Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam arti lain farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat
proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat.
Hanya dengan pengunaan yang cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping yang tidak
diinginkan. Disamping itu kerja obat di dalam tubuh juga diperhatikan akan langsung mengenai
target. Zat gizi juga berperan penting dalam transportasi obat menuju titik target. Zat gizi
mempunyai dua pengaruh terhadap obat yang dicerna yaitu menghambat kerja obat dan
mempercepat kerja obat. Sehingga perlu diperhatikan waktu mengonsumsi obat dan makanan.
Salah satu yang sangat berperan dalam transportasi obat ke target yaitu albumin. Albumin adalah
protein utama yang terdapat dalam darah manusia yang diproduksi oleh organ hati. Albumin
berfungsi untuk mengatur tekanan dalam pembuluh darah dan menjaga agar cairan yang terdapat
dalam pembuluh darah tidak bocor ke jaringan tubuh sekitarnya.
Saat albumin rendah dalam darah (hipoalbuminemia), pasien akan membutuhkan albumin
dari luar untuk meningkatkan albumin ke nilai normal. Kondisi rendahnya kadar albumin dalam
darah ini dapat disebabkan oleh gangguan organ ginjal dan hati, adanya proses peradangan, atau
pada orang-orang yang menderita kekurangan gizi (malnutrisi). Sehingga albumin sangat
berpengaruh pada pasien. Albumin sangat berperan termasuk salah satu indicator status gizi
pasien. Apabila albumin rendah maka pengobatan akan sulit di lakukan. Dilihat dari transportasi
obat ke tubuh akan terganggu dan tidak akan terhambat menuju target. Albumin pula
mempengaruhi status gizi pasien yang membuat terhambatnya proses pengobatan pada pasien
terutama yang mempunyai penyakit kronis.
Maka berdasarkan latar belakang tersebut maka kami membuat makalah dengan judul
“Pengaruh Status Gizi, Malnutrisi, Hipoalbumin, Overweight, Obesitas dan Protein dalam
Pengobatan”

2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh (status nutrisi) malnutrisi, Hipoalbumin, overweight, obesitas,


dan protein dalam pengobatan?

3. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh (status nutrisi) malnutrisi, Hipoalbumin, overweight, obesitas,

dan protein dalam pengobatan

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Defisiensi gizi dapat mempengaruhi absorpsi dan metabolisme obat


Metabolisme obat sering juga disebut biotransformasi, metabolisme obat terutama terjadi
dihati, yakni di mambran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan dicytosol.Tempat metabolisme
yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru , darah, otak dan kulit, juga di lumen
kolon (oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi
polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat
aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif,
atau menjadi toksik.
Metabolisme mempunyai tiga tujuan utama, yaitu memberikan energi kepada tubuh,
untuk memecah suatu senyawa yang lebih sederhana atau biosintesa senyawa-senyawa yang
lebih kompleks, dan untuk biotransformasi senyawa-senyawa asing menjadi senyawa yang lebih
polar, larut dalam air dan dalam struktur yang terionisasi sehingga dapat dieliminasi dengan
mudah. Aktivitas metabolisme atau dalam beberapa pustaka disebut dengan kemampuan
metabolisme, kapasitas metabolisme atau kecepatan metabolisme, semuanya merujuk pada
proses oksidasi enzimatik di hati oleh enzim mikrosomal oksidase.
Pada dasarnya metabolisme obat memiliki dua efek penting dalam perjalanan obat di
dalam tubuh yaitu obat akan menjadi lebih hidrofilik sehingga akan lebih cepat diekskresi
melalui ginjal, karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus
ginjal dan metabolit yang dihasilkan dari proses metabolisme umumnya kurang aktif daripada
obat asalnya. Namun tidak semua obat akan mengalami hal tersebut, karena pada beberapa obat,
metabolitnya memiliki aktivitas yang sama atau lebih aktif daripada obat aslinya, contohnya
Diazepam.

2. Malnutrisi energi protein mengurangi konsentrasi enzim di jaringan disfungsi liver


Malnutrisi energi protein adalah kondisi di mana tubuh kekurangan asupan energi dan protein.
Tanpa protein dan sumber energi lain yang memadai, maka fungsi organ tubuh akan terganggu,
tubuh mudah mengalami luka atau cedera, serta pertumbuhan tubuh menjadi tidak sempurna.

2
Albumin merupakan protein yang diproduksi khusus oleh hati. Albumin dalam darah berfungsi
untuk memberikan nutrisi bagi jaringan, mencegah kebocoran cairan dari pembuluh darah, dan
membantu transportasi hormon, vitamin dan senyawa lain di dalam darah. Hati yang tidak
bekerja dengan baik, dapat ditandai dengan konsentrasi albumin yang lebih rendah dari normal.

3. Kondisi hipoalbumin mempengaruhi absorpsi dan metabolisme obat


Hipoalbuminemiaadalah keadaan dimana kadar albumin darah kurang dari 3,5 g/dL. Pada
kondisi hipoalbuminemiaakan terjadi gangguan terhadap proses-proses fisiologi dalam
tubuh,terutama pada penderita yang mengalami sakit beratsehingga mengganggu atau
menghambat proses penyembuhan dan pemulihan. Terdapat hubungan antara kadar albumin
yang rendah dengan peningkatan resikokomplikasi infeksi, lama penyembuhan luka,lama rawat
inap, angka mortalitas yang tinggi pada penderita rawat inap baik penderita yang tidak operasi
maupun penderita yang dilakukan operasi. (Nicholson etal., 2000). Menurut Hasan dkk (2008) ,
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan atau absorbsi
protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat ditemukan pada pasien
dengan kondisi medis kronis dan akut.
Albumin merupakan protein plasma yang berfungsi sebagai berikut: (Hasan, dkk., 2008).
a. Mempertahankan tekanan osmotik plasma agar tidak terjadi edema. Dalam fungsinya
sebagai pemelihara tekanan osmotik, albumin menahan air plasma terutama pada kapiler
arteri dengan mempertahankan tekanan filtrasi. Sebaliknya pada kapiler vena tekanan
hidrostatiknya lebih rendah dari arteri. Bila karena suatu hal albumin menurun maka tekanan
osmotik akan menurun, dan menyebabnya aliran akan lebih berat ke arah ekstravaskulardan
albuminnya sendiri akan lebih banyak berdifusi ke luar sirkulasi, sehingga menambah berat
keadaan.
b. Membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa endogen dalam
tubuh terutama substansi lipofilik (fungsi metabolit, pengikatan zat dan transport carrier).
c. Anti-inflamasi
d. Membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda bermuatan listrik.
Albumin merupakan asam lemah, kadar albumin turun akan menyebakan pH darah naik
(alkalosis), dan sebaliknya kadar albumin naik akan menyebakan pH darah turun
(asidosis).(Magder S, 1998)

3
e. Antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas eksogen oleh leukosit
polimorfonuklear
f. Mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga dapat mencegah masuknya kuman-
kuman usus ke dalam pembuluh darah, agartidak terjadi peritonitis bakterialis spontan
g. Memiliki efek antikoagulan dalam kapasitas kecil melalui banyak gugus bermuatan negatif
yang dapat mengikat gugus bermuatan positif pada antitrombin III (heparin like effect).
h. Inhibisi agregrasi trombosi
4. Efek obat dapat menurunkan atau meningkatkan asupan makan
Pada pasien PPOK yang diberikan beberapa obat seperti teophylline oral, citalopram,
buspirone dan terapi kombinasi inhalasi dilaporkan memiliki efek yang dapat mengiritasi
mukosa, menimbulkan mual dan muntah atau menekan nafsu makan (Smeltzer & Bare, 2006 ;
Barnett, 2009). Obat golongan serotoninergic juga dapat meningkatkan sensasi kenyang dan
mengurangi intake makanan (Mahan & Stump, 2000). Pemberian antibiotik dapat menimbulkan
mual dan terganggunya flora normal sistem pencernaan yang akan mendorong ke arah penurunan
intake makanan, selain itu terapi antibiotik jangka panjang dimungkinkan mengakibatkan
defisiensi vitamin K pada pasien (Chapman & Winter, 1996).
5. Efek obat dapat mempengaruhi metabolisme
Sesaat setelah obat masuk ke dalam tubuh, maka obat tersebut secara otomatis masuk ke
dalam sirkulasi darah. Rata-rata sekali putaran sirkulasi darah terjadi selama kurang lebih 1
menit. Selama berada di sirkulasi darah, obat masuk ke dalam jaringan-jaringan tubuh. tetapi
bagian tubuh yang paling banyak mendapatkan obat adalah otak, yaitu sekitar 16%.
Obat menembus jaringan yang berbeda pada kecepatan yang berbeda pula, hal ini
tergantung dengan kemampuan obat untuk menyebrang dan menembus membran sel tubuh.
Contohnya obat antibiotik rifampin yang bersifat larut dalam lemak. jenis obat ini sangat mudah
masuk ke dalam jaringan otak, tetapi tidak bagi obat antibiotik jenis penisilin yang cenderung
larut dalam air.
Secara umum, obat yang larut dalam lemak dapat menyebrangi dan memasuki membran
sel tubuh lebih cepat dibandingkan dengan obat yang hanya larut dalam air. Hal ini akan
menentukan juga seberapa cepat obat itu akan bereaksi di dalam tubuh. Proses distribusi obat
juga tergantung pada karakteristik individu. Misalnya, orang gemuk cenderung menyimpan
lemak yang lebih banyak, sehingga memudahkan proses metabolisme obat. Namun efek samping

4
obat lebih cepat timbul daripada orang kurus yang mempunyai lemak lebih sedikit. Begitu juga
dengan usia, seseorang yang lebih tua mempunyai cadangan lemak yang lebih banyak
dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
a. Perubahan diet mempengaruhi aksi obat

b. Malnutrisi mempengaruhi level albumin dan aktivitas enzim MOFOS


Albumin merupakan salah satu indikator status gizi buruk (malnutrisi), baik pada saat awal
kejadian malnutrisi maupun ketika perbaikan mulai terjadi. Faktor-faktor bukan gizi yang dapat
memengaruhi kadar albumin di dalam serum adalah (1) peningkatan cairan ekstra sel dapat
meningkatkan kadar albumin, (2) pembedahan, trauma, sepsis, penyakit hati dan ginjal akan
menurunkan kadar albumin (Arisman, 2004). Albumin merupakan salah satu indikator status gizi,
baik pada saat awal kejadian malnutrisi maupun ketika perbaikan mulai terjadi.
6. Efek obat dalam mempengaruhi absorpsi (pH, GI, waktu transit atau motilitas,
sekresi, dan aktivitas asam lambung, kerusakan mukosa)
7. Efek obat dalam mengubah ekskresi (status cairan dan pH urin)
Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada proses ekskresi melalui empedu dan pada
sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal dan karena terjadinya perubahan Ph urine.
Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetensi antara obat dan
metabolit obat untuk system transport yang sama. Sirkulasi enterohepatik dapat
diputuskan atau diganggu dengan mengikat obat yang dibebaskan atau dengan
mensuspensi flora usus yang menghirolisis konjugat obat. Sehingga obat tidak dapat di
reabsopsi. Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetensi antara obat
dab metabolit obat untuk transportyang sama. Untuk obat bersifat asam dan etabolit juga
bersifat asam. Contoh fenilbutazon dan indometasin menghambat sekresi tubuli ginjal
obat-obat deuretik tiazid dan furosemid, sehingga efek deuretiknya menurun. Perubahan
PH pada urin akibat interaksi obat akan menghasilkan perubahan klirens ginjal melalui
perubahan jumlah reabsorpsi pasif di tubuli ginjal. Beberapa contoh obat yang bersifat
basa

5
BAB III

PENUTUP

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas pengaruh zat gizi dan status gizi suatu

pengobatan sangat berpengaruh. Karena zat gizi dan status gizi dapat mempengaruhi

proses pengobatan pasien. Dapat menyebabkan pengobatan terhambat. Sehingga dalam

pengobatan perlu diperhatikan status gizi pasien baik secara anttropometri dan biokimia.

SARAN

Kami memohon saran dan kritik pembaca mengenai pengaruh status gizi,

malnutrisi, hipoalbumin, overweight, obesitas dan protein dalam pengobatan agar

makalah ini dapat lebih disempurnakan

DAFTAR PUSTAKA

6
Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC; 2004.

Hasan, Irsan, Anggraini T.,2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirois Hati. Divisi
Hepatologi,Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM –Jakarta.

Mahan, L.K., & Stump, S.E. (2000). Krause’s Food, Nutrition, Diet Therapy, 10th
ed. Philadhelphia: W.B Saunders Company

Anda mungkin juga menyukai