Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDHULUAN
1.1

Latar belakang
Penyakit inflamasi pada system pencernaan sangat banyak, salah satunya
apendisitis. Apendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibatkan
terbuntunya lumen apendiks. Insiden apendisistis akut lebih tinggi pada negara maju
daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir
menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52tiap 100.000
populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa.
Apendisitis merupakan penyakit yang bisa dicegah apabila kita mengetahui dan
mengerti ilmu tentang penyakit apendisitis ini. seorang perawat memiliki peran tidak
hanya sebagai care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada
pasien yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promoter, promosi
kesehatan yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit apendisitis.

1.2

Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

1.3

Bagaimanakah definisi dari apendisitis ?


Bagaimanakah etiologi dari apendisitis?
Bagaimanakah manifestasi klinis dari apendisitis?
Jelaskan masalah yang lazim muncul pada apendisitis?
Jelaskan discharge planning dari apendisitis?
Bagaimanakah pomplikasi dari apendisitis?
Bagaimanakah pencegahan dari apendisitis?
Bagimanakah WOC dari apendisitis?
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?

Tujuan
1

1. Tujuan umum
a. Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis
b. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
c. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
d. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
e. Mengidentifikasi proses keperawatan dari apendisitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbal cacing
(apendiks). Bila infeksi bertambah parah, usus buntuk merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum. Usus buntu
sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya (Wim de Jong et al, 2005).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yakni :
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.
2. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang deperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis
menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.

2.2

Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun
apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke kesekum. Hambatan aliran lender ke muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis. Selain itu hiperplasi limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan penyumbatan.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukan kebiasaan makan makanan rendah
serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut
3

kan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks
dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon. Penyumbatan tersebut
diakibatkan oleh:
1.
2.
3.
4.
5.

2.3

Hyperplasia dari folikel limfoid


Adanya fekalit dalam lumen appendiks
Tumor appendiks
Adanya benda asing seperti cacing askariasis
Erosi mukosa appendiks karena parasit E.Histilitica

Manifestasi klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar atau nyeri tumpul didaerah epigastrium disekitar umbulikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, ketitik Mc Burney. Dititik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan
adanya nyeri didaerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah
sekitar 37,5-38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut:
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitonial, yaitu dibelakang sekum (terlindung oleh
sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerak seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri
ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menengang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak dirongga pelvis

Bila pendiks terletak didekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
3. Bila apendiks terletak didekat atau menempel pada kandung kemih dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

2.4

Masalah yang lazim muncul


1. Nyeri akut berdasarkan inflamasi dan infeksi
2. Ansietas berdasarkan proknosis penyakit rencana pembedahan
3. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berdasrkan proses infeksi, penurunan
sirkulasi darah kegastrointestinal, hemoragi gastrointestinal akut
4. Kekurangan volume cairan berdasarkan kehilangan cairan aktif, mekanisme kerja
peristaltik usus menurun
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan faktor biologis,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
7. Resiko infeksi berdasarakan tida adekuatnya pertahanan tubuh
8. Hipertermia berdasarakan respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
9. Kerusakan integritas jaringan
10. Gangguan rasa nyaman

2.5

Discharge planning
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks.
Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di observasi , istirahat dalam posisi
fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik,
jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
1. Tindakan pre operatif, yang meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotic dan
kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan
dipuasakan.
2. Tindakan operatif, appendiktomi.
3. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2 X 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak
diluar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

2.6

Komplikasi
5

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:


1. Perforasi
Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa yang menyebar dan jumlah leukosit
yang tinggi merupakan tanda memungkinkan terjadinya perforasi.
2. Peritonitis
Peritonitis merupakan salah satu akibat yang ditimbulkan dari perforasi.
3. Abses appendiks
Teraba suatu massa lunak di kuadran kanan bawah atau nanah di daerah pelvis dan
berkembang menjadi rongga yang berisi nanah.
4. Pileiflebitis ( tromboflebitis septic vena portal)
Pileiflebitis menyebabkan demam tinggi, panas dingin, mennggigil dan ikterus.

2.7

Pencegahan
Pencegahan pada appendicitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi dan
peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh
fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat. Perawatan dan pengobatan
penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan
tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangrene, perforasi dan peritonitis.

2.8

Patofisiologi

Invasi & multiplikasi


bakteri
APPENDICITIS

Hipertermi

Febris

Peradangan pd jaringan

Kerusakan kontrol
suhu terhadap
inflamasi
Secresi mucus
berlebih pd lumen
apendik
Apendic teregang

Operasi
Luka incisi
Kerusakan
jaringan
Ujung saraf
terputus
Pelepasan
prostaglandin
Stimulasi
dihantarkan
Spinal cord
Cortex serebri

Ansietas

Pintu masuk
kuman
Resiko infeksi

Nyeri
Kerusakan
integritas
jaringan
Reflek
batuk
Spasme
dinding
Depresi
sistem

Tekanan intraluminal
lebih dari tekanan vena
6
Hipoxia
Ulcerasi
jaringan
Akumulasi
Perforasi
secret

Nyeri dipersepsikan

Anestesi

Tekanan
ketidakefektifan
perfusi

Peristaltik usus
Distensi abdomen
Gangguan rasa
nyaman
Resiko
kekurangan
volume cairan

3.1

Anorexia

BAB
III
Mual &
muntah
ASUHAN KEPERAWATAN

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

PASIEN DENGAN APPENDIKSITIS

Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
c. Pola Kebiasaan Sehari hari
d. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal
sampai 1 C.
a. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
b. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal
yaitu:
1) Nyeri tekan di Mc. Burney
2) Nyeri lepas
7

3) Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan


peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin
tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
c.
Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Menurut Doenges (2000) pengkajian pada pasien dengan Appendiksitis :
a.
Pre Appendiktomi
1) Aktivitas
Gejala : Malaise
2)
Sirkulasi
Tanda: Tachicardia
3)
Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan penurunan/ tidak ada
bising usus
4)
Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
5)
Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc Burney (setelah jarak antara umbilikus dan tulang ileum
kanan). Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau
sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen
kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium
biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau
batuk. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan lutut
ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/ posisi duduk tegak.
6)
Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah). Demam terjadi bila sudah ada komplikasi, bila
belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,538,5 C
7)
Pernafasan
Tanda : takipnea/ pernafasan dangkal
8)
Penyuluhan/ pembelajaran
8

Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh
pielitis akut, batu uretra, dapat terjadi pada berbagai usia
b.
Post Appendiktomi
1)
Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer.
2)
Integritas ego
Gejala : perasaan takut, cemas, marah, apati.
Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi
simpatis
3)
Makanan/ cairan
Gejala : insufisiensi pangkreas, malnutrisi, membran mukosa yang kering
4)
Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok
5)
Keamanan
Gejala : alergi, defisiensi imun, riwayat keluarga tentang hipertermi malignan/reaksi
anastesi, riwayat penyakit hepatik, riwayat transfusi darah
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkah, demam

4.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein
meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
2) Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
hampir sama dengan appendisitis.
b. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
c. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
d. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada
9

jaringan

sekitarnya

dan

juga

untuk

menyingkirkan

diagnosis

banding.

Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode
diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak
pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga
sumbatan usus oleh fekalit.
e. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.
f. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam
abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Teknik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendiks.

3.2

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Menurut Dongoes (2000) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan :

3.3

a.
1)

Pre Appendiktomi
Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/

2)

ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses; prosedur invasive


Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d muntah pra operasi; status

3)
4)
5)
b.
1)

hipermetabolik (contoh demam,) ; inflamasi peritonium dengan cairan asing


Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Hipertemi b/d peradangan pada jaringan diakibatkan oleh invasi bakteri
Post Appendiktomi
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan

2)
3)

cairan secara oral


Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/jaringan

Intervensi

10

No.
1.

Diagnosa
Hipertermi

NOC
b/d
Thermoregulation
Kriteria hasil :
peradangan
pada
-Suhu tubuh dalam rentang
jaringan di akibatkan
normal
oleh invasi bakteri
- Nadi dan RR dalam rentang

NIC
Fever treatment
- Monitor

suhu

sesering

mungkin
- Monitor IWL
- Monitor warna dan suhu

kulit
- Monitor TD, Nadi dan RR
- Tidak ada perubahan warna - Berikan anti piretik
kulit dan tidak ada pusing. - Berikan pengobatan untuk
mengatasi
penyebab
normal

demam
- Selimuti pasien
- Lakukan tapid sponge
- Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
- Berikan pengobatan untuk
mencegah

terjadinya

menggigil
Temperature regulation
- Monitor

suhu

tiap 2 jam
- Rencanakan

minimal

monitoring

suhu secara kontinyu


- Monitor
tanda-tanda
hipertermi
- Ajarkan pada pasien cara
mencegah

keletihan

akibat panas
- Diskusikan

tentang

pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek

negative

kedinginan
- Beritahukan
indikasi

dari
tentang

terjadinya
11

keletihan

dan

penanganan emergency
yang diperlukan
- Identifikasi penyebab dari
2.

Resiko tinggi infeksi - Immune status


- Knowledge
:
berhubungan dengan
control
insisi bedah
- Risk control

perubahan vital sign


Infection control (control
infeksion

- Bersihkan

- Klien bebas dari tanda dan


proses

penularan penyakit, factor


yang
penularan

ligkungan

setelah dipakai pasien

Kroteria hasil :
gejala infeksi
- Mendeskripsikan

infeksi)

mempengaruhi
serta

penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan

lain
- Batasi pengunjung bila
perlu
- Instruksikan

pada

pengunjung
mencuci

untuk

tangan

saat

berkunjung dan setelah


berkunjung

meninggalkan pasien
untuk mencegah timbulnya - Gunkan
sabun
infeksi
antimikrobia untuk cuci
- Jumlah leukosit dalam batas
tangan
normal
- Cuci
tangan
setiap
- Menunjukkan prilaku hidup
sebelum dan sesudah
sehat
tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung
tangan

sebagai

alat

pelindung
- Pertahankan perlindungan
aseptic

selama

pemasangan alat
- Berikan terapi anti biotic
bila

perlu

protection

Infection
(proteksi

terhadap infeksi)
12

- Monitor tanda dan gejala


infeksi sitemik dan local
- Monitor hitung granulosit,
WBC
- Monitor

kerentanan

terhadap infeksi
- Batasi
pengunjung
terhadap

penyakit

menular
- Pertahankan

tehnik

aspesis

pasien

pada

yang beresiko
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep
- Ajarkan
keluarga

pasien

dan

tanda

dan

gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari
infeksi
- Laporkan

3.

infeksi
- Laporkan kultur positif
integritas Tissue integrity : skin and Pressure management

Kerusakan
kulit

kecurigaan

- Anjurkan

berhubungan mucous membranes

dengan

interupsi Hemodyalis akses

mekanis

pada Kriteria hasil :

kulit/jaringan

(sensasi,
temperature,

dipertahankan
elastisitas,

yang longgar
- Hindari kerutan

pada

tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar

tetap bersih dan kering


hidrasi, - Mobilisasi pasien (ubah

pigmentasi)
- Tidak ada luka atau lesi pada
kulit

untuk

menggunakan pakaian

- Integritas kulit yang baik


bisa

pasien

posisi pasien) setiap 2


jam sekali
- Monitor kulit akan adanya
13

- Perfusi jaringan baik


kemerahan
lotion
- Menunjukkan pemahaman - Oleskan
dalam proses perbaikan
kulit

dan

mencegah

terjadinya cedera berulang


- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan
kelembaban

kulit

perawatan alami

dan

atau

minyak/baby oil pada


daerah yang tertekan
- Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
- Memandikan
pasien
dengan sabun dan air
hangat
Insision site care
- Membersihkan,
memantau

dan

meningkatkan

proses

penyembuhan

pada

luka
dengan

yang

ditutup

jahitan,

atau straples
- Monitor

klip
proses

kesembuhan pada area


insisi
- Monitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
- Bersihkan area sekitar
jahitan

atau

staples,

menggunakan

lidi

kapas steril
- Gunakan
antiseptic,

preparat
sesuai

program ganti balutan


pada

interval

waktu

yang

sesuai

atau

luka

tetap

biarkan

terbuka (tidak dibalut)


14

sesuai program

3.4

Implementasi
Pelaksanaan merupakan perwujudan dari intervensi yang telah dibuat perawat
memiliki tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan secara mandiri maupun
kolaboratif dengan melibatkan klien dan keluarga serta tim kesehatan lainnya.

3.5

Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dimana fokusnya adalah
untuk menentukan respon klien terhadap intervensi yang diberikan, baik respon subjektif
maupun objektif, menentukan tujuan-tujuan yang sudah/belum tercapai serta menentukan
tindakan selanjutnya

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbal cacing
(apendiks). Bila infeksi bertambah parah, usus buntuk merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum. Usus buntu
sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya.

15

4.2

Saran
Bagi para pembaca semoga makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada
Penyakit Bronkitis dan Bronkiektasis dapat menambah wawasan .

DAFTAR PUSTAKA
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
EGC.
Engram, Barbara. 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2. Jakarta : EGC.
NANDA. 20013. Diagnosis Keoerawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare.2002. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah

16

Anda mungkin juga menyukai