APPENDIKTOMI
1
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator
yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, 2004).
2. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Penyakit ini mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun (mansjoer, 2000). Apendisitis adalah infeksi pada apendiks
karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasia jaringan limfoid dan
cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Erosi mukosa
appendiks dapat terjadi karena parasit seperti E. Coli. Apendisitis merupakan penyebab
yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan
penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena
daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa. Insiden tertinggi adalah mereka
yang berusia 10 sampai 30 tahun (Baughman, 2000).
2
3. Klasifikasi Apendisitis
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik
(Sjamsuhidayat, 2005).
a) Apendisitis akutApendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan
ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%.
4. Epidemiologi
Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar
wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang
menderita penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di
Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari ikut
abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.
Insidens apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen lainnya (Depkes 2009).
Data epidemiologi apendisitis jarang terjadi pada balita, insidennya hanya 1%.
Apendisitis mengalami peningkatan pada masa pubertas, dan mencapai puncaknya pada
saat remaja dan awal 20-an, sedangkan penderita apendisitis mengalami penurunan
menjelang dewasa (Pieter,2005). Hal ini berkaitan dengan bentuk anatomis dari apendiks
3
pada laki-laki lebih lurus daripada apendiks perempuan, sehingga resiko untuk masuknya
makanan dan terjadi sumbatan lebih tinggi.
6.Patofisiologi
4
menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang
akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan
ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan
menyebabkan apendisitis perforasi. Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau
bahkan menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000)
6. Manifestasi klinis
Menurut Pieter, 2005 manifestasi klinis apendisitis akut antara lain:
1. Tanda awal
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia
2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di
titik Mc Burney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muskuler
3. nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
5
mengedan
6
d)Appendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang
diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan
kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram
diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.
e) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 9697%
f) Analisa
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah
g) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase
untuk membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
h) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)
untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan
i) Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
j) Pemeriksaan foto polos abdomen
Tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam
membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan
8. Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu -
satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya
tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau
apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi (Sjamsuhidajat, 2004).
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila
apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada
penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
7
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Sjamsuhidajat,
2004).
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Alternatif lain operasi
pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi.
Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke dalam
rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan juga dapat
memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah
laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu
dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik (Sanyoto, 2007).
8
g.Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient tekanan gastro
esophagus
h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat esofagistis.
2. Pembedahan
Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal -hal sebagai
berikut:
Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan atau massa yang
dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis.
Mesenterium apendikular dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan
ditanamkan ke dinding sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk
meminimalkan kebocoran intra abdomen dan sepsis. Kavum peritoneum dibilas dengan
larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi luka
sepsis pasca operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat, 2004).
9. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik,
dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis.
Perforasi usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah
yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama
untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan.
Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar
kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh
karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda -
nunda.
Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan
terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti
bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai
mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian
mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati hidung dan
9
kerongkongan dan ke dalam perut dan usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah
sepsis, suatu kondisi dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke
bagian tubuh lainnya.
10. Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat.
Upaya yang dilakukan antara lain:
a. Diet tinggi serat
10
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat
mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat dalam
makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu
mempercepat sisi -sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi
konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang
mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai
suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi
konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan
tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang
terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak
sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk
mencegah
timbulnya komplikasi
11
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
5) Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc Burney (setelah jarak antara umbilikus dan tulang ileum
kanan). Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau
sekitar (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
berupa nyeri umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di
abdomen kanan bawah somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium
biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. (W.
De Jong,R. Sjamsuhidajat, 2004)
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan lutut
ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/ posisi duduk tegak.
6) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah). Demam terjadi bila sudah ada komplikasi, bila
belum adakomplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-
38,5º
7) Pernafasan
Tanda : takipnea/ pernafasan dangkal
8) Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh
pielitis akut, batu uretra, dapat terjadi pada berbagai usia
12
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE OP
1. Hipertermi
DS :
- Klien mengeluh
demam
DO :
- suhu : 38,5 0 c
- Leukosit : 30000/ dl
Etiologi
Inflamasi apendiks
↓
apendisitis
↓
Reaksi inflamasi
↓
Merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang
↓
Menstimulasi pusat termoregulator di hypothalamus
↓
Peningkatan suhu tubuh
↓
Hiperthermi
2. Nyeri akut/kronis
DS
- mengeluh nyeri perut kanan
- Nyeri hilang timbul
- Kadang menyebar disektar umbilicus
DO:
- Nyeri tekan lepas
- Nadi : 110x/menit
- RR : 25 x/m
Etiologi
↓
Inflamasi apendiks
↓
apendisitis
↓
13
Respon peradangan
Nyeri akut
- Skala nyeri 8
↓
Pelepasan mediator nyeri (histamin, bradikinin, prostaglandin, serotonin)
↓
Merangsang nosiseptor pada ujung saraf bebas
↓
Pengiriman impuls nyeri ke medulla spinaslis (N. Thorakalis X)
↓
nyeri
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism akibat peradangan
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, masalah
keperawatan hipertermi dapat diatasi dengan
Kriteria hasil (NOC):
a. Thermoregulation
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5 C)
- Kulit tidak teraba panas
- Nadi dan RR dalam rentang normal (RR: 16-20x/menit, N: 60-100x/menit)
Intervensi (NIC)
a. Fever treatment
14
2. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cidera
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri dapat diatasi
dengan
Kriteria hasil (NOC):
a. Pain Level
- Melaporkan nyeri berkurang
- Ekspresi wajah menunjukan penurunan nyeri
- RR : 20 x/menit
- Nadi : 80 x/ menit
Intervensi
a. Pain management
Kaji nyeri (lokasi, karakter, onset/durasi, frekuensi, intensitas).
Amati isyarat nonverbal ketidaknyamanan.
Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui riwayat nyeri klien.
Kaji pengetahuan dan kepercayaan klien tentang nyeri.
Kaji penggunaan metode pereda nyeri farmakologi saat ini.
Tentukan pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup klien (nafsu makan, aktifitas).
Berikan informasi kepeda klien tentang penyebab nyeri.
Kontrol lingkungan yang dapat mempegaruhi respon nyeri klien.
Kurangi/ hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
Pastikan pemberian analgesic farmakologi sebelum prosedur operasi.
1. Resiko Infeksi
- Terdapat luka bekas operasi Post appendiktomi
↓
Teputusnya kontinuitasjaringan akibat insisi
↓
Resiko pemajanan mikro organism
↓
Resiko infeksi
Resiko Infeksi Berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
15
2. Nyeri Akut
DS:
- Klien mengeluh nyeri pada area operasi
DO:
- Nadi : 110x/menit
- RR : 25 x/m
Post Appendiktomi
↓
Teputusnya kontinuitas jaringan akibat insisi
↓
Berkurangnya efek anastesi
↓
Pengiriman impuls nyeri ke medulla spinalis oleh serabut saraf sekitar
↓
Nyeri akut
DS: -
Do : - Terdapat luka bekas
Post operasi
↓
Teputusnya kontinuitas jaringan akibat insisi Kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan faktor mekanik oprasi pengambilan jaringan apendik yang radang
↓
Kerusakan integritas jaringan
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adequate
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam, resiko infeksi klien dapat diatasi
dengan
16
Kriteria hasil (NOC):
Tissue Integrity : kulit dan mucous membrane
- Temperatur kulit disekitar luka sama dengan di temperature di area yang perut
- Tekstur dan Integritas kulit sekitar luka baik
- Pigmen warna kulit yang luka merah segar dan tak ada tanda-tanda necrosis
Intervensi (NIC) :
a. Infection Control
Monitor status hemodynamic pasien (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)
Kontrol lingkungan untuk mencegah infeksi
Perawatan dan pergantian peralatan atau protocol yang digunakan pasien (pergantian
balutan sesuai indikasi)
Lakukan teknik aseptic pada setiap prosedur tindakan invasive yang ditujukan pada
pasien (seperti saat penggantian balutan menggunakan sarung tangan steril)
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan pada pasien
Ajari pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
Berikan antobiotik jika diperlukan
b. Infection Protection
Monitor tanda dan gejala sistemik yang berhubungan dengan infeksi
Observasi kulit, jaringan, dan mucous membrane pada luka dan sekitar luka
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan untuk menunjang penyembuhan luka pasienmenjadi
cepat
Anjurkan meningkatkan istirahat untuk mempercepat proses penyembuhan luka
Ajari pasien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala infeksi serta bagaimana cara
untuk menghindari resiko infeksi (misalnya : modifikasi lingkungan untuk mencegah
timbulnya sarang kuman, bakteri atau virus)
Kriteria hasil:
Pain level
- Mengatakan nyeri berkurang
- Ekspresi wajah menunjukan nyeri berkurang
17
Pain control
- Melaporkan nyeri berkurang
Intervensi
NIC:
Pain Management
Kaji keluhan nyeri klien secara komprehensif termasuk lokasi,karakteristik,
onset/durasi,frekuensi, kualitas, intensitas dan besarnya keluhan nyeri yang dirasakan
klien.
Observasi tanda non verbal klien akibat nyeri
Kaji pengaruh budaya terhadap persepsi nyeri klien
Kaji faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan persepsi nyeri klien, seperti lingkungan,
suhu, suara dan lain-lain
Jelaskan kondisi yang dialami klien saat ini
Kolaborasikan pemberian analgesik yang sesuai untuk kondisi klien
Anjurkan klien untuk istiharahat secara adequate untuk mempercepat penyembuhan.
Gunakan strategi komunikasi terapeutik dan teknik relaksasi (pemberian music, nafas
dalam, dll) untuk membantu klien untuk meringankan nyeri.
Monitor kepuasan pasien tehadap manajemen nyeri.
Intervensi (NIC) :
a. Wound care
Monitor karakteristik dari luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau
Bersihkan dengan normal salin dan nontoxic cleanser
Berikan salep yang cocok untuk lesi
Gunakan teknik steril dressing ketika melakukan perawatan luka
18
Jelaskan pada pasien untuk menghindari posisi yang dapat menyebabkanketegangan pada
luka
Ajarkan pada pasien dan keluarga proses perawatan luka Jelaskan pada pasien tentang
tanda-tanda infeksi (rubor, calor, dolor, fungsiolesa)
19
20