Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi.
Apendisitis atau bisa juga dikenal masyarakat luas dengan usus
buntu. Apendisitis merupakan infeksi yang disebabkan karena
hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, dan cacing askaris
karena parasit seperti E.histolytica dan kebiasaan makan makanan
rendah serat yang dapat mengakibatkan konstipasi. (Arifuddin, 2017
dalam Rohmah, 2019). Appendiksitis adalah inflamasi saluran usus
yang tersembunyi dan kecil yang berukuran 4 inci (10 cm) yang buntu
pada ujung sekum. Apendisitis dapat terobstruksi oleh massa feses
yang keras, yang akibatnya akan terjadi inflamasi, infeksi, ganggren,
dan mungkin perforasi. Apendisitis yang ruptur merupakan gejala yang
serius karena isi usus dapat masuk ke dalam abdomen dan
menyebabkan peritonitis atau abses (Rosdahl & Mary, 2017). Jika
tidak segera ditangani akan terjadi komplikasi yang paling sering pada
penderita apendisitis yaitu perforasi dan peritonitis (Lemone dkk,
2012).
2. Etiologic
Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya
apendisitis yaitu adanya penyumbatan pada lumen apendiks.
Penyumbatan tersebut disebabkan oleh hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks dan cacing ascaris. Faktor lain yang juga dapat
menyebabkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks akibat adanya
parasit E. histolytica.
Menurut (Rajgopal & Nileshwar, 2014) terdapat beberapa hal
yang menjadi faktor penyebab terjadinya radang apendisitis, yaitu :
a) Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi yang diikuti oleh infeksi merupakan faktor yang
paling dominan penyebab terjadinya apendisitis dengan tingkat
persentase 90%. Hiperplasia jaringan limfoid submukosa
merupakan salah satu penyebab obstruksi dengan persentase 60%.
Sekitar 35% disebabkan oleh statis fekal, 4% disebabkan oleh
benda asing dan 1% lainnya disebabkan adanya sumbatan yang
disebabkan parasit dan cacing.
b) Faktor Bakteri
Infeksi enterogen adalah pencetus utama penyebab terjadinya
apendisitis akut. Dijumpainya fekalit dalam lumen apendiks yang
telah terinfeksi akan memperburuk dan memperberat infeksi. Hasil
kultur yang dijumpai paling umum adalah kombinasi antara
Bacteroides fragilis dan E. coli, dan juga dijumpai Splanchnicus,
Lacto-bacillus, Pseudomonas, Bacteroides splanicus. Maka
didapati penyebab perforasi paling banyak adalah bakteri anaerob
sebanyak 96% dan kurang dari 10% adalah aerob.
c) Faktor Ras dan diet
Faktor ras berpengaruh terhadap sistem pola makan sehari-hari.
Orang dengan kulit putih yang sebelumnya memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan rendah serat lebih berisiko untuk terkena
apendisitis. Namun dengan seiring berjalannya waktu orang
tersebut telah mengubah pola makannya dengan mengkonsumsi
makanan tinggi serat.
d) Kerentanan familial.
Kerentanan familial berhubungan dengan pemilik apendiks
retrosekal yang panjang dimana pada kasus ini suplai darahnya
menurun pada bagian distal yang mungkin memicu untuk
timbulnya apendisitis.
3. Tanda dan Gejala.
Wedjo (2019), menyatakan pada apendisitis nyeri terasa pada
abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik
Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan
dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada
pelvis, tandatanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal.
Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks
dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada
bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi tanda Rovsing dapat
timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah
kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar;
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien
memburuk (Wedjo, 2019).
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa
jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare
dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal
atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum
onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain apendisitis.
Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau
perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan apendisitis
(Wedjo, 2019).
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -
38,50C). Jika suhu tubuh diatas 38,60C, menandakan terjadi perforasi.
Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki
kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan
Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus
meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau
menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri
untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan
kadang-kadang lutut diflexikan (Warsinggih, 2010).
4. Pemeriksaan Penunjang.
Menurut Saputro (2018), pemeriksaan penunjang apendiksitis
meliputi sebagai berikut :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut
tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan
akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan
terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendiksitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha
diteku kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka
rasa nyeri di perut semakin parah (proas sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina
menimbulkan rasa nyeri juga.
5) Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil
meningkat sampai 75%,
2) Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin
ada.
3) Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya
pergeseran, material apendiks (fekalit), ileus
terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih (leukosit)
hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan lebih
dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi.
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya
fekalit.
2) Ultrasonografi (USG)
3) CT Scan
4) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto
abdomen, USG abdomen dan apendikogram
5. Penatalaksanaan Medis.
Alhinduan (2020), menyebutkan penatalaksanan yang
dilakukan pada klien apendisitis yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnosa
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pembedahan
dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat
dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi
terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan
pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama
pada wanita.
2) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko
infeksi yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada
saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan
mencapai nutris yang optimal.
3) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan,
mulai jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang
nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan
laksatif.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi.
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa
sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain
yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut
dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan (Sabiston, 2011).
2. Jenis Anestesi.
a) General Anestesi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa
sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran
(reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi
denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka)
dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal
tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief,
2007).
Teknik General Anestesi General anestesi menurut
Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan dengan 3
teknik, yaitu:
a. General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena.
b. General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun
obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general
anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias
anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu:
1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat
hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.
2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat
analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan
cara analgesia regional.
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat
pelumpuh otot atau general anestesi, atau dengan cara
analgesia regional.
b) Anestesi regional
Anestesi Regional adalah pemutusan sementara transimisi
impuls saraf ke dan dari area atau bagian tubuh tertentu
(Kozier, 2011). Anestesi regional memiliki sifat analgesik
karena bekerja dengan menghilangkan rasa nyeri dan pasien
tetap dalam keadaan sadar. Teknik regional anestesi tidak
memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan rasa
nyeri saja (Pramono, 2015).
3. Teknik Anestesi.
Dalam pemilihan Teknik anestesi, perlu dipertimbangkan factor-
faktor yang berperan dalam keamanan dan kenyamanan pasien,
yaitu :
1) Usia Pasien
2) Status Fisik pasien.
3) Posisi Pembedahan
4) Keterampilan dan pengalaman dokter pembedahan
5) Keinginan pasien
6) Bahaya kebakaran dan ledakan.
4. Rumatan Anestesi.
1) Ketorolac
2) Tramadol
5. Resiko.
Komplikasi pascaanestesi umum sebagai berikut (Latif, Suryadi,
dan Dachlan, 2010)
1) Gangguan pernapasan Obstruksi jalan napas parsial atau
total, tidak ada ekspirasi (tidak ada suara napas) paling
sering dialami pada pasien pascaanestesi umum yang
belum sadar karena lidah jatuh menutup faring atau edema
laring. Penyebab lain yaitu kejang laring (spasme laring)
pada pasien menjelang sadar karena laring terangsang oleh
benda asing, darah atau sekret.
2) Gangguan kardiovaskular Komplikasi pada sistem
sirkulasi yang dapat dijumpai pada pasien dengan anestesi
umum yaitu hipertensi dan hipotensi. Hipertensi dapat
disebabkan oleh nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa
trakhea, cairan infus berlebihan, atau aktivasi saraf
simpatis karena hipoksia, hiperkapnia, atau asidosis.
Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama akan
menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard,
disritmia, edema paru, atau perdarahan otak.
3) Mual muntah Mual dan muntah pascaanestesi dapat terjadi
pada 80% pasien yang menjalani pembedahan dan
anestesi. Beberapa pasien lebih memilih untuk merasakan
nyeri dibandingkan mual dan muntah pasca bedah
(Gwinnutt, 2011). Mual dan muntah pasca bedah
merupakan efek samping yang umum terjadi setelah
sedasi dan anestesi umum. Insidensinya paling tinggi
dengan anestesi berbasis narkotika dan dengan agen yang
mudah menguap (Gupta dan Jrhee, 2015).
4) Menggigil (shivering) merupakan komplikasi pasien
pascaanestesi umum pada sistem termoregulasi. Hal
tersebut terjadi akibat hipotermia atau efek obat anestesi.
Hipotermi dapat terjadi akibat suhu ruang operasi yang
dingin, cairan infus yang dingin, cairan irigasi dingin,
bedah abdomen luas dan lama.
C. WOC
D. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus
1. Pengkajian pengkajian keperawatan pada pasien dengan apendicitis
meliputi (Jitowiyono & Weni, 2012) :
a. Identitas klien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
alamat, dan nomor register.
b. Keluhan utama Biasanya pada klien terdapat nyeri tekan dan
nyeri lepas pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar
umbilikus. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri dipusat atau di
epigasrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan
nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri
dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya
klien mengeluh rasa mual dan muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang Selain mengeluh nyeri pada
daerah epigastrium, keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas,
d. Riwayat kesehatan dahulu Biasanya klien memiliki riwayat
operasi sebelumnya pada kolon.
e. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya penyakit apendisitis ini
bukan merupakan penyakit keturunan, bisa dalam anggota
keluarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan
pasien juga tidak ada yang menderita penyakit yang sama
seperti yang dialami pasien sebelumnya.
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum Biasanya pasien tampak lemah
2. Tingkat kesadaran Composmentis (kesadaran penuh dan
koperatif )
3. Tanda tanda vital.
a. Frekwensi nadi dan tekanan darah Denyut nadi
biasanya ditemukan normal, tekanan darah
biasanya ditemukan normal
b. Frekwensi pernafasan Biasanya ditemukan
frekwensi pernafasan normal
c. Suhu tubuh Biasanya suhu tubuh normal, namun
jika ada infeksi pada bekas luka suhu tubuh
dapat meningkat.
d. Kepala Perhatikan bentuk dan kesimetrisan,
palpasi adanya pembengkakan, dan periksa
kebersihan kepala.
e. Mata Pada konjungtiva akan tampak anemis,
sklera tidak ikterik.
f. Hidung Perhatikan kesimetrisan hidung, tidak
ada pernafasan cuping hidung.
g. Mulut.
Biasanya ditemukan mukosa bibir lembab.
h. Telinga Perhatikan kebersihan telinga, lihat
adanya lesi dan sekret.
i. Leher Tidak ada pembesaran kelenjer getah
bening dan tiroid.
j. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : bunyi jantung 1 RIC 111 kanan, kiri,
bunyi jantung 11 RIC 4-5 midklafikula
Auskultasi : biasanya bunyi jantung murni
k. Paru paru
Inspeksi : terlihat simetris kiri dan kanan, tidak
ada tarikan dinding dada.
Palpasi : premitus kiri dan kanan sama.
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler l)
l. Abdomen
Inspeksi : Biasanya Pada apendisitis akut sering
ditemukan adanya abdominal swelling,sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan
distensi abdomen.
Palpasi : Pada daerah perut kanan bawah apabila
ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari
apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah,
ini disebut tanda Rovsing ( Rovsing sign). Dan
apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka
juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini
disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
Perkusi : Tympani Auskultasi : peristaltik usus
menurun atau tidak ada sama sekali
m. Ekstermitas
CRT Kembali <2 detik, tugor kulit Kembali
cepat tidak ada edema.
2. Masalah Kesehatan Anestesi.
Penilaian klinis mengenai respon manusia terhadap kondisi
kesehatan/kehidupan, atau kerentanan untuk respon tersebut oleh
pasien.
3. Rencana Intervensi.
Intervensi keperawatan adalah segala jenis treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untukmencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Intervensi
keperawatan untuk diagnosa yang mucul pada fase pre,intra dan post
operatif berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018).
4. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan, hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidak masalah
klien, mencapai tujuan serta ketepaan intervensi keperqawatan
(muttaqin, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
FORMAT ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI DI RUANG OK
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN APENDICITIS
PADA TN. P DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI
APPENDICTOMY DENGAN TINDAKAN ANESTESI REGIONAL
SPINAL DI RUANG SHOFIAH RS AISYIYAH KUDUS PADA
TANGGAL 15 MARET 2023
I. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
1. Anamnesis
1. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 30 tahun
Jeniskelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Kawin
Golongan darah : A+
Alamat : KUDUS
No.CM : 26xxxx
Diagnosa medis : Appedicitis Akut
Tindakan Operasi : Appendictomy
Tanggal MRS : 15 Maret 2023
Tanggal pengkajian :
Jam Pengkajian :
Jaminan : BPJS
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. B
Umur : 28 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Jawa
Hubungan dg Klien : Istri
Alamat : KUDUS
2. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien datang ke rumah sakit dengan nyeri perut kanan
bawah. Demam (+), mual muntah (+), BAB Cair (+)
14x/hari.
b. Saat Pengkajian.
Pasien mengatakan nyeri perut kanan bawah, pasien
mengalami demam, mual muntah, dan BAB Cair.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri akut
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada.
E. Riwayat Kesehatan
Pasien belum pernah mengalami appendicitis
sebelumnya dan belum pernah melakukan
procedure operasi sebelumnya.
F. Riwayat pengobatan/konsumsi obat
Pasien mengonsumsi obat bebas jika merasakan
badan kurang sehat dengan skala ringan.
G. Riwayat Alergi
Tidak Ada
H. Kebiasaan
- Rokok : Tidak Merokok
- Alkohol : Tidak Mengonsumsi Alkohol
- Teh/Kopi : Pasien jarang sekali
mengonsumsi teh/kopi
3. Pola Kebutuhan Dasar
1) Udara atau Oksigenasi,
Sebelum sakit :
- Gangguan pernafasan : normal 18x / menit.
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara :lancar tanpa hambatan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Sesudah Sakit :
- Gangguan pernafasan : normal 18x / menit
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara :lancar tanpa hambatan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
2) Air/Minum.
Sebelum Sakit :
- Frekuensi : 5-6 gelas sehari
- Jenis : Air mineral
- Cara : dengan gelas ukuran jumbo
- Minum terakhir : sebelum op
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat sakit :
- Frekuensi : 3-4 gelas sehari
- Jenis : air mineral
- Cara : dengan gelas ukuran kecil
- Minum terakhir : jam 06.00
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
3) Nutrisi/makanan
Sebelum sakit :
- Frekuensi : 2-3x /hari
- Jenis : Nasi
- Porsi : 1 porsi
- Diet Khusus : -
- Makanan yang disukai : semua suka terutama ikan laut
- Nafsu makan : baik
- Puasa terakhir : -
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Sakit :
- Frekuensi : 1x menjelang op
- Jenis : Nasi
- Porsi : 1 porsi
- Diet Khusus : diet (akan OP)
- Makanan yang disukai : semua suka terutama ikan laut
- Nafsu makan : cukup
- Puasa terakhir : jam 06.00
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
4) Eliminasi.
a. BAB
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 1x/hari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feses
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak

Saat Sakit

- Frekuensi : 1x/hari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feses
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak
b. BAK
Sebelum Sakit :
- Frekuensi : 5-10x/hari
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning keruh
- Bau : Pesing
- Cara : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
Sesudah Sakit :
- Frekuensi :4-8x/hari
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning keruh
- Bau : Pesing
- Cara : dengan alat / Terpasang kateter
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
4. Pola Aktivitas.
a) Aktivitas.

Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan
Diri
Makan dan v
Minum
Mandi v
Toileting v
Berpakaian v
Berpindah v
0 : mandiri , 1. Alat Bantu, 2. Dibantu orang, 3. Dibantu orang lain dan alat, 4.
Tergantung total
b) Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
- Insomnia : Tidak pernah
- Berapa jam tidur : 6jam malam ; 2jam siang
Saat Sakit :
- Insomnia : Tidak Pernah
- Berapa jam tidur : 3jam malam ; tidak tidur siang
5. Interaksi Sosial.
- Klien memiliki hubungan yang baik denhgan lingkungan sosial klien.
6. Pemeliharaan Kesehatan
Rasa aman : pasien khawatir, gelisah, bingung akan op yang akan
dilakukan
Rasa nyaman : pasien nyaman saat berbaring
Pemanfaatan pelayanan kesehatan : Jika ada apa-apa langsung
periksa ke RS/dokter terdekat.
7. Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam
kelompok sosial sesuai potensinya.
Konsumsi vitamin :
Imunisasi :
Olahraga : Bersepeda setiap hari
Upaya keharmonisan keluarga : Berkumpul dengan keluarga
Stress dan adaptasi : Pasien mengatakan lebih memilih periksa
langsung ke RS daripada tempat alternatif.
8.

Anda mungkin juga menyukai