DISUSUN OLEH :
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"
MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
i
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ii
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
dengan Judul “Laporan Pendahuluan Pada Pasien dengan Apendisitis di Ruang
Bedah (Sambiloto) RS TK II Kartika Husada” pada mata kuliah Praktek Klinik
Keperawatan Medikal Bedah.
Dalam penyusunan tugas ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz., M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
Poltekkes Kemenkes Pontianak.
2. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Program Studi Ners
Keperawatan.
3. Bapak Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep selaku koordinator mata kuliah Praktek
Klinik Keperawatan Medkal Bedah.
4. Ibu Puspa Wardhani, M.Kep selaku pembimbng akademik stase Praktek
Klinik Keperawatan Medikal Bedah.
5. Ibu Selvira Febriani, S.Kep, Ners selaku pembimbng klinik di Ruang Bedah
(Sambiloto) stase Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah.
6. Semua dosen Program Studi Ners Keperawatan yang telah memberikan
bimbingan dengan sabar dan wawasanya serta ilmu yang bermanfaat.
7. Teman-teman mahasiswa Program Studi Ners Keperawatan yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak
terutama dalam perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan.
Penulis
i
iii
i
DAFTAR ISI
Hal
VISI DAN MISI........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
KONSEP DASAR....................................................................................................1
1. Definisi................................................................................................................1
2. Anatomi Fisiologi................................................................................................1
3. Etiologi................................................................................................................3
4. Klasifikasi............................................................................................................3
5. Patofisiologi.........................................................................................................4
6. Manifestasi Klinis................................................................................................5
7. Komplikasi..........................................................................................................6
8. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................7
9. Penataksanaan......................................................................................................8
BAB II....................................................................................................................11
WEB OF CAUTION (WOC)..................................................................................11
BAB III..................................................................................................................12
PROSES KEPERAWATAN..................................................................................13
1. Pengkajian..........................................................................................................13
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................................19
3. Perencanaan.......................................................................................................22
4. Intervensi Keperawatan......................................................................................28
5. Evaluasi Keperawatan........................................................................................32
6. Aplikasi Pemikiran Kritis...................................................................................34
Daftar Pustaka........................................................................................................37
iv
i
1
BAB I
KONSEP DASAR
1. Definisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer
& Bare, 2013). Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus
buntu atau umbai cacing (apendik). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan
inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddarth, 2014).
2. Anatomi Fisiologi
1
2
3. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagaifaktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2010 dalam Hidayat, 2020).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
appendisitis akut (Jong, 2010 Hidayat, 2020).
4. Klasifikasi
Klasifikasi appendicitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut
dan appendicitis kronik (Sjamsuhidajat & De jong, 2010 dalam Hidayat,
2020):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendicitis
akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,
4
5. Patofisiologi
Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dan fases), tumor,
atau benda asing. Proses imflamasi meninggkatkan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jamterlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi pus. Setelah dilihat penyebab
dari appediksitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh
apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam
kalsium, debris fekal) atau parasit (Katz, 2009 dalam Oktaviani, 2018).
Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan
peningkatan perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif
dan penurunan pada perfusi pada dinding apendiks yang berkelanjutan pada
nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat terjadi pada permukaan
serosa apendiks (Santacroce, 2009 dalam Oktaviani, 2018). Dengan
selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan
tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa dinding
apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa, dengan manifestasi
ketidak nyamanan abdomen.
Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk
membatasi proses peradangan ini dengan cara menutupi apendiks dengan
omentum dan usus halus sehingga terbentuk massa periapendikular yang
secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks berlanjut dengan
kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya perforasi dan
pembentukan massa periapendikular. perforasi dengan cairan inflamasi dan
bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon imflamasi
5
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Lippicott & Wilkins (2011). Nyeri
periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun setempat.
Pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara
lain : Rovsing’s sign, Psoas sign dan Jump sign.
a. Apendiksitis
1) Nyeri samar-samar
2) Terkadang terasa mual dan muntah
3) Anoreksia.
4) Disertai demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
5) Diare
6) Konstipasi
7) Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.
b. Apendiksitis perforasi
1) Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan
bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan
terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat.
2) Mual dan muntah sampai keluar lender
3) Nafsu makan menurun
4) Konstipasi BAB
5) Tidak ada flaktus
6) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal
apendisitis dan bising melemah jika sudah terjadi perforasi.
7) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
8) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar
appendiks menjadi sebuah tanda sonographik penting.
9) Respirasi retraktif.
10) Rasa perih yang semakin menjadi.
11) Spasma abdominal semakin parah.
6
7. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.
Adapun jenis komplikasi menurut Sulekale (2016) adalah:
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi apabila appendisitisgangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat
dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda
(appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi
yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan kliendi
rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan appendektomi
yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian
antibiotika intravena selama beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis.Perforasi
memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi pergerakan
lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi
peritonitis dapat dilakukan operasi untuk memperbaiki perforasi,
mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian
dari organ yang terpengaruh.
7
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut
yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah
sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan.
Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamurbila
dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta
mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu
pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami
klien.
2) Pembedahan.
Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang
terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kasus appendisitis di antaranya sebagai berikut (Oktaviani, 2018) :
a. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar
antara 12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil
(shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis
klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada
pasien dengan appendicitis.
8
b. Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau
batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi
jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
c. Ultrasonografi Abdomen (USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85%
dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan
infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau
inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendiks.
d. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas
dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasienpasien yang obesitas,
presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan
dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis
dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada
diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil.
9. Penataksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi :
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat
9
BAB II
WEB OF CAUTION (WOC)
Tersumbat fekolit
Edema
Nyeri abdomen
APPENDISITIS
Peradangan
(D.0080) Ansietas pada appendiks
Nyeri saat BAK
Mekanisme
kompensasi tubuh (D.0077) Nyeri
akut
12
Peningkatan leukosit
11 dan suhu tubh
(D.0130) Hipertermi
B5 (BOWEL) B6 (BONE)
(D.0077) Nyeri
Akut (D.0056)
Inflamasi dan
perforasi pada Intoleransi
apendiks aktifitas
(D.0142) Risiko
infeksi
(D.0023)
Hipovolemia
Anorexia
Penurunan
motilitas usus dan
pembatasan
(D.0019) Defisit nutrisi (D.0012) Risiko masukan oral
Perdarahan
Peristaltik usus
Appendiktomi Efek anastesi pada hipoaktif / tidak
gastrointestinal terdengar
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Nama Pengkaji :
Tanggal Pengkajian :
Ruang Pengkajian :
Jam :
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al.,
2017).
a. Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan
dengan pasien.
c. Pengkajian Pre Operasi
1) Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit dengan keluhan
sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan
BAB yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang–kadang
mengalami diare dan juga konstipasi.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat pre op
operasi, merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah.
c) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah
serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas.
13
14
4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium : Jumlah leukosit diatas 10.000
ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta.
Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000
- 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to
the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis
appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada
pasien dengan appendicitis.
b) Pemeriksaan Urinalisis : membantu untuk membedakan
appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun
demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
appendiks terjadi di dekat ureter.
c) Ultrasonografi Abdomen (USG) : Ultrasonografi sering dipakai
sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada
kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan
kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan
diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif
dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil
dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif
juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau
rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendiks.
d) CT-Scan : merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.
Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Diagnosis
appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi
lebih dari 5-7 mm pada diameternya.
17
dapat dikaji yaitu kaji keluhan nyeri, intensitas nyeri dan mengukur
skala nyeri 1-10 (Wijaya dan Putri, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
kasus CHF yaitu :
Pre operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
Sujektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Kriteria minor :
Subjektif : -
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.
b. (D.130) Hipertermia
Suhu tubuh meningkat di atas rentang tubuh normal.
20
c. (D.0080) Ansietas
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap obyek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memugkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab : a) Krisis situsional. b) Kebutuhan tidak terpenuhi. c) Krisis
maturasional. d) Ancaman terhadap konsep diri. e) Ancaman terhadap
kematian. f) Kekhawatiran mengalami kegagalan. g) Disfungsi system
keluarga. h) Hubungan orang tua anak tidak memuaskan. i) Factor
keturunan (tempramen mudah teragitasi sejak lahir). j)
Penyalahgunaan zat. k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin,
polutan, dan lain lain). l) Kurang terpapar informasi.
Kriteria mayor :
Subjektf : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi.
Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur.
Kriteria minor :
Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak
berdaya.
21
Post operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisik (prosedur operasi)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
Sujektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Kriteria minor :
Subjektif : -
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.
3. Perencanaan
Pre operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Luaran Utama : (L.08066) Tingkat Nyeri
Definisi :
23
b. (D.130) Hipertermia
Luaran Utama : (L.14134) Termoregulasi
Definisi
Pengaruh suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.
Ekspektasi : Membaik
Kriteria Hasil :
1. Menggigil menurun
2. Kulit merah menurun
3. Kejang menurun
4. Akrosianosis menurun
5. Konsumsi oksigen menurun
6. Piloereksi menurun
7. Vasokontriksi perifer menurun
8. Kutis memorata menurun
9. Pucat menurun
10. Takikardia menurun
11. Takipnea menurun
12. Bradikardia menurun
13. Dasar kuku sianotik menurun
14. Hipoksia menurun
15. Suhu tubuh membaik
16. Suhu kulit membaik
17. Kadar glukosa tubuh membaik
18. Pengisian kapiler membaik
19. Ventilasi membaik
20. Tekanan darah membaik
c. (D.0080) Ansietas
Luaran Utama : (L.09093) Tingkat Ansietas
Definisi :
25
Post operasi :
a. (D.0077) Nyeri akut
Luaran Utama : (L.08066) Tingkat Nyeri
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Ekspektasi : Menurun
26
Kriteria Hasil :
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
2. Keluhan nyeri menurun
3. Meringis menurun
4. Sikap protektif menurun
5. Gelisah menurun
6. Kesulitan tidur menurun
7. Menarik diri menurun
8. Berfokus pada diri sendiri menurun
9. Diaforesis menurun
10. Perasaan depresi (tertekan) menurun
11. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
12. Anoreksia menurun
13. Perineum terasa tertekan menurun
14. Uterus teraba membulat menurun
15. Ketegangan otot menurun
16. Pupil dilatasi menurun
17. Muntah menurun
18. Mual menurun
19. Frekuensi nadi membaik
20. Pola napas membaik
21. Tekanan darah membaik
22. Proses berpikir membaik
23. Fokus membaik
24. Fungsi berkemih membaik
25. Perilaku membaik
26. Nafsu makan membaik
27. Pola fikir membaik
Definisi
Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligament).
Ekspektasi : Meningkat
Kriteria Hasil
1. Elastisitas meningkat
2. Hidrasi meningkat
3. Perfusi jaringan meningkat
4. Kerusakan jaringan menurun
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
6. Nyeri menurun
7. Perdarahan menurun
8. Kemerahan menurun
9. Hematoma menurun
10. Pigmentasi abnormal menurun
11. Jaringan parut menurun
12. Nekrosis menurun
13. Abrasi kornea menurun
14. Suhu kulit membaik
15. Sensasi membaik
16. Tekstur membaik
17. Pertumbuhan rambut membaik
3. Demam menurun
4. Kemerahan menurun
5. Nyeri menurun
6. Bengkak menurun
7. Vesikel menurun
8. Cairan berbau busuk menurun
9. Sputum berwarna hijau menurun
10. Drainase purulen menurun
11. Pyuria menurun
12. Periode malaise menurun
13. Periode menggigil menurun
14. Letargi menurun
15. Gangguan kognitif menurun
16. Kadar sel darah putih membaik
17. Kultur darah membaik
18. Kultur urin membaik
19. Kultur sputum membaik
20. Kultur area luka membaik
21. Kultur feses membaik
22. Nafsu makan membaik
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI, 2018)
(SLKI DPP PPNI, 2019).
Tabel 3.1 Rencana Keperawatan Pre Operasi
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 (D.0077) Tujuan : Observasi :
Nyeri akut b/d agen Setelah 1. Identifikasi lokasi,
pencedera fisiologis dilakukan karakteristik, durasi,
(misal iskemia) tindakan frekuensi, kualitas,
keperawatan intensitas nyeri
diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
29
enzimatik biologis
mekanis, autolotik), jika
perlu
13. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
3 (D.0142) Tujuan : Observasi :
Risiko infeksi Setelah 1. Monitor tanda dan gejala
ditandai dengan efek dilakukan infeksi lokal dan sistemik.
prosedur invasif tindakan Terapeutik :
keperawatan 2. Batasi jumlah pengunjung
tingkat infeksi 3. Berikan perawatan kulit
(L.14137) pada area edema.
menurun 4. Cuci tangan sebelum dan
dengan sesudah kontak dengan
klien dan lingkungan
Kriteria hasil : klien.
1. Kebersihan 5. Pertahankan teknik
tangan aseptic pada klien
meningkat. beresiko tinggi.
2. Kebersihan Edukasi :
badan 6. Jelaskan tanda dan gejala
meningkat. infeksi.
3. Demam, 7. Ajarkan cara mencuci
kemerahan, tangan dengan benar.
nyeri, 8. Ajarkan etika batuk.
bengkak 9. Anjurkan meningkatkan
menurun. asupan nutrisi.
4. Kadar sel 10. Anjurkan meningkatkan
darah putih asupan cairan.
membaik. Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu.
5. Evaluasi Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (misal iskemia)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi
pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan nyeri berkurang dan mampu melakukan
manajemen nyeri secara nonfarmakologi.
O : pasien melaporkan berkurang, pasien tampak rileks, pasien
mampu mengontrol nyeri dengan manajemen nonfarmakologi.
b. Post operasi
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil evaluasi
pasien menunjukkan :
S : pasien mengatakan nyeri berkurang atau tidak ada.
O : pasien melaporkan nyeri hilang atau berkurang, pasien tampak
rileks, pasien mampu mengontrol nyeri dengan manajemen
nonfarmakologi.
anggota badan dapat mencegah kekakuan otot dan sendi, mengurangi nyeri
serta memperlancar peredaran darah kebagian yang mengalami perlukaan
sehingga proses penyembuhan luka menjadi lebih cepat.
Teknik yang dilakukan dalam mobilisasi dini yaitu dilakukan
secara bertahap yaitu saat hari pertama pasien diharuskan untuk tirah
baring, hari kedua melakukan mobilisasi dini sejauh 5 meter dan hari
ketiga melakukan mobilisasi dini sejaug 30 meter (Possa, et al., 2014)
Referensi :
Daulay, Nanda Masraini dan Febrina Angraini Simamora. (2019).
Efektifitas Mobilisasi Dini terhadap Penyembuhan Luka Paska
Operasi Apendiktomi. Jurnal Education and development Institut
Pendidikan Tapanuli Selatan. Vol.7 No.4 Edisi November 2019.
Diakses tanggal 20 Maret 2021.
Havey, R., Herriman, E., & OʼBrien, D. (2013). Guarding the Gut. Early
Mobility After Abdominal Surgery. Critical Care Nursing
Quarterly, 36(1), 63–72. doi:10.1097/cnq.0b013e3182753237.
Diakses tanggal 20 Maret 2021.
Daftar Pustaka
Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Hidayat, Erwin. (2020). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Appendicitis Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Poltekkes
Kemenkes Samarinda.
Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Mediaction
Publishing.
Oktaviani, Srirahayu. (2018). Karya Tulis Ilmiah Laporan Studi Kasus Asuhan
Keperawatan Pada Klien Ny.R dengan Post Operasi Laparatomi Atas
Indikasi Apendisitis Diruangan Rawat Inap Bendah Lantai 2 Ambun Suri
Rsud Dr.Achmad Mochtar Bukitinggi Tahun 2018. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Perintis Padang.
37
38
Sjamsuhidajat & De jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner &
Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC.