DISUSUN OLEH:
NAMA : DILA AUFYA UTAMI
NIM : N10120038
KELOMPOK : 3 (TIGA)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
Modul 6 : Neoplasma
“Susah BAB”
Tn. A berusia 65 tahun diantar oleh anaknya ke Poliklinik Bedah RS Tadulako dengan
keluhan BAB tidak lancer sejak satu minggu yang lalu. Awalnya pasien pernah BAB darah
segar, kemudian diikuti BAB dengan kotoran yang keras seperti kotoran kambing pada
minggu lalu. Sejak saat itu pasien merasakan hal yang sama setiap kali BAB dan keluhan
seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh Tn.A. Selain itu menurut keluarga, pasien juga
merasakan nyeri perut yang hilang timbul disertai mual sejak satu bulan yang lalu. Keluhan
ini semakin mengganggu karena pasien merasa lemas dan mengalami penurunan berat badan
sehingga pasien datang memeriksakan diri ke dokter. Riwayat penyakit lain disangkal.
Riwayat keluar benjolan pada saat BAB juga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah:
120/80mmhg, Nadi: 88x/menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu tubuh 36,8 derajat celcius
serta conjunctiva anemis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan auskultasi peristaltik usus
yang meningkat dan nyeri tekan pada kuadran bawah abdomen. Setelah itu dokter
menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan hasilnya didapatkan massa di
regio illiaca sinistra. Dokter menganjurkan kepada pasien untuk rawat inap di rumah sakit
agar dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap serta pemberian tatalaksana pada pasien
tersebut sesuai dengan diagnosis pastinya.
LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana kegawatdaruratan karsinoma kolorektal
Jawab:
a) Obstruksi akibat kanker kolorektal
Ileus obstruktif merupakan kegawatan yang paling tersering di jumpai pada kasus
keganasan kolorektal. Ileus obstruksi merupakan suatu penyumbatan mekanis baik total
atau parsial pada usus yang akan menganggu atau menghambat pasase cairan, gas
maupun makanan. Penyumbatan ini dapat terjadi pada setiap titik sepanjang traktus
gastrointestinal dan gejala klinis yang muncul tergantung pada tingkat obstruksi yang
terjadi. Obstruksi menyebabkan dilatasi usus bagian proksimal dan kolapsnya usus
bagian distal. Obstruksi yang disebabkan oleh tumor umunya adalah obstruksi sederhana
yang jarang menyebabkan strangulasi.Total angka kejadian obstruksi dari kanker
kolorektal terjadi 8-10 %, 60 % terjadi pada usia tua. Duapertiga terjadi pada kolon kiri
dan sepertiga di kolon kanan (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Gambaran klinis
Gambaran klinis dapat berupa nyeri kolik abdomen, distensi, perubahan tingkat
kesadaran, kemudian baru diikuti dengan muntah feculent (muntahan kental dan
berbau busuk bercampur feses), pasien tampak dehidrasi dan sampai timbul
syok/renjatan ditandai dengan akral dingin, kulit kering dan tekanan darah
menurun. Pada pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan bising usus meningkat
atau tidak ditemukan bising usus pada kasus obstruksi lama. Pemeriksaan colok
dubur dapat dilakukan untuk mengetahui letak tumor, apakah di rektum atau di
kolon Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Diagnosa
Secara keseluruhan, pemeriksaan foto polos mempunyai sensitivitas 84 % dan
spesifitas 73 % dalam diagnosis ileus obstruksi .Standar pemeriksaan foto polos
abdomen adalah serial yang terdiri dari 3 jenis foto yaitu: foto abdomen supine
AP, abdomen tegak AP dan foto toraks tegak. Pada pasien yang tidak kooperatif,
pemeriksaan foto polos abdominal minimal dilakukan dua posisi yaitu pada posisi
supine yaitu anteroposterior (AP) dan tegak (AP) hal hal yang harus diperhatikan
pada pemerisaan foto polos abdominal adalah adanya pelebaran usus, adanya
fluid level patologis, penebalan dinding usus dan distribusi udara (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Gambaran radiologis obstruksi usus besar bergantung pada kompetensi katup ileosekal.
Terdapat beberapa tipe obstruksi kolon yaitu tipe obstruksi dimana katup ileosekal masih
kompeten. Pada keadaan ini dapat terlihat berupa dilatasi kolon tipis tanpa adanya
distensi usus halus. Bila obstruksi terus berlangsung maka dapat menyebabkan katup
ileosekal tidak kompeten, sehingga akan terjadi distensi usus halus. Pada keadaan awal
dari inkompetensi katup ileosekal menunjukkan diameter sekum dan kolon asendens
terdistensi maksimal dibandingkan kolon bagian distal disertai adanya udara pada usus
halus. Bila obstruksi berlangsung lama udara pada sekum dan kolon asendens berangsur
berkurang, dan udara masuk ke dalam usus halus dan mengisi ke lebih banyak ke usus
halus. Pada keadaan ini menyerupai obstruksi usus halus (Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2017).
Gambaran radiologis dari ileus obstruksi usus besar adalah kolon yang terdistensi
terletak pada abdomen bagian perifer dan dapat dibedakan dari usus halus yang terletak
pada sentral abdominal dengan adanya gambaran haustra. Dilatasi sekum yang melebihi
9 cm dan dilatasi bagian koloksin lain yang melebihi 6 cm dianggap abnormal yang
Bagian usus yang terletak distal dari obstruksi akan kolaps dan bagian rektum tidak terisi
oleh udara (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Identifikasi kolon pada sonografi seringkali sulit karena kolon dipenuhi dengan gas dan
feses. Penyebab obstruksi kolon dapat diidentifikasi. Adanya massa kolon atau
intususepsi ileosekal dapat di perlihatkan pada pemeriksaan ultrasonografi. Gambaran
yang dapat terlihat pada intususepsi adalah adanya lingkaran konsentris seperti sosis
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Diagnosa banding ileus obstruksi adalah ileus paralitik Pada ileus paralitik biasanya gas
tidak terkumpul (terlokalisir) disatu bagian namun terdapat gambaran udara di seluruh
bagian usus (baik usus halus maupun usus besar) atau sama sekali tidak terdapat
gambaran gas (gasless) di seluruh bagian usus. Namun demikian gambaran ini tidak
definitif. karena dapat disebabkan oleh obstruksi usus besar dengan inkompetensi valve
ileosekal atau juga didapatkan pada obstruksi usus halus pada tahap awal. Pada ileus
paralitik lumen usus berdilatasi sesuai dengan proporsinya masing-masing, sehingga
gambaran kolon tetap lebih besar dari pada gambaran usus halus (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Pemeriksaan CT scan mempunyai sensitivitas dan adalah 96 % dan 93 %. Penggunaan
CT dinilai lebih menguntungkan dibanding kontras enema terutama pada pasien usia tua
dan pada pasien dengan keadaan umum yang kurang baik. CT biasanya dilakukan
dengan pemberian kontras intravena. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan level
obstruksi, penyebab obstruksi dan adanya komplikasi yang dapat terjadi seperti
strangulasi, perforasi, pneumatosis intestinal. Gambaran dari CT scan Abdomen
menunjukan adanya obstruksi dan terdeteksi adanya tumor primer. Bila bukan
merupakan obstruksi total dan kondisi umum memungkinkan, dapat dilakukan
kolonoskopi dan biopsi (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Pasien diperiksa laboratorium berupa ureum, kreatinin, elektrolit dan analisa gas darah.
Gambaran foto thorax memperlihatkan apakah ada metastase paru. Pasien biasanya
dehidrasi, maka perlu dilakukan penanganan preoperatif (Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2017).
Penanganan preoperatif
Penilaian preoperatif dan penanganan harus hati-hati dan cepat untuk
menghindari terlambatnya penanganan intervensi operasi yang dapat
menyebabkan perubahan status kesadaran atau perubahan tanda-tanda vital.
Pasien dipuasakan dilakukan pemasangan infus, nasogastrik tube (NGT), kateter
urin dan dilakukan pengawasan intake dan output cairan. Bila terdapat asidosis
metabolik, hipo- atau hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit harus
dikoreksi. Antibiotik harus diberikan (Komite Penanggulangan Kanker Nasional,
2017).
[SUMBER]
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran : Kanker Kolorektal. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
[SUMBER]
Boiles, A. R., and Cagir, B. 2021. Colon Cancer. 1st ed. Treasure Island: StatPearls
Miftahussurur, M., Rezkitha, Y.A. 2020. Aspek Diagnosis dan Terapi Kanker Kolorektal.
Jawa Timur: Airlangga University Press
3. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko penyakit keganasan sistem
pencernaan
Jawab:
1. Kanker kolorektal
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Penelitian saat ini
menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) adalah penyebab
Familial Adenomatous polyposis (FAP), yang mempengaruhi individu membawa
resiko hampir 100% mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun.14
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal,
diantaranya adalah : a. Diet tinggi lemak, rendah serat. Salah satu faktor risiko
meningkatnya angka kejadian karsinoma kolorektal adalah perubahan diet pada
masyarakat. Diet rendah serat dan tinggi lemak diduga meningkatkan risiko
karsinoma kolorektal. Sejumlah penelitian epidemiologi menunjukkan diet tinggi
serat berkolerasi negatif dengan risiko kanker kolorektal, Usia lebih dari 50 tahun,
Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai
resiko lebih besar 3 kali lipat, Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot
syndrome. Pada semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang
menjadi kanker rectum, Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis
syndrome, Peutz-Jeghers syndrome dan Muir syndrome, Terjadi pada 50 % pasien
kanker kolorektal herediter nonpolyposis, Inflammatory bowel disease, Kolitis
Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun), Crohn disease berisiko 4 sampai 10
kali lipat (Sayuti, 2019).
2. Chron’s Desease
Penyakit crohn (crohn’s disease) merupakan npenyakit yang dapat melibatkan semua
bagian sistem pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan menyebabkan tiga pola
penyakit yaitu penyakit inflamasi, striktur, dan fistula. Penyakit sering menyebabkan
terjadinya komplikasi anorektal seperti fistula dan abses. Penyakit ini jarang terjadi,
tetapi dapat melibatkan bagian saluran pencernaan yang lebih proksimal, seperti
mulut, lidah, esofagus, lambung dan duodenum (Avesina, 2017).
3. Karsinoma gaster
Menghadapi risiko ini tidak banyak yang bisa dilakukan dan insiden lesiprekusor-nya
(gastritis athropi, polip adenoma gaster) adalah rendah. Selain faktor intake makanan
dan faktor genetik di atas, infeksi Helicobacter pylori saat ini diyakini juga berkaitan
dengan karsinoma gaster. Faktor-faktor lain yang saat ini patut diduga berhubungan
dengan karsinoma gaster di antaranya adalah gastritis athropi kronis, gastropathy
hyperthropic (Metenier’s disease), polip gaster, status sosio-ekonomi yang rendah,
dan obesitas. Saat ini endoskopi diyakini sebagai metode diagnosis yang sensitif dan
spesifik pada karsinoma gaster (Arjawa, 2020)
4. Karsinoma pankreas
Usia lanjut, merokok, genetik merupakan faktor risiko mayor kanker pankreas,
sedangkan alcohol, diet tinggi lemak adalah faktor risiko minor. Risiko kanker
pankreas 2,5-3,6 kali pada perokok dibanding bukan perokok. Nitrosamin dalam
tembakau diper-kirakan sebagai agen kausatif dalam patogenesis terjadinya kanker.
Obesitas, diabetes mellitus, pankreatitis kronik juga menjadi faktor risiko kanker
pancreas (Bamahry et al, 2018).
[SUMBER]
Avesina, N. A., & Iskandar, C. S. 2017. Penyakit Crohn’s pada Laki -laki Usia 55 Tahun.
Majority. Vol 6 : 4–5. Diakses 12 Januari 2022. Dari : https://juke.kedokteran.unila.ac.id
Arjawa, I. B. K. 2020. Diagnosis Adenokarsinoma Gaster: Sebuah Laporan Kasus. Jurnal
Medica Udayana. Vol 1(1). Diakses 12 Januari 2022. Dari:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/
Bamahry et al. 2018. Terapi Nutrisi Penyakit Kanker Pankreas. Jurnal kedokteran Umi. Vol
1(2). Diakses 12 Januari 2022. Dari: https://jurnal.fk.umi.ac.id/index.php/
Sayuti, M., & Nouva, N. 2019. Kanker Kolorektal. Averrous: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Malikussaleh. Vol 5(2): 76-88. Diakses 12 Januari 2021. Dari:
https://ojs.unimal.ac.id/averrous/article/view/2082
(Drake, 2012).
[SUMBER]
Drake, R.L., Vogl, W., Mitchell, A.M.W. 2012. Gray’s Basic Anatomy. Philadelphia:
Elsevier
Sayuti, M., Nouva. Kanker Kolorektal. Jurnal Averrous. Vol 5(2). Diakses 12 Januari 2022.
Dari: https://ojs.unimal.ac.id/averrous
D TxNxM1 IV Metastasis 5
[SUMBER]
Kumar, V., Abdul, K. A., Jon. C. A. 2019. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta : EGC.
Setiati, S., et al. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
[SUMBER]
KEMENKES. 2018. Panduan Kanker Kolorektal. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.