Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

APPENDICITIS

DISUSUN OLEH :

ALDO WIJAYA PRATAMA


ELSA RAHMATINNISA
MEGA OKSYA BELLA
REVI RUVITA
SHINTA NOTRIMARIZANI

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. H. HENDRI HERIYANTO M, KEP

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI KEPERAWATAN CURUP

TAHUN AJARAN 2018


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis merupakan penyakit yang biasa dikenal oleh masyarakat awam
sebagai penyakit usus buntu. Appendicitis adalah peradangan yang terjadi
pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan
kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan
remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa
apendisitis diderita oleh 418 juta jiwa di seluruh dunia, 259 juta jiwa darinya
adalah laki-laki dan selebihnya adalah perempuan, dan mencapai total 118 juta
jiwa di kawasan Asia Tenggara. Apendisitis merupakan peradangan pada usus
buntu sehingga penyakit ini dapat menyebabkan nyeri dan beberapa keluhan
lain seperti mual, muntah, konstipasi atau diare, demam yang berkelanjutan
dan sakit perut sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Appendisitis ?
2. Apa anataomi Appendicitis ?
3. Apa fisiologi appendicitis ?
4. Apa etiologi Appendisitis ?
5. Apa epidemiologi appendicitis ?
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan appendicitis ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Appendisitis
2. Untuk mengetahui anataomi Appendicitis
3. Untuk mengetahui fisiologi appendicitis
4. Untuk mengetahui etiologi Appendisitis
5. Untuk mengetahui epidemiologi appendicitis
6. Untuk mengetahu konsep asuhan keperawatan appendicitis
BAB 11

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian
jaringan dan usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga mengakibatkan bakteri
dan tinja masuk ke dalam perut. Kejadian ini disebut usus buntu yang pecah.
Sebuah usus buntu yang pecah bisa menyebabkan peritonitis atau disebut infeksi
perut. Apendisitis paling sering terjadi pada usia 10 sampai 30 tahun yang
merupakan alasan umum untuk operasi pada anak-anak, dan merupakan bedah
emergensi yang paling umum terjadi pada kehamilan (Cheng et al., 2014).
Appendicitis adalah ujung seperti jari – jari yang kecil panjangnya kira –
kira 10 cm ( 4 inci ), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, appendiks cenderung
menjadi kesumbat dan terutama terentan terhadap infeksi ( appendicitis ).

2.2 Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm


(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu


memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya4. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di
tepi lateral colon ascendens.
2.3 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Secara klinis, apendisitis ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1) Apendisitis akut
Apendisitis yang terjadi dengan diawali oleh nyeri periumbilikal yang
diikuti dengan rasa mual dan muntah sehingga bisa menyebabkan anoreksia, dan
peningkatan nyeri lokal pada perut bagian kanan bawah. Lamanya rasa nyeri ini
berlangsung selama 24 sampai 36 jam. Penyebab apendisitis akut ini adalah
adanya obstruksi apendiks dan infeksi hematogen (Craig, 2005). Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mengalami sumbatan, sehingga
semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan di mana akan menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen (Anonim, 2000).
2) Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian kanan
bawah yang tidak berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas penderita terganggu
dan lebih dari dua minggu. Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung secara terus-
menerus dan bisa bertambah berat parah kemudian mereda lagi (Sjamsuhidajat et
al., 2003).

2.4 Etiologi

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix


sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: .Hiperplasia
folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya, Benda asing (pin, biji-bijian),
Kadang parasit Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah
ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri
yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu, Bakteri aerob fakultatif,
Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species
Lactobacillus species.

2.5 Epidemiologi

Kejadian apendisitis banyak terjadi di negara maju dan di negara yang


sedang berkembang dimana diet dipengaruhi oleh gaya barat. Kejadian
apendisitis lebih rendah terjadi pada pola makan yang mengonsumsi serat
yang tinggi (Addis et al., 1990). Secara keseluruhan, kadar kematian 0,2 - 0,8%
diakibatkan oleh komplikasi penyakit tersebut apabila tidak dilakukan intervensi
pembedahan. Kadar kematian meningkat sebanyak 20% pada pasien yang berusia
lebih 70 tahun karena penundaan diagnostik dan terapetik. Kadar perforasi lebih
tinggi pada pasien yang berusia lebih muda dari 18 tahun dan pasien yang lebih
tua dari 50 tahun, berkemungkinan karena penundaan dalam diagnosa (Addis et
al., 1990).

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan


makanan rendah serat seperti, sumber karbohidrat, sumber protein, dan sumber
lemak. akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal
tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon
(Treutner et al., 1997).
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 PENGKAJIAN

1. Anamnesis
 Identitas pasien
 Jenis kelaim
 Usia
 Tempat tinggal
 Ras
 Keluhan utama
2. Pemeriksaan fisik
 Tanda – tanda vital seperti : tekanan darah, suhu, nadi, dan
pernapasan
 Jika dilakukan palapasi akan didapatkan nyeri yang terbatas pada
region iliaca kanan, biasanya disertai nyeri lepas.
 Tanda rovsing yaitu nyeri yang dirasakan pada kuadran bawah
perut ketika dilakukan penekanan dan pelepasan pada bagian kiri
bawah perut
 Uji PSOAS dan uji OBTURATOR merupakan pemeriksaan yang
lebih ditunjukkan untuk mengetahui letak apendiks vermiformis,.

OBTURATOR PSOAS
3. Pemeriksaan Penunjang
 Leukosit darah : pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis,
terlebih pada kasus dengan komplikasi berupa perforasi.
 Urinalisis : sekitar 10 % pasien dengan nyeri perut memiliki
penyakit saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium urine dapat
mengkonfirmasi atau menyingkirkan penyebab urologi yang
menyebabkan nyeri perut. Meskipun proses imflamasi appendicitis
akut dapat menyebabkan piuria, hematuria, atau bakteriuria.
Sebanyak 40 % pasien, jumlah eritrosit pada urinalisis yang
melebihi 30 sel perlapangan pandang atau jumlah leukosit yang
melebihi 20 sel perlapangan pandang menunjukkan terdapat
gangguan saluran kemih.
 Radiologi : pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu
dalam mengevaluasi pasien dengan kecurigaan appendicitis adalah
foto polos perut atau dada, utrasonogram, enema barium, dan
kadang – kadang CT scan
 USG, dapat digunakan untuk membedakan antara appendicitis akut
dan appendicitis perforasi

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. pre operaktif

 Gangguan rasa aman dan nyaman : nyeri berhubungan dengan distensi


jaringan usus akibat inflamasi appendiks.
 Resiko infeksi : berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi/ rupture pada appendiks, pembentukkan abses.
 Resiko difisit volume cairan : berhubungan dengan mual dan muntah,
status hipermetabolik, dan imflamasi peritoneum dengan cairan asing.
 Ansietas : berhubungan dengan prosedur persiapan tindaka operasi, kurang
pengetahuan dan perubahan status kesehatan
 Kurangnya pengetahuan : berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi

2. Post Operatif

 Gangguan rasa aman dan nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya luka
insisi post appendiktomi
 Resiko infeksi : berhubungan dengan adanya port de entry kuman pada
luka insisi post appendiktomi
 Resiko deficit volume cairan : berhubungan dengan pembatasan post
operasi

4.3 Intervensi

 Observasi tingkat nyeri, tanyakan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


dan tingkat
 Berikan posisi nyaman, semofowler, fowler, ataupun pisisi miring, bila
tidak ada kontra indikasi
 Ajarkan teknik pengendalian nyeri dengan terapi mendengarkan music,
membaca dan lainnya
 Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
 Kolaborasi pemberian obat – obat analgesic
Rasional :
o Membantu menentukan intervensi yang tepat untuk mengurangi
nyeri.
o Memberikan posisi nyaman dapat membantu dalam mengurangi
rasa nyeri
o Teknik – teknik pengendalian nyeri dapat diajarkan agar klien
mampu mengatasi rasa nyeri.
o Dapat membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
o Agen – agen farmakologi dapat digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian
jaringan dan usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga mengakibatkan bakteri
dan tinja masuk ke dalam perut. Kejadian ini disebut usus buntu yang pecah.
Sebuah usus buntu yang pecah bisa menyebabkan peritonitis atau disebut infeksi
perut. Apendisitis paling sering terjadi pada usia 10 sampai 30 tahun yang
merupakan alasan umum untuk operasi pada anak-anak, dan merupakan bedah
emergensi yang paling umum terjadi pada kehamilan (Cheng et al., 2014).

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix


sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer arif,suprohaita,dkk.2000.kapita selekta kedokteran.jakarta.media


aeuculupius

Brunner dan suddarth.2002.buku ajar keperawatan medical


bedah.jakarta.buku kedokteran

https://med.unhas.ac.id diakses 31/08/2018

https://digilib.unimus.ac.i diakses 31/08/2018

https://repository,ump.ac.id diakses 31/08/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha esa atas berkat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan medical bedah
tentang penyakit appendicitis ini. Kami berterima kasih kepada sumber –sumber
yang telah membantu kami dalam mengerjakan makalah ini.

Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, kami sangat mengharapkan


kritik dan saran pembaca untuk penyempurnaa makalah ini.

Curup, 31 agustus 2018


DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………….

KATA PENGANTAR…………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………….
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………
1.3 TUJUAN………………………………………………………….

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN APPENDISITIS…………………………………
2.2 ANATOMI APPENDISITIS…………………………………….
2.3 FISIOLOGI APPENDISITIS………………………………….
2.4 ETIOLOGI APPENDISITIS…………………………………..
2.5 EPIDEMIOLOGI APPENDISITIS……………………………….

BAB III : KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS


3.1 PENGKAJIAN……………………………………………………
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN……………………………………
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN………………………………..

BAB IV : PENUTUP
KESIMPULAN………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………

Anda mungkin juga menyukai