2. Etiologi
Penyebab appendicitis belum diketahui secara pasti. Menurut karya
ilmiah oleh Aprilia (2020), beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks antara lain:
a. Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya appendicitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi.
b. Faktor adanya bakteri beberapa bakteri yang bisa menyebabkan
apendisitis antara lain Bacteriodes fragililis, E.coli, Splanchicus, Lacto-
basilus, Pseudomonas, dan Bacteriodes splanicus.
c. Faktor keturunan pada radang apendiks diduga juga merupakan faktor
herediter. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam
keluarga terutama yang kurang serat dapat memudahkan terjadinya fekalit
dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet Negara yang mengonsumsi makanan tinggi serat
berisiko lebih rendah terkena apendisitis daripada Negara berkembang
yang tidak mengonsumsi tinggi serat.
3. Klasifikasi
Menurut karya ilmiah oleh Fitriani (2019), klasifikasi appendicitis
antara lain sebagai berikut:
a. Apendisitis Akut
Peradangan pada apendiks atau umbai cacing dengan tanda radang pada
daerah sekitar yang bersifat terlokalisasi, baik disertai rangsangan
peritoneum lokal maupun tanpa penyerta.
b. Apendisitis Rekurens
Peradangan pada apendiks karena adanya fibrosis dari riwayat
apendektomi yang sembuh spontan memunculkan rasa nyeri di perut
kanan bawah yang mendorong perlu dilakukannya apendektomi.
c. Apendisitis Kronis
Memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik
(fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen
apendiks, adanya jaringan parut, dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi
sel inflamasi kronik), dan keluhan hilang setelah apendektomi.
5. Komplikasi
Komplikasi apendisitis berupa: peritonitas, tromboflebitis supuratif
dari sistem portal, abses subfrenikus dan fokal sepsintraabdominal, obstruksi
intestinal (Awaluddin, 2020). Menurut karya ilmiah oleh Fitriani (2019),
beberapa komplikasi apendisitis antara lain sebagai berikut:
a. Perforasi Apendiks
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi
meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah
dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, demam,
malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali
dating, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
b. Peritonitis atau Abses
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah
operasi untuk menutup perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan
teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung
ke arah rectum.
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut karya ilmiah oleh Yulistiana (2019), pemeriksaan penunjang
yang diperlukan pada pasien dengan apendisitis antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang.
2) Palpasi: didaerah perut kanan bawah jika ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri yang mana merupakan
kunci dari apendik akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau tungkai
diangkat tinggi-tinggi, maka terasa nyeri perut semakin parah.
4) Pada apendisitis terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif
dan tanda perangsangan peritonium tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendik terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan
tanda perangsangan peritonium akan lebih menonjol.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Tampak distensi sekum pada apendisitis akut.
2) USG: menunjukan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran
udara terlokalisasi.
3) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen dan
apendikogram.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut karya ilmiah oleh Aprilia (2020) tatalaksana pada pasien
apendisitis antara lain:
a. Pre Operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilakukan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen
dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik. Foto abdomen dan thorak tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah
dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan
antibiotik, kecuali apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi.
b. Operasi
1) Appendictomy
Penatalaksanaan apendisitis dengan prosedur pembedahan
appendictomy adalah pengangkatan apendiks yang terinflamasi. Pada
prosedur appendictomy, insisi dilakukan pada bagian titik Mc. Burney
saja.
2) Laparotomi
Laparatomi adalah prosedur yang membuat irisan vertikal besar
pada dinding perut ke dalam rongga perut dan mencari sumber
kelainannya (eksplorasi). Setelah ditemukan sumber kelainanya,
biasanya dokter bedah akan melanjutkan tindakan yang spesifik sesuai
dengan kelainan yang ditemukan.
3) Laparoskopi
Laparoskopi adalah teknik melihat ke dalam rongga perut tanpa
melakukan pembedahan besar. Menurut sumber lain, laparoskopi
adalah teknik bedah invasif minimal yang menggunakan alat-alat
berdiameter kecil untuk menggantikan tangan dokter bedah
melakukan prosedur pembedahan di dalam rongga perut.
c. Post Operasi
Penatalaksanaan klien post operasi yaitu berupa observasi tanda-
tanda vital dan manajemen nyeri. Observasi tanda-tanda vital perlu
dilakukan untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia, dan gangguan pernapasan. Klien dikatakan baik bila dalam
12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu klien dipuasakan sampai bising
usus kembali normal. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perporasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal.
Setelah 4-5 jam keluar dari kamar operasi klien bisa diberikan test
feeding dengan berkolaborasi terlebih dahulu dengan dokter dan petugas
instalasi gizi (cek bising usus terlebih dahulu). Keesokan harinya
diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak
(sesuai diit yang dianjurkan). Satu hari pasca operasi klien dianjurkan
untuk duduk tegak di tempat tidur.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku, bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis, nomor registrasi.
b. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering ditemukan
adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Kondisi
muntah dihubungkan dengan inflamasi dan iritasi dari apendiks dengan
nyeri menyebar ke bagian duodenum, yang menghasilkan mual dan
muntah. Keluhan sistemik biasanya berhubungan dengan kondisi
inflamasi dimana didapatkan peningkatan suhu tubuh.
c. Keluhan Utama Saat Dikaji
Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering ditemukan
adalah nyeri. Pengkajian nyeri dilakukan dengan pendekatan PQRST.
P (Palliative): pengkajian untuk mengidentifikasi factor yang
menjadi presdisposisi nyeri. Pada klien apendisitis akut sering muncul
gejala khas yang didasari oleh radang mendadak yang disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal.
Q (Quality): pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri
dirasakan secara subjektif seperti apa rasa nyeri yang dirasakan dan
bagaimana sifat nyeri yang digambarkan klien. Pada klien apendisitis
keluhan klasiknya ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilicus.
R (Region): Pengkajian untuk mengidentifikasi letak nyeri secara
tepat, adanya radiasi dan penyebaran nyeri. Pada klien apendisitis nyeri
dirasakan di abdomen kanan bawah.
S (Scale): pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan klien. Pengkajian ini dilakkan berdasarkan skala
nyeri/gradasi. Skala nyeri pada klien apendisitis bervariasi. Perbedaan
skala nyeri ini dipengaruhi oleh berbagai factor meliputi tingkat
kerusakan mukosa akibat peradangan apendiks dan bagaimana pola klien
dalam menurunkan respon nyeri.
T (Time): pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk atau membaik. Keluhan
nyeri klien apendisitis bervariasi. Onset nyeri mulanya samar-samar dan
sulit memprediksi keluhan samar-samar mulai dirasakan.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian pre operasi untuk menurunkan risiko pembedahan
seperti adanya penyakit Diabetus Melitus, hipertensi, tuberculosis, atau
kelainan hematologis. Riwayat kesehatan dahulu meliputi penyakit apa
yang pernah di derita oleh klien seperti operasi abdomen yang dahulu,
obat-obatan yang pernah digunakan dan apakah mempunyai riwayat
alergi. Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab
masalah kesehatan sekarang seperti diet/kebiasaan makan makanan
rendah serat dan kebiasaan eliminasi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji secara hati-hati namun
detail, karena banyak penyakit saluran pencernaan terjadi akibat pola
kebiasaan pada keluarga yang kurang baik seperti penyiapan dan
penyimpanan makanan, bahkan pola sanitasi keluarga seperti cuci tangan,
tempat BAB, dan pola memasak makanan. Serta mengkaji penyakit yang
ada dalam keluarga apakah ada yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan penyakit menular lain serta penyakit keturunan. Secara patologi
apendisitis tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi didalam rumah.
f. Riwayat Psikososial
Pada pengkajian riwayat psikososial didapatkan kecemasan akan
nyeri hebat atau akibat respon pembedahan.
g. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia dan peningkatan
frekuensi nafas. Pada pengkajian abdominal, hal yang mendasar adalah
mengklarifikasi keluhan nyeri pada region kanan bawah atau pada titik
McBurney. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spisifik.
Kembung sering terlihat pada klien dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau abses peri
apendikular.
Palpasi abdomen kanan bawah didapatkan peningkatan respon
nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai
nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri diperut
kanan bawah yang disebut Tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal
atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa
nyeri. Tanda lainnya dari apendisitis adalah Tanda Dunphy (nyeri tajam
pada kuadran kanan bawah abdomen yang didapatkan setelah batuk yang
tiba-tiba). Tanda ini dapat membantu menjadi tanda klinik penting yang
berhubungan dengan peritonitis yang terlokalisasi. Umumnya nyeri kanan
bawah merupakan respon dari perkusi pada bagian kuadran lainnya dan
dijadikan sugesti terjadinya peradangan peritoneal.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada klien dengan Appendicitis antara lain:
a. Pre Operasi
1) Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif (D.0013)
Definisi: berisiko mengalami penurunan sirkulasi gastrointestinal.
Faktor risiko:
a) Perdarahan gastrointestinal akut.
b) Trauma abdomen.
c) Sindrom kompartemen abdomen.
d) Aneurisma aorta abdomen.
e) Varises gastroesofagus.
f) Penurunan kinerja ventrikel kiri.
g) Koagulapati (misal anemia sel sabit, koagulapati intravaskuler
diseminata).
h) Penurunan konsentrasi hemoglobin.
i) Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin
parsial.
j) Disfungsi hati (misal sirosis, hepatitis).
k) Disfungsi ginjal (misal ginjal polikistik, stenosis arteri ginjal,
gagal ginjal).
l) Disfungsi gastrointestinal (misal ulkus duodenum atau ulkus
lambung, colitis iskemik, pancreatitis iskemik).
m) Hiperglikemik.
n) Ketidakstabilan hemodinamik.
o) Efek agen farmakologis.
p) Usia > 60 tahun.
q) Efek samping tindakan (cardiopulmonary bypass, anestesi,
pembedahan lambung).
2) Nyeri Akut (D.0077)
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadat
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (misal inflamasi, iskemia, neoplasma).
b) Agen pencedera kimiawi (misal terbakar bahan kimia iritan).
c) Agen pencedera fisik (misal abses, amputasi, terbakar, terpotong
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
3) Ansietas (D.0080)
Definisi: kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab:
a) Krisis situasional.
b) Kebutuhan tidak terpenuhi.
c) Krisis maturasional.
d) Ancaman terhadap konsep diri.
e) Ancaman terhadap kematian.
f) Kekhawatiran mengalami kegagalan.
g) Disfungsi sistem keluarga.
h) Hubungan orang tua – anak tidak memuaskan.
i) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir).
j) Penyalahgunaan zat.
k) Terpapar bahaya lingkungan (misal toksin, polutan, dan lain –
lain).
l) Kurang terpapar informasi.
4) Hipertermia (D.0130)
Definisi: suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab:
a) Dehidrasi.
b) Terpapar lingkungan panas.
c) Proses penyakit (misal infeksi, kanker).
d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan.
e) Peningkatan laju metabolisme.
f) Respon trauma.
g) Aktivitas berlebihan.
h) Penggunaan inkubator.
b. Post Operasi
1) Defisit Nutrisi (D.0019)
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Penyebab:
a) Ketidakmampuan menelan makanan.
b) Ketidakmampuan mencerna makanan.
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
d) Peningkatan kebutuhan metabolisme.
e) Faktor ekonomi (misal finansial tidak mencukupi).
f) Faktor psikologis (misal stress, keengganan untuk makan).
2) Risiko Hipovolemia (D.0034)
Definisi: beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler,
interstisial dan atau intraseluler.
Penyebab:
a) Kehilangan cairan secara aktif.
b) Gangguan absorbsi cairan.
c) Usia lanjut.
d) Kelebihan berat badan.
e) Status hipermetabolik.
f) Kegagalan mekanisme regulasi.
g) Evaporasi.
h) Kekurangan intake cairan.
i) Efek agen farmakologis.
3) Nyeri Akut (D.0077)
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadat
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (misal inflamasi, iskemia, neoplasma).
b) Agen pencedera kimiawi (misal terbakar bahan kimia iritan).
c) Agen pencedera fisik (misal abses, amputasi, terbakar, terpotong
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
4) Gangguan Integritas Kulit / Jaringan (D.0129)
Definisi: kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligament).
Penyebab:
a) Perubahan sirkulasi perubahan status nutrisi (kelebihan atau
kekurangan).
b) Kekurangan/kelebihan volume cairan.
c) Penurunan mobilitas.
d) Bahan kimia iritatif.
e) Suhu lingkungan yang ekstrem.
f) Faktor mekanis (misal penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan
tinggi).
g) Efek samping terapi radiasi.
h) Kelembaban.
i) Proses penuaan.
j) Neuropati perifer.
k) Perubahan pigmentasi.
l) Perubahan hormonal.
m) Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan.
5) Risiko Infeksi (D.0142)
Definisi: berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
Faktor risiko:
a) Penyakit kronis (misal diabetes mellitus).
b) Efek prosedur invasif.
c) Malnutrisi.
d) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.
f) Gangguan peristaltik.
g) Kerusakan integritas kulit.
h) Penurunan kerja siliaris.
i) Ketuban pecah lama.
j) Ketuban pecah sebelum waktunya.
k) Merokok.
l) Status cairan tubuh.
m) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
n) Penurunan hemoglobin.
o) Imunosupresi.
p) Leukopenia.
q) Supresi respon inflamasi.
r) Vaksinasi tidak adekuat.
3. Luaran dan Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
Tabel 3.1 Luaran dan Intervensi Keperawatan Pre Operasi Berdasarkan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2017) dan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (2017)
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
NO.
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Risiko Perfusi Tujuan: Konseling Nutrisi
Gastrointestinal Tidak Setelah dilakukan Observasi
Efektif (D.0013) tindakan keperawatan a. Identifikasi
diharapkan perfusi kebiasaan makan
Faktor risiko: gastrointestinal dan perilaku
a. Perdarahan meningkat makan yang akan
gastrointestinal akut diubah
b. Trauma abdomen Kriteria Hasil: b. Identifikasi
c. Sindrom kompartemen a. Mual menurun kemajuan
abdomen b. Muntah menurun modifikasi diet
d. Aneurisma aorta c. Nyeri abdomen secara regular
abdomen menurun c. Monitor intake
e. Varises gastroesofagus d. Asites menurun dan output cairan,
f. Penurunan kinerja e. Konstipasi nilai hemoglobin,
ventrikel kiri menurun tekanan darah,
g. Koagulapati (misal f. Diare menurun kenaikan berat
anemia sel sabit, g. Bising usus badan, dan
koagulapati membaik kebiasaan
intravaskuler h. Nafsu makan membeli makanan
diseminata) membaik
h. Penurunan konsentrasi Terapeutik
hemoglobin a. Bina hubungan
i. Keabnormalan masa terapeutik
protrombin dan / atau b. Sepakati lama
masa tromboplastin waktu pemberian
parsial konseling
j. Disfungsi hati (misal c. Tetapkan tujuan
sirosis, hepatitis) jangka pendek dan
k. Disfungsi ginjal (misal jangka panjang
ginjal polikistik, yang realistis
stenosis arteri ginjal, d. Gunakan standar
gagal ginjal) nutrisi sesuai
l. Disfungsi program diet
gastrointestinal (misal dalam
ulkus duodenum atau mengevaluasi
ulkus lambung, colitis kecukupan asupan
iskemik, pancreatitis makanan
iskemik) e. Pertimbangkan
m.Hiperglikemik faktor-faktor yang
n. Ketidakstabilan mempengaruhi
hemodinamik pemenuhan
o. Efek agen kebutuhan gizi
farmakologis (misal usia, tahap
p. Usia > 60 tahun pertumbuhan dan
q. Efek samping tindakan perkembangan,
(cardiopulmonary penyakit)
bypass, anestesi,
pembedahan lambung) Edukasi
a. Informasikan
perlunya
modifikasi diet
(misal penurunan /
penambahan berat
badan, pembatasan
natrium atau
cairan,
pengurangan
kolesterol)
b. Jelaskan program
gizi dan persepsi
pasien terhadap
diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
a. Rujuk pada ahli
gizi, jika perlu
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
Edukasi
a. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yg mungkin
dialami
b. Informasikan
secara factual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
c. Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien,
jika perlu
d. Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
e. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
f. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
g. Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
h. Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
b. Post Operasi
Tabel 3.2 Luaran dan Intervensi Keperawatan Post Operasi Berdasarkan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2017) dan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2017)
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
NO
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Risiko Hipovolemia Tujuan: Manajemen
(D.0034) Setelah dilakukan Hipovolemia
tindakan keperawatan Observasi
Penyebab: diharapkan status a. Periksa tanda dan
a. Kehilangan cairan cairan membaik gejala
secara aktif hipovolemia
b. Gangguan absorbsi Kriteria Hasil: b. Monitor intake
cairan a. Kekuatan nadi dan output cairan
c. Usia lanjut meningkat
d. Kelebihan berat b. Output urin Terapeutik
badan meningkat a. Hitung kebutuhan
e. Status c. Membran mukosa cairan
hipermetabolik lembab meningkat b. Berikan posisi
f. Kegagalan d. Pengisian vena modified
mekanisme meningkat Trendelenburg
regulasi e. Ortopnea menurun c. Berikan asupan
g. Evaporasi f. Dispnea menurun cairan oral
h. Kekurangan intake g. Paroxysmal
cairan Nocturnal Edukasi
i. Efek agen Dyspnea (PND) a. Anjurkan
farmakologis menurun memperbanyak
h. Edema perifer asupan cairan oral
menurun b. Anjurkan
i. Berat badan menghindari
menurun perubahan posisi
j. Suara napas mendadak
tambahan
menurun Kolaborasi
k. Perasaan lemah a. Kolaborasi
menurun pemberian cairan
l. Rasa haus IV isotonis (misal
menurun NaCl, RL)
m. Konsentrasi urin b. Kolaborasi
menurun pemberian cairan
n. Frekuensi nadi IV hipotonis
membaik (60-100 (misal glukosa
x/menit) 2,5%, NaCl 0,4%)
o. Tekanan darah c. Kolaborasi
membaik (120/80 pemberian cairan
mmHg) koloid (misal
p. Tekanan nadi albumin,
membaik plasmanate)
q. Turgor kulit d. Kolaborasi
membaik pemberian produk
r. Hemoglobin darah
membaik
s. Hematokrit
membaik
t. Berat badan
membaik
u. Intake cairan
membaik
v. Status mental
membaik
w. Suhu tubuh
membaik
(36-37,5ºC)
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
b. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
c. Anjurkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu
Referensi
Astrid, & Setiawan, M. S. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery
Music terhadap Intensitas Nyeri pada Klien Post Operasi Apendicitis di
Ruang Rawat Inap Bedah Rspad Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Tahun
2015. Journal Educational of Nursing, 2(1), 1–14.
Lusyana, V., Sarifah, S., & Wardani, I. K. (2020). Upaya Menurunkan Tingkat
Kecemasan Melalui Aromaterapi Orange Pada Asuhan Keperawatan Pre
Operasi Apendiktomi. Indonesian Journal On Medical Science, 7(2), 162–
168.
Astrid, & Setiawan, M. S. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Music
terhadap Intensitas Nyeri pada Klien Post Operasi Apendicitis di Ruang Rawat
Inap Bedah Rspad Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Tahun 2015. Journal
Educational of Nursing, 2(1), 1–14.
Lolo, L. L., & Novianty, N. (2018). Pengaruh Pemberian Guided Imagery Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendisitis Hari Pertama di RSUD
Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017. Jurnal Fenomena Kesehatan, 1(1), 20–
25.
Lusyana, V., Sarifah, S., & Wardani, I. K. (2020). Upaya Menurunkan Tingkat
Kecemasan Melalui Aromaterapi Orange Pada Asuhan Keperawatan Pre
Operasi Apendiktomi. Indonesian Journal On Medical Science, 7(2), 162–168.
Putri, A. A. (2020). Hubungan Pola Makan dan Jumlah Leukosit dengan Jenis
Apendisitis di RSUD Sungai Dareh. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 20(2), 538–540. https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i2.903
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta: PPNI
Udkhiyah, A., & Jamaludin. (2020). Penerapan Terapi Guided Imagery Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi di RSUD RA Kartini
Jepara. Jurnal Profesi Keperawatan, 7(2), 124–133.