Anda di halaman 1dari 22

REFERENSI ARTIKEL

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS TERKAIT INTUSUSEPSI ATAU


INVAGINASI

Oleh:
Bara Tracy Lovita G99152010
Sabila Fatimah G99152021
Muhammad Yusuf Karim G99152018
Livilia Miftachul Karimah G99162062
Ricky Irvan Ardiyanto G99162063

Pembimbing:
Dr. Ari Rosati, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul Tumor Klatskin
dengan baik. Adapun maksud dan tujuan kami menyusun karya tulis ini untuk
memenuhi tugas stase Radiologi.

Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Ari Rosati, Sp.Rad selaku


pembimbing materi dalam pembuatan makalah ini, serta kepada semua pihak
yang telah mendukung dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat dalam karya
tulis ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran kepada berbagai
pihak untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi. Kami berharap makalah ini bisa
dijadikan tambahan referensi untuk pembuatan naskah ilmiah selanjutnya.

Surakarta, Juni 2017

Penyusun

2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Intususepsi merupakan suatu bentuk obstruksi usus dimana terjadi suatu
proses segmen usus yang masuk ke dalam segmen usus lainnya yang bersebelahan
(segmen proksimal masuk ke dalam segmen distal). Hal ini paling sering dijumpai
di ileum terminalis. Insidensi paling sering pada anak umur 6 bulan 1 tahun,
namun dapat pula terjadi pada pasien yang lebih tua (Depkes RI, 2009). 60%
pasien berumur kurang dari 1 tahun, dan 80% kasus terjadi sebelum usia anak
menginjak 24 bulan dan kelainan ini sangat jarang pada neonatus. Rasio kejadian
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan adalah 4:1.

B. Etiologi
Penyebab utama intususepsi sampai sekarang ini masih belum dipahami
secara penuh. Ada yang mengatakan bahwa infeksi gastrointestinal atau
pengenalan makanan baru yang mengandung protein pada anak dapat
menyebabkan membengkaknya Peyer patches di ileum terminalis. Faktor risiko
seperti hiperplasia limfoid nodular juga mungkin berpengaruh. Pada 2-8% pasien
diketahui bahwa penyebab awal terjadinya intususepsi antara lain seperti
diverticulum Meckel, polip intestinum, neurofibroma, hemangioma, atau keadaan
maligna seperti limfoma.
C. Patofisiologi
Jenis intususepsi ileocolic adalah yang paling sering (80-90%), ileo-ileal
(15%), sedangkan cecocolic jarang, dan yang sangat jarang adalah jenis jejuno-
jejunal . Bagian atas usus, atau yang disebut intussusceptum, invaginasi ke bagian
usus bawahnya, yang disebut intussuscipiens, dengan menarik mesentericus
masuk ke dalamnya. Konstriksi pada mesentericus menyebabkan obstruksi aliran
balik vena, yang akhirnya dapat diikuti dengan edema dan perdarahan dari
mukosa (bloody stool) yang kadang dapat disertai mukus. Apex intususepsi dapat
meluas hingga colon transversum, colon descenden, atau colon sigmoid. Segmen

3
usus yang tertekan lebih dari 24 jam dapat berisiko untuk terjadinya intestinal
gangrene dan shock.

D. Manifestasi Klinis
1. Tanda khas : massa seperti sosis di hipochondriaca dextra dan kosongnya
regio iliaca dextra (dance sign) pada palpasi yang paling terasa ketika
dilakukan palpasi saat spasme kolik.
2. Gambaran klinis
Awal : nyeri kolik yang sangat hebat disertai muntah. Anak menangis
kesakitan. Onset akut dan paroxysmal (sesuai ritme peristaltik). Nyeri
saat fleksi kaki kearah abdomen.
Lebih lanjut : kepucatan pada telapak tangan, perut kembung, tinja
berlendir bercampur darah (currant jelly stool) dan dehidrasi
E. Penegakan Diagnosis
Penegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi
adalah suatu trias gejala yang terdiri dari:
a. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul.
Nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan
baru.
b. Teraba massa tumor di perut bentuk Curved Sausage pada bagian kanan
atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
c. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut Red Currant Jelly
Stool.
The Brighton Collaboration Intussusception Working Group mendirikan
sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.
Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari
pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.

4
I. Kriteria Mayor
a. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau,
diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau
tidak ada sama sekali.
b. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup
hal-hal berikut ini: Massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum,
terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
c. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi
perdarahan rectum atau gambaran feses Red Currant Jelly pada
pemeriksaan Rectal Toucher.
II. Kriteria Minor
a. Bayi laki-laki dengan usia kurang dari 1 tahun
b. Nyeri abdomen
c. Muntah
d. Lethargy
e. Pucat
f. Syok hipovolemi
g. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas invaginasi
Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian ada
tidaknya invaginasi berdasarkan kriteria diatas:
I. Level 1 Definite (Ditemukannya Satu Kriteria Di Bawah Ini)
a. Kriteria Pembedahan: Invaginasi usus yang ditemukan saat
pembedahan
b. Kriteria Radiologi: Air Enema atau Liquid Contrast Enema
menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa
dibuktikan dan dapat direduksi oleh enema tersebut.
c. Kriteria Autopsi Invagination dari usus
II. Level 2 Probable (Salah Satu Kriteria Di Bawah)
a. Dua kriteria mayor
b. Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

5
III. Level 3 Possible
Empat atau lebih kriteria minor (Blanco, 2012)
F. Diagnosis Banding

1. Trauma abdomen
Pada kasus trauma abdomen, bisa didapatkan nyeri di bagian
abdomen yang bersifat terus-menerus akibat trauma yang dialami. Dari
anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma sebelumnya, ada nyeri
abdomen yang tidak hilang timbul. Pasien dengan trauma pada abdomen
bisa mengeluh kencing berwarna merah (hematuri). Pada pemeriksaan
fisis, tidak didapatkan gerakan peristaltik yang terlihat di dinding abdomen
dari luar (sausage-like sign)
2. Appendicitis akut
Pada appendicitis akut, terdapat gejala klasik yaitu nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul (nyeri visceral) di daerah epigastrium. Awalnya
dirasakan nyeri di ulu hati dan kemudian nyeri berpindah ke nyeri perut
kanan bawah yang lebih tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat (Mc Burney sign). Nyeri bertambah kalau batuk
(batuk sign) dan disertai demam, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan blumberg sign positif, rovsing sign positif, obturator sign
positif dan psoas sign positif
3. Hernia
Hernia ialah adanya penonjolan atau protusi isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari cincin,
kantong dan isi hernia. Biasanya pasien datang dengan keluhan adanya
benjolan yang hilang timbul di tubuh pasien biasanya benjolan tersebut
tidak nyeri. Nyeri baru timbul kalau sudah terjadi gangguan pasase atau
gangguan vaskularisasi.

6
4. Gastroenteritis
Adalah radang pada lambung dan usus yang memberikan gejala
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai
peningkatan suhu tubuh. Diare yang dimaksudkan adalah buang air besar
berkali-kali (dengan jumlah yang melebihi 4 kali, dan bentuk feses yang
cair, dapat disertai dengan darah atau lendir).
5. Torsio testis
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal
sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut
sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau
tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya
lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-
kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan
atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai
dengan demam.
6. Volvulus
Keadaan dimana usus terputar sehingga menyebabkan obstruksi
lumen. Kadang-kadang aliran darah juga tersumbat, sehingga terjadi
infark. Gejalanya tidak ada yang khas: muntah (kuning kehijauan), nyeri
abdomen yang kembung dan berak darah.
7. Divertikulum Meckel
Divertikulum meckel adalah suatu kelainan bawaan, yang
merupakan suatu kantung (divertikula) yang menjulur/menonjol dari
dinding usus halus. Divertikula bisa mengandung jaringan lambung
maupun jaringan pankreas. Divertikulum meckel biasanya tidak
menimbulkan gejala, tetapi kantungnya dapat melepaskan asam dan
menyebabkan ulkus, sehingga terjadi perdarahan melalui rektum yang
tidak disertai nyeri. Tinja biasanya berwarna keunguan atau kehitaman.

7
Pada remaja dan orang dewasa, divertikulum lebih cenderung
menyebabkan penyumbatan usus, sehingga timbul nyeri kram dan muntah.
Bisa terjadi peradangan mendadak pada divertikulum yang disebut
divertikulitis akut. peradangan ini menyebabkan nyeri perut yang hebat,
seringkali disertai muntah
G. Pemeriksaan Penunjang
Selain berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik, maka untuk
menegakkan diagnosis intususepsi diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut
yaitu pemeriksaan laboratorium dan yang utama adalah pemeriksaan radiologi.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada tanda yang spesifik namun dapat
ditemukan peningkatan leukosit pada kondisi yang sudah lanjut atau sudah terjadi
gangren, serta pada kondisi kehilangan cairan yang banyak dapat dijumpai
imbalans elektrolit. Pada pemeriksaan radiologi, dapat dilakukan foto polos
abdomen, Colon in Loop, USG abdomen, dan CT scan abdomen.

H. Gambaran Radiologis

1. Foto Polos Abdomen 3 Posisi


Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008
dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos
abdomen dengan posisi left side down decubitus meningkatkan
kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan intususepsi. Akan tetapi,
literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi
diagnostik 45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga
penggunaannya tidak diindikasikan jika ada fasilitas USG.

Dari foto polos abdomen akan didapatkan gambaran massa jaringan


lunak yang memanjang menyerupai sosis (biasanya di kuadran kanan atas
pada anak - anak) dengan gambaran obstruksi usus (adanya airfluid level
dan dilatasi usus ataupun gambaran herring bone ) di bagian proksimal

8
dan tidak adanya gas usus di segmen usus bagian distal yang kolaps .
Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi.

Gambar 1. Bayangan massa


(segmen usus yang masuk ke usus sebelah proximal)

Gambar 2. Invaginasi lanjut dengan tanda obstruksi

9
2. CT Scan Abdomen

Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada


orang dewasa. Gambaran terbaik yang dapat didapatkan pada intususepsi
adalah yang disebut sebagai gambaran usus-dalam-usus, di mana lapisan
usus yang banyak membentuk cincin konsentris (CT setara dengan target
sign pada ultrasonografi) ketika dicitrakan dari sudut kanan ke lumen, dan
gambaran jaringan lunak seperti sosis ketika dicitrakan longitudinal.

Gambar 3. Gambaran usus di dalam usus

3. Barium Enema (Colon in Loop)

Pada pemeriksaan barium enema atau colon in loop tampak filling


defect oleh masa intraluminar yang menyebabkan kontras tidak dapat
melewati segmen usus proksimal. Pemeriksaan ini dilakukan untuk tujuan
diagnosis dan terapi. Untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala klinik
meragukan. Pada barium enema, akan tampak gambaran cupping ataupun
coiled spring appearance. Colon in loop juga bisa sebagai terapi reposisi
dengan tekanan tinggi apabila belum ada tanda-tanda obstruksi dan onset
kurang dari 24 jam.

10
Gambar 4. Coiled spring appearance pada invaginasi

Gambar 5. Cupping sign pada colon in loop


4. Ultrasonografi Abdomen

Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali


digunakan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang mengadopsi
penggunaannya sebagai alat skrining. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
abdomen digunakan untuk melihat kondisi secara umum dengan
menggunakan gelombang, untuk melihat gambaran usus di layar monitor.
Penggunaan USG aman dan tidak ada efek radiasi. USG juga membantu

11
menyingkirkan kemungkinan penyebab lain nyeri abdomen, mendeteksi
adanya cairan (ascites), udara dan tidak adanya suplai darah di dinding
usus sehingga kemungkinan sudah terjadinya gangren.9 Intususepsi
biasanya ditemukan di sisi kanan abdomen.
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk
target atau donat yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang
dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut
dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm
menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan longitudinal
tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan
hipoekoik dan hiperekoik.
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan
untuk membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Suatu penelitian
yang dilakukan oleh Park et al tahun 2007 melaporkan bahwa intususepsi
transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah
atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih
kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm
vs 0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding
terbalik dengan intususepsi ileocolic.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Munden et al tahun 2007 juga
mendukung penemuan ini, didapatkan diameter anteroposterior rata-rata
adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi
ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara
respektif.

12
Gambar 6. (A) Gambaran radiologi target sign; (B) pseudokidney sign pada USG

Gambar 7. Targets appearance/ gambaran donat pada irisan melintang invaginasi


I. Penatalaksanaan
Penanganan intususepsi yang berhasil tergantung pada pengenalan awal dan
diagnosis, resusitasi cairan yang adekuat dan pengurangan segera. Pada bayi
maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini
pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi
pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi
cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari
kondisi dehidrasi dan pemasangan selang kateter untuk memantau ouput dari

13
cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan (Ignacio,
2010).
Pasien ditangani oleh ahli bedah dan ahli radiologi, dan penanganan non-
operasi (bergantung pada foto) diupayakan pada sebagian besar pasien awalnya.
Keputusan untuk menangani pasien melalui operatif atau non-operatif bergantung
pada gejala klinis dan respon pasien terhadap resusitasi. Pasien yang tidak respon
terhadap resusitasi cairan, memiliki tanda peritonitis atau bukti radiologi adanya
udara pada cavitas peritoneum ditangani dengan operasi karena kemungkinan
komplikasi nekrosis usus yang sangat tinggi. Secara umum, semakin lama durasi
gejala klinis (terutama apabila > 24 jam) semakin rendah kemungkinan berhasil
tindakan non-operatif. Penurunan tingkat keberhasilan juga dilaporkan apabila
intususepsi berada pada rektum, anak dengan obstuksi usus halus dan pasien
berusia di bawah 3 bulan (Williams, 2008).
Tindakan non-operatif pada kasus intususepsi terdiri dari 2 metode utama
yaitu:
a. Reduksi Hidrostatik (Hydrostatic Reduction)
Reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah
panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak
pertengahan 1980. Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya:
1) Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan
difiksasi kuat diantara pertengahan bokong.
2) Melalui kateter, barium dialirkan dari kontainer
3) Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para
radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop
tertutup.
4) Pelaksanaannya memperhatikan Rule Of Three yang terdiri atas:
i. Reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien
ii. Tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan
iii. Tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3
menit.

14
5) Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan
hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
6) Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir
bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil
pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum
terminalis, serta pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang
diberikan akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat
kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran
tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium sepanjang bekas tempat
invaginasi.
Indikasi reduksi hidrostatik :
1) Tidak terdapat gejala dan tanda rangsangan peritoneum
2) Tidak terdapat obstruksi yang tinggi
3) Tidak dehidrasi
4) Gejala intususepsi kurang dari 48 jam
Kontraindikasi reduksi hidrostatik :
1) Distensi abdomen yang berlebihan
2) Intususepsi rekuren
3) Gejala intususepsi lebih dari 48 jam
4) Peritonitis
5) Perforasi (Irish, 2011)
b. Reduksi Pneumatik (Pneumatic Reduction)
Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan
ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg
untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi
ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan
waktu paparan dari radiasi.
Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat
reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah
tahapan reduksi pneumatik:

15
1) Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum
dan direkatkan dengan kuat.
2) Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan
kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-
80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi.
Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan
sebuah foto polos.
3) Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan
teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya
dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan terlebih dahulu
sebelum kateter dilepas.
4) Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan
decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
ketiadaan udara bebas.
5) Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih.
Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi
dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan

Tindakan operatif dilakukan apabila diagnosis intususepsi yang telah


dikonfirmasi dengan radiologi mengalami mengalami kegagalan dengan terapi
reduksi hidrostatik maupun pneumatik, atau apabila terdapat bukti peritonitis
difusa.
a. Pre-Operatif
Penanganan intususepsi melalui tindakan operasi secara umum
sama seperti penanganan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu
perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila
sudah terjadi defisit elektrolit. Pembedahan sudah dapat dilakukan jika
perfusi jaringan sudah cukup yang dapat diukur secara klinis dari
produksi urin, yaitu 0,5 - 1 ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya
adalah suhu tubuh kurang dari 38C, nadi kurang dari 120 kali per menit,
pernapasan tidak lebih dari 40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan

16
paling utama kesadaran yang baik. Biasanya dengan pemberian cairan
sejumlah 50% dari kebutuhan (untuk koreksi & kebutuhan normal),
perfusi jaringan sudah dapat dicapai.
b. Operatif
1) Insisi
Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30
menit sebelum insisi kulit.
Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut
melintang dibuat sedikit lebih rendah daripada umbilikus.
Sayatan bisa dibuat sejajar, di bawah atau di atas umbilikus,
tergantung pada derajat intususepsi

Gambar 8. Sayatan di Inferior Umbilikus (Chung, 2010)


2) Diseksi
Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus,
dan fascia transversalis.
Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari
luka operasi dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas
usus distal ke apex bersamaan dengan tarikan lembut dari usus
proksimal untuk membantu reduksi. Traksi yang kuat atau
menarik usus intususeptum dari intususipien harus dihindari,
karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih
lanjut pada usus besar

17
Gambar 9. Teknik Reduksi Manual atau Milking (Chung, 2010)

Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami


intususepsi harus dinilai dengan hati-hati

Gambar 10. Evaluasi Ileum Terminal dengan Seksama untuk Menilai Viabilitas Usus
3) Reseksi
Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi
tidak dapat dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi.
Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm dari tepi - tepi
segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi
proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan
anastosmose end to end atau side to side.

18
Gambar 11. Reseksi Usus Segmental dan Anastomose end to end (Chung, 2010)

Umumnya, ileum terminal yang direduksi akan muncul kehitaman


dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang hangat dan
lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan perfusi
jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah
yang tidak perlu.
Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak
bagian dari usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini
tidak dapat dilakukan anastomosis end to end, harus colostomy
supaya proses digestive tetap berjalan.
Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan
adalah normal.

Gambar 12. Appendektomi Insidental

19
4) Menutup
Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan)
dan hemostasis dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di
lapisan menggunakan benang absorbable 3-0.
Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang
diserap
c. Post-Operatif
Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai
dekompresi pada saluran cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap
dengan pemasangan infus. Setelah oedem dari intestine menghilang,
pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine
ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube.
Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan
suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika
dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada
kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama. Hal-hal yang perlu
diperhatikan setelah dilakukannya operasi pada penderita adalah:
1) Hindari dehidrasi
2) Pertahankan stabilitas elektrolit
3) Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
4) Pemberian analgetika yang tidak mengganggu motilitas usus

Prognosis
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat
dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya
gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama.
Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-
masing rata-rata 5% dan 1-4% (WHO, 2002)

20
BAB II
KESIMPULAN

Intususepsi dan invaginasi merupakan suatu bentuk obstruksi usus dimana


terjadi suatu proses segmen usus yang masuk ke dalam segmen usus lainnya yang
bersebelahan (segmen proksimal masuk ke dalam segmen distal) dengan insidensi
terbanyak terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 1 tahun.
Penegakan diagnosis perlu ditegakkan dengan segera dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, peremeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis
intususepsi dan invaginasi diantaranya dengan foto polos abdomen, CT scan
abdomen, Colon in Loop, dan USG abdomen dimana pemeriksaan USG abdomen
menjadi pemeriksaan radiologis utama dalam menegakkan diagnosis intususepsi
atau invaginasi. Dari foto polos abdomen akan didapatkan gambaran massa
jaringan lunak yang memanjang menyerupai sosis (biasanya di kuadran kanan atas
pada anak - anak) dengan gambaran obstruksi usus (adanya airfluid level dan
dilatasi usus ataupun gambaran herring bone ). Pada Barium enema dapat
dijumpai gambaran coiled spring appearance, pada CT scan dapat dijumpai
gambaran loop in loop, serta pada USG dapat dijumpai gambaran targets
appearance dan pseudokidney sign.
Pada penatalaksanaan yang cepat yaitu dibawah 48 jam dari onset akan
memiliki prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan non
operatif maupun operatif, dengan tingkat rekurensi yang berkisar antara 1-5%.

21
DAFTAR PUSTAKA

Blanco FC (2012). Intussusception. Diakses 4 Juni 2017 dari :


http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall
Chung DH (2010) Intussusception. Dalam: Townsend CM & Evers. Atlas of
General Surgical Techniques. Philadelphia, PA: Elsevier

Fallan ME. 2005. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder TM


(eds). 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company.
Herring William. 2016. Learning Radiology Recognizing The Basic. Albert
Einstein Medical Center Philadelphia: Elsevier.

Ignacio RC, Fallat ME (2010). Intussusception. Dalam: Holcomb GW, Murphy


JP, (editors). Ashcrafts pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders
Elsevier; 2
Irish MS (2011). Pediatric intussusception surgery. Diakses 4 Juni 2017 dari :
http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview#showall

M. Kliegman, Robert. 2011. Nelson Text Book of Pediatric-18th Ed. USA : Saunders El
sevier. p 1287-1289
Pendergast LA & Wilson M. 2003. Intussusception: a sonographers perspective.
JDMS 19:231-238.
Ramachandran P. 2009. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and
management. Spinger: Dordrecht Heidelberg.

WHO (2002). Acute intussusceptions in infants and children : Incidence, clinical


presentation and management: a global perspective. Switzerland : WHO,
pp: 40-72
Williams H (2008). Imaging and intussusception. Arch Dis Child Edu Pract Ed 93
: 30-36

22

Anda mungkin juga menyukai