OLEH :
MAULANA RISKY SETYAWAN
NIM. 40220018
Blitar,……………………..
Mengetahui,
....................................... .......................................
NIK. NIP.
Laporan Pendahuluan
A. Konsep Apendisitis
1. Pengertian Apendisitis
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada
vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi
dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum
(Rosdahl dan Mary T. Kowalski, 2015).
Apendisitis adalah salah satu penyakit akut abdomen dimana terjadi
inflamasi pada apendiks vermiformis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri sebagai penyebab utamanya (Zulfikar et al., 2015).
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa
latinnya appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk
memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian
pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah
(Handaya, 2017).
2. Klasifikasi Apendisitis
Menurut Mardalena (2017), menjelaskan klasifikasi apendisitis
menjadi dua, yaitu:
a. Appendisitis akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan
tanda setempat. Gejala apendisistis akut antara lain nyeri samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium
disekitar umbilicus. Keluhan ini disertai rasa mual, muntah dan
penurunan nafsu makan.
b. Apendisitis rekurens
Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di
perut bagian kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut
pertama sembuh spontan.
c. Appendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru bisa ditegakkan jika ditemukan
tiga hal yaitu, pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran
kanan bawah abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa
alternatif diagnosis lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi,
gejala yang dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik
gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau
fibrosis pada apendiks.
3. Etiologi Apendisitis
Menurut Irianto (2015), menyatakan bahwa penyebab apendisitis
sebagai berikut :
a. Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria
b. Faktor yang mempengaruhi
1). Obstruksi : hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks
2). Ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica
3). Konstipasi : timbunan tinja yang keras (fekalit)
5. Patofisiologi Apendisitis
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya diantaranya adalah obstruksi yang
terjadi pada lumen apendiks. Kondisi obstruksi akan meningkatkan
tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal lain
akan terjadi peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding
apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks. Pada fase
ini, pasien akan mengalamai nyeri pada area periumbikal. Dengan
berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentukan eksudat akan terjadi
pada permukaan serosa apendiks. Dengan berlanjutnya proses obstruksi,
bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan intraluminal dan
membentuk infiltrat pada mukosa, dengan manifestasi ketidaknyamanan
abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan
iskemia dan nekrosis disertai peningkatan tekanan intraluminal yang
disebut apendistis nekrosis, juga akan beresiko meningkatkan perforasi
dari apendiks (Mardalena ,2017).
7. Penatalaksanaan Apendisitis
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga
(Brunner & Suddarth, 2010), yaitu:
a. Sebelum operasi
1). Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi
ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien
diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan
dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya
keluhan.
2). Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak
memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
b. Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi.
Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner
& Suddarth, 2010).
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode
pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan konvensional
laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang merupakan teknik
pembedahan minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat
efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
1) Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke
dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat
dan merasakan organ dalam untuk membuat diagnosa apa yang
salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif, laparatomi
semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini
hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak
membutuhkan operasi, seperti laparoskopi yang seminimal
mungkin tingkat invasifnya juga membuat laparatomi tidak
sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-organ
dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan
bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi
laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat
pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien
mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal
yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti
usus buntu, tukak peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi
maka dilakukan operasi untuk menemukan dan mengoreksinya
sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang
menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan
perawatan intensif (David dkk, 2009).
2) Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh
mulai dari iga paling bawah sampai dengan panggul. Teknologi
laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan dan
juga mengetahui penyakit yang belum diketahui diagnosanya
dengan jelas.
Keuntungan bedah laparoskopi :
a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan
dokter dalam pembedahan.
b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka
operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi
berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang kecuali klien
mempunyai riwayat keloid.
c) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan
obat-obatan dapat diminimalkan, masa pulih setelah
pembedahan lebih cepat sehingga klien dapat beraktivitas
normal lebih cepat.
c. Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.
Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik
apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien
dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar
kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer,
2010).
8. Komplikasi Apendisitis
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam
penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (Lemone, 2016)
diantaranya sebagai berikut:
a. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan
gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan
pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit.
b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa
rongga abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
c. Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
9. WOC
Etiologi : Infeksi kuman dari colon (E.coli)
Obstruksi lumen apendiks oleh :
Fecalith (masa feses yang keras)
Hiperplasia dari folikel limfoid
Benda asing (seperti biji cabai, biji
jeruk, jambu biji )
Tumor apendiks
Pelekukan/ terpuntirnya apendiks
Oklusi eksternal usus oleh perlekatan
Penekanan pembuluh darah luminal dan terjadi kematian sel / kerusakan jaringan
Inflamasi apendik
APENDISITIS
a) Personal Hygiene
a) Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Pada pasien post
operasi apendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah
beberapa jam kembali dari ruang operasi.
b) Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
umumnya pasien mengalami takikardi, peningkatan tekanan
darah, dapat juga terjadi hipotensi.
c) Pemeriksaan Kepala
Kebersihan kepala, warna rambut, tidak ada kelainan bentuk
kepala, tidak ada nyeri tekan.
d) Pemeriksaan Muka
Pasien nampak meringis menahan nyeri pada luka bekas
operasi. tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema.
e) Pemeriksaan Mata
Keadaan pupil isokor, palperbra dan refleks cahaya tidak ada
gangguan, konjungtiva tidak anemis
f) Pemeriksaan Hidung
Bersih, tidak terdapat polip, tidak ada nyeri tekan, tidak
terdapat nafas cuping hidung.
g) Pemeriksaan Mulut
Mukosa bibir kering karena adanya pembatasan masukan oral,
mengamati bibir ada tidaknya kelainan kogenital (bibir
sumbing), sianosis atau tidak, pembengkakkan atau tidak, lesi
atau tidak, amati adanya stomatitis pada mulut atau tidak, amati
jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan
kebersihan gigi.mengkaji terdapat nyeri tekan atau tidak pada
pipi dan mulut bagian dalam
h) Pemeriksaan Telinga
Pada klien post operasi apendiktomi fungsi pendengaran tidak
mengalami gangguan, inspeksi bentuk dan kesimetrisan telinga,
kebersihan telinga.
i) Pemeriksaan Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Pasien post operasi
apendiktomi akan mengalami penurunan dan peningkatan
frekuensi nafas
Palpasi : Kaji ada tidaknya nyeri tekan, vokal fremitus
sama antara kanan dan kiri.
Perkusi : Terdengar sonor
Auskultasi : Normalnya terdengar vasikuler pada kedua
paru, tidak terdapat suara tambahan
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula
sinistra.
Perkusi : Normalnya terdengar pekak
Auskultasi : Normalnya terdengar tunggal suara jantung
pertama dan suara jantung kedua.
Abdomen
Inspeksi:Terdapat luka bekas operasi tertutup kasa, bentuk
dan ukuran luka, terlihat mengencang (distensi).
Auskultasi: Bising usus menurun
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen bekas operasi
Perkusi :Kaji suara apakah timpani atau hipertimpani
Ekstremitas
Secara umum klien post operasi apendiktomi dapat
mengalami kelemahan karena tirah baring pasca operasi.
Kekakuan otot akan berangsur membaik seiring dengan
peningkatan toleransi aktivitas klien.
Integritas kulit
Terdapat luka sayatan pada bekas operasi, warna kulit,
kelembaban, akral hangat, CRT (Capilary Refil Time)< 2
detik, turgor kulit menurun
5). Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b) Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya
komplikasi pasca pembedahan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keparawatan yang muncul pada pasien post operasi
apendiktomi menurut (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) antara lain:
a. Nyeri akut
b. Neusea
c. Gangguan Mobilitas Fisik
d. Risiko infeksi
3. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan dari data subjektif dan data objektif
kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan
proses intelektual yang meliputi kegiatan menyeleksi data, mengklarifikasi,
mengelompokkan data, mengaitkan dan menentukan kesenjangan
informasi, membandingkan dengan standar, menginterprestasikan serta
akhirnya membuat diagnosa keperawatan( Herdman dan Kamitsuru, 2015).
4. Intervensi
Manajemen Muntah
Observasi :
1. Identifikasi karakteristik
muntah (mi. warna,
konsistensi, adanya
darah, waktu, frekuensi,
dan durasi )
2. Periksa volume muntah
3. Identifikasi riwayat diet
(mis. makanan yang
disukai, tidak disukai,
dan bahaya)
4. Identifikasi faktor
penyebab muntah
(mis.pngobatan dan
prosedur)
5. Identifikasi kerusakan
esophagus dan faring
posterior jika mutah
terlalu lama
6. Monitor efek
manajemen muntah
secara menyeluruh
7. Monitor keseimbangan
cairan dan elektrolit
Terapeutik:
1. Kontrol faktor
lingkungan penyebab
muntah (mis. bau tidak
sedap, suara dan
stimulasi visual yang
tidak menyenangkan )
2. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab
muntah (mis.
kecemasan, ketakutan)
3. Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
4. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
5. Bersihkan mulut dan
hidung
6. Berikan dukungan fisik
saat muntah ( mis.
membantu
membungkuk atau
menundukkan kepala)
7. Berikan kenyamanan
selama muntah (mis.
kompres dingin di dahi,
atau sediakan pakaian
kering dan bersih)
8. Berikan cairan yang
tidak mengandung
karbonasi minimal 30
menit setelah muntah
Edukasi:
1. Anjurkan membawa
kantong plastic untuk
menampung muntahan
2. Anjurkan
memperbanyak istirahat
3. Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
untuk mengelola
muntah (mis.
biofeedback, hypnosis,
relaksasi)
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
antiemetic, jika perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan ambulasi
Mobilitas tindakan keperawatan Observasi:
Fisik selama ….. jam, maka 1. Identifikasi adanya
mobilitas fisik px nyeri atau keluhan fisik
meningkat dengan lain
kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi
1. Rentang gerak fisik melakukan
(ROM) meningkat pergerakan
(5) 3. Monitor frekuensi
2. Nyeri menurun (5) jantung dan tekanan
3. Kecemasan darah sebelum
menurun (5) melakukan ambulasi
4. Gerakan terbatas 4. Monitor kondisi umum
menurun (5) selama melakukan
5. Kelemahan fisik mobilisasi.
menurun (5) Terapeutik:
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar
tempat tidur).
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu.
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi.
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini.
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk
di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi).
4 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
Infeksi tindakan keperawatan Observasi:
selama …… jam, maka 1. Monitor tanda dan
resiko infeksi pada px gejala infeksi local dan
menurun dengan sistemik.
kriteria hasil : Terapeutik:
1. Penurunan tingkat 1. Batasi jumlah
infeksi (5) pengunjung berikan
2. Integritas kulit dan perawatan kulit pada
jaringan membaik area edema.
(5) 2. Cuci tangan sebelum
3. Kontrol risiko dan sesudah kontak
membaik (5) dengan pasien dan
4. Status imun lingkungan pasien.
membaik (5) 3. Pertahankan teknik
5. Status nutrisi aseptic pada pasien
membaik (5) berisiko tinggi.
Edukasi:
1. Jelakan tanda dan gejala
infesksi.
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar.
3. Ajarkan etika batuk.
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi.
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Adeodatus Yuda Handaya. 2017. Deteksi Dini dan atasi 31 Penyakit Bedah
Saluran Cerna. Yogyakarta. Rapha Publishing.
Bararah, T., & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan. (S. P. Umi Athelia
Kurniati, Ed.) (2nd ed.). Jakarta: Prestasi Pusaka.
Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, Vol 2, Jakata;
EGC
Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. 2015. Diagnosis KeperawatanDefinisi
&Klasifikasi2015-2017Edisi 10. Jakarta: EGC
Rosdahl, Caroline Bunker dan Mary T Kowalski. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Dasar.Alih bahasa: Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Wilson, David, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Buku
kedokteran. EGC.
Zulfikar, et all. 2015. Studi Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Bedah Apendiks.
e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 3 (1): 44-49.
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
Data umum
Nama : Ny. A
Umur : 38 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Dsn Kedawung - Binangun Kab blitar
No. Registrasi : 7272xx
Diagnosa medis : Apendisitis
Tanggal MRS : 4-7-2021 Pukul : 08.30
Tanggal pengkajian : 5-7-2021 Pukul : 15.00
Data khusus
1. Subyektif
Keluhan utama (chief complaint):
(-)
Riwayat penyakit Sekarang :
(Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga
di bawa ke RS secara lengkap).
Pada tanggal 4-7-2021 Pukul : 08.30 pasien mengalami sakit di bagian
abdomen beberapa hari tidak nafsu makan badan terasa meriang dan lemas
kelaurga membawanya ke IGD RSUD Mardi Waluyo. Sesampainya di IGD
dan dilakukan pemeriksaan pasien dianjurkan untuk oprasi apendisitis setelah
post op pasien masuk ke ruang ICU.
Keluhan nyeri (PQRST) :
P : Provoking atau Paliatif
= Nyeri pada luka jahitan, jika digunakan untuk bergerak, nyeri berkurang
pada waktu istirahat.
Q : Qualitas
= Terasa panas seperti ditusuk-tusuk
R : Regio
= Daerah abdomen
S : Severity
= Skala nyeri 6
T : Time
= Hilang timbul
Menurut Skala Intensitas Numerik (Data Subyektif)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)
No Intensitas Nyeri Diskripsi
1 Tidak Nyeri Pasien mengatakan tidak nyeri
Pasien mengatakan sedikit nyeri atau ringan
2 Nyeri Ringan
Pasien nampak gelisah
Nyeri Sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa ditahan /
sedang
3 Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berpartisipasi dlm
keperawatan
Nyeri Berat Pasien mengatakan nyeri tidak dapat ditahan /
berat
4
Pasien sangat gelisah
Fungsi mobilitas dan perilaku pasien berubah
Pasien mengatakan nyeri tidak tertahankan /
Nyeri Sangat sangat berat
5
Berat Perubahan ADL yang mencolok
( Ketergantungan ), putus asa
2. Obyektif
Keadaan umum : Baik Sedang Lemah
A. AIRWAY
Snoring Ya Tidak
Gurgling Ya Tidak
Stridor Ya Tidak
Wheezing Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Benda asing Ya Tidak Sebutkan :
B. BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimetris
Gerakan paradoksal Ya Tidak
Retraksi intercosta Ya Tidak
Retraksi suprasternal Ya Tidak
Retraksi substernal Ya Tidak
Retraksi supraklavikular Ya Tidak
Retraksi Intraklavikula Ya Tidak
Gerakan diafragma Normal Tidak
C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki Hangat Dingin
Kualitas nadi Kuat Lemah
CRT < 2 dt > 2 dt
Perdarahan Ya Tidak
D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran : lemah
Alert : sadar dan orientasi baik
Verbal : respon terhadap suara (sadar tapi bingung atau tidak sadar
tapi berespon terhadap suara
Pain : tidak sadar tapi berespon terhadap nyeri
Unresponsive : tidak sadar, tidak ada reflek batuk/reflek gerakan
GCS Eye: 4 Verbal:5 Motorik:6 Total: 15
Pupil : Isokor Anisokor
Reaksi terhadap cahaya : Ya tidak
B. Kimia Darah
Ureum : 19 ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : 1,20 ( N : 07 – 1,5 mg / dl )
SGOT : 21 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 17 ( N : 3 – 19 )
BUN :9 ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : ( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : ( N : 6,7 – 8,7 mg / dl )
C. Analisa elektrolit
Natrium : 132,7 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : 3,49 ( N : 3,5 – 5,0 mml / l )
Clorida : 117,4 ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : 7,49 ( N : 7,6 – 11,0 mg / dl )
Phospor : ( N : 2,5 – 7,07 mg / dl )
G. GIVE COMFORT
Memberikan posisi senyaman mungkin
H. HISTORY (MIVT)
M : Mechanism
Mengeluh nyeri di bagian abdomen
I : Injuries Suspected
Apendisitis
V : Vital sign on scene
Pasien lemah
T : Treatment received
: tindakan operasi
I. HEAD TO TOE ASSESSMENT
Kepala
Bentuk Normal Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Rambut dan kulit kepala Bersih Kotor
Grimace Ya Tidak
Battle’s sign Ya Tidak
Mata
Palpebra oedema Ya Tidak
Sklera Ikterik Kemerahan Normal
Konjungtiva Anemis Kemerahan Normal
Pupil Isokor Anisokor
Midriasis Ø: 3 mm
Miosis Ø: 3 mm.
Reaksi terhadap cahaya: baik/baik
Racoon eyes Ya Tidak
Hidung
Bentuk Normal Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Epistaksis Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pernafasan cuping hidung Ya Tidak
Terpasang ventilator :
Gangguan penciuman Ya Tidak
Telinga
Bentuk Normal Tidak
Othorhea Ya Tidak
Cairan Ya Tidak
Gangguan pendengaran Ya Tidak
Luka Ya Tidak
Mulut
Mukosa Lembab Kering Stomatitis
Luka Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Muntahan Ya Tidak
Leher
Deviasi trakhea Ya Tidak
JVD Normal Meningkat Menurun
Pembesaran kelenjar tiroid Ya Tidak
Deformitas leher Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Pain/nyeri Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Thoraks :
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Gerakan paradoksal Simetris Tidak
Paru – paru :
Pola nafas, irama : Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
Lain-lain: tidak ada
Suara nafas Vesikuler Bronkial Bronkovesikuler
Suara nafas tambahan :
Ronkhi Wheezing Stridor Crackles
Lain-lain:..............
Batuk Ya Tidak Produktif Ya Tidak
Sputum: Warna : tidak ada sputum Jumlah : tidak ada jumlah sputum
Bau: tidak ada bau sputum Konsistensi : tidak ada kosistensi
sputum
Jantung
Iktus cordis teraba pada ICS :
Irama jantung Reguler Ireguler
S1/S2 tunggal Ya Tidak
Bunyi jantung tambahan Murmur Gallops Rhitme
lain-lain: tidak ada
Nyeri dada Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah
Teraba hilang timbul tidak teraba
CVP: Ada Tidak ada
Tempat CVP Subklavia Brachialis Femoralis
Pacu jantung Ada Tidak ada
Jenis: Permanen Sementara
Abdomen
Jejas Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Distensi Ya Tidak
Massa Ya Tidak
Peristaltik usus : 12 x/menit
Mual Ya Tidak
Muntah Ya Tidak
Frekuensi : tidak ada Jumlah : tidak ada cc, warna : tidak ada
Pembesarah hepar Ya Tidak
Pembesaran lien Ya Tidak
Ekstremitas
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Ya Tidak
Kontraktur Ya Tidak
Parese Ya Tidak
Plegi Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah, Teraba
hilang timbul tidak teraba
Fraktur Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kekuatan otot 5 5
5 5
- -
Oedema - -
Kulit
Turgor Baik Sedang Jelek
Decubitus Ada Tidak Lokasi: tidak ada
Pelvis/Genetalia
Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kebersihan area genital Bersih Kotor
Priapismus Ya Tidak
Incontinensia urine Ya Tidak
Retensi Urine Ya Tidak
b. Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Eliminasi Sebelum Sakit Saat Sakit
BAB / BAK
1 Jumlah / Waktu Tidak terkaji 1500 cc/24jam
2 Warna Tidak terkaji Kuning-kekuningan
3 Bau Tidak terkaji Khas amoniak
4 Konsistensi Tidak terkaji Cair
(Maulana Risky S)
ANALISA DATA
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
.
1 Nyeri akut b.d agen pencidera fisik d.d Klien mengatakan nyeri pada luka
jahitan (abdomen), klien tampak meringis menahan sakit dn terdapat luka
jahitan
INTERVENSI KEPERAWATAN