Pasien Nn. Y umur 19 tahun datang ke RS Muhammadiyah Palembang pada hari Senin, 5 Maret 2018
di bawa ke IGD dan dirujuk ke Ruang Ahmad Dahlan. Pasien mengeluh nyeri abdomen pada right
lower quadrant dengan skala nyeri 7 sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri semakin
bertambah saat berjalan. Pasien mengalami konstipasi selama 3 hari dengan BAK normal. Pola makan
pasien tidak teratur dan jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung serat. Dari hasil
pengkajian pasien mengalami anoreksia dan terdap-at tanda Rovsing. Pasien mengeluh badannya
terasa panas. Keadaan umum pasien benar-benar terlihat sakit, demam. Diagnostk medis pasien
apendisitis. Hasil pemeriksaan didapat TD : 130/8O0 mmHg, Pernafasan : 20x/mnt, Nadi : 90x/mnt,
suh : 38,5 C, Leukosit : 13.000
2)
3)
4)
5)
6) 1.Rovsing sign adalah nyeri perut kanan bawah yang terjadi saat dilakukan palpasi
diperut bawah kiri dan diduga kuat sudah terjadi iritasi peritoneum.
2. Psoas sign adalah nyeri perut kanan bawah yang timbul saat dilakukan
hiperekstensi dari tungkai bawah kanan. Respon yang positif menunjukkan adanya
masa inflamasi yang mengenai otot psoas (retrocecal appendidtis).
3. Obturator sign adalah nyeri perut kanan bawah yang timbul saat dilakukan internal
rotasi pada posisi tungkai bawah kanan fleksi. Respon yang positif menandakan
adanya massa inflamasi yang mengenai rongga obturator (pelvic apendisitis).
4. Cough sign adalah nyeri perut kanan bawah yang timbul saat penderita batuk-
batuk.Gejala ini menandakan sudah terjadi iritasi peritoneum (Craig,2003)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi
ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong
et al, 2005).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki - laki maupun perempuan tetapi lebih sering
menyerang laki - laki berusia antara 10 sampai 30 tahun ( Mansjoer,Arief,dkk,
2007 ).
Apendisitis adalah inflamsi apendiks. Penyebabnya biasanya tidak diketahui,
tetapi sering mengikuti sumbatan lumen ( Gibson, john, 2003 ).
Jadi, Apenditis adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks yang dapat
terjadi tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab paling umum untuk
dilakukannnya bedah abdomen.
3. Etiologi
Menurut Nuzulul ( 2009 ) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada faktor presdisposisi yaitu :
1.Faktor yang sering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi di :
a.Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.Adanya fekolit dalam lumen apendiks.
c.Adanya benda asing seperti biji –bijian.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli & Streptococcus.
3. Laki –laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa ). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa
tersebut.
4.Tergantung pada bentuk apendiks :
a.Apendiks yang terlalu panjang.
b.Masa apendiks yang pendek.
c.Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks.
d.Kelainan katup di pangkal apendiks.
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid , fekolit , benda asing , struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi
mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang di tandai nyeri epigastrum.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan
apendisitis sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infrak dinding apendiks
yang di ikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan apediksitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrate
appendikularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Anak - anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orangtua perforasi mudah
terjadi karena telah terjadi kelainan pada pembuluh darah ( Mansjoer, 2003 ).
Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak
sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran
kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney, kemudian dapat
timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit
meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis
untuk sementara.
6. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Nurarif.H.A dan Hardi Kusuma (2013)terbagi menjadi
3 yakni :
A. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.
B. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
alut pertama kali sembuh spontan. Namun apendistis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
C. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (
fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik ),
dan keluhan menghilang setelah apendictomy.
7. Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan laboratorium
a.Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b.Pemeriksaan urindengan hasil sedimendapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan
perforasiakan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
Urinrutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.
2.Pemeriksaan Radiologi
a.Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang
diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum
pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa,
hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b.Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus
dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura( Penfold, 2008)
8. Penatalaksanaan Umum
1.Sebelum Operasi
a.Observasi
Dalam 8 - 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiksitis seringkali
belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendiksitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta
pemeriksaan darah leukosit dan hitung jenis ) diulang secara periodik, foto abdomen
dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b.Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali
apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
2.Operasi
a.Apendictomy
b.Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika
c.Abses apendiks diobati dengan antibiotika melalui jalur IV , massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa
hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
d.Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda - tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam,syok, hiperternia atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila pasien
telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam
posisi fowler. Pasien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak ada gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml / jam selama 4 - 5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml / jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di
luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang ( Mansjoer,
arif dkk, 2009 )
2)
3)
4)
5). Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran
feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah
suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila mortolitas usus halus melembut,
masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air
dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakan dan
melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri
pada rektum (Wilkinson, 2007).
6). Tanda klinis lain yang sangat p-enting adalah nyeri tekan abdomen quadrant
kanan bawah pada palpasi, jumlahnya 96%. Beberapa pemeriksaan klinis bisa
dilakukan untuk menegakkan diagnosa, diantaranya adalah : nyeri lepas tekan,
rovsing sign, psoas sign, obturator sign, blumberg sign, dan rectal toucher.
Pemeriksaan ini cukup sederhana dan bisa dilakukan oleh setiap dokter, terutama
yang telah mengikuti pelatihan. Pemeriksaan nyeri lepas tekan cukup bermakna
dalam mendiagnosis appendicitis, terutama bila pemeriksaan lain memberikan
gambaran negatif. walaupun tingkat spesifitasnya rendah tapi sensitivitasnya tinggi.
pemeriksaannya cukup sederhana dan tidak sulit untuk diinterpretasikan, tapi perlu
dilakukan secara hati-hati agar tidak memperparah penyakit dan meningkatkan nyeri
pasien. pasien apendisitis pada pemeriksaan rovsing sign dan psoas sign memberikan
gambaran positif masing-masing 92% dan 80%. Obsturator sign dan blumberg sign
juga perlu diperiksa karena bisa membantu dalam menegakkan diagnosa appendicitis.
7)
8)
9)
10)
11)
12)