Anda di halaman 1dari 8

Invaginasi Usus pada Pasien Pediatri yang Berusia 18 Bulan

Abstrak

Invaginasi usus adalah obstruksi usus yang terjadi karena adanya prolaps satu segmen usus ke
dalam lumen usus lainnya dengan letak yang berdampingan. Invaginasi usus termasuk
kedalam kasus idiopatik pada anak. Pada orang dewasa, invaginasi usus dapat terjadi karena
disebabkan oleh penyakit lain seperti polip, neoplasma, striktur, dan diverticulum. Para
peneliti mempunyai banyak teori yang berkaitan dengan terjadinya invaginasi usus pada
anak, dimulai dengan adanya peristaltik usus yang berlebihan, hyperplasia limfoid yang
terjadi pada infeksi gastrointestinal, pemberian ASI, perbedaan asupan makanan bayi, virus
enteropatogen seperti rotavirus dan adenovirus. Rata-rata pasien yang terkena kelainan ini
adalah pasien yang masih dalam tahap usia pediatrik. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah
untuk mengetahui dan mempelajari gejala klinis, diagnosis, dan tatalaksana pada kasus
invaginasi intestinal.

Kata kunci : diagnosis invaginasi usus, invaginasi usus, intususepsi, tatalaksana intususepsi

Abstract

Intestinal invagination is intestinal obstruction that occurs due to the prolapse of one
segment of the intestine into another adjacent lumen. Intestinal invagination is considered an
idiopathic case in children. In adults, intestinal invagination can occur due to other diseases
such as polyps, neoplasms, strictures, and diverticulum. Researchers have many theories
related to the occurrence of intestinal invagination in children, starting with the presence of
excessive intestinal peristalsis, lymphoid hyperplasia that occurs in gastrointestinal
infections, breastfeeding, differences in baby food intake, enteropathogenic viruses such as
rotavirus and adenovirus. The average patient affected by this disorder is a patient who is
still in the pediatry age stage. The purpose of writing this journal is to determine and study
the clinical symptoms, diagnosis, and management of cases of intestinal invagination.

Keyword : diagnosis of intestinal invagination, bowel invagination, intussusception,


intussusception management

Pendahuluan

Invaginasi usus adalah suatu kejadian dimana usus mengalami prolaps dari satu
segmen usus masuk kedalam lumen usus yang lain. Kejadian ini dapat menimbulkan
terjadinya obstruksi usus yang dapat mengakibatkan penghambatan pada aliran vaskuler
mesenterika yang berujung pada iskemia usus. Kejadian yang paling sering terjadi pada kasus
ini adalah bayi dan anak-anak. Insidens tertinggi adalah pada anak usia 4-9 bulan.1,2 Jika salah
dalam mendiagnosis dan memberikan tatalaksana pada penyakit ini, akan mengakibatkan
perforasi pada usus, iskemi usus, dan peritonitis usus dan akhirnya bisa menyebabkan
keadaan menjadi fatal.1 Pasien yang mengalami kejadian ini, akan terasa nyeri yang hebat.

Gejala yang paling sering terjadi adalah muntah, nyeri perut, terdapat darah pada
feses. Kejadian yang paling biasa terjadi adalah pada anak-anak. Penyebabnya bersifat
idiopatik. Penyakit ini dapat dikaitkan dengan penyebab kejadian seperti divertikel, Meckel,
polip intestinal, dan limfoma usus.1,3 Akan tetapi, dari kasus-kasus tersbut, hanya sebagian
kecil kemungkinan akan terjadinya invaginasi usus.

Epidemiologi

Angka insidens intususepsi pada tahun 2013, mengungkapkan 44.454 kejadian


intususepsi di Amerika utara, Asia, Eropa, Oseania, Afrika, Mediterania Timur, Amerika
Selatan, juga Amerika Tengah.1 Terdapat angka kejadian yaitu 13-37 per 100.000 orang di
usia 2 bulan dan insidens tertinggi adalah 4-7 bulan dengan jumlah individu mencapai 97-126
per 100.000.1

Etiologi

Biasanya pada anak berusia kurang dari satu tahun, 90% memiliki kasus yang
Idiopatik.1,3 Terdapat penebalan dinding usus, khususnya di ileum terminal terjadi akibat
Hiperplasi di jaringan submucosa oleh peradangan yang diakibatkan oleh adenovirus dan
rotavirus. Diduga anak yang kurang dari satu tahun, memiliki penyakit yang disebabkan oleh
virus tersebut.3

Pada anak yang berusia lebih dari dua tahun, diduga memiliki penyebab penyakit
seperti Divertikel, Meckeli, polyposus neoplasma, Haemangioma, dan Lymphoma. 3 Ada juga
terdapat kasus Invaginasi setelah dilakukan tindakan laparatomi yang dikenal dengan dengan
istilah post operative intussuseption.3

Terdapat juga factor predisposisi yang berkaitan dengan fitur anatomi usus yang
terbentuk selama kehamilan. Gambaran anatomi usus yang ditemukan adalah antara lain
insersi anterior ileum terhadap caecum, penurunan rigiditas caecum, dan kurangnya
perkembangan serat otot longitudinal kolon pada valve ileocaecal.4
Pathofisiologi

Biasanya terjadi insersi ileum terminal terhadap caecum. Sangat jarang ditemukan
terjadinya prolaps di jejenum terhadap ileum.5 Hampir semua intususepsi dengan
intususeptum terletak di proksimal intususipien. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas
peristaltik di intestine yang menarik segment proximal terhadap segment distal. Intususeptum
adalah segment yang masuk ke segment lain sedangkan intususipien adalah penerima dari
segment usus lain.

Jika terjadi prolaps usus, aliran darah yang mengalir didaerah tersebut kemungkinan
akan terjepit sehingga aliran darah yang mengalir terhambat oleh penyempitan tersebut.
Akibat dari kejadian tersebut akan mengakibatkan terjadinya iskemia. Setelah terjadinnya
iskemia, dinding usus akan terkelupas. Terkelupasnya dinding mukosa usus, darah, dan
adanya mucus, akan mengakibatkan terbentuknya tinja yang berbentuk red currant jelly.5
Hanya sebagian kecil kejadian invaginasi usus yang mengakibatkan tinja yang berbentuk red
currant jelly.5 Inilah yang bisa menjadi pertimbangan terhadap diagnosis banding terhadap
anak-anak yang memiliki tinja berdarah.

Gejala klinis

Terdapat tiga gejala klinis klasik yang terdapat pada invaginasi usus anak yaitu nyeri
perut yang hebat, muntah, dan terdapat darah pada tinja.1 Jika pada terdapat gejala klasik
seperti ini, maka nilai prediktif intususepsi bisa mencapai 93%.1 Tetapi gejala-gejala
demikian hanya muncul pada 1/3 anak yang memiliki intususepsi. 1,5,6

Terdapat juga 3 kriteria tanda gejala klinis (kriteria A, B, dan C). kriteria A memiliki
gejala spesifik yang terjadi pada intususepsi, kriteria B memiliki gejala yang kurang spesifik
pada intususepsi, kriteria C adalah karakteristik intususepsi yang ditemukan pada
pemeriksaan imaging. Di dalam kelompok kriteria A, terdapat nyeri perut, terdapat darah
tinja, dan massa pada abdmonal (distensi). Kriteria B, terdapat muntah, muka pucat, letargi,
shock, abnormal bowel gas pattern on plain abdominal radiograph. Kriteria C, ditemukan
karateristik intususepsi pada foto enema, USG, CT-Scan. Diagnosis suspek dalah jika
terdapat 1 kriteria A (abdominal pain), atau 2 kriteria A, atau 1 kriteria A + 1 kriteria B, atau
3 kriteria B. diagnosis definitive (pasti) jika terdapat diagnosis suspek + 1 kriteria C.6

Gejala pada pasien dewasa tidaklah spesifik. Mereka datang dengan gejala seperti
muntah, nyeri perut, menangis berlebihan, letargis, dan keluhan lain yang disebabkan karena
obstruksi usus.1,2 Ini akan berdampak pada kesalahan dalam mendiagnosis. Jika sulit dalam
mendiagnosis, harus ada pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Didapatkan hasil data anamnesis berupa ada upaya muntah tapi tidak keluar, terdapat
nyeri di area perut sejak 6 jam yang lalu, dan riwayat BAB dari 2 jam yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Hasil data pemeriksaan fisik yang didapat adalah berupa nyeri tekan yang tidak
teraba, tidak terdapat benjolan. Hasil dari pengukuran tensi adalah 90/55mmHg, nadi 118,
suhu 37,5oC, respirasi 24x/menit, dan auskultasi dengan suara bising usus yang tidak
meningkat, tidak ada massa dan defans muscular dari hasil pemeriksaan palpasi.

Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

Setelah melihat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemungkinan pasien
tersebut mengalami invaginasi usus. Akan sulit untuk mendiagnosis invaginasi usus jika tidak
ada hasil dari pemeriksaan penunjangnya. Untuk memastikan diagnosis tersebut, harus
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen, usg, dan enema. Diagnosis
banding yang terdapat pada kasus ini dapat berupa hernia dan appendicitis.

Pada hernia, untuk gejala klinis biasanya adalah asimptomatik. Jika terjadi
komplikasi, yaitu adanya distensi pada hernia, akan mengakibatkan obstruksi usus. Biasa
kejadian ini diakibatkan karena isi hernia yang terjepit oleh cincin hernia sehingga
menimbulkan terjadinya hernia inkaserata.7 Obstruksi usus karena hernia akan
mengakitbatkan nyeri pada abdomen dan vaskularisasi menjadi terhambat (akan terjadi
iskemia pada jaringan).7 Tetapi balik lagi dengan gejala klinis yang terlihat pada pasien. Pada
pasien ditemukan adanya reaksi muntah dan nyeri perut yang hebat. Kedua gejala ini,
terdapat pada trias klasik gejala invaginasi usus yaitu nyeri perut yang hebat, muntah, dan
tinja darah, yang memungkinkan untuk prediktif diagnosisnya mencapai 66% (akan tetapi,
harus melihat lagi dari pemeriksaan penunjangnya agar tidak terjadi kesalahan dalam
mendiagnosis). Hernia tidak memiliki gejala reaksi muntah yang mengakibatkan diagnosis
banding ini dapat disingkirkan.

Pada appendicitis, untuk gejala klinisnya berupa nyeri yang berlokasi pada abdomen
kanan bawah. Muntah, mual, anorexia biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah terjadinya
nyeri abdomen.8 Gejala pincang pada kaki kanan bisa ditemukan pada pasien yang
mengalami appendicitis. Bising usus biasa nya menghilang dan tidak terdengar, tetapi pada
invaginasi biasanya terdengar suara bising usus. Pada appendicitis biasanya dapat terjadi
demam, sedangkan pada invaginasi usus, demam tidak terjadi (kecuali jika terjadi iskemi
yang berlanjut pada perforasi dan sepsis, maka demam akan timbul).8 Bisa juga dilihat dari
ciri reaksi tangisan anak. Pada appendicitis, biasanya anak lebih cenderung untuk tidak
bergerak dan berbaring dengan lutut difleksikan. Sedangkan pada intususepsi, nyeri abdomen
yang hebat mengakibatkan anak menangis dan menggeliat. Dari ciri-ciri diatas, diagnosis
banding ini dapat disingkirkan (akan tetapi, untuk memastikan diagnostic yang jelas, harus
dilakukan pemeriksaan penunjang)

Pemeriksaan Penunjang

Untuk pemeriksaan penunjang, bisa dilakukan foto polos abdomen, foto barium
enema, dan USG. Untuk foto polos abdomen, bisa ditemukan tanda-tanda obstruksi dengan
gambar air-fluid levels dan distribusi udara dalam usus tidak merata. 3 Untuk pemeriksaan
foto barium enema (gold standard diagnosis and therapy) ditemukan gambaran cupping dan
coilspring.3 Untuk penggunaan terapi pada barium enema, dilakukan dengan tekanan
hidrostatik untuk mendorong usus ke arah proksimal. 1,3 Untuk pemeriksaan USG, dapat
ditemukan gambaran seperti ginjal (pseudo kidney appearance) atau seperti kue donat
(doughnut’s sign).3

Komplikasi

Terdapat tingkat keparahan dari intususepsi (ringan, sedang, dan berat).

Intususepsi berat (salah satu dari kriteria tersebut, dapat diindikasikan sebagai bowel
necrosis). Ciri-ciri intususepsi berat adalah 1) septic shock, 2) peritonitis, 3) free peritoneal
air on a plain abdominal radiograph.6

Intususepsi sedang (salah satu kondisi dari kriteria tersebut, dapat diindikasi sebagi
kemungkinan iskemi pada saluran cerna). Ciri-cirinya adalah 1) durasi dari gejala lebih dari
48 jam, 2) infants of 3 months of age and younger, 3) the apex located beyond splenic
flexure, 4) ileoileocolic type, 5) sel darah putih >20.000/uL dan CRP > 10mg/dL, 6) obstruksi
usus halus pada plain abdominal radiograph, 7) ultrasound fingidings of lack of blod flow,
trapped fluid between intussucepted bowl walls, dan presence of pathological lead point
(PLP).6
Intususepsi ringan jika kriteria tidak ada ciri seperti intususepsi sedang dan berat.
Dehidrasi berat, shock septic, dan tanda dari peritonitis adalah termasuk dari intususepsi fase
berat.6

Tatalaksana

Pada pasien pediatri, reduksi non-operatif menjadi pilihan pertama pada anak kecuali
jika ditemukan tanda perforasi usus atau peritonitis. Reduksi dapat dilakukan dengan bantuan
fluoroskopi atau ultrasonografi dengan enema hidrostatik (kontras larut air atau barium) atau
pneumatik (menggunakan udara).1 Reduksi dianggap berhasil jika klinis membaik dan
terdapat refluks dari ileum ke katup ileosekal.

Kelebihan enema menggunakan barium dibanding udara adalah dapat menjadi sarana
diagnostik. Barium enema juga dapat mengidentifikasi lesi patologis lebih baik dibanding
udara.1 Namun, penggunaan barium lebih sering menimbulkan peritonitis septik dan
gangguan elektrolit jika terjadi perforasi usus halus.1

Keunggulan utama reduksi intususepsi menggunakan udara adalah paparan radiasi


rendah dan risiko peritonitis rendah jika terjadi perforasi.1 Selain itu, penggunaan udara
membuat tindakan reduksi lebih cepat, aman, dan murah dibandingkan menggunakan barium.

Operasi pada kasus intususepsi anak bukan pilihan utama, kecuali jika klinis tidak
stabil, terdapat tanda peritonitis atau perforasi usus, tidak ada ahli yang dapat melakukan
enema reduksi, enema reduksi gagal atau inkomplit, atau teraba massa.1

Prognosis

Untuk prognosis dari penyakit invaginasi usus ini adalah baik jika ditangain dengan
cepat dan tepat. Jika penyakit ini dibiarkan saja dan tidak ditangani secara cepat, 2-5 hari
kemudian akan menyebabkan kematian.5 Semakin panjang segmen usus yang terprolaps,
semakin panjang juga bagian yang mengalami iskemi, dan tidak bisa dilakukan penangan
non-surgical.5 Intususepsi yang berkepanjangan, akan meningkatkan iskemi saluran
pencernaan dan nekrosis jaringan, hal seperti ini dibutuhkan operasi segera.

Kesimpulan
Invaginasi usus adalah penyakit yang disebabkan oleh prolaps usus dari satu segment
masuk ke dalam lumen segment lainnya. Trias gejala klinis berupa nyeri perut, muntah, dan
tinja berdarah. Jika ketiga gejala tersebut ada pada pasien, maka kemungkinan besar memiliki
nilai diagnosis prediktif yang tinggi. Penyakit ini harus ditindak segera untuk menghindari
terjadinya keparahan dari intususepsi tersebut. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah enema barium (gold standard), USG, dan foto polos abdomen. Prognosis bisa baik
jika ditangani dengan cepat dan tepat.

Referensi
1. Mario A. Diagnosis dan tatalaksana intususepsi. CDK-274. 2019;46(3):189-192.

2. Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, et al. Intussusception in


children: not only surgical treatment. J Pediatr Neonatal Individualized Medicine.
2017;6(1):1-6

3. Invaginasi ileo-kolo-kolika bagaimana mengenali gejala klinis sejak awal dan


penatalaksanaanya?. Jurnal Keperawatan. 2014;5(1):16-22.

4. Marsicovetere P, Ivatury SJ, White B, Holubar SD. Intestinal Intussusception: Etiology,


Diagnosis, and Treatment. Clin Colon Rectal Surg. 2017; 30: 30-39.

5. Jain S, Haydel M. Child intussusception [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2020 July 17 [cited


23 April 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431078/#article-
23743.s13

6. Ito Y, Kusakawa I, Murata Y, Ukiyama E, Kawase H, Kamagata S et al. Japanese


guidelines for the management of intussusception in children, 2011. Pediatrics International.
2012;54(6):948-958.

7. Amrizal. Hernia inguinalis: tinjauan pustaka. Syifa'MEDIKA. 2015 september;6(1):1-12.

8. Warsinggih. Appendisitis akut [Internet]. Med.unhas.ac.id. [cited 23 April 2021].


Available from:
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-
AKUT.pdf

Anda mungkin juga menyukai