Anda di halaman 1dari 23

A.

KONSEP DASAR APPENDISITIS


1. Definisi
Apendisitis adalah inflamasi akut pada apendiks yang bukan
merupakan organ esensial dalam proses pencernaan. Apendiks adalah sebuah
kantong kecil pada usus yang dapat terisi oleh materi usus, terinflamasi dan
kemungkinan ruptur. Kira-kira 7% lebih cenderung laki-laki terkena
apendisitis dibanding wanita. Apendisitis lebih sering menyerang pada usia
10 sampai 30 tahun (Lusyana, Sarifah, & Wardani, 2020).
Apendiks disebut juga umbai cacing organ berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum.
Apendik berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumenyan kecil, apendik
cendrung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi (Putri, 2020).

2. Etiologi
Penyebab appendicitis belum diketahui secara pasti. Menurut karya
ilmiah oleh Aprilia (2020), beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks antara lain:
a. Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya appendicitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi.
b. Faktor adanya bakteri beberapa bakteri yang bisa menyebabkan
apendisitis antara lain Bacteriodes fragililis, E.coli, Splanchicus, Lacto-
basilus, Pseudomonas, dan Bacteriodes splanicus.
c. Faktor keturunan pada radang apendiks diduga juga merupakan faktor
herediter. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam
keluarga terutama yang kurang serat dapat memudahkan terjadinya fekalit
dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet Negara yang mengonsumsi makanan tinggi serat
berisiko lebih rendah terkena apendisitis daripada Negara berkembang
yang tidak mengonsumsi tinggi serat.
3. Klasifikasi
Menurut karya ilmiah oleh Fitriani (2019), klasifikasi appendicitis
antara lain sebagai berikut:
a. Apendisitis Akut
Peradangan pada apendiks atau umbai cacing dengan tanda radang pada
daerah sekitar yang bersifat terlokalisasi, baik disertai rangsangan
peritoneum lokal maupun tanpa penyerta.
b. Apendisitis Rekurens
Peradangan pada apendiks karena adanya fibrosis dari riwayat
apendektomi yang sembuh spontan memunculkan rasa nyeri di perut
kanan bawah yang mendorong perlu dilakukannya apendektomi.
c. Apendisitis Kronis
Memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik
(fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen
apendiks, adanya jaringan parut, dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi
sel inflamasi kronik), dan keluhan hilang setelah apendektomi.

4. Tanda dan Gejala


Menurut karya ilmiah oleh Anzelina (2020), tanda dan gejala dari
apendisitis adalah:
a. Nyeri di kuadaran bawah kanan disertai demam ringan, dan terkadang
muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai, konstipasi dapat terjadi.
b. Pada titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina
anterior ileum), terasa nyeri tekan lokal dan kekakuan otot bagian bawah
rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri
tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

5. Komplikasi
Komplikasi apendisitis berupa: peritonitas, tromboflebitis supuratif
dari sistem portal, abses subfrenikus dan fokal sepsintraabdominal, obstruksi
intestinal (Awaluddin, 2020). Menurut karya ilmiah oleh Fitriani (2019),
beberapa komplikasi apendisitis antara lain sebagai berikut:
a. Perforasi Apendiks
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi
meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah
dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, demam,
malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali
dating, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
b. Peritonitis atau Abses
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah
operasi untuk menutup perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan
teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung
ke arah rectum.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut karya ilmiah oleh Yulistiana (2019), pemeriksaan penunjang
yang diperlukan pada pasien dengan apendisitis antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang.
2) Palpasi: didaerah perut kanan bawah jika ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri yang mana merupakan
kunci dari apendik akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau tungkai
diangkat tinggi-tinggi, maka terasa nyeri perut semakin parah.
4) Pada apendisitis terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif
dan tanda perangsangan peritonium tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendik terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan
tanda perangsangan peritonium akan lebih menonjol.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Tampak distensi sekum pada apendisitis akut.
2) USG: menunjukan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran
udara terlokalisasi.
3) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen dan
apendikogram.

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut karya ilmiah oleh Aprilia (2020) tatalaksana pada pasien
apendisitis antara lain:
a. Pre Operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilakukan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen
dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik. Foto abdomen dan thorak tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah
dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan
antibiotik, kecuali apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi.
b. Operasi
1) Appendictomy
Penatalaksanaan apendisitis dengan prosedur pembedahan
appendictomy adalah pengangkatan apendiks yang terinflamasi. Pada
prosedur appendictomy, insisi dilakukan pada bagian titik Mc. Burney
saja.
2) Laparotomi
Laparatomi adalah prosedur yang membuat irisan vertikal besar
pada dinding perut ke dalam rongga perut dan mencari sumber
kelainannya (eksplorasi). Setelah ditemukan sumber kelainanya,
biasanya dokter bedah akan melanjutkan tindakan yang spesifik sesuai
dengan kelainan yang ditemukan.
3) Laparoskopi
Laparoskopi adalah teknik melihat ke dalam rongga perut tanpa
melakukan pembedahan besar. Menurut sumber lain, laparoskopi
adalah teknik bedah invasif minimal yang menggunakan alat-alat
berdiameter kecil untuk menggantikan tangan dokter bedah
melakukan prosedur pembedahan di dalam rongga perut.
c. Post Operasi
Penatalaksanaan klien post operasi yaitu berupa observasi tanda-
tanda vital dan manajemen nyeri. Observasi tanda-tanda vital perlu
dilakukan untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia, dan gangguan pernapasan. Klien dikatakan baik bila dalam
12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu klien dipuasakan sampai bising
usus kembali normal. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perporasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal.
Setelah 4-5 jam keluar dari kamar operasi klien bisa diberikan test
feeding dengan berkolaborasi terlebih dahulu dengan dokter dan petugas
instalasi gizi (cek bising usus terlebih dahulu). Keesokan harinya
diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak
(sesuai diit yang dianjurkan). Satu hari pasca operasi klien dianjurkan
untuk duduk tegak di tempat tidur.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku, bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis, nomor registrasi.
b. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering ditemukan
adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Kondisi
muntah dihubungkan dengan inflamasi dan iritasi dari apendiks dengan
nyeri menyebar ke bagian duodenum, yang menghasilkan mual dan
muntah. Keluhan sistemik biasanya berhubungan dengan kondisi
inflamasi dimana didapatkan peningkatan suhu tubuh.
c. Keluhan Utama Saat Dikaji
Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering ditemukan
adalah nyeri. Pengkajian nyeri dilakukan dengan pendekatan PQRST.
P (Palliative): pengkajian untuk mengidentifikasi factor yang
menjadi presdisposisi nyeri. Pada klien apendisitis akut sering muncul
gejala khas yang didasari oleh radang mendadak yang disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal.
Q (Quality): pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri
dirasakan secara subjektif seperti apa rasa nyeri yang dirasakan dan
bagaimana sifat nyeri yang digambarkan klien. Pada klien apendisitis
keluhan klasiknya ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilicus.
R (Region): Pengkajian untuk mengidentifikasi letak nyeri secara
tepat, adanya radiasi dan penyebaran nyeri. Pada klien apendisitis nyeri
dirasakan di abdomen kanan bawah.
S (Scale): pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan klien. Pengkajian ini dilakkan berdasarkan skala
nyeri/gradasi. Skala nyeri pada klien apendisitis bervariasi. Perbedaan
skala nyeri ini dipengaruhi oleh berbagai factor meliputi tingkat
kerusakan mukosa akibat peradangan apendiks dan bagaimana pola klien
dalam menurunkan respon nyeri.
T (Time): pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk atau membaik. Keluhan
nyeri klien apendisitis bervariasi. Onset nyeri mulanya samar-samar dan
sulit memprediksi keluhan samar-samar mulai dirasakan.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian pre operasi untuk menurunkan risiko pembedahan
seperti adanya penyakit Diabetus Melitus, hipertensi, tuberculosis, atau
kelainan hematologis. Riwayat kesehatan dahulu meliputi penyakit apa
yang pernah di derita oleh klien seperti operasi abdomen yang dahulu,
obat-obatan yang pernah digunakan dan apakah mempunyai riwayat
alergi. Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab
masalah kesehatan sekarang seperti diet/kebiasaan makan makanan
rendah serat dan kebiasaan eliminasi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji secara hati-hati namun
detail, karena banyak penyakit saluran pencernaan terjadi akibat pola
kebiasaan pada keluarga yang kurang baik seperti penyiapan dan
penyimpanan makanan, bahkan pola sanitasi keluarga seperti cuci tangan,
tempat BAB, dan pola memasak makanan. Serta mengkaji penyakit yang
ada dalam keluarga apakah ada yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan penyakit menular lain serta penyakit keturunan. Secara patologi
apendisitis tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi didalam rumah.
f. Riwayat Psikososial
Pada pengkajian riwayat psikososial didapatkan kecemasan akan
nyeri hebat atau akibat respon pembedahan.
g. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia dan peningkatan
frekuensi nafas. Pada pengkajian abdominal, hal yang mendasar adalah
mengklarifikasi keluhan nyeri pada region kanan bawah atau pada titik
McBurney. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spisifik.
Kembung sering terlihat pada klien dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau abses peri
apendikular.
Palpasi abdomen kanan bawah didapatkan peningkatan respon
nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai
nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri diperut
kanan bawah yang disebut Tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal
atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa
nyeri. Tanda lainnya dari apendisitis adalah Tanda Dunphy (nyeri tajam
pada kuadran kanan bawah abdomen yang didapatkan setelah batuk yang
tiba-tiba). Tanda ini dapat membantu menjadi tanda klinik penting yang
berhubungan dengan peritonitis yang terlokalisasi. Umumnya nyeri kanan
bawah merupakan respon dari perkusi pada bagian kuadran lainnya dan
dijadikan sugesti terjadinya peradangan peritoneal.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada klien dengan Appendicitis antara lain:
a. Pre Operasi
1) Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif (D.0013)
Definisi: berisiko mengalami penurunan sirkulasi gastrointestinal.
Faktor risiko:
a) Perdarahan gastrointestinal akut.
b) Trauma abdomen.
c) Sindrom kompartemen abdomen.
d) Aneurisma aorta abdomen.
e) Varises gastroesofagus.
f) Penurunan kinerja ventrikel kiri.
g) Koagulapati (misal anemia sel sabit, koagulapati intravaskuler
diseminata).
h) Penurunan konsentrasi hemoglobin.
i) Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin
parsial.
j) Disfungsi hati (misal sirosis, hepatitis).
k) Disfungsi ginjal (misal ginjal polikistik, stenosis arteri ginjal,
gagal ginjal).
l) Disfungsi gastrointestinal (misal ulkus duodenum atau ulkus
lambung, colitis iskemik, pancreatitis iskemik).
m) Hiperglikemik.
n) Ketidakstabilan hemodinamik.
o) Efek agen farmakologis.
p) Usia > 60 tahun.
q) Efek samping tindakan (cardiopulmonary bypass, anestesi,
pembedahan lambung).
2) Nyeri Akut (D.0077)
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadat
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (misal inflamasi, iskemia, neoplasma).
b) Agen pencedera kimiawi (misal terbakar bahan kimia iritan).
c) Agen pencedera fisik (misal abses, amputasi, terbakar, terpotong
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
3) Ansietas (D.0080)
Definisi: kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab:
a) Krisis situasional.
b) Kebutuhan tidak terpenuhi.
c) Krisis maturasional.
d) Ancaman terhadap konsep diri.
e) Ancaman terhadap kematian.
f) Kekhawatiran mengalami kegagalan.
g) Disfungsi sistem keluarga.
h) Hubungan orang tua – anak tidak memuaskan.
i) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir).
j) Penyalahgunaan zat.
k) Terpapar bahaya lingkungan (misal toksin, polutan, dan lain –
lain).
l) Kurang terpapar informasi.
4) Hipertermia (D.0130)
Definisi: suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab:
a) Dehidrasi.
b) Terpapar lingkungan panas.
c) Proses penyakit (misal infeksi, kanker).
d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan.
e) Peningkatan laju metabolisme.
f) Respon trauma.
g) Aktivitas berlebihan.
h) Penggunaan inkubator.
b. Post Operasi
1) Defisit Nutrisi (D.0019)
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Penyebab:
a) Ketidakmampuan menelan makanan.
b) Ketidakmampuan mencerna makanan.
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
d) Peningkatan kebutuhan metabolisme.
e) Faktor ekonomi (misal finansial tidak mencukupi).
f) Faktor psikologis (misal stress, keengganan untuk makan).
2) Risiko Hipovolemia (D.0034)
Definisi: beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler,
interstisial dan atau intraseluler.
Penyebab:
a) Kehilangan cairan secara aktif.
b) Gangguan absorbsi cairan.
c) Usia lanjut.
d) Kelebihan berat badan.
e) Status hipermetabolik.
f) Kegagalan mekanisme regulasi.
g) Evaporasi.
h) Kekurangan intake cairan.
i) Efek agen farmakologis.
3) Nyeri Akut (D.0077)
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadat
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (misal inflamasi, iskemia, neoplasma).
b) Agen pencedera kimiawi (misal terbakar bahan kimia iritan).
c) Agen pencedera fisik (misal abses, amputasi, terbakar, terpotong
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
4) Gangguan Integritas Kulit / Jaringan (D.0129)
Definisi: kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligament).
Penyebab:
a) Perubahan sirkulasi perubahan status nutrisi (kelebihan atau
kekurangan).
b) Kekurangan/kelebihan volume cairan.
c) Penurunan mobilitas.
d) Bahan kimia iritatif.
e) Suhu lingkungan yang ekstrem.
f) Faktor mekanis (misal penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan
tinggi).
g) Efek samping terapi radiasi.
h) Kelembaban.
i) Proses penuaan.
j) Neuropati perifer.
k) Perubahan pigmentasi.
l) Perubahan hormonal.
m) Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan.
5) Risiko Infeksi (D.0142)
Definisi: berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
Faktor risiko:
a) Penyakit kronis (misal diabetes mellitus).
b) Efek prosedur invasif.
c) Malnutrisi.
d) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.
f) Gangguan peristaltik.
g) Kerusakan integritas kulit.
h) Penurunan kerja siliaris.
i) Ketuban pecah lama.
j) Ketuban pecah sebelum waktunya.
k) Merokok.
l) Status cairan tubuh.
m) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
n) Penurunan hemoglobin.
o) Imunosupresi.
p) Leukopenia.
q) Supresi respon inflamasi.
r) Vaksinasi tidak adekuat.
3. Luaran dan Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
Tabel 3.1 Luaran dan Intervensi Keperawatan Pre Operasi Berdasarkan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2017) dan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (2017)
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
NO.
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Risiko Perfusi Tujuan: Konseling Nutrisi
Gastrointestinal Tidak Setelah dilakukan Observasi
Efektif (D.0013) tindakan keperawatan a. Identifikasi
diharapkan perfusi kebiasaan makan
Faktor risiko: gastrointestinal dan perilaku
a. Perdarahan meningkat makan yang akan
gastrointestinal akut diubah
b. Trauma abdomen Kriteria Hasil: b. Identifikasi
c. Sindrom kompartemen a. Mual menurun kemajuan
abdomen b. Muntah menurun modifikasi diet
d. Aneurisma aorta c. Nyeri abdomen secara regular
abdomen menurun c. Monitor intake
e. Varises gastroesofagus d. Asites menurun dan output cairan,
f. Penurunan kinerja e. Konstipasi nilai hemoglobin,
ventrikel kiri menurun tekanan darah,
g. Koagulapati (misal f. Diare menurun kenaikan berat
anemia sel sabit, g. Bising usus badan, dan
koagulapati membaik kebiasaan
intravaskuler h. Nafsu makan membeli makanan
diseminata) membaik
h. Penurunan konsentrasi Terapeutik
hemoglobin a. Bina hubungan
i. Keabnormalan masa terapeutik
protrombin dan / atau b. Sepakati lama
masa tromboplastin waktu pemberian
parsial konseling
j. Disfungsi hati (misal c. Tetapkan tujuan
sirosis, hepatitis) jangka pendek dan
k. Disfungsi ginjal (misal jangka panjang
ginjal polikistik, yang realistis
stenosis arteri ginjal, d. Gunakan standar
gagal ginjal) nutrisi sesuai
l. Disfungsi program diet
gastrointestinal (misal dalam
ulkus duodenum atau mengevaluasi
ulkus lambung, colitis kecukupan asupan
iskemik, pancreatitis makanan
iskemik) e. Pertimbangkan
m.Hiperglikemik faktor-faktor yang
n. Ketidakstabilan mempengaruhi
hemodinamik pemenuhan
o. Efek agen kebutuhan gizi
farmakologis (misal usia, tahap
p. Usia > 60 tahun pertumbuhan dan
q. Efek samping tindakan perkembangan,
(cardiopulmonary penyakit)
bypass, anestesi,
pembedahan lambung) Edukasi
a. Informasikan
perlunya
modifikasi diet
(misal penurunan /
penambahan berat
badan, pembatasan
natrium atau
cairan,
pengurangan
kolesterol)
b. Jelaskan program
gizi dan persepsi
pasien terhadap
diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
a. Rujuk pada ahli
gizi, jika perlu

2. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakan keperawatan Observasi
Penyebab: diharapkan tingkat a. Identifikasi lokasi,
a. Agen pencedera nyeri menurun karakteristik,
fisiologis (misal durasi, frekuensi,
inflamasi, iskemia, Kriteria Hasil: kualitas, intensitas
neoplasma) a. Kemampuan nyeri
b. Agen pencedera menuntaskan b. Identifikasi skala
kimiawi (misal aktivitas nyeri
terbakar bahan kimia meningkat c. Identifikasi
iritan) b. Keluhan nyeri respons nyeri non
c. Agen pencedera fisik menurun verbal
(misal abses, amputasi, c. Meringis menurun d. Identifikasi faktor
terbakar, terpotong d. Sikap protektif yang memperberat
mengangkat berat, menurun dan memperingan
prosedur operasi, e. Gelisah menurun nyeri
trauma, latihan fisik f. Kesulitan tidur e. Monitor efek
berlebihan) menurun samping
g. Menarik diri penggunaan
menurun analgetik
h. Diaforesis
menurun Terapeutik
i. Anoreksia a. Berikan teknik
menurun non farmakologis
j. Ketegangan otot untuk mengurangi
menurun rasa nyeri
k. Muntah menurun b. Kontrol
l. Mual menurun lingkungan yang
m. Frekuensi nadi memperberat rasa
membaik (60-100 nyeri
x/menit) c. Fasilitasi istirahat
n. Pola napas dan tidur
membaik (16-20
x/menit) Edukasi
o. Tekanan darah a. Jelaskan
membaik (120/80 penyebab, periode
mmHg) dan pemicu nyeri
p. Fokus membaik b. Jelaskan strategi
q. Nafsu makan meredakan nyeri
membaik c. Ajarkan teknik
non farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

3. Ansietas (D.0080) Tujuan: Reduksi Ansietas


Setelah dilakukan Observasi
Penyebab: tindakan keperawatan a. Identifikasi saat
a. Krisis situasional diharapkan tingkat tingkat ansietas
b. Kebutuhan tidak ansietas menurun berubah (misal
terpenuhi kondisi, waktu,
c. Krisis maturasional stressor)
d. Ancaman terhadap Kriteria Hasil: b. Identifikasi
konsep diri a. Verbalisasi kemampuan
e. Ancaman terhadap kebingungan mengambil
kematian menurun keputusan
f. Kekhawatiran b. Verbalisasi c. Monitor tanda-
mengalami kegagalan khawatir akibat tanda ansietas
g. Disfungsi sistem kondisi yang (verbal dan non
keluarga dihadapi menurun verbal)
h. Hubungan orang c. Perilaku gelisah
tuaanak tidak menurun Terapeutik
memuaskan d. Perilaku tegang a. Ciptakan suasana
i. Faktor keturunan menurun terapeutik untuk
(temperamen mudah e. Keluhan pusing me-numbuhkan
teragitasi sejak lahir) menurun kepercayaan
j. Penyalahgunaan zat f. Anoreksia b. Temani pasien
k. Terpapar bahaya menurun untuk mengurangi
lingkungan (misal g. Palpitasi menurun kecemasan, jika
toksin, polutan, dan h. Diaforesis memungkinkan
lain – lain) menurun c. Pahami situasi
l. Kurang terpapar i. Tremor menurun yang membuat
informasi j. Pucat menurun ansietas
k. Konsentrasi mem- d. Dengarkan dengan
baik penuh perhatian
l. Pola tidur e. Gunakan
membaik pendekatan yang
m. Frekuensi tenang dan
pernapasan meyakinkan
membaik (16-20 f. Tempatkan barang
x/menit) pribadi yang
n. Frekuensi nadi memberikan
membaik (60-100 kenyamanan
x/menit) g. Motivasi
o. Tekanan darah mengidentifikasi
membaik (120/80 situasi yang
mmHg) memicu
p. Kontak mata kecemasan
membaik h. Diskusikan
q. Pola berkemih perencanaan
membaik realistis tentang
r. Orientasi membaik peristiwa yang
akan datang

Edukasi
a. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yg mungkin
dialami
b. Informasikan
secara factual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
c. Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien,
jika perlu
d. Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
e. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
f. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
g. Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
h. Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu

b. Post Operasi
Tabel 3.2 Luaran dan Intervensi Keperawatan Post Operasi Berdasarkan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2017) dan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2017)
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
NO
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Risiko Hipovolemia Tujuan: Manajemen
(D.0034) Setelah dilakukan Hipovolemia
tindakan keperawatan Observasi
Penyebab: diharapkan status a. Periksa tanda dan
a. Kehilangan cairan cairan membaik gejala
secara aktif hipovolemia
b. Gangguan absorbsi Kriteria Hasil: b. Monitor intake
cairan a. Kekuatan nadi dan output cairan
c. Usia lanjut meningkat
d. Kelebihan berat b. Output urin Terapeutik
badan meningkat a. Hitung kebutuhan
e. Status c. Membran mukosa cairan
hipermetabolik lembab meningkat b. Berikan posisi
f. Kegagalan d. Pengisian vena modified
mekanisme meningkat Trendelenburg
regulasi e. Ortopnea menurun c. Berikan asupan
g. Evaporasi f. Dispnea menurun cairan oral
h. Kekurangan intake g. Paroxysmal
cairan Nocturnal Edukasi
i. Efek agen Dyspnea (PND) a. Anjurkan
farmakologis menurun memperbanyak
h. Edema perifer asupan cairan oral
menurun b. Anjurkan
i. Berat badan menghindari
menurun perubahan posisi
j. Suara napas mendadak
tambahan
menurun Kolaborasi
k. Perasaan lemah a. Kolaborasi
menurun pemberian cairan
l. Rasa haus IV isotonis (misal
menurun NaCl, RL)
m. Konsentrasi urin b. Kolaborasi
menurun pemberian cairan
n. Frekuensi nadi IV hipotonis
membaik (60-100 (misal glukosa
x/menit) 2,5%, NaCl 0,4%)
o. Tekanan darah c. Kolaborasi
membaik (120/80 pemberian cairan
mmHg) koloid (misal
p. Tekanan nadi albumin,
membaik plasmanate)
q. Turgor kulit d. Kolaborasi
membaik pemberian produk
r. Hemoglobin darah
membaik
s. Hematokrit
membaik
t. Berat badan
membaik
u. Intake cairan
membaik
v. Status mental
membaik
w. Suhu tubuh
membaik
(36-37,5ºC)

2. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Luka


Integritas Kulit / tindakan keperawatan Observasi
Jaringan (D.0120) diharapkan integritas a. Monitor
kulit / jaringan karakteristik luka
Penyebab: meningkat (misal drainase,
a. Perubahan warna, ukuran,
sirkulasi Kriteria Hasil: bau)
perubahan status a. Elastisitas b. Monitor tanda-
nutrisi (kelebihan meningkat tanda infeksi
atau kekurangan) b. Hidrasi meningkat
b. Kekurangan / c. Perfusi jaringan Terapeutik
kelebihan volume meningkat a. Lepaskan balutan
cairan d. Kerusakan dan plester secara
c. Penurunan jaringan menurun perlahan
mobilitas e. Kerusakan lapisan b. Cukur rambut di
d. Bahan kimia kulit menurun sekitar daerah
iritatif f. Nyeri menurun luka, jika perlu
e. Suhu lingkungan g. Perdarahan c. Bersihkan dengan
yang ekstrem menurun cairan NaCl atau
f. Faktor mekanis h. Kemerahan pembersih
(misal penekanan menurun nontoksik sesuai
pada tonjolan i. Hematoma kebutuhan
tulang, gesekan) menurun d. Berikan salep
atau faktor elektris j. Pigmentasi yang sesuai ke
(elektrodiatermi, abnormal menurun kulit / lesi, jika
energi listrik k. Jaringan parut perlu
bertegangan menurun e. Pasang balutan
tinggi) l. Nekrosis menurun sesuai jenis luka
g. Efek samping m. Suhu kulit
terapi radiasi membaik f. Pertahankan
h. Kelembaban (36-37,5ºC) teknik steril saat
i. Proses penuaan n. Sensasi membaik melakukan
j. Neuropati perifer o. Tekstur membaik perawatan luka
k. Perubahan p. Pertumbuhan g. Ganti balutan
pigmentasi rambut membaik sesuai jumlah
l. Perubahan eksudat dan
hormonal drainase
m.Kurang terpapar h. Jadwalkan
informasi tentang perubahan posisi
upaya setiap 2 jam atau
mempertahankan / sesuai kondisi
melindungi pasien
integritas jaringan. i. Berikan diet
dengan kalori
30 - 35
kkal/kgBB/hari
dan protein
1,25 - 1,5
g/kgBB/hari
j. Berikan suplemen
vitamin dan
mineral

Edukasi
a. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
b. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
c. Anjurkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu

3. Risiko Infeksi Tujuan: Pencegahan Infeksi


(D.0142) Setelah dilakukan tin- Observasi
dakan keperawatan a. Monitor tanda dan
Penyebab: di-harapkan tingkat gejala infeksi
a. Penyakit kronik infeksi menurun lokal dan sistemik
(misal diabetes Kriteria Hasil: Terapeutik
mellitus) a. Kebersihan tangan a. Batasi jumlah
b. Efek prosedur meningkat pengunjung
invasif b. Kebersihan badan b. Berikan perawatan
c. Malnutrisi meningkat kulit pada area
d. Peningkatan c. Demam menurun edema
paparan organisme d. Kemerahan c. Cuci tangan
patogen menurun sebelum dan
lingkungan e. Nyeri menurun sesudah kontak
e. Ketidakadekuatan f. Bengkak menurun dengan pasien dan
pertahanan tubuh g. Vesikel menurun lingkungan pasien
primer h. Cairan berbau d. Pertahankan
f. Gangguan busuk menurun teknik steril
peristaltik i. Drainase purulen aseptik pada
g. Kerusakan menurun pasien berisiko
integritas kulit j. Pyuria menurun tinggi
h. Penurunan kerja k. Periode malaise
siliaris menurun Edukasi
i. Ketuban pecah l. Periode menggigil a. Jelaskan tanda dan
lama menurun gejala infeksi
j. Ketuban pecah m. Letargi menurun b. Ajarkan cara
sebelum waktunya n. Gangguan kognitif mencuci tangan
k. Merokok menurun dengan benar
l. Status cairan tubuh o. Kadar sel darah c. Ajarkan cara
m.Ketidakadekuatan putih membaik memeriksa
pertahanan tubuh p. Kultur darah kondisi luka atau
sekunder membaik luka operasi
n. Penurunan q. Kultur urin d. Anjurkan
hemoglobin membaik meningkatkan
o. Imunosupresi r. Kultur area luka asupan nutrisi
p. Leukopenia membaik e. Anjurkan
q. Supresi respon s. Nafsu makan meningkatkan
inflamasi membaik asupan cairan
r. Vaksinasi tidak
adekuat Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu

Referensi
Astrid, & Setiawan, M. S. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery
Music terhadap Intensitas Nyeri pada Klien Post Operasi Apendicitis di
Ruang Rawat Inap Bedah Rspad Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Tahun
2015. Journal Educational of Nursing, 2(1), 1–14.

Lolo, L. L., & Novianty, N. (2018). Pengaruh Pemberian Guided Imagery


Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendisitis Hari Pertama
di RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017. Jurnal Fenomena
Kesehatan, 1(1), 20–25.

Lusyana, V., Sarifah, S., & Wardani, I. K. (2020). Upaya Menurunkan Tingkat
Kecemasan Melalui Aromaterapi Orange Pada Asuhan Keperawatan Pre
Operasi Apendiktomi. Indonesian Journal On Medical Science, 7(2), 162–
168.

Udkhiyah, A., & Jamaludin. (2020). Penerapan Terapi Guided Imagery


Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi di RSUD
RA Kartini Jepara. Jurnal Profesi Keperawatan, 7(2), 124–133.
DAFTAR PUSTAKA

Anzelina, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Laparotomy Eksplorasi


Atas Indikasi Apendisitis Infiltrat Dengan Nyeri Akut di Ruang Melati IV
Rumah Sakit Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Universitas Bhakti Kencana Bandung.

Aprilia, M. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Laparotomi


Eksplorasi a.i. Apendisitis Akut Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di
Ruang Melati 4 RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Universitas Bhakti
Kencana Bandung.

Astrid, & Setiawan, M. S. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Music
terhadap Intensitas Nyeri pada Klien Post Operasi Apendicitis di Ruang Rawat
Inap Bedah Rspad Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Tahun 2015. Journal
Educational of Nursing, 2(1), 1–14.

Awaluddin. (2020). Faktor Risiko Terjadinya Apendisitis Pada Penderita Apendisitis


di RSUD Batara Guru Belopa Kabupaten Luwu Tahun 2020. Jurnal Kesehatan
Luwu Raya, 7(1), 67–72.

Fitriani, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Apendisitis Post Operatif


Apendiktomi Dengan Nyeri Akut di Ruang Melati IV RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya. STIKes Bhakti Kencana Bandung.

Lolo, L. L., & Novianty, N. (2018). Pengaruh Pemberian Guided Imagery Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendisitis Hari Pertama di RSUD
Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017. Jurnal Fenomena Kesehatan, 1(1), 20–
25.

Lusyana, V., Sarifah, S., & Wardani, I. K. (2020). Upaya Menurunkan Tingkat
Kecemasan Melalui Aromaterapi Orange Pada Asuhan Keperawatan Pre
Operasi Apendiktomi. Indonesian Journal On Medical Science, 7(2), 162–168.

Muhimmah, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pneumonia Dengan


Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di Ruang Asoka
RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Putri, A. A. (2020). Hubungan Pola Makan dan Jumlah Leukosit dengan Jenis
Apendisitis di RSUD Sungai Dareh. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 20(2), 538–540. https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i2.903

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta: PPNI

Udkhiyah, A., & Jamaludin. (2020). Penerapan Terapi Guided Imagery Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi di RSUD RA Kartini
Jepara. Jurnal Profesi Keperawatan, 7(2), 124–133.

Yulistiana, S. M. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Op Laparotomi


Eksplorasi Atas Indikasi Apendisitis Perforasi Dengan Nyeri Akut di Ruang
Topaz RSUD dr. Slamet Garut. STIKes Bhakti Kencana Bandung.

Anda mungkin juga menyukai