan Diare pada Anak di Kelompok
Dasawisma Kelurahan Kenali Asam Bawah. Jurnal Salam Sehat Masyarakat (JSSM). Vol
2(2). Diakses 14 Desember 2021. Dari: https://online-journal.unja.ac.id/
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pemberian terapi farmakologi, nonfarmakologi,
dan terapi nutrisi pada kasus diare
Jawab:
 Farmakologi
pemberian zink yaitu (100%), probiotik (100%), dan tidak diberikan
antimikroba (70%), diikuti pemberian antimikroba (30%), metronidazole
(12%), trimothoprime (11%), furazolidoe (7%). Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan resiko terjadinya dehidrasi pada anak. Meta-analisis telah
mengkonfirmasi bahwa pengobatan antibiotik berguna untuk mempersingkat
durasi tanda dan gejala pada diare akut pelancong. Ketika antibiotik harus
diresepkan, fluoroquinolones adalah obat pilihan pertama, dan pengobatan satu
hari dianjurkan kecuali untuk Campylobacter dan Infeksi Shigella, yang dapat
diobati selama tiga hari. Dalam kasus pasien yang kembali dari negara di mana
resistensi fluorokuinolon lazim, seperti Campylobacter spp. di Thailand,
azitromisin (500mg ×1/hari) dapat digunakan selama tiga hari. Terapi antimikroba
untuk O157 Enteritis E. coli tetap menjadi isu kontroversial karena beberapa
penelitian melaporkan efek merusak pada evolusi sindrom uremik hemolitik.
Meningkatnya resistensi S. enterica Typhi terhadap antibiotik, terutama terhadap
ciprofloxacin, membuat pilihan pengobatan antibiotik lini pertama demam tifoid
lebih bermasalah (Suhartina, 2021).
 Nonfarmakologi
Pemberian jenis cairan pada pasien diare akut pada balita terbanyak adalah
RL (100%) dan diikuti pemberian ASI (23%), anak yang tidak mendapatkan ASI
adalah anak yang berumur 13-56 bulan. Rehidrasi adalah pengganti cairan
yang hilang melalui dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
atau karbohidrat. Selain pemberian cairan secara oral, pemberian cairan
dapat diberikan secara parenteral. Jenis cairan yang biasannya digunakan untuk
mengatasi dehidrasi pada diare adalah cairan infuse Ringer Laktat (RL).
Ringer Laktat merupakan cairan rehidrasi yang baik karena komposisi
elektrolit dann konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan
ekstraseluler (Suhartina, 2021).

[SUMBER]
Suhartina. 2021. Gambaran Diagnostik Diare Akut pada Balita yang Dirawat Inap di RSUP
Royal Prima Medan. Prima Medical Journal: Artikel Penelitian. Vol 4(1). Diakses 14
Desember 2021. Dari: https://online-journal.unja.ac.id/

5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding dari diare


Jawab:
1. Radang usus buntu
2. Tumor karsinoid
3. Giardiasis
4. Malabsorpsi glukosa-galaktosa
5. Defisiensi enterokinase usus
6. Intususepsi
7. Penyakit Crohn Pediatrik
8. Hipertiroidisme pediatrik
9. Sindrom malabsorpsi anak

(Nemeth, 2020)

[SUMBER]
Nemeth, V., Pfleghaar, N. 2020. Diarrhea: StatPearls Publishing

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Score dehidrasi WHO diare pada anak


Jawab:
Penilaian derajat dehidrasi menurut WHO menggunakan parameter keadaan
umum, mata, rasa haus dan penilaian turgor kulit. Derajat dehidrasi dibagi menjadi 3
yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan dan dehidrasi berat. Pasien dikategorikan dehidrasi
ringan bila didapatkan dua gejala berikut yaitu lesu atau mudah marah, mata cekung,
haus dan cubitan kulit lambat kembali. Pasien dikategorikan tidak dehidrasi bila tidak
cukup gejala untuk mengklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat. Menurut
literatur, gejala haus mungkin terjadi pada dehidrasi 3-5% berat badan. Akan tetapi gejala
lesu atau mudah marah, mata cekung, haus dan cubitan kulit lambat kembali mungkin
baru ada pada saat dehidrasi 5-10% berat badan. Tidak adanya batasan jelas gejala yang
timbul dengan kehilangan persentase berat badan mungkin menyebabkan overlapping
rasio IVC / aorta abdominal antara kelompok tidak dehidrasi dengan dehidrasi ringan
menurut WHO. Pasien dengan dehidrasi tersebut mungkin sudah dapat dideteksi
menggunakan USG dengan adanya penurunan cairan ekstraseluler terutama cairan
intravaskular yang dilihat sebagai diameter IVC yang mengecil dibandingkan aorta
sehingga didapatkan nilai rasio IVC / aorta abdominal dibawah nilai 1 (Herman, 2020).
Kebutuhan cairan yang akan diberikan dalam 2 jam(ml): Kebutuhan cairan: Skor/15 x
10% x KgBB x 1 liter
Tetesan/menit (Puruhito) = Jumlah Cairan yang dimasukkan (ml)
lamanya infus (jam) x 3
catatan:
1. Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit)
2. Bila skor lebih atau sama dengan
3 disertai syok diberikan cairan per intravena.
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :
1. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan menurut skor
daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal
2. Satu jam berikut /jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan
cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok
atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan peroral
3. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan insensible water loss.

[SUMBER]
Herman, T. M., Murtala, B., Latief, N., Asriyanni, S. 2020. Korelasi antara Derajat Dehidrasi
Menurut WHO dengan Rasio Vena Cava Inferior/Aorta Abdominal Menggunakan
Ultrasonografi pada Anak Penderita Diare. Majalah Kesehatan PharmaMedika. Vol 12(1).
Diakses 14 Desember 2021. Dari: https://academicjournal.yarsi.ac.id/

7. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi diare


Jawab:
Diare adalah suatu keadaan seseorang yang mengalami buang air besar dengan
konsistensi lembek sampai dengan cair dan frekuensinya lebih sering dari biasanya
(biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Kemenkes RI, 2011). Setiap tahun di
dunia terdapat satu dari lima anak yang meninggal akibat terjangkit penyakit diare,
bahkan pada tahun 2012 setiap hari sebanyak 2.195 anak meninggal akibat diare.
Prevalensi kejadian diare di Indonesia pada umur lebih dari sama dengan 15 tahun adalah
sebanyak 30,10%, dan prevalensi kejadian diare pada umur kurang dari 15 tahun
sebanyak 21,90%. Provinsi Jawa Timur menempati posisi ke sebelas dalam jumlah
prevalensi penyakit diare terbanyak diantara 33 provinsi yang di Indonesia. Penelitian
oleh Padji & Sudarmadji (2017) menunjukkan bahwa curah hujan, kecepatan angin,
kelembapan, dan ketersediaan air bersih berhubungan secara erat dengan kejadian
penyakit diare. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azage et al (2017)
yang menunjukkan bahwa periode risiko tinggi yang paling mungkin mengalami kejadian
diare adalah di awal musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa faktor iklim ini
memiliki keterkaitan yang erat dengan terjadinya penyakit diare. Pertimbangan terhadap
adanya variasi cuaca lokal mengharuskan instansi kesehatan untuk dapat menemukan
strategi pencegahan dan pengendalian penyakit diare (Asedha, 2019).

[SUMBER]
Asedha, F. R. 2017. Distribusi Daerah Bencana Kekeringan Kritis dengan Kejadian Penyakit
Diare di Provinsi Jawa Timur Tahun 2017. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 7(1):60-67.
Diakses 14 Desember 2021. Dari: https://e-journal.unair.ac.id/

8. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat dari Zinc khususnya pada kasus diare
Jawab:
Zinc (Zn) merupakan salah satu zat gizi mikro esensial yang berperan penting
dalam fungsi imunitas. Pada keadaan defi siensi zinc, selsel imun di dalam tubuh
cenderung mengalami penurunan dalam mempertahankan fungsi kekebalan. Status zinc
dalam tubuh dapat dinilai dengan mengukur kadar zinc dalam plasma dan salah satunya
dipengaruhi oleh asupan zinc baik dalam bahan makanan maupun suplementasi. Kadar
normal zinc dalam plasma adalah 0,66-1,10 μ g/mL. Asupan zinc yang tidak memenuhi
kebutuhan mempunyai dampak negatif yang menyebabkan terjadinya atropi pada timus,
lymphopenia, dan selanjutnya dapat terjadi kegagalan dalam melawan infeksi dalam
bentuk mikroba atau virus. Kekurangan zinc dapat menyebabkan penurunan aktivitas sel
natural killer, CD4+ dan CD8+, menurunkan aktivitas proliferasi limfosit, serta
menghambat pembentukan antibodi oleh sel B. Hal ini dapat mempengaruhi kecepatan
replikasi HIV di dalam sel. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
penderita HIV/AIDS memiliki kadar zinc yang rendah. Pemberian suplementasi zinc
pada penderita HIV/AIDS dinilai mampu memberikan pengaruh positif dalam
peningkatan kadar zinc dalam plasma darah, diikuti dengan perkembangan sistem
imunitas dan perbaikan kondisi infeksi oportunistik. Systematic review ini bertujuan
menganalisis status zinc pada penderita HIV/AIDS dewasa serta bagaimana dampak
pemberian suplementasi zinc tunggal maupun dalam bentuk multivitamin dan mineral
terhadap status imunitas seperti kadar CD4+, viral load, dan kondisi infeksi oportunistik
(Maulia, 2019).
Zink merupakan mikronutrien penting bagi tubuh manusia. Zinc yang berfungsi
dalam regenerasi sel juga membantu mencegah oksidasi sel. Zinc berfungsi penting pada
tumbuh kembang anak akan tetapi masih menjadi masalah defisiensi di negara
berkembang di dunia termasuk Indonesia. Selain berhubungan dengan tumbuh kembang
anak, zinc juga berfungsi dalam kekebalan tubuh sebagai second messenger dalam
transduksi sinyal, imunitas sel serta imunitas. Zinc merupakan elemen logam yang
memainkan peranan penting dalam mengatur perlawanan tubuh terhadap agen infeksi dan
dapat mengurangi risiko, tingkat keparahan serta lamanya penyakit diare. Mekanisme
efektivitas zinc untuk pencegahan dan pengobatan diare belum sepenuhnya dapat
dipahami. Beberapa studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek secara langsung
pada saluran ion. Zinc menghambat sekresi cairan yang diinduksi oleh adenosine 3’,5’-
cyclic monophosphate (cAMP). Zinc menghambat sekresi klorida yang diinduksi cAMP
dengan menghambat saluran kalium. Zinc juga meningkatkan produksi antibodi dan
limfosit dalam melawan agen infeksi serta zinc juga mengembalikan keutuhan mucosa
usus. Zinc utamanya bekerja pada jaringan dengan kecepatan turnover yang tinggi seperti
halnya pada saluran cerna dan sistem imun dimana zinc dibutuhkan untuk sintesa DNA
dan sintesa protei. Pada diare akut, pemberian suplementasi zinc mengurangi lama dan
tingkat keparahan penyakit. Selanjutnya, suplementasi zinc bila digunakan selama 4
bulan dapat menurunkan insidens prolonged diare pada anak. Berdasarkan beberapa uji
klinis yang telah membuktikan tentang efektivitas zinc menyimpulkan bahwa ada
beberapa mekanisme mengenai efek menguntungkan dari pemberian zinc pada lamanya
diare yaitu:
(1) mempercepat regenerasi lapisan epitel usus
(2) meningkatkan penyerapan air dan elektrolit dalam usus
(3) meningkatkan kadar enzim enterocyte brush-border
(4) meningkatkan respon imun yang dapat mempercepat pembersihan patogen dari usus
Ini adalah peranan penting dari zinc dalam mengurangi keparahan dan durasi dari
penyakit diare. Zinc juga menghambat toksin yang disebabkan kolera tetapi tidak untuk
Escherichia coli yang stabil terhadap panas (Riskiyah, 2017).
Suplementasi zinc yang diberikan selama diare dapat mengurangi lama dan
tingkat keparahan dari episode diare dan jika diberikan selama 14 hari mulai dari saat
berlangsungnya dan setelah diare, dapat mengurangi kejadian diare dalam waktu 2-3
bulan. Beberapa penelitian telah mengungkapkan efektifitas zinc dalam mengobati diare.
Pemberian suplemen zinc sebanyak 20 mg per hari pada pemberantasan diare anak
kurang dari 5 tahun dan 10 mg per hari untuk bayi kurang dari 6 bulan selama 10- 14 hari
telah terbukti aman dan efektif. Zinc sangat penting untuk mengurangi kasus diare pada
anak. prevalensi diare telah menurun 34% dalam dekade terakhir. Suplementasi zinc
selama diare akut telah terbukti meningkatkan pemulihan dan studi suplementasi terus
menerus telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kejadian diare persisten.
Adanya pemakaian zinc juga dapat mengurangi penggunaan yang tidak perlu dari
antibiotik ataupun obat antidiare (Riskiyah, 2017).

[SUMBER]
Riskiyah. 2017. Peranan Zinc pada Penangana Kasus Penyakit Diare yang di Alami Bayi
Maupun Balita. Journal of Islamic Medicine. Vol 1(1): 22-29. Diakses 14 Desember 2021.
Dari: http://ejournal.uin-malang.ac.id/
Maulia, P. H., Farapti. 2019. Status Zinc dan Peran Suplementasi Zinc terhadap Sistem Imun
pada Pasien HIV/AIDS: A Systematic Review. Media Gizi Indonesia. Vol 14(2):115-122.
Diakses 14 Desember 2021. Dari: https://repository.unair.ac.id/

9. Mahasiswa mampu menjelaskan komposisi larutan rehidrasi oral dan cairan


paranteral untuk dehidrasi
Jawab:
 Terapi Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Banyak kematian pada diare akut disebabkan oleh dehidrasi. Hal ini cukup
disayangkan karena dehidrasi pada diare akut apapun penyebab, jenis, dan usia
penderitanya, kecuali diare dengan dehidrasi berat, dapat diterapi dengan pemberian
CRO. Oleh karena itu, hal yang pertama kali diperiksa pada anak dengan diare akut
adalah status hidrasi. Jika status hidrasi sudah ditentukan, berikan terapi cairan untuk
mengembalikan keadaan dehidrasi anak. Cairan rehidrasi oral untuk anak-anak yang
masih bisa minum. Jika anak dalam keadaan lemah dan tidak memungkinkan untuk
minum, bisa diberikan cairan infus. Setelah 20 tahun penelitian, cairan rehidrasi oral
WHO mengalami perubahan. Saat ini WHO dan UNICEF menganjurkan CRO yang
rendah osmolaritasnya. Terapi CRO dengan osmolaritas rendah mengurangi insidensi
muntah sebesar 30% dan volume feses sebesar 20%. Selain itu akan mengurangi
kebutuhan penggunaan terapi cairan infus sebesar 33%.1,20 Terapi CRO dengan
osmolaritas rendah ini mengandung 75 mEq/l sodium dan 75 mmol/l glukosa, dan total
osmolaritas 245 mOsm/l (Jap, 2021).
 Terapi paranteral

Selanjutnya kasus diare dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa tanda-tanda
syok, diperlukan rehidrasii tambahan dengan cairan parenteral. Bayii dengan usia <12
tahun diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30ml/KgBB selama 1 jam, dapat diulang bila
denyut nadi masih terasa lemah. Apabila denyut nadi teraba adekuat, maka ringer laktat
dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB dalam lima jam (Indriyani, 2020).

Anak berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat, dapat diberikan ringer laktat (RL)
sebanyak 30 ml/KgBB selama setengah sampai satu jam. Jika nadii teraba lemah maupun
tidak teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi sudah kembali kuat, dapat
dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat (RL) sebanyak 70 ml/KgBB selama dua
setengah hingga tiga jam (Indriyani, 2020). Penilaian dilakukan tiap satu hingga dua jam.
Apanbila status rehidrasii belum dapat dicapai, jumlah cairan intravena dapat
ditingkatkan. Oralit diberikan sebanyak 5 ml/KgBB/jam jika pasien sudah dapat
mengkonsumsi langsung. Bayi dilakukan evaluasi pada enam jam berikutnya, sementara
usia anak-anak dapat dievaluasii tiga jam berikutnya (Indriyani, 2020).
Komposisi yang dimiliki oleh larutan rehidrasi oral yaitumemiliki osmolaritas 311
mOsm/L dan konsentrasi natrium pada 90 mEq/L, kalium pada 20 mEq/L, klorida pada
80 mEq/L dan glukosa pada 20 g/L1 (Kapti, 2017). Pemberian cairan pada kondisi tanpa
dehidrasii adalah pemberian larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk pasien
diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak 10 ml/kgbb tiap BAB. Rehidrasi pada pasien
diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dapat diberikan sesuai dengan berat badan
penderita. Volume oralit yang disarankan adalah sebanyak 75 ml/KgBB. Buang Air
Besar (BAB) berikutnya diberikan oralit sebanyak 10 ml/KgBB. Pada bayi yang masih
mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), ASI dapat diberikan (Indriyani, 2020). Komposisi
dasar nutrisi parenteral yaitu mengandung dekstrosa, asam amino, air, elektrolit, mineral,
trace element dan vitamin (Nasronudin, 2011)

[SUMBER]
Indriyani, D. P. R., and Pura, I. G. N. S. 2020. Penanganan Terkini Diare pada Anak: Tinjauan
Pustaka. Intisari Sains Medis. Vol 11(2): 928-932. Diakses 15 Desember 2021. Dari:
https://isainsmedis.id
Jap, A. L. S., Widodo, A. D. 2021. Diare Akut Anak Yang Disebabkan oleh Infeksi. Jurnal
Kedokteran Meditek. Vol 27(3). Diakses 16 Desember 2021). Dari:
https://ejournal.ukrida.ac.id
Kapti, R. E., and Azizh, N. 2017. Perawatan Anak Sakit di Rumah. 1st ed. Malang: UBPress
Nasronudin. 2011. Penyakit Infeksi di Indonesia & Solusi Kini Mendatang. 2nd ed. Surabaya:
Pusat Penerbitan dan Pencetakan Unair (AUP)

Anda mungkin juga menyukai