Anda di halaman 1dari 39

*

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan
sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran,
keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa
yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa
yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar
atau pembaca.
Penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai
dengan kaidah bahasa. Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah
ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi.
Pemilihan itu bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan,
orang yang diajak bicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat
pembicaraan
Sedangkan penggunaan kata yang tepat saat menyampaikan sesuatu
disebut dengan diksi. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang
diperlukan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan
dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan
Kalau makna kata yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat
memahami dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh
penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak
tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami
apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.Supaya kata yang dibuat
dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, yang bentuknya
seturut kaidah bahasa Indonesia. Artinya, harus sesuai dengan pedoman
kaidah ejaan yang berlaku
.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini disusun berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Jelaskan bahasa Indonesia yang baik dan benar?

2
*

2. Jelaskan Pengertian dari diksi?


3. Sebutkan dan jelaskan mengenai pedoman umum apa saja yang ada dalam
Ejaan Bahasa Indonesia?
4. Jelaskan pedoman pembentukan istilah?

C. Tujuan
Makalah ini di susun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Memberikan informasi berupa penjelasan bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
2. Menjelaskan dan memberikan informasi mengenai pilihan kata atau diksi
3. Menjelaskan dan memberikan informasi kepada pembaca mengenai
pedoman umum apa saja yang ada dalam ejaan bahasa Indonesia
4. Menjelaskan mengenai pedoman pembentukan istilah

3
*

BAB II

TINJAUANTEORI

A. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR


1. Bahasa Bukan Sekadar Alat Komunikasi
Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, bahasa itu alat pikir dan alat ekspresi
maka bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekadar berkomunikasi
(asal mengerti/pokoknya mengerti); berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa
yang berlaku. Kaidah bahasa ada yang tersirat dan ada yang tersurat. Kaidah bahasa
yang tersirat berupa intuisi penutur bahasa. Kaidah ini diperoleh secara resmi sejak
penutur belajar berbahasa Indonesia. Kaidah bahasa yang tersurat adalah sistem bahasa
(aturan bahasa) yang dituangkan dalam berbagai terbitan yang dihasilkan oleh penutur
bahasa yang berminat dan ahli dalam bidang bahasa, baik atas inisiatif sendiri
(perseorangan) maupun atas dasar tugas yang diberikan pemerintah, seperti buku-buku
tata bahasa, kamus, dan berbagai buku pedoman (misalnya pedoman ejaan pedoman
pembentuk istilah). Namun, masalahnya apakah kaidah yang telah dituliskan itu sudah
diterapkan secara benar? Jika kita sudah menerapkan kaidah secara benar, hal itu berarti
bahwa kita telah menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. Lalu, bagaimana
penggunaan bahasa Indonesia yang baik? Berikut dikemukakan kriteria yang baik dan
benar itu.

2. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar


Ungkapan gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar telah menjadi
slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru dilingkungan sekolah, jasa media
massa (media cetak, surat kabar, dan majalah ataupun media elektronik radio, televisi,
dan internet) maupun melalui siaran pembinaan bahasa Indonesia. Apakah sebenarnya
makna ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa
pula alat ukur bahasa yang benar? Supaya tidak hanya mengucapkan slogan itu, tetapi
dapat menerapkannya, marilah kita perhatikan kriteria bahasa yang baik dan benar
dibawah ini. Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar
adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi aspek:

1) tata bunyi (fonologi)

4
*

2) tata bahasa (kata dan kalimat)


3) kosakata (termasuk istilah)
4) ejaan, dan
5) makna.
Pada aspek tata bunyi , misalnya kita telah menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/. Oleh
karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, variabel,
vitamin, devaulasi, zakat, zebra, dan izin, bukan pajar, pakir (miskin),motip, aktip,
pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, sebra, dan ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek
tata bunyi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, korps, transmigrasi,ekspor, bukan
komplek, korp, tranmigrasi, dan ekspot. Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata
misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan
pertanggungjawaban, bukan obah/robah/rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan, dan
pertanggungan jawab. Dari segi kalimat, pernyaataan dibawah ini tidak benar karena
mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat, atau dan
objek/keterangan.
Pada aspek kosakata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah, lebih baik
diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan
bahasa indonesia yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak
(impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai
istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.
Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, hakikat, objek, jadwal, kualitas,
dan hierarki. Dari segi makna, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan
ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntunan makna. Misalnya, dalam
bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang bermakna konotatif (kiasan).
Jadi, penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai
dengan kaidah bahasa. Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih
ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan itu bertalian
dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak bicara (kalau
lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik
itu bernalar. Dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata
nilai masyarakat kita. Jadi, penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam
penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi
kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosakata, istilah, dan ejaan. Penggunaan
bahasa yang baik terlihat dari pemilihan kata yang tepat dalam menyatakan sesuatu.
5
*

B. DIKSI ATAU PILIHAN KATA


1. PENGERTIAN DIKSI
Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk
menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam
dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata
yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus.
Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam
hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu
seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan
maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan
tempat penggunaan kata-kata itu.

2. MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF


Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar
ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian
yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut
makna konseptual. Kata makan, misalnya, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam
mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil
mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga jamban
(konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu adalah
makna denotatif atau konotatif. Kata rumah monyet mengandung makna konotatif.
Akan tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama lain
untuk kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap. Makna-
makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif.
Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah
makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu.
Misalnya:
rumah wisma, graha, gedung
6
*

penonton pemerhati, pemirsa


dibuat dirakit, dibikin, disulap
Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan
pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna
yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai
tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan
kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna
konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Kalimat di bawah ini menunjukkan hal itu.
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)

3. KATA UMUM DAN KHUSUS


Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata nila atau mujair. Ikan tidak
hanya nila atau tidak hanya mujair, tetapi ikan terdiri atas beberapa macam, seperti gurame,
lele, sepat, tuna, baronang, ikan koki, dan ikan mas. Dalam hal ini, kata yang acuannya
lebih luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus
disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas.
Kata umum disebut superordinat, kata khusus disebut hiponim. Pasangan kata
umum dan kata khusus harus dibedakan dalam pengacuan yang generik dan spesifik. Sapi,
kerbau, kuda, dan keledai adalah hewan-hewan yang termasuk segolongan, yaitu golongan
hewan mamalia. Dengan demikian, kata hewan mamalia bersifat umum (generik),
sedangkan sapi, kerbau, kuda, keledai adalah kata khusus (spesifik).

4. KATA KONKRET DAN ABSTRAK


Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut kata konkret,
seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak
mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak, seperti ide, gagasan, kesibukan,
keinginan, angan-angan, kehendak dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk
mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan
yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau
dihambur-hambtirkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak
cermat.

7
*

5. SINONIM
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang
sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan
atau kemiripan. Sinonim ini dipergunakan tultuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada
tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Kita ambil contoh kata cerdas
dan cerdik. Kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.
Kata-kata lain yang bersinonim ialah:
agung, besar, raya
mati, mangkat, wafat, meninggal
cahaya, sinar
dan lain-lain.
Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna
konotatif suatu kata.

6. PEMBENTUKAN KATA
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam clan dari luar bahasa Indonesia.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada,
sedangkan dari luar terbenhik kata baru melalui tuzsur serapan.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya
tata daya serba
tata buku daya tahan serba putih
tata bahasa daya pukul serba plastik
tata rias daya tarik serba kuat
tata cara daya serap serba tahu
Kita sadar bahwa kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa asing.
Kontak bahasa memang tidak dapat dielakkan karena kita berhubungan dengan bangsa lain.
Oleh sebab itu, pengaruh-memengaruhi dalam hal kosakata pasti ada. Dalam hal ini perlu
ditata kembali kaidah penyerapan katakata itu. Oleh sebab itu, Pedoman Umum
Pembentukan Istilah yang kini telah beredar di seluruh Nusantara sangat membantu upaya
itu..
Bentuk-bentuk serapan itu ada empat macam:
1) Kita mengambil kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia.
Yang termasuk kata-kata itu ialah
bank,
8
*

opnarne,
golf.
2) Kita mengambil kata dan menyesuaikan kata itu dengan ejaan bahasa Indonesia.
Yang termasuk kata-kata itu ialah
subject subjek,
apotheek apotek,.

3) Kita menerjemahkan dan memadankan istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia.


Yang tergolong ke dalam bentuk ini ialah
starting point titik tolak,
meet the press jumpa pers,
up to date mutakhir,
4) Kita mengambil istilah yang tetap seperti aslinya karena sifat keuniversalannya.
Yang termasuk golongan ini ialah
de facto,
status quo,
cum laude, dan ad hoc.
5) Kita dapat juga menyerap kata
6) Berikut didaftarkan beberapa kata serapan
ambiguous taksa supervision penyelia
fulll time purnawaktu
Dalam menggunakan kata, terutama dalam situasi resmi, kita perlu memerhatikan
beberapa ukuran.
a) Kata yang lazim dipakai dalam bahasa tutur atau bahasa setempat dihindari.
Misalnya: nongkrong
raun
Kata-kata itu dapat dipakai kalau sudah menjadi milik umum.
Contoh:
ganyang anjangsana
lugas kelola
heboh pamrih santai
b) Kata-kata yang mengandung nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dan hati-hati
agar sesuai dengan tempat dan suasana pembicaraan.
Contoh:
9
*

tunanetra buta
tuli tunawicara bisu
c) Kata yang tidak lazim dipakai dihindari, kecuali kalau sudah dipakai oleh masyarakat.
Contoh:
konon puspa
bayu lepau
laskar didaulat
Di bawah ini akan dibicarakan beberapa penerapan pilihan kata. Sebuah kata dikatakan
baik kalau tepat arti dan tepat tempatnya, saksama dalam pengungkapan, lazim, dan sesuai
dengan kaidah ejaan.
Beberapa contoh pemakaian kata di bawah ini dapat dilihat.
a) Kata raya tidak dapat disamakan dengan kata besar, agung. Kata-kata itu tidak selalu
dapat dipertukarkan. Contoh: masjid raya, rumah besar, hakim agung.
b) Kata masing-masing dan tiap-tiap tidak sama dalam pemakaiannya.
Kata tiap-tiap harus diikuti oleh kata benda, sedangkan kata masingmasing tidak boleh
diikuti oleh kata benda.
Contoh yang benar:
Tiap-tiap kelompok terdiri atas tiga puluh orang.
Berbagai gedung bertingkat di Jakarta memiliki gaya arsitektur masing-masing.
c) Pemakaian kata dan lain-lain harus dipertimbangkan secara cermat. Kata dan lain-lain
sama kedudukannya dengan seperti, antara lain, misalnya.
d) Pemakaian kata pukul dan jam harus dilakukan secara tepat. Kata pukul
e) Kata sesuatu dan suatu harus dipakai secara tepat. Kata sesuatu tidak diikuti oleh kata
benda, sedangkan kata suatu harus diikuti oleh kata benda.
Contoh:
la mencari sesuatu.
Pada suatu waktu ia datang dengan wajah berseri-seri.
f) Kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dipakai untuk
menunjukkan asal sesuatu, baik bahan maupun arah.
Contoh:
la mendapat tugas dari atasannya.
Cincin itu terbuat dari emas.
Kata daripada berfungsi membandingkan.
Contoh:
10
*

Duduk lebih baik daripada berdiri.


Indonesia lebih luas daripada Malaysia.
g) Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana tersebut
harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat dan sebagainya.

7. KESALAHAN PEMBENTUKAN DAN PEMILIHAN KATA


Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang sering
kita temukan, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. Setelah diperlihatkan
bentuk yang salah, diperlihatkan pula bentuk yang benar, yang merupakan perbaikannya.
a. Penanggalan Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun,
dalam teks beritanya awalan meng- harus eksplisit. Di bawah ini diperlihatkan bentuk yang
salah dan bentuk yang benar.
Amerika Serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Salah)
Amerika Serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Benar)
b. Penanggalan Awalan ber-
Kata-kata Kata-kata yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-. Padahal,
awalan ber- harus dieksplisitkan secara jelas. Di bawah ini dapat dilihat bentuk salah dan
benar dalam pemakaiannya.
Sampai jumpa lagi.- (Salah) 1a)
Sampai berjumpa lagi. (Benar)
c. Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawal bttnyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat awalan meng-.
Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat awalan meng
Di bawah ini diperlihatkan bentuk salah dan bentuk benar.
Paino sedang menyuci mobil. (Salah)
Paino sedang mencuci mobil. (Benar)
d. Penyengauan Kata Dasar
Ada lagi gejala penyengauan bunyi awal kata dasar. Penyengauan kata dasar ini sebenarnya
adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya, pencampuradukan antara
ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian.
Kita sering menemukan penggunaan kata-kata, mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam,
nulis, nyubit, ngepung, nolak, nyabut, nyuap, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku tulis,

11
*

kita harus menggunakan katakata memandang, mengail, mengantuk, menabrak, menanam,


menulis, mencubit, mengepung, menolak, mencabiat, menyuap, dan mencari.
e. Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang Berimbuhan meng-/peng
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau / t/ sering tidak luluh jika mendapat awalan
meng- atau peng. Padahal, menurut kaidah baku bunyibunyi itu harus lebur menjadi bunyi
sengau. Di bawah ini dibedakan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-
hari.
Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Salah)
Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Benar)
f. Awalan ke- yang Keliru
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan tersering diberi
berawalan ke-. Hal itu disebabkan oleh kekurangcermatan dalam memilih awalan yang
tepat. Umumnya, kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa daerah (Jawa/Sunda). Di bawah ini
dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian awalan.
Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini. (Salah)
Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini. (Benar)
g. Pemaknian Akhiran -ir
Pemakaian akhiran -ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari.
Padahal, dalam bahasa Indonesia baku, untuk padanan akhiran –ir adalah -asi atau -isasi.
Di bawah ini diungkapkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (Salah)
Saya sanggup mengoordinasi kegiatan itu. (Benar)
h. Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan kata yang serasi, yang muncul
dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau tidak serasi.
Hal ihi terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang, atau bergabung dalam sebuah
kalimat. Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar, terutama dalam
memakai ungkapan penghubung intrakalimat.
Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit. (Salah)
Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.
(Benar)
Modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.
(Benar)
i. Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
12
*

Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke,dari, bagi, dan daripada sering
dipertukarkan. Di bawah ini dipaparkan bentuk benar dan bentuk salah dalam pemakaian
kata depan.
Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (Salah)
Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (Benar)
j. Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemukiman
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan
bersaing pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman bersaing dengan kata
permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata pernalaran. Lalu, bentukan yang
manakah yang sebenarnya paling tepat? Apakah yang tepat kesimpulan dan yang salah
simpulan, ataukah sebaliknya. Apakah yang tepat keputusan dan yang salah putusan,
ataukah sebaliknya. Mana yang benar penalaran ataukah pernalaran; kata pemukiman
ataukah permukiman? Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti
pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan saksama, bentukan-bentukan
kata itu memiliki hubungan antara yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat
korelasi di antara berbagai bentukan tersebut. Perhatikanlah, misalnya, verba yang
berawalan meng- dapat dibentuk menjadi nomina yang bermakna 'proses' yang berimbuhan
peng-an, dan dapat pula dibentuk menjadi nomina yang bermakna 'hasil' yang berimbuhan -
an.
k. Penggunaan Kata yang Hernat
Salah satu ciri pernakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa yang hemat kata,
tetapi padat isi. Namun, dalam komunikasi sehari-hari sering dijumpai pemakaian kata
yang tidak hemat (boros). Berikut ini didaftar kata yang sering digunakan tidak hemat itu.
Boros Hemat
1. sejak dari sejak atau dari
2. agar supaya agar atau supaya
3. demi untuk demi atau untuk
Mari kita lihat perbandingan boros dan hemat berikut.
Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga
dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (Boros, Salah)
Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, diperlukan tenaga dorong
buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (Hemat, Benar)
l. Analogi

13
*

Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan kata
bertinju. Kata petinju berarti 'orang yang (biasa) bertinju', bukan 'orang yang (biasa)
meninju’.
m. Bentuk jamak dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak
dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak
dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan, seperti
kuda-kuda,
meja-meja, dan
buku-buku.
2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan, seperti
beberapa meja,
sekalian tamu,
semua buku,
3) Bentuk jamak dengan menambah kata bantu jamak, seperti para tamu.
4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang, seperti mereka, kita, dan kami,
kalian.
n. Penggunaan di mana, yang mana, hal mana.
Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana
tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat, dan sebagainya

8. UNGKAPAN IDIOMATIK
Ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatic adalah kata-kata yang
mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa. Ungkapan yang bersifat
idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat memperkuat diksi di dalam tulisan.
Beberapa contoh pemakaian ungkapan idiomatik adalah sebagai berikut.
Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden SBY. (Salah)
Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Presiden SBY. (Benar)
Yang benar ialah bertemu dengan.
Di samping itu, ada beberapa kata yang berbentuk seperti itu, yaitu
sehubungan dengan
14
*

berhubungan dengan
sesuai dengan
Ungkapan idiomatik lain yang perlu diperhatikan adalah
Salah Benar
terdiri
terjadi atas
disebabkan karena
membicarakan tentang
bergantung kepada
baik... ataupun
antara... dengan

15
*

C. PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA


1. PEMAKAIAN HURUF
a. Huruf Abjad
Abjad dalam ejaan Nama Huruf Nama Huruf Nama
bahasa Indonesia
A a A Jj je Ss Es
B b be Kk ka Tt te
C c ce Ll el Uu u
D d de Mm em Vv fe
E e e Nn en Ww we
F f ef Oo o Xx eks
G g ge Pp pe Yy ye
H h ha Qq ki Zz zet
I i i Rr er

b. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkanvokaldalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u

Huruf vokal dalam bahasa Contoh pemakaian dalam kata


Indonesia terdiri atas huruf
a, e, i, o, dan u. Huruf vokal
Di Awal Di Tengah Di Akhir

a api padi lusa

e* enak petak sore

e emas kena tipe

i itu simpan murni

o oleh kota radio

u ulang bumi ibu

c. Huruf Kosonan

Huruf konsonan dalam Contoh Pemakaian dalam Kata

16
*

bahasaIndonesia terdiri atas


huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j,
Di Awal Di Tengah Di Akhir
k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w,x,
y, z

b bahasa sebut adab

c cakap kaca -

d dua ada Adab

f fakir kafir Maaf

g guna tiga balig

h hari saham Tuah

j jalan manja mikraj

k kami paksa sesak

l lekas alas kesal

m maka kami Diam

n nama anak Daun

p pasang apa Siap

q Quran furqan -

r raib bara putar

s sampi asli lemas

t tali mata Rapat

v varia lava -

w wanita bawa -

x xenon - -

y yakin payung -

z zeni lazim Juz

17
*

d. Huruf Diftong

Diftong yang Contoh Pemakaian dalam Kata


dilambangkan Di Awal Di Tengah Di Akhir
dengan ai,au, dan
oi

Ai ain syaitan pandai

Au aula saudara harimau

Oi - boikot amboi

e. Gabungan Huruf Konsosnan

Di dalam bahasa Contoh Pemakaian dalam Kata


Indonesia ada
empat gabungan
Di Awal Di Tengah Di Akhir
huruf konsonan,
yaitu kh,ng, ny,dan
sy

Kh khusus akhir tarikh

Ng ngilu bangun senang

Ny nyata hanyut -

Sy syarat isyarat arasy

f. Pemenggalan Kata

1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.


a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara
kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah.
b) Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.

au-la bukan a-u-la


18
*

sau-da-ra bukan sa-u-da-ra

am-boi bukan am-b-oi


Misalnya:
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonantidak pernah diceraikan.
Misalnya:

man-di som-bong

cap-lok ap-ril
d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di
antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.

Misalnya:
in-stru-men
in-fra
ben-trok
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.

Misalnya:
ma-ka-nan
mem-bantu
me-rasa-kan
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur
itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus
19
*

2. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING


A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk
Apa maksudnya?
Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:
Adik bertanya,”Kapan kita pulang?”
Bapak menasihatkan,”Berhati-hatilah, Nak!”

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama,Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya:

3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
4. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dankeagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru

20
*

Profesor Supomo
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel
7. Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, danbahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,dan
peristiwa sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus
hari Natal
hari Lebaran
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
21
*

Misalnya:
garam inggris
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya :
Republik Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata
ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali
kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.

Dr. doktor

Prof. profesor

M.A. Master of arts

14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
22
*

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.

B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan
asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu
garis di bawahnya.

3. PENULISAN KATA
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
23
*

b. Kata Turunan
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar
dikelola
c. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak biri-biri
buku-buku bumiputra-bumiputra
d. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim sebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsurunsurnya
ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar
orang tua
kambing hitam
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara
unsur yang bersangkutan.

Misalnya:
ibu-bapak kami
anak-istri saya
watt-jam
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

Misalnya:

Acapkali kacamata

barangkali olahraga

Daripada padahal

e. KATA GANTI -ku, kau-, -mu, dan –nya

24
*

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -
nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
f. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam semalam di sini.
g. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
h. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
3. Partikel per yang berarti „mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
i. Singkatan dan Akronim
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pengkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
25
*

A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.

Sukanto S.A.

4. PENULISAN UNSUR SERAPAN


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa
lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis,
Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsure pinjaman dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock,
l’exploitation de l’homme parl’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang
pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih
dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

5. PEMAKAIAN TANDA BACA


A. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. …
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
26
*

d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
jangka waktu.
Misalnya:
1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan
tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Pustaka.
f. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD‟45)
g. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2)
nama dan alamat pengirim surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
1 April 1991
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif 43
Palembang
Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 71
Jakarta

B. Tanda Koma (,)


a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
27
*

Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
d. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
e. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, dan akan tetapi.
Misalnya:
… Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
… Jadi, soalnya tidak semudah itu.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
yang lain yang terdapat di dalam kalimat.

Misalnya:
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
g. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata Ibu,”Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu lulus.”
h. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
Misalnya:

28
*

Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran,


Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala Lumpur, Malaysia
i. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia, jilid 1 dan 2.
Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dlam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP
Indonesia, 1967), hlm. 4
k. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
l. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.

Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih

n. Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca–di belakang


Misalnya:
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
29
*

o. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.

C. Tanda Titik Koma (;)


a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal
nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan
Pendengar”.

D. Tanda Titik Dua


a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi umum dan jurusan ekonomi perusahaan.
c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

30
*

d. Misalnya:

Ketua : Ahmad Wijaya

Sekretaris : S. Handayani

Bendahara : B. Hartawan

e. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
f. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv)
nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9

E. Tanda Hubung (-)


a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru.
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-ngukur kelapa.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula,
dan tidak dipakai pada teks karangan.

31
*

d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 5000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, dan (iv) singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia
se-Jawa Barat
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa asing.
Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an

F. Tanda Pisah (-)


a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai–diperjuangkan oleh bangasa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah
mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti „sampai‟.
Misalnya:
32
*

1910–1945
Tanggal 5–10 April 1970
Jakarta–Bandung

G. Tanda Elipsis (…)


a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.

H. Tanda Tanya (?)


a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?)
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

I. Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!

J. Tanda Kurung ((…))


a. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
33
*

b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

K. Tanda Kurung Siku ([…])


a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda menyatakan
bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya:
Persamaan keuda proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak dibicarakan) perlu
dibentangkan di sini.

L. Tanda Petik (“…”)


a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaan dan naskah atau
bahan tertulis lain.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
34
*

Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ”coba dan ralat” saja.
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat
atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.

M. Tanda Garis Miring (/)


a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
tahun anggaran 1985/1986
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp150,00/lembar

N. Tanda Penyingkat atau Apostrof („)


Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.
Misalnya:
Ali ‟kan kusurati. („kan = akan)
Malam „lah tiba. („lah = telah)

35
*

1 Januari ‟88 (‟88 = 1988)

36
*

C. PEDOMAN PEMBENTUKAN ISTILAH


1. Istilah dan Tata Istilah
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambing dan yang dengan
cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan
ketentuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang dihasilkannya.
Misalnya:
Anabolisme pasar modal
Demokrasi pemerataan

2. Istilah Umum dan Istilah Khusus


a. Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu, yang karena dipakai
secara
Misalnya:
Anggaran belanja penilaian
Daya radio
b. Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.
Misalnya:
Apendektomi kurtosis
A. Bipatride pleistosen

3. Persyaratan Istilah yang Baik


Dalam pembentukan istilah perlu diperhatikan persyaratan dalam pemanfaatan kosakata
bahasa Indonesia yang berikut.

a. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan
konsep termaksud dan yang tidak menyimpang dari makna itu.
b. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang
tersedia yang mempunyai rujukan sama.Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang
bernilai rasa (konotasi) baik.
c. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar(eufonik).
d. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bentuknya seturut kaidah bahasa
Indonesia.

37
*

4. Nama dan Tata Nama


Nama adalah kata atau frasa yang berdasarkan kesepakatan menjadi tanda pengenal
benda, orang, hewan, tumbuhan, tempat, atau hal. Tata nama (nomenklatur) adalah
perangkat peraturan penamaan dalam bidang ilmu tertentu, seperti kimia dan biologi,
beserta kumpulan nama yang dihasilkannya.
Misalnya:
aldehida Primat

natrium klorida oryza sativa

38
*

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita.
Jadi, penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat
yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi),
tata bahasa, kosakata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari
pemilihan kata yang tepat dalam menyatakan sesuatu dengan menggunakan ejaan
pedoman yang lebih luas. Serta penerapan istilah yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.

B. SARAN

Diharapkan dengan penjelasan diatas, kita bisa menerapkan sesuai dengan kaidah-
kaidah yang disampaikan.Sehingga kita tidak lagi keliru dalam penyampaian
berkomunikasi serta penulisan. Agar bisa tersampaikan dengan mudah dan jelas.

39
*

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Hasan. 2000. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
Jakarta: Pelita II

Syahroni Ngalimun, dkk. 2013. Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:


Aswaja Pressindo

40

Anda mungkin juga menyukai

  • Addison
    Addison
    Dokumen22 halaman
    Addison
    dwi yuli yanti
    Belum ada peringkat
  • Fix Sempro
    Fix Sempro
    Dokumen38 halaman
    Fix Sempro
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Dina Halaman Persetujuan
    Dina Halaman Persetujuan
    Dokumen2 halaman
    Dina Halaman Persetujuan
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 &
    Bab 3 &
    Dokumen9 halaman
    Bab 3 &
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Makalah Gagal Hati
    Makalah Gagal Hati
    Dokumen24 halaman
    Makalah Gagal Hati
    gitayulianadewi
    Belum ada peringkat
  • Bab IV Proposal
    Bab IV Proposal
    Dokumen4 halaman
    Bab IV Proposal
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • 2 Skripsi Dina Bab I-IV Ok-1
    2 Skripsi Dina Bab I-IV Ok-1
    Dokumen59 halaman
    2 Skripsi Dina Bab I-IV Ok-1
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • 2 Skripsi Dina Bab I-IV Ok-1
    2 Skripsi Dina Bab I-IV Ok-1
    Dokumen59 halaman
    2 Skripsi Dina Bab I-IV Ok-1
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • 0 Cover + Daftar Isi
    0 Cover + Daftar Isi
    Dokumen10 halaman
    0 Cover + Daftar Isi
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • 6
    6
    Dokumen1 halaman
    6
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-4
    Bab 1-4
    Dokumen55 halaman
    Bab 1-4
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-4
    Bab 1-4
    Dokumen55 halaman
    Bab 1-4
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • 1 Cover, Kata Pengantar, R.Hidup, Daftar Isi
    1 Cover, Kata Pengantar, R.Hidup, Daftar Isi
    Dokumen10 halaman
    1 Cover, Kata Pengantar, R.Hidup, Daftar Isi
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Askep Gerontik
    Askep Gerontik
    Dokumen28 halaman
    Askep Gerontik
    Siti maskanah
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii (New)
    Bab Ii (New)
    Dokumen28 halaman
    Bab Ii (New)
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Askep Gerontik
    Askep Gerontik
    Dokumen28 halaman
    Askep Gerontik
    Siti maskanah
    Belum ada peringkat
  • Addison
    Addison
    Dokumen22 halaman
    Addison
    dwi yuli yanti
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 &
    Bab 3 &
    Dokumen9 halaman
    Bab 3 &
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • 01 GDL Fresiliamo 1446 1 Artikel 0
    01 GDL Fresiliamo 1446 1 Artikel 0
    Dokumen8 halaman
    01 GDL Fresiliamo 1446 1 Artikel 0
    DIO
    Belum ada peringkat
  • Askep Nutrisi k.5
    Askep Nutrisi k.5
    Dokumen20 halaman
    Askep Nutrisi k.5
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 &
    Bab 3 &
    Dokumen9 halaman
    Bab 3 &
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 (Ajeng)
    BAB 1 (Ajeng)
    Dokumen3 halaman
    BAB 1 (Ajeng)
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • BAB III Dan IV
    BAB III Dan IV
    Dokumen13 halaman
    BAB III Dan IV
    Dina Ekadasi Oktaryana
    Belum ada peringkat
  • Bencana 2 Nomor 3&8
    Bencana 2 Nomor 3&8
    Dokumen2 halaman
    Bencana 2 Nomor 3&8
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 &
    Bab 3 &
    Dokumen9 halaman
    Bab 3 &
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Askep Nutrisi k.5
    Askep Nutrisi k.5
    Dokumen20 halaman
    Askep Nutrisi k.5
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Askep Gerontik
    Askep Gerontik
    Dokumen28 halaman
    Askep Gerontik
    Siti maskanah
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii (New)
    Bab Ii (New)
    Dokumen28 halaman
    Bab Ii (New)
    Resty Permatasari
    Belum ada peringkat
  • Addison
    Addison
    Dokumen22 halaman
    Addison
    dwi yuli yanti
    Belum ada peringkat