Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS


DI RUANG BEDAH (SAMBILOTO)
RS TK II KARTIKA HUSADA

DISUSUN OLEH :

MAYA MASITA RATRI


NIM. 201133042

MATA KULIAH : PRAKTEK KLINIK KMB

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2020/2021
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis 
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.

i
i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS


DI RUANG BEDAH (SAMBILOTO)
RS TK II KARTIKA HUSADA

Telah dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari Pembimbing Klinik dan


Pembimbing Akademik.
Telah disetujui pada,
Hari : Sabtu
Tanggal : 10 April 2021

Kubu Raya, 10 April 2021


Mahasiswa

Maya Masita Ratri

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns. Puspa Wardhani, M.Kep Selvira Febriani, S.Kep, Ners


NIP. 197103061992032011 NIRA. 61120113993

ii
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
dengan Judul “Laporan Pendahuluan Pada Pasien dengan Apendisitis di Ruang
Bedah (Sambiloto) RS TK II Kartika Husada” pada mata kuliah Praktek Klinik
Keperawatan Medikal Bedah.
Dalam penyusunan tugas ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz., M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
Poltekkes Kemenkes Pontianak.
2. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Program Studi Ners
Keperawatan.
3. Bapak Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep selaku koordinator mata kuliah Praktek
Klinik Keperawatan Medkal Bedah.
4. Ibu Puspa Wardhani, M.Kep selaku pembimbng akademik stase Praktek
Klinik Keperawatan Medikal Bedah.
5. Ibu Selvira Febriani, S.Kep, Ners selaku pembimbng klinik di Ruang Bedah
(Sambiloto) stase Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah.
6. Semua dosen Program Studi Ners Keperawatan yang telah memberikan
bimbingan dengan sabar dan wawasanya serta ilmu yang bermanfaat.
7. Teman-teman mahasiswa Program Studi Ners Keperawatan yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak
terutama dalam perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan.

Pontianak, 20 Maret 2021

Penulis

i
iii

i
DAFTAR ISI

Hal
VISI DAN MISI........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
KONSEP DASAR....................................................................................................1
1. Definisi................................................................................................................1
2. Anatomi Fisiologi................................................................................................1
3. Etiologi................................................................................................................3
4. Klasifikasi............................................................................................................3
5. Patofisiologi.........................................................................................................4
6. Manifestasi Klinis................................................................................................5
7. Komplikasi..........................................................................................................6
8. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................7
9. Penataksanaan......................................................................................................8
BAB II....................................................................................................................11
WEB OF CAUTION (WOC)..................................................................................11
BAB III..................................................................................................................12
PROSES KEPERAWATAN..................................................................................13
1. Pengkajian..........................................................................................................13
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................................19
3. Perencanaan.......................................................................................................22
4. Intervensi Keperawatan......................................................................................28
5. Evaluasi Keperawatan........................................................................................32
6. Aplikasi Pemikiran Kritis...................................................................................34
Daftar Pustaka........................................................................................................37

iv
i
1

BAB I
KONSEP DASAR

1. Definisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer
& Bare, 2013). Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus
buntu atau umbai cacing (apendik). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan
inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddarth, 2014).

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1 Anatomi Jantung

Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks


adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan
banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis
bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada 9 permukaan
aspek posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan

1
2

lainnya bebas. Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di bagian


proksimal (Sibuea, 2014).
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah
abdomen di region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding
anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina
iliaca anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney
(Sibuea, 2014). Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh
peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan
lipatan peritoneum berjalan kontinue disepanjang apendiks dan berakhir di
ujung apendiks. Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh
peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan
lipatan peritoneum berjalan kontinue disepanjang apendiks dan berakhir di
ujung apendiks. Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang
mesoapendiks kecuali di ujung dari apendiks dimana tidak terdapat
mesoapendiks. Arteri apendikular, derivate cabang inferior dari arteri
ileocoli yang merupakan trunkus mesentrik superior. Selain arteri 10
apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat
kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal
cabang dari vena ileocolic berjalan ke vena mesentrik superior dan
kemudian masuk ke sirkulasi portal (Eylin, 2009 dalam Hidayat, 2020).
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 –2 ml per hari.
Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan
ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada
patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut
sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Arifin, 2014).
3

3. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagaifaktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2010 dalam Hidayat, 2020).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
appendisitis akut (Jong, 2010 Hidayat, 2020).

4. Klasifikasi
Klasifikasi appendicitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut
dan appendicitis kronik (Sjamsuhidajat & De jong, 2010 dalam Hidayat,
2020):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendicitis
akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,
4

radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria


mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.

5. Patofisiologi
Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dan fases), tumor,
atau benda asing. Proses imflamasi meninggkatkan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jamterlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi pus. Setelah dilihat penyebab
dari appediksitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh
apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam
kalsium, debris fekal) atau parasit (Katz, 2009 dalam Oktaviani, 2018).
Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan
peningkatan perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif
dan penurunan pada perfusi pada dinding apendiks yang berkelanjutan pada
nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat terjadi pada permukaan
serosa apendiks (Santacroce, 2009 dalam Oktaviani, 2018). Dengan
selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan
tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa dinding
apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa, dengan manifestasi
ketidak nyamanan abdomen.
Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk
membatasi proses peradangan ini dengan cara menutupi apendiks dengan
omentum dan usus halus sehingga terbentuk massa periapendikular yang
secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks berlanjut dengan
kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya perforasi dan
pembentukan massa periapendikular. perforasi dengan cairan inflamasi dan
bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon imflamasi
5

berbentuk periotenum atau terjadi pada peritonitis (Tzanakis, 2005 dalam


Oktaviani, 2018).

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Lippicott & Wilkins (2011). Nyeri
periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun setempat.
Pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara
lain : Rovsing’s sign, Psoas sign dan Jump sign.
a. Apendiksitis
1) Nyeri samar-samar
2) Terkadang terasa mual dan muntah
3) Anoreksia.
4) Disertai demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
5) Diare
6) Konstipasi
7) Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.
b. Apendiksitis perforasi
1) Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan
bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan
terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat.
2) Mual dan muntah sampai keluar lender
3) Nafsu makan menurun
4) Konstipasi BAB
5) Tidak ada flaktus
6) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal
apendisitis dan bising melemah jika sudah terjadi perforasi.
7) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
8) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar
appendiks menjadi sebuah tanda sonographik penting.
9) Respirasi retraktif.
10) Rasa perih yang semakin menjadi.
11) Spasma abdominal semakin parah.
6

12) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi peritoneal).

7. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.
Adapun jenis komplikasi menurut Sulekale (2016) adalah:
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi apabila appendisitisgangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat
dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda
(appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi
yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan kliendi
rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan appendektomi
yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian
antibiotika intravena selama beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis.Perforasi
memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi pergerakan
lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi
peritonitis dapat dilakukan operasi untuk memperbaiki perforasi,
mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian
dari organ yang terpengaruh.
7

c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut
yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah
sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan.
Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamurbila
dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta
mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu
pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami
klien.
2) Pembedahan.
Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang
terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kasus appendisitis di antaranya sebagai berikut (Oktaviani, 2018) :
a. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar
antara 12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil
(shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis
klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada
pasien dengan appendicitis.
8

b. Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau
batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi
jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
c. Ultrasonografi Abdomen (USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85%
dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan
infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau
inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendiks.
d. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas
dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasienpasien yang obesitas,
presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan
dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis
dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada
diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil.

9. Penataksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi :
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat
9

perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan


dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan
sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara
pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks
(Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila
diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada
keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT
scan. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir
sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post
operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi
abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum
munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi klien sudah boleh
melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah
perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat
peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal.
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet,
membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses
penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi
apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka
10

dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2


– 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong
melalui lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat
atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015). Sedangkan pada laparaskopi
apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai
akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk
memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam
tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara
dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti
penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara
visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua
jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan
melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014). Jika apendiks mengalami
perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka insisi
sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi
luka operasi.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien
dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12
jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal.
11

BAB II
WEB OF CAUTION (WOC)

Faktor predisposisi 2.Infeksi kuman dari kolon Idiopatik


1. Obstruksi Lumen : (E. Coli dan
a. Hiperplasia dari folikel limfoid Streptococuc).
b. Fekolit dalam lumen appendiks 3.Infeksi kuman.
c. Adanya benda asing (biji2an). 4.Jenis Kelamin
d. Striktura lumen 5.Bentuk dari appendiks

Tersumbat fekolit

atau benda asing


Inflamasi Apendiks

Edema

Meningkatnya tekanan intraluminal

Nyeri abdomen

APPENDISITIS

\ B1 (BREATH) B2 (BRAIN) B3 (BLOOD) B4 (BLADDER)

Kurang terpapar Kuman menetap di Anatomi ujung


informasi appendiks appendiks dekat
dengan ureter

Peradangan
(D.0080) Ansietas pada appendiks
Nyeri saat BAK

Mekanisme
kompensasi tubuh (D.0077) Nyeri
akut
12

Peningkatan leukosit
11 dan suhu tubh

(D.0130) Hipertermi

B5 (BOWEL) B6 (BONE)

Infeksi Pergerakan menurun


epigastrium akibat nyeri

(D.0077) Nyeri
Akut (D.0056)
Inflamasi dan
perforasi pada Intoleransi
apendiks aktifitas
(D.0142) Risiko
infeksi

Mual dan muntah

(D.0023)
Hipovolemia
Anorexia
Penurunan
motilitas usus dan
pembatasan
(D.0019) Defisit nutrisi (D.0012) Risiko masukan oral
Perdarahan

Peristaltik usus
Appendiktomi Efek anastesi pada hipoaktif / tidak
gastrointestinal terdengar

Terputusnya kontinuitas Saraf nyeri perifer


kulit dan jaringan terangsang (D.0021)
Disfungsi
motilitas
(D. 0129) Gangguan gastrointestinal
(D.0077) Nyeri
integritas kulit/ jaringan Akut

Port de entree kuman (D.0142) Risiko


infeksi

Gambar 2.1 WOC Appendisitis (Nurarif dan Hardhi, 2015)


13

BAB III
PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Nama Pengkaji :
Tanggal Pengkajian :
Ruang Pengkajian :
Jam :
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al.,
2017).
a. Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan
dengan pasien.
c. Pengkajian Pre Operasi
1) Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit dengan keluhan
sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan
BAB yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang–kadang
mengalami diare dan juga konstipasi.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat pre op
operasi, merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah.
c) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah
serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas.

13
14

d) Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti
hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma.
2) Pola Kebiasaan
a) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit perut kuadran kanan bawah, dipsnea pada saat
istirahat atau saat beraktifitas.
b) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,
disaritmia, fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan
JVP, sianosis, pucat.
c) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit
paru.
d) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
e) Eliminasi : tidak ada penurunan volume urine, warna urine normal.
f) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
g) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang.
h) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada
kulit/dermatitis.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien.
b) Tanda-tanda vital :
Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh klien
merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya tinggi, nadi
takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika klien merasakan
nyeri.
c) Head to toe
1) Kepala : Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah
kalau penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada
yang mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien
tidak bisa tidur menahan sakit.
2) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
15

3) Mulut: apakah ada tanda infeksi?


4) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
5) Muka; ekspresi, pucat
6) Leher: Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat
masalah pada klien yang menderita apedisitis.
7) Dada: Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah
atau gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya
biasanya sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultasi
bunyinya vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada
masalah bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi,
Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga
disebabkan osilasi darah antara orta dan vestikular. Suara
jantung terakir (S4) tubelensi injeksi darah. Suara jantung
ketiga dan ke empat disebab kan oleh pengisian vestrikuler,
setelah fase isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada kalau
ada suara tambahan seperti murmur (suara gemuruh, berdesir).
8) Abdomen : Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian
region kanan bawah atau pada titik Mc Burney. Saat di lakukan
inspeksi. Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi.
Benjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau
abses periapedikular. Pada saat di palpasi biasnya abdomen
kanan bawah akan didapatkan peninggkatan respons nyeri.
Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat
disertai nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukan adanya
rangsangan periotenium parietale. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut
tanda rovsing. Pada apendisitis restroksekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menemukan adanya rasa nyeri.
(Sjamsuhidayat 2005).
9) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit,
edema, clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan
16

4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium : Jumlah leukosit diatas 10.000
ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta.
Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000
- 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to
the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis
appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada
pasien dengan appendicitis.
b) Pemeriksaan Urinalisis : membantu untuk membedakan
appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun
demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
appendiks terjadi di dekat ureter.
c) Ultrasonografi Abdomen (USG) : Ultrasonografi sering dipakai
sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada
kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan
kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan
diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif
dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil
dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif
juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau
rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendiks.
d) CT-Scan : merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.
Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Diagnosis
appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi
lebih dari 5-7 mm pada diameternya.
17

d. Pengkajian Post Operasi


1) Riwayat Keperawatan
a) Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada area luka operasi.
b) Riwayat penyakit sekarang
Adanya keluhan lain yaitu efek sekunder dari peradangan
apendiks, berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah,
dan anoreksia. kondisi muntah dihubungkan dengan inflamasi dan
iritasi dari apendiks dengan nyeri menyebar ke bagian dekat
duodenum, yang menghasilan mual, muntah. keluhan sistemik
biasanya berhubungan dengan kondisi inflamasi dimana
didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh.
c) Riwayat penyakit dahulu
Diperlukan sebagai sarana dalam pengkajian praoperasi untuk
menurunkan risiko pembedahan, seperti pengkajian adanya
penyakiit DM, hipertensi, tuberkolosis, atau kelainan hematologis
(Muttaqin dan Sari, 2011).
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan TTV (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah) di
dapat takikardi dan peningkatan frekuensi napas (Muttaqin dan Sari,
2011). Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi. Gejala lain timbul
demam yang tidak terlalu tinggi dengan suhu 37,5C- 38,5C, tetapi
bila suhu lebih tinggi diduga telah terjadi perforasi (Suratun dan
Lusianah, 2010).
Perhatikan jumlah, warna, bau dan konsistensi drainase diperban. Pada
penggantian perban pertama kalinya perlu dikaji area insisi, jika tepi
luka berdekatan dan untuk perdarahan atau drainase.
Pada fungsi perkemihan : Anestesi epidural atau spinal sering
mencegah penderita dari sensasi kandung kemih yang penuh. Raba
perut bagian bawah tepat di atas simfisis pubis untuk mengkaji distensi
kandung kemih. Jika penderita terpasang kateter urin, harus ada aliran
urine terus menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa.
18

Pada fungsi gastrointestinal : Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut


kembung akibat akumulasi gas. Kaji kembalinya peristaltik setiap 4
sampai 8 jam. Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara
usus kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-masing
kuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah kembali.
3) Jalan Napas Dan Pernapasan
Agen anestesi tertentu menyebabkan depresi pernapasan. Waspadai
pernapasan dangkal, lambat, dan batuk lemah. Kaji patensi jalan napas,
irama, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada, suara napas,
dan warna mukosa (Haryono, 2012).
4) Sirkulasi
Penderita berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular yang
disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari tempat
pembedahan, efek samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan
depresi mekanisme yang mengatur sirkulasi normal. Masalah umum
awal sirkulasi adalah perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi
secara eksternal melalui saluran atau sayatan internal. Kedua tipe ini
menghasilkan perdarahan dan penurunan tekanan darah, jantung, dan
laju pernapasan meningkat, nadi terdengar lemah, kulit dingin, lembab,
pucat, dan gelisah.
5) Kontrol suhu
6) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Kaji status hidrasi dan pantau fungsi jatung dan saraf untuk tanda-
tanda perubahan elektrolit. Monitor dan bandingkan nilai-nilai
laboratorium dengan nilai-nilai dasar dari penderita. Catatan yang
akurat dari asupan dan keluaran dapat menilai fungsi ginjal dan
peredaran darah. Ukur semua sumber keluaran, termasuk urine,
keluaran dari pembedahan, drainase luka dan perhatikan setiap
keluaran yang tidak terlihat dari diaforesis.
7) Kenyamanan
Penderitya merasakan nyeri sebelum mendapatkan kembali kesadaran
penuh. Kaji nyeri penderita dengan skala nyeri. Karakter nyeri yang
19

dapat dikaji yaitu kaji keluhan nyeri, intensitas nyeri dan mengukur
skala nyeri 1-10 (Wijaya dan Putri, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
kasus CHF yaitu :
Pre operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
Sujektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Kriteria minor :
Subjektif : -
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.

b. (D.130) Hipertermia
Suhu tubuh meningkat di atas rentang tubuh normal.
20

Penyebab : Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit


(mis. infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon trauma, aktivitas
berlebihan, penggunaan incubator.
Kriteria mayor :
Subjektif : -
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai normal.
Kriteria minor :
Subjektif : -
Objektif : Kulit memerah, kejang, takikardi, takpnea, kulit terasa
hangat.

c. (D.0080) Ansietas
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap obyek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memugkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab : a) Krisis situsional. b) Kebutuhan tidak terpenuhi. c) Krisis
maturasional. d) Ancaman terhadap konsep diri. e) Ancaman terhadap
kematian. f) Kekhawatiran mengalami kegagalan. g) Disfungsi system
keluarga. h) Hubungan orang tua anak tidak memuaskan. i) Factor
keturunan (tempramen mudah teragitasi sejak lahir). j)
Penyalahgunaan zat. k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin,
polutan, dan lain lain). l) Kurang terpapar informasi.
Kriteria mayor :
Subjektf : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi.
Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur.
Kriteria minor :
Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak
berdaya.
21

Objektif : Frekuensi nafas meningkat, frekuensi nadi meningkat,


tekanan darah meningkat, diaphoresis, tremor, muka tampak pucat,
suara bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, berorintasi pada
masa lalu.

Post operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisik (prosedur operasi)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
Sujektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Kriteria minor :
Subjektif : -
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.

b. (D.0129) Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligamen).
Penyebab : a) Perubahan sirkulasi, b) Perubahan status nutrisi
(kelebihan atau kekurangan), c) Kekurangan/kelebihan volume cairan,
d) Penurunan mobilitas, e) Bahan kimia iritatif, f) Suhu lingkungan
yang ekstrem, g) Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan
tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik
22

bertegangan tinggi), h) Efek samping terapi radiasi, i) Kelembaban, j)


Proses penuaan, k) Neuropati perifer, l) Perubahan pigmentasi, m)
Perubahan hormonal, n) Kurang terpapar informasi tentang upaya
memperthankan/melindungi integritas jaringan.
Kriteria mayor :
Subjektif : -
Objektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Kriteria minor :
Subjektif : -
Objektif : nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.

c. (D.0142) Risiko Infeksi


Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Faktor resiko :
1) Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus).
2) Efek prosedur infasif.
3) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan.
4) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer : Malnutrisi. (1)
Gangguan peristaltic. (2) Perubahan sekresi HP. (3) Kerusakan
integritas kulit. (4) Penurunan kerja siliaris. (5) Ketuban pecah
lama. (6) Ketuban pecah sebelum waktunya. (7) Merokok. (8)
Status cairan tubuh.
5) Ketidak adekuatan pertahanan pertahanan tubuh sekunder : (1)
Penurunan hemoglobin. (2) Imunosupresi. (3) Leukopenia. (4)
Supresi respon inflamasi. (5) Vaksinasi tidak adekuat.

3. Perencanaan
Pre operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Luaran Utama : (L.08066) Tingkat Nyeri
Definisi :
23

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan


kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Ekspektasi : Menurun
Kriteria Hasil :
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
2. Keluhan nyeri menurun
3. Meringis menurun
4. Sikap protektif menurun
5. Gelisah menurun
6. Kesulitan tidur menurun
7. Menarik diri menurun
8. Berfokus pada diri sendiri menurun
9. Diaforesis menurun
10. Perasaan depresi (tertekan) menurun
11. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
12. Anoreksia menurun
13. Perineum terasa tertekan menurun
14. Uterus teraba membulat menurun
15. Ketegangan otot menurun
16. Pupil dilatasi menurun
17. Muntah menurun
18. Mual menurun
19. Frekuensi nadi membaik
20. Pola napas membaik
21. Tekanan darah membaik
22. Proses berpikir membaik
23. Fokus membaik
24. Fungsi berkemih membaik
25. Perilaku membaik
26. Nafsu makan membaik
27. Pola fikir membaik
24

b. (D.130) Hipertermia
Luaran Utama : (L.14134) Termoregulasi
Definisi
Pengaruh suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.
Ekspektasi : Membaik
Kriteria Hasil :
1. Menggigil menurun
2. Kulit merah menurun
3. Kejang menurun
4. Akrosianosis menurun
5. Konsumsi oksigen menurun
6. Piloereksi menurun
7. Vasokontriksi perifer menurun
8. Kutis memorata menurun
9. Pucat menurun
10. Takikardia menurun
11. Takipnea menurun
12. Bradikardia menurun
13. Dasar kuku sianotik menurun
14. Hipoksia menurun
15. Suhu tubuh membaik
16. Suhu kulit membaik
17. Kadar glukosa tubuh membaik
18. Pengisian kapiler membaik
19. Ventilasi membaik
20. Tekanan darah membaik

c. (D.0080) Ansietas
Luaran Utama : (L.09093) Tingkat Ansietas
Definisi :
25

Kondisi emosi dan pengalaman subjektif terhadap objek yang tidak


jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
Ekspektasi : Menurun
Kriteria Hasil :
1. Verbalisasi kebingungan menurun
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3. Perilaku gelilsah menurun
4. Perilaku tegang menurun
5. Keluhan pusing menurun
6. Anoreksia menurun
7. Palpitasi menurun
8. Diaforesis menurun
9. Tremor menurun
10. Pucat menurun
11. Konsentrasi membaik
12. Pola tidur membaik
13. Frekuensi pernapasan membaik
14. Frekuensi nadi membaik
15. Tekanan darah membaik
16. Kontak mata membaik
17. Pola berkemih membaik
18. Orientasi membaik

Post operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Luaran Utama : (L.08066) Tingkat Nyeri
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Ekspektasi : Menurun
26

Kriteria Hasil :
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
2. Keluhan nyeri menurun
3. Meringis menurun
4. Sikap protektif menurun
5. Gelisah menurun
6. Kesulitan tidur menurun
7. Menarik diri menurun
8. Berfokus pada diri sendiri menurun
9. Diaforesis menurun
10. Perasaan depresi (tertekan) menurun
11. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
12. Anoreksia menurun
13. Perineum terasa tertekan menurun
14. Uterus teraba membulat menurun
15. Ketegangan otot menurun
16. Pupil dilatasi menurun
17. Muntah menurun
18. Mual menurun
19. Frekuensi nadi membaik
20. Pola napas membaik
21. Tekanan darah membaik
22. Proses berpikir membaik
23. Fokus membaik
24. Fungsi berkemih membaik
25. Perilaku membaik
26. Nafsu makan membaik
27. Pola fikir membaik

b. (D.0129) Gangguan integritas kulit/jaringan


Luaran utama : (L.14125) Integritas Kulit dan Jaringan
27

Definisi
Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligament).
Ekspektasi : Meningkat
Kriteria Hasil
1. Elastisitas meningkat
2. Hidrasi meningkat
3. Perfusi jaringan meningkat
4. Kerusakan jaringan menurun
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
6. Nyeri menurun
7. Perdarahan menurun
8. Kemerahan menurun
9. Hematoma menurun
10. Pigmentasi abnormal menurun
11. Jaringan parut menurun
12. Nekrosis menurun
13. Abrasi kornea menurun
14. Suhu kulit membaik
15. Sensasi membaik
16. Tekstur membaik
17. Pertumbuhan rambut membaik

c. (D.0142) Risiko Infeksi


Luaran Utama : (L.14137) Tingkat Infeksi
Definisi
Derajat infeksi berdasarkan observasi atau bersumber informasi.
Ekspektasi : Menurun
Kriteria Hasil
1. Kebersihan tangan meningkat
2. Kebersihan badan meningkat
28

3. Demam menurun
4. Kemerahan menurun
5. Nyeri menurun
6. Bengkak menurun
7. Vesikel menurun
8. Cairan berbau busuk menurun
9. Sputum berwarna hijau menurun
10. Drainase purulen menurun
11. Pyuria menurun
12. Periode malaise menurun
13. Periode menggigil menurun
14. Letargi menurun
15. Gangguan kognitif menurun
16. Kadar sel darah putih membaik
17. Kultur darah membaik
18. Kultur urin membaik
19. Kultur sputum membaik
20. Kultur area luka membaik
21. Kultur feses membaik
22. Nafsu makan membaik

4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI, 2018)
(SLKI DPP PPNI, 2019).
Tabel 3.1 Rencana Keperawatan Pre Operasi
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 (D.0077) Tujuan : Observasi :
Nyeri akut b/d agen Setelah 1. Identifikasi lokasi,
pencedera fisiologis dilakukan karakteristik, durasi,
(misal iskemia) tindakan frekuensi, kualitas,
keperawatan intensitas nyeri
diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
29

tingkat nyeri 3. Identifikasi respons nyeri


(L.08066) non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
dengan memperberat dan
memperingan nyeri
Kriteria hasil : Terapeutik :
1. Pasien 5. Berikan teknik
mengatakan nonfarmakologis untuk
nyeri mengurangi rasa nyeri
berkurang (misal terapi musik,
2. Pasien kompres hangat/dingin,
menunjukka terapi bermain)
n ekspresi 6. Kontrol lingkungan yang
wajah memperberat rasa nyeri
tenang (mis, suhu ruangan,
3. Pasien dapat pencahayaan, kebisingan)
beristirahat 7. Fasilitasi istirahat dan
dengan tidur
nyaman Edukasi :
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
9. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
10. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 (D.130) Tujuan : Observasi :
Hipertermia b/d Setelah 1. Identifikasi penyebab
proses penyakit dilakukan hipertermia.
(Infeksi pada tindakan 2. Monitor suhu tubuh.
appendicitis) keperawatan 3. Monitor haluaran urine.
diharapkan Terapeutik :
termoregulasi 4. Sediakan lingkungan
(L.14134) yang dingin.
membaik 5. Longgarkan atau lepaskan
dengan pakaian.
6. Berikan cairan oral.
Kriteria hasil : Edukasi :
1. Menggigil 7. Anjurkan tirah baring.
menurun. Kolaborasi :
2. Takikardi 8. Kolaborasi pemberian
menurun. cairan dan elektrolit
3. Suhu tubuh intravena, jika perlu.
membaik.
4. Suhu kulit
membaik.
3 (D.0080) Tujuan : Observasi :
Ansietas b/d kurang Setelah 1. Identifikasi saat tingkat
terpapar informasi dilakukan ansietas berubah.
30

tindakan 2. Identifikasi kemampuan


keperawatan mengambil keputusan.
tingkat ansietas 3. Monitor tanda anxietas
(L.01006) (verbal dan non verbal).
menurun Terapeutik :
dengan 4. Temani klien untuk
mengurangi kecemasan
Kriteria hasil : jika perlu.
1. Verbalisasi 5. Dengarkan dengan penuh
kebingunga perhatian.
n menurun. 6. Gunakan pendekatan
2. Verbalisasi yang tenang dan
khawatir meyakinkan.
akibat Edukasi :
menurun. 7. Jelaskan prosedur,
3. Prilaku termasuk sensasi yang
gelisah mungkin dialami.
menurun. 8. Anjurkan keluarga untuk
4. Prilaku tetap bersama klien, jika
tegang perlu.
menurun. 9. Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi.
10. Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika
perlu

Tabel 3.2 Rencana Keperawatan Post Operasi


Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 (D.0077) Tujuan : Observasi :
Nyeri akut b/d agen Setelah 1. Identifikasi lokasi,
pencedera fisik dilakukan karakteristik, durasi,
(prosedur operasi) tindakan frekuensi, kualitas,
keperawatan intensitas nyeri
diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
tingkat nyeri 3. Identifikasi respons nyeri
(L.08066) non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
dengan memperberat dan
memperingan nyeri
Kriteria hasil : Terapeutik :
1. Pasien 5. Berikan teknik
mengatakan nonfarmakologis untuk
nyeri mengurangi rasa nyeri
berkurang (misal terapi musik,
2. Pasien kompres hangat/dingin,
menunjukkan terapi bermain)
ekspresi 6. Kontrol lingkungan yang
31

wajah tenang memperberat rasa nyeri


3. Pasien dapat (mis, suhu ruangan,
beristirahat pencahayaan, kebisingan)
dengan 7. Fasilitasi istirahat dan
nyaman tidur
Edukasi :
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
9. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
10. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 (D.0129) Gangguan Tujuan : Observasi :
integritas Setelah 1. Monitor karakteristik luka
kulit/jaringan b/d dilakukan (mis: drainase, warna,
pembedahan tindakan ukuran, bau.
keperawatan 2. Monitor tanda –tanda
integritas kulit infeksi.
dan jaringan Terapeutik :
(L.14125) 3. lepaskan balutan dan
meningkat plester secara perlahan
dengan 4. Berika salep yang sesuai
di kulit /lesi, jika perlu
Kriteria hasil : 5. Pasang balutan sesuai
1. Elastisitas jenis luka
meningkat 6. Pertahan kan teknik
2. Kerusakan seteril saaat perawatan
jaringan luka
menurun 7. Ganti balutan sesuai
3. Kerusakan jumlah eksudat dan
lapisan kulit drainase
menurun 8. Jadwalkan perubahan
4. Nyeri posisi setiap dua jam atau
menurun sesuai kondisi pasien
9. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
Edukasi :
10. Jelaskan tanda gejala
infeksi
11. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
12. Kolaborasi prosedur
debridement (mis:
32

enzimatik biologis
mekanis, autolotik), jika
perlu
13. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
3 (D.0142) Tujuan : Observasi :
Risiko infeksi Setelah 1. Monitor tanda dan gejala
ditandai dengan efek dilakukan infeksi lokal dan sistemik.
prosedur invasif tindakan Terapeutik :
keperawatan 2. Batasi jumlah pengunjung
tingkat infeksi 3. Berikan perawatan kulit
(L.14137) pada area edema.
menurun 4. Cuci tangan sebelum dan
dengan sesudah kontak dengan
klien dan lingkungan
Kriteria hasil : klien.
1. Kebersihan 5. Pertahankan teknik
tangan aseptic pada klien
meningkat. beresiko tinggi.
2. Kebersihan Edukasi :
badan 6. Jelaskan tanda dan gejala
meningkat. infeksi.
3. Demam, 7. Ajarkan cara mencuci
kemerahan, tangan dengan benar.
nyeri, 8. Ajarkan etika batuk.
bengkak 9. Anjurkan meningkatkan
menurun. asupan nutrisi.
4. Kadar sel 10. Anjurkan meningkatkan
darah putih asupan cairan.
membaik. Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu.

5. Evaluasi Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (misal iskemia)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi
pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan nyeri berkurang dan mampu melakukan
manajemen nyeri secara nonfarmakologi.
O : pasien melaporkan berkurang, pasien tampak rileks, pasien
mampu mengontrol nyeri dengan manajemen nonfarmakologi.

2) Hipertermia b/d proses penyakit (Infeksi pada appendicitis)


33

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi


pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan tidak ada demam.
O : pasien tampak rileks, palpasi kulit teraba normal, suhu 36,5-
37,5 °C.

3) Ansietas b/d kurang terpapar informasi


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi
pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan cemas berkurang atau hilang.
O : pasien tampak rileks dan tenang, pasien kooperatif dan pasien
mampu melakukan mengalihkan rasa cemas.

b. Post operasi
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi
pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan nyeri berkurang atau tidak ada.
O : pasien melaporkan nyeri hilang atau berkurang, pasien tampak
rileks, pasien mampu mengontrol nyeri dengan manajemen
nonfarmakologi.

2) Gangguan integritas kulit/jaringan b/d pembedahan


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi
pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan proses penyembuhan luka sesuai dengan
waktu penyembuhan, tidak ada kemerahan, nyeri pada luka, tidak
ada cairan pada luka dan kondisi luka bersih.
O : integritas kulit meningkat, tidak ada kemerahan, tidak ada
nyeri, bengkak menurun dan kadar sel darah putih membaik,
elastisitas meningkat.
34

3) Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi
pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan tidak ada kemerahan, nyeri pada luka, tidak
ada cairan pada luka dan kondisi luka bersih.
O : demam, kemerahan, nyeri, bengkak menurun dan kadar sel
darah putih membaik.

6. Aplikasi Pemikiran Kritis


Apendiktomi adalah operasi untuk mengangkat usus buntu atau
umbai cacing yang telah terinfeksi (apendisitis) yang tidak dapat diobati
dengan obat-obatan. Penyembuhan luka pasca operasi akan berjalan
dengan normal tanpa meninggalkan parutan ataupun bekas jaringan
operasi apabila disertai dengan penyembuhan yang normal. Penyembuhan
luka secara normal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu koagulasi,
gangguan sistem imun (infeksi virus), gizi, penyakit kronis (diabetes,
TBC), keganasan, obat-obatan, teknik penjahitan, kebersihan diri,
vaskularisasi yang baik, mobilisasi dan ketegangan pada tepi luka (Hartati,
2016 dalam Daulay dan Febrina, 2019).
Mobilisasi dini termasuk faktor yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka paska operasi apendiktomi. Mobilisasi dini dapat
memperlancar peredaran darah sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan luka. Mobilisasi dini yang diberikan pada pasien bedah
abdomen dapat mengurangi potensi inflamasi, mengurangi kelelahan,
meningkatkan fungsi gastrointestinal dan memperbaiki oksigenasi dan
respon kardiovaskuler (Havey, et al., 2013).
Tindakan mobilisasi dini mempunyai beberapa keuntungan
diantaranya mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran
darah, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin,
memperlancar pernafasan dan mengembalikan aktifitas tertentu sehingga
pasien dapat melakukan kebutuhan gerak sehari-hari. Mobilisasi dini dapat
mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena dengan menggerakkan
35

anggota badan dapat mencegah kekakuan otot dan sendi, mengurangi nyeri
serta memperlancar peredaran darah kebagian yang mengalami perlukaan
sehingga proses penyembuhan luka menjadi lebih cepat.
Teknik yang dilakukan dalam mobilisasi dini yaitu dilakukan
secara bertahap yaitu saat hari pertama pasien diharuskan untuk tirah
baring, hari kedua melakukan mobilisasi dini sejauh 5 meter dan hari
ketiga melakukan mobilisasi dini sejaug 30 meter (Possa, et al., 2014)

Gambar 3.1 Physical therapy program for patients undergoing open


upper abdominal surgery (Possa, et al., 2014)

Penelitian lain didapatkan bahwa teknik mobilisasi dilakukan


secara bertahap yang dikenal dengan teknik Kasdu. Saat enam jam
pertama paska operasi pasien tirah baring terlebih dahulu namun dapat
berlatih menggerakkan tangan, lengan, pergelangan kaki, mengangkat
tumit, menegangkan otot betis, menekuk dan menggeser kaki. Setelah
enam sampai sepuluh jam, pasien dianjurkan untuk miring kanan dan
miring kiri untuk mencegah terjadinya tromboemboli dan trombolisis.
Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk berlatih duduk. Setelah berhasil
36

duduk kemudian dianjurkan untuk berlatih jalan (Rustianawati, Karyatri &


Himawan, 2013).

Referensi :
Daulay, Nanda Masraini dan Febrina Angraini Simamora. (2019).
Efektifitas Mobilisasi Dini terhadap Penyembuhan Luka Paska
Operasi Apendiktomi. Jurnal Education and development Institut
Pendidikan Tapanuli Selatan. Vol.7 No.4 Edisi November 2019.
Diakses tanggal 20 Maret 2021.

Havey, R., Herriman, E., & OʼBrien, D. (2013). Guarding the Gut. Early
Mobility After Abdominal Surgery. Critical Care Nursing
Quarterly, 36(1), 63–72. doi:10.1097/cnq.0b013e3182753237.
Diakses tanggal 20 Maret 2021.

Possa, et al. (2014). Implementation of A Guideline For Physical Therapy


In The Postoperative Period of Upper Abdominal Surgery Reduces
The Incidence of Atelectasis and Length of Hospital Stay.
Portuguese Journal of Pneumonology Vol 20 Number 2 : 69-77.
Diakses tanggal 29 Maret 2021.

Rustianawati, Y., Karyatri, S., & Himawan, R. (2013). Efektivitas


Ambulasi Dini Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien
Post Operasi Laparotomi di RSUD Kudus. JIKK, 1-8. Diakses
tanggal 23 Maret 2021.
37

Daftar Pustaka

Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif


Apendiktomy et cause Appendisitis Acute.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.

Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis,


& Management. (4th ed.). London: Elsevier Ltd.

Dewi, A. A. W. T. (2015). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada


klien Operasi Appendisitis Akut di Instalasi Rawat Inap RS Baptis Batu
Jawa Timur.

Eylin. (2009). Karakteristik Klien dan Diagnosis Histologi Pada Kasus


Appendisitis Berdasarkan Data Registasi di Departemen Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran UI RSUP Cipto Mangunkusumo.

Haryono, Rudi. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.


Yogyakarta: Gosyen Publising.

Hidayat, Erwin. (2020). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Appendicitis Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Poltekkes
Kemenkes Samarinda.

Hidayatullah, R. M. R. (2014). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca


Operasi Appendisitis Di RUMKITAL dr . Mintohardjo Jakarta Pusat.

Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Kiik, S. M. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan


Peristaltik Usus Pada Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar.

Mulya, R. E. (2015). Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya


Penyembuhan Luka Post Operasi Apendiktomi.

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi


Asuhan. Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Mediaction
Publishing.

Oktaviani, Srirahayu. (2018). Karya Tulis Ilmiah Laporan Studi Kasus Asuhan
Keperawatan Pada Klien Ny.R dengan Post Operasi Laparatomi Atas
Indikasi Apendisitis Diruangan Rawat Inap Bendah Lantai 2 Ambun Suri
Rsud Dr.Achmad Mochtar Bukitinggi Tahun 2018. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Perintis Padang.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.

37
38

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.

SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Sibuea, S. H. (2014). Perbedaan Antara Jumlah Leukosit darah Pada Klien


Appendisitis Akut dengan Appendisitis Perforasi di RSUP Dr. Kariadi
Semarang.

Sjamsuhidajat & De jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner &
Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC.

Sofiah, Wiwik. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Post Op


Apendiktomi Dengan Resiko Infeksi di RSUD Kota Jakarta Utara. 8(2), 1–
10.

Sulekale, A. (2016). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kasus


Appendisitis di Rumah Sakit Santa Anna Kendari.

Sulikhah, N. M. (2014). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasein


Operasi Apendiktomi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. 1–12.

Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem. Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2.


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai