Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN “Tn.D.

T”
DENGAN KASUS APENDISITIS DI RUANG MELON 1 A RSUD MADANI
PALU

DISUSUN OLEH :

NAMA : NUR ASIAH

NIM : 202001114

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
BA II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORITIS
1. Definisi Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya
jika tidak ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams, 2011).
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis
dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
(Brunner&Suddarth, 2014).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak
dalam pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara
pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi
untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini
mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi
penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
2. Etiologi
Penyebab appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen
appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa,
fekalit (material garam kalsium, debris fekal ) atau parasit (Katz, 2009)
Apendisitis penyebabnya paling umum adalah inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen. Kira-kira 7% dari populasi
akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup
mereka: pria lebih sering dipengaruhi wanita, dan remaja lebih sering dari
pada dewasa. Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering
ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah
faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid.
Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri
untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia
Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada
peradangan usus buntu (Anonim,2008). Adapun peyebab lain teerhadap
apendisitis yaitu :
1) Sumbatan lumen
2) Kostipasi (kebiasaan memakan yang rendah serat) tinja yang
keras.
3) Hyperplasia jaringan limfoid
3. Patofisilogi

Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat


atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa dank eras dan fases),
tumor, atau benda asing. Proses imflamasi meninggkatkan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jamterlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi pus. Setelah dilihat
penyebab dari appediksitis adalah adanya obstruksi pada lumen
appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa,
fekalit (material garam kalsium, debris fekal ) atau parasit (Katz ,2009 ).

Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan


peningkatan perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan
kogesif dan penuruna pada perfusi pada dinding apendiks yang
berkelanjutan pada nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat
terjadi pada permukaan serosa apendiks (santacroce,2009)

Dengan selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan


meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa
dinding apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa, dengan
manifestasi ketidak nyamanan abdomen. Sebenarnya tubuh manusia juga
melakukan usaha pertahanan untuk membtasi proses peradangan ini
dengan cara menutupi apendiks dengan omentum dan usus halus sehingga
terbentuk massa periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
infiltrate apendiks berlanjut kondisi apendiks akan meningkat risiko
terjadinya perforasi dan pembentukan massa periapendikular. perforasi
dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu
memberikan respon imflamasi berbentuk periotenum atau terjadi pada
peritonitis. (Tzanakis, 2005).

4. Manifestasi klinik

Manifestasi Klinis menurut Lippicott williams &wilkins (2011)


Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun
setempat. Pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa
tanda nyeri antara lain : Rovsing’s sign, Psoas sign dan Jump sign.

1) Apendiksitis
a. Nyeri samar-samar
b. Terkadang terasa mual dan muntah
c. Anoreksia
d. Disertai demam dengan suhu 37,5 – 38, 5 0C.
e. Diare
f. Konstipasi
g. Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.
2) Apendiksitis perforasi
a. Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut
kanan bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri
dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin
memberat.
b. Mual dan muntah sampai keluar lender
c. Nafsu makan menurun
d. Konstipasi BAB
e. Tidak ada flaktus
f. Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal
apendisitis dan bising melemah jika sudah terjadi perforasi.
g. Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
h. Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada
disekitar appendiks menjadi sebuah tanda sonographik
penting.
i. Respirasi retraktif
j. Rasa perih yang semakin menjadi.
k. Spasma abdominal semakin parah.
l. Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi
peritoneal )
5. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Lakukan observasi TTV klien .
2) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
3) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan. Bila tindakan operas
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare
(2009). yaitu :
a. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus
dengan peningkatan suhu 39,50C tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan
pembentukan abses.
b. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan
panas tinggi 390C – 400C menggigil dan ikterus merupakan
penyakit yang jarang
7. Prognosis
Angka mortalitas abses apendiks dilaporkan kurang dari 1%. Abses
apendiks yang ditatalaksana secara drainase perkutan dilaporkan
memiliki risiko rekurensi lebih tinggi.

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
Sebuah tinjauan Cochrane menyatakan bahwa belum ada cukup
bukti untuk menentukan mana yang lebih baik antara appendektomi
dini dan appendektomi interval
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian
yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat
data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan
pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang
logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah
pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari data subyektif melalui
wawancara dan dari data obyektif melalui observasi, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017):
a. Pengumpulan data
 Identitas pasien : meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat, tempat tinggal.
 Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini pasien
mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah.
 Riwayat pengkajian nyeri
P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala?
Apa yang biasa memperberat dan mengurangi nyeri
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh
mana gejala dirasakan ?
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah
gejala yang dirasakan menyebar?
S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering
gejala dirasakan?
 Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu
yang diderita pasien dengan timbulnya penyakit
apendiksitis.

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
 Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah
anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya
 Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan
pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan
sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang
dideritanya, dan bagaimana pasien menggunakan koping
mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya, bagaimana pasien mengontrol emosi dan
begaimana gaya komunikasi pasien.
b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
 Pola Nutrisi Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari-
hari, jenis makanan apa saja yang sering di konsumsi,
makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya
 Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekuwensi, warna, bau, konsentrasi
BAB, BAK, adakah keluar darah atau tidak, keras, lembek,
cair
 Pola istirahat dan tidur Kebiasaan istirahat tidur berapa
jam? Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang
dilakukan?
 Pola personal hygiene Kebiasaan dalam pola hidup bersih,
mandi, menggunakan sabun atau tidak, menyikat gigi, dan
membersihkan kuku.
 Pola aktivitas dan latihan Kegiatan sehari-hari, olaraga
yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan olaraga,
misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
 Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Kebiasaan
merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
 Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga,
temanteman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan
adat
 Pola persepsi dan konsep diri Pandangan terhadap image
diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan
dengan keluarga
 Pola nilai kepercayaan Kepercayaan terhadapTuhan Yang
Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang dianut,
mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh
terhadap perintah dan larangan-Nya.
 Pola reproduksi dan seksual Hubungan dengan keluarga
harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya
dan lingkungan sekitar.

c. Pemeriksaan fisik
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5
M:6. Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh
klien merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya
tinggi, nadi takikardi dan pernafasan biasanya dibawah normal .
 Integument : dengan teknik inspeksi dan palpasi
 Rambut dan kuku: inspeksi dan palpasi
 Kepala : Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada
masalah kalau penyakitnya itu apenditis mungkin pada
bagian mata ada yang mendapatkan mata klien seperti mata
panda karena klien tidak bisa tidur menahan sakit.

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
 Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi
kelopak mata, adanya benda asing, skelera putih ?
 Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
 Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan
anatomi akibat trauma ?
 Mulut dan faring : Benda asing, gigi, sianosis, kering dan
bau mulut ?
 Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah
pada klien yang menderita apedisitis.
 Payudara dan dan ketiak : inspeksi dan palpasi
 Thorak dan paru
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah
atau
gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya
biasanya
sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi
bunyinya
vesikuler.
 Jantung
Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah
bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi, Bunyi
jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga
disebabkan osilasi darah antara orta dan vestikular. Suara
jantung terakir (S4) tubelensi injeksi darah. Suara jantung
ketiga dan ke empat disebab kan oleh pengisian vestrikuler,
setelah fase isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada
kalau ada suara tambahan seperti murmur (suara gemuruh,
berdesir) (Lehrel 1994).

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
 Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan
bawah atau pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan inspeksi.
Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik. Kembung
sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi.
Benjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau
abses periapedikular.
Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan bawah
akan didapatkan peninggkatan respons nyeri. Nyeri pada
palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai
nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukan adanya rangsangan
periotenium parietale. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut tanda
rofsing. Pada apendisitis restroksekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menemukan adanya rasa
nyeri. (Sjamsuhidayat 2005)
 Pemeriksaan pelvis/genitalia :Kebersihan, pertumbuhan
rambut, Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang
kateter, terdapat lesi atau tidak.
 Pemeriksaan anus : inspeksi dan palsasi
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah meliputi :
Warna dan suhu kulit, Perabaan nadi distal, Depornitas
extremitas alus, Gerakan extremitas secara aktif dan pasif,
Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi,
Derajat nyeri bagian yang cidera, Edema tidak ada, jari-jari
lengkap dan utuh, Reflek patella.
 Pemeriksaan neurologis meluputi : mengkaji kesadaran,
memeriksa nervus cranialis dan memeriksa fungsi motorik
dan sensorik
2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-
6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96- 97%
c. Pemeriksaan Urinalisis
membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis
atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria
dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter. Analisa
urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hai, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk kemungkinan karsinoma colon.

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

3. Patoflodiagram

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
4. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis dan dilakukan
intervensi manajemen nyeri.
b. Hambatan rasa nyaman berhubungan dengan sumber daya tidak
adekuat.
c. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi (kekurangan asupaan)

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kemudian diperoleh


beberapa diagnosa diantaranya (Nanda, 2005):

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan dilakukan
intevensi kontrol kecemasan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai prosedur dan diberikan intervensi pendidikan kesehatan
5. Intervensi rasional
Rencana keperawatan menurut Poter & Perry, 2005.
Diagnosa I Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
dan dilakukan intervensi manajemen nyeri adalah kaji ulang intensitas
nyeri yang bertujuan indikator tunggal yang paling dapat dipercaya
tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang berhubungan
dengan ketidak nyamanan, pengkajian ini membantu untuk mengatassi
nyeri. Pada kasus Tn. Dt salah satu intervensi yang disusun oleh penulis
berdasarkan NIC dan NOC bertujuan mengurangi nyeri yang dirasakan
pasien atau nyeri hilang selama dalam perawatan dengan kriteria hasil:
mampu mengontrol nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi
(teknik relaksasi nafas dalam), intervensi lakukan pengkajian nyeri
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan oberservasi TTV
pasien. Melakukan pemberian teknik relaksasi nafas dalam. Rasional
untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indikator
untuk memberikan tindakan selanjutnya, meningkatkan relakasasi dan
dapat meningkatkan kemampuan kooping /diri sendiri.
Diagnosa II hambatan rasa nyaman berhubungan dengan sumber
daya tidak adekuat. tujuan :rasa nyaman meningkat pada pasien, Kriteria
hasil :mampu meningkatkan rasa nyaman dan kualitas tidur dan istrahaat
adekuat. Intervensi : mengobservasi ttv, dan memberikan posisi tidur semi
fowler untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan rasa nyaman.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana peningkatan rasa nyaman dan
pola tidur pasien.

Daignosa III Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi


(kekurangan asupaan). Tujuan :termoregulasi atau keseimbagan produksi
panas, peningkatan panas dan kehilnagan panas, kirteria hasil : TTV

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
pasien dalam keadaan normal, dan tidak terjadi perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing dan merasa nyaman. Intervensi : memberikan
pemahaman kepada keluarga dengan memberikan kompres air hangat dan
pemberian obat. Rasional : untuk mnegtahui penurunan suhu pada pasin.

C. ASUHAN KEPERAWATAN Tn. D.T KASUS APENDISITIS

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
DAFTAR PUSTAKA
Mizar Erianto1, Neno Fitriyani2, Andi Siswandi3, Arya Putri
Sukulima4Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada hhttps://akper-
sandikarsa.e-journal.id/JIKSH Volume 11, Nomor 1, Juni 2020,
Perforasi pada Penderita Apendisitis Di RSUD DR.H.Abdul Moeloek
Lampung

Akhyar yayan, 2008, Apendisitis, diakses 19 April 2012 from


http://www. Yayanakhyar. Wordpress.com/2008/09/29/apendisitis.
Anonim, 2008, Iso farmakoterapi, 288-294, PT.ISFI Penerbitan,
Jakarta.

Arif Muttaqin & Kumala Sari ,2011. Gangguan Gastrointestinal


(Aplikasi asuhan keperawatan medical bedah),Jakarta:Salemba
medika. Birnbaum BA, Wilson SR, 2000, Appendicitis at the
millenium, Radiology 215:337-348. Braunwald E, Hauser S1, Jameson
Jl, 2005.

Harrison’s Prinsiple Of Internal. Medicine. 16th Ed. New York : The


Mc Graw-Hill Companies. Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan
Medikal Bedah: Jakarta: EGC. Brunner, Suddarth. (2014).
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG. Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk),
EGC, Jakarta. http://yenicahyaningrum.wordpress.com/ipa-viii/sistem-
pencernaan

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
pada manusia/sistem-pencernaan/organ-sistem-pencernaan/&xid.Jurnal
Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72 M.Tucker, 1998,
Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,Diagnosa dan
Evaluasi, Edisi 5, Volumr 3,Jakarta:EGC. Nurarif, Amin Huda &
Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction
Publishing.RSUP Dr.M Djamil Padang (1 Januari 2015 s/d 31
Desember 2016). kasus apendisitis. data rekam medis . Santacroce R,
Craig S. 2007. Appendicitis. Available from:
http://www.emedicine.com [Accessed on May, 30th 2010].

Silent W. Acute Appendicitis And Peritonitis, In: Kasper D1, Fauci As,
Longo D1. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat & de jong. 2010.
Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare,
Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah .
Syamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2004.
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC. Syaifuddin. 2011.
Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika. T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ;
alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015, Diagnosa Keperawatan; Definisi
& klasifikasi 2015=2017: Jakarta: EGC. Tzanakis NE et al, 2005. A
New Approach to Accurate Diagnosis of Acute Appendicitis: world
journal of surgery, April 2005, 1151-1156. Williams, L & Wilkins.
2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih Bahasa
Paramita. Jakarta : PT. Indeks. WHO. World Health Statistics 2015:
World Health Organization; 2015
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1368/4/4.%20BAB%20II.pdf

Cheng Y, Xiong X, Lu J, Wu S, Zhou R, Cheng N. Early versus


delayed appendicectomy for appendiceal phlegmon or abscess

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
(Review). Cochrane Database of Systematic Reviews 2017, Issue 6.
Art. No.: CD011670. DOI: 10.1002/14651858.CD011670.pub2.
Available from:
https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD0116
70.pub2/epdf/stand

Asuhan Keperawatan pada Tn.E dengan Tindakan Appendiktomi pada


Appendicitis Akut di Kamar Operasi Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Dr.Moewardi Surakarta Nisha Afidah S.Kep* Priyo Prabowo
S.Kep., Ns** Amir Nuryanto S.Kep., Ns
ard

NUR ASIAH 202001114 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

Anda mungkin juga menyukai