Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR PENYAKIT SELULITIS

1. DEFINISI
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi, yang umumnya
dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau Streptococcus (Arif
Muttaqin, hal 68, 2011).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian jaringan subkutan
( Mansjoer, 2000; 82).
Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan ( Brunner dan
Suddarth, 2000 : 496). Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh
bakteri stapilokokus aureus, streptokokus grup Adan streptokokus piogenes.

2. ANATOMI FISIOLOGI INTEGUMEN


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai
fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan
tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga
dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit
yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan
jaringan subkutan.
a. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk
barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan
mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
b. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas
yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut.
c. Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.

Kelenjar Pada Kulit


Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar
ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah
kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus,
skrotum dan labia mayora.
Gambar 4. Anatomi Kulit

3. ETIOLOGI
Penyakit Selulitis disebabkan oleh :
1. Infeksi Bakteri dan Jamur
a. Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus Aureus
b. Pada bayi yang terkena penyakit ini disebabkan oleh Streptococcus grup B
c. Infeksi dari jamur, tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk jarang
d. Aeromonas Hydrophila
e. S. Pneumoniae
2. Penyebab Lain :
a. Gigitan binatang, serangga atau bahkan gigitan manusia
b. Kulit kering
c. Eksim
d. Kulit yang terbakar atau melepuh
e. Diabetes
f. Obesitas
g. Pembekakan yang kronis pada kaki
h. Penyalahgunaan obat-obat terlarang
i. Menurunnya daya tahan tubuh
j. Cacar air
k. Malnutrisi
l. Gagal Ginjal

4. KLASIFIKASI
Menurut Berini, et al (2009) selulitis dapat digolongkan menjadi:
a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang
tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak
dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
b. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi
bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan
spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh
bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh
dalam mengontrol infeksi.
c. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
a) Ludwig’s Angina
b) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
c) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
d) Selulitis Fasialis Difus
e) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
f) Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada
pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang
adekuat atau tanpa drainase.
g) Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s .
Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia
sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai
mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002).
5. PATOFISIOLOGI
Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang terbuka. Dua
bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi ini adalah streptococcus dan
staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah
tulang kering dan punggung kaki. Karena cenderung menyebar melalui aliran limfatik dan
aliran darah, jika tidak segera diobati, selulitis dapat menjadi gawat. Bakteri patogen yang
menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan
peradangan, penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan
atau orang tua pikun dan pada orang kencing manis yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan system vena dan limfatik pada kedua
ektrimitas atas dan bawah.Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristik
hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling
sering disebabkan oleh streptokokus grup A, sterptokokus lain atau staphilokokus aureus,
kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit
ditentukan, untuk absses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau
bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah
stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang
lebih kompleks.Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme
campuran.Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi.Lesi ini dangkal dan berindurasi dan
dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil
perubahan peradangan benda asing, nekrosis, dan infeksi derajat rendah.
6. MANIFESTASI KLINIS
Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi. Kulit tampak
merah, bengkak, licin, disertai nyeri tekan dan teraba hangat. Ruam kulit muncul secara
tiba-tiba dan memiliki batas yang tegas. gejala lain yaitu :
a. Demam peningkatan suhu tubuh yang menyolok
b. Nyeri kepala
c. Penurunan kesadaran
d. Mendadak shock
e. Hipertensi
f. Takikardi
g. Peningkatan rangsang meningen
h. terkadang koma

7. KOMPLIKASI
a. Bakteremia
b. Nanah atau local Abscess
c. Superinfeksi oleh bakteri gram negative
d. Lymphangitis
e. Trombophlebitis
f. Sellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis
sebesar 8%.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak membutuhkan prosedur lebih lanjut untuk sampai ke tahap diagnosis (yang
meliputi anamnesis,uji laboratorium, sinar x dll, dalam kasus cellulite yang belum
mengalami komplikasi yang mana criterianya seperti :
a. Daerah penyebaran belum luas
b. Daerah yang terinfeksi tidak mengalami rasa nyeri atau sedikit nyeri
c. Tidak ada tanda-tanda systemic seperti : demam, terasa dingin, dehidrasi,
tachypnea, tachycardia,hypotensi.
d. Tidak ada factor resiko yang dapat menyebabkan penyakit bertambah parah seperti :
Umur yang sangat tua, daya tahan tubuh sangat lemah.
Jika sudah mengalami gejala seperti adanya tanda systemic, maka untuk melakukan
diagnosis membutuhkan penegakan diagnosis tersebut dengan melakukan pemeriksaan
lab seperti :
a. Complete blood count, menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata
sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN levels
c. Creatinine level
d. Culture darah
e. Pembuangan luka
a) Immunofluorescence : Immunofluorescence adalah sebuah teknik yang
dimana dapat membantu menghasilkan diagnosa sera pasti pada kultur
cellulites negative, tapi teknik ini jarang digunakan.
b) Penggunaan MRI juga dapat membantu dalam mendiagnosa infeksi
cellulites yang parah. Mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis,
dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada
subkutaneus.

9. PENATALAKSANAAN
a. Pemeriksaan Laboratorium
a) CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan
rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi
bakteri.
b) BUN level
c) Creatinin level
d) Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e) Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak tersasa sakit, tidak ada tanda
sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor
resiko.
Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan).
b. CT (Computed Tomography) Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya
dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan subjucent osteomyelitis. Jika sulit
membedakan selulitis dengan necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang
dilakukan adalah :
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT SELULITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien :
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan
2. Keluhan Utama : Biasanya pasien mengeluh nyeri pada luka infeksi dan biasanya
bengkak
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat penyakit sekarang : Tanyakan sejak kapan merasakan keluhan
b. Riwayat penyakit dahulu : Apakah dulu pasien pernah menderita penyakit seperti
ini
c. Riwayat penyakit keluarga : Apakah ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit seperti ini
d. Riwayat psikososial : apakah pasien merasakan cemas yang berlebihan.
4. Pola fungsi kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
pengkajian meliputi kebiasaan hidup klien sepertipenggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yangbisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klienmelakukan olahraga atau tidak
(Ignatavicius, DonnaD, 2012).
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah integumen dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
integumen terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitasklien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguanpada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu jugadikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi.Sedangkan pada polaeliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna,bau, dan jumlah.Pada kedua pola ini juga dikaji adakesulitan
atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien. (Ignatavicius, Donna D,
2012).
b) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dandalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 2012).
c) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada pasien adalah rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadapdirinya yang salah
(gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 2012).
d) Pola Sensori dan Kognitif
e) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2012).
f) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentangkeadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatanpada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme kopingyang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
g) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensidan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.

5. Pemeriksaan Fisik :
a. Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak
b. Mata : Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+)
c. Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
d. Mulut : Kebersihan, tidak pucat
e. Telinga : Tidak ada serumen
f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
g. Jantung : Denyut jantung meningkat
h. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas
i. Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu
daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan
tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d’orange). Pada kulit yang
terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar
berisi cairan (bula), yang bisa pecah
j. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor sirkulasi dan edema.
3. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/ tak
nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi menyebabkan
penatalaksanaan perawatan dirumah.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka pada kulit
C. Perencanaan

TUJUAN &
INTERVENSI
DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
NOC NIC
Nyeri Akut Outcome untuk mengukur penyelesaian dari Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan
diagnosa masalah:
Definisi: pengalaman sensori dan 1. Akupressur
emosional tidak menyenangkan yang 1. Kontrol Nyeri 2. Pemberian anlagesik
muncul akibat kerusakan jaringan aktual a. Mengenali kapan terjadi nyeri (5) secara a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, keparahan nyeri
atau pontensial atau yang digambarkan konsisten menunjukkan. sebelum mengobati pasien
sebagai kerusakan (International b. Menggambarkan factor penyebab (5) b. Cek adanya riwayat alergi obat
Association for the Study of Pain); awitan secara konsisten menunjukkan. c. Pilih analgesic atau kombinasi analgesic yang sesuai ketika
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas c. Menggunakan tindakan pengurangan lebih dari satu diberikan
ringan hingga berat dengan akhir yang (nyeri) tanpa analgesik (5) secara 3. Pemberian analgesik: intraspinal
dapat diantisipasi atau diprediksi konsisten menunjukkan. 4. Pemberian anastesi
d. Menggunakan analgetik yang di 5. Pengurangan kecemasan
Batasan Karakteristik: rekomendasikan (5) secara konsisten a. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
menunjukkan. b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien
 Bukti nyeri dengan mengguanakan e. Melaporkan perubahan terhadap gejala c. Jelaskan semua tentang prosedur dan sensai yang akan dirasakan
standar daftar periksa nyeri untuk nyeri pada professional kesehatan (5) d. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan
pasien yang tidak dapat secara konsisten menunjukkan. mengurangi ketakutan
mengungkapkannya (mis., Neonatal f. Melaporkan nyeri yang terkontrol (5) e. Dengarkan klien
Infant Pain Scale, Pain Assessment secara konsisten menunjukkan. 6. Stimulasi kutaneus
Checklist for Senior with Limited 2. Tingkat Nyeri 7. Manajemen lingkungan: kenyamanan
Ability to Communicate)
8. Pengurangan perut kembung
 Diaforesis A. Outcome tambahan untuk mengukur 9. Aplikasi panas/dingin
 Dilatasi pupil batasan karakterisktik 10. Pemberian obat
 Ekspresi wajah nyeri (mis., mata 11. Pemberian obat: intramuskular (IM)
kurang bercahaya, tampak kacau,  Tingkat Kecemasan 12. Pemberian obat: intravena (IV)
gerakan mata berpencar atau tetap  Nafsu Makan 13. Pemberian obat: oral
pada satu fokus, meringis)  Kepuasan Klien: Manajemen Nyeri 14. Manajemen pengobatan
 Fokus menyempit (mis., persepsi  Kepuasan Klien: Kontrol Gejala 15. Peresepan obat
waktu, proses berpikir, interaksi  Status Kenyamanan 16. Manajemen Nyeri
dengan orang dan lingkungan)
 Fokus pada diri sendiri  Tingkat Ketidaknyamanan a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
 Keluhan tentang intensitas  Pergerakan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
menggunakan standar skala nyeri  Keparahan Mual & Muntah nyeri dan factor pencetus
(mis., skala Wong-Baker FACES,  Nyeri: Respon Psikologis Tambahan b. Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
skala analog visual, skala penilaian  Nyeri: Efek Yang Mengganggu pemantauan yang ketat
numerik)  Tidur c. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
 Keluhan tentang karakteristik nyeri d. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,
 Kontrol Gejala
dengan menggunakan standar berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi akibat
 Keparahan Gejala
instrumen nyeri (mis., McGill Pain ketidaknyamanan akibat prosedur
 Tanda-tanda Vital e. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
Questionnaire, Brief Pain Inventory) B. Outcome yang berkaitan dengan faktor
 Laporan tentang perilaku nyeri/ pasien terhadap ketidaknyamanan
yang berhubungan atau outcome f. Ajarkan prinsip – prinsip manajemen nyeri
perubahan aktivitas (mis., anggota menengah
keluarga, pemberi asuhan) g. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan
 Mengekspresikan perilaku (mis., lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan
 Pemulihan Luka Bakar
gelisah, merengek, menangis, penurunan nyeri nonfarmakologi dan farmakologi
 Fungsi Gastrointestinal
waspada) 17. Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian analgesik
 Fungsi Ginjal 18. Manajemen prolaps rektum
 Perilaku distraksi  Pengetahuan: Manajemen Penyakit 19. Manajemen Sedasi
 Putus asa Akut 20. Stimulasi listrik syaraf transkutaneus (TENS)
 Sikap melindungi area nyeri  Pengetahuan: Manajemen Penyakit Pilihan Intervensi Tambahan:
 Sikap tubuh melindungi Peradangan Usus 1. Mendengar aktif
Faktor yang Berhubungan :  Pengetahuan: Manajemen Nyeri 2. Terapi bantuan hewan
 Respon Pengobatan 3. Latihan autogenik
 Agens cedera biologis (mis., infeksi,
 Status Neurologi 4. Memandikan
iskemia, neoplasma)
 Keparahan Cedera Fisik 5. Biofeedback
 Agens cedera fisik (mis., abses,
 Manajemen Diri: Penyakit Akut 6. Peningkatan mekanika tubuh
amputasi, luka bakar, terpotong,
 Tingkat Stres 7. Manajemen saluran cerna
mengangkat berat, prosedur bedah,
 Pemulihan Pembedahan: Penyembuhan 8. Peningkatan koping
trauma, olahraga berlebihan)
 Pemulihan Pembedahan: Segera Setelah 9. Pengalihan
 Agens cedera kimiawi (mis., luka 10. Dukungan emosional
bakar, kapsaisin, metilen klorida, Operasi
 Integritas Jaringan: Kulit & Membran 11. Manajemen energi
agens mustard) 12. Manajemen lingkungan
Mukosa
 Perfusi Jaringan 13. Peningkatan latihan
14. Peningkatan latihan: peregangan
 Perfusi Jaringan: Organ Abdominal
15. Terapi latihan: ambulasi
 Perfusi Jaringan: Kardiak
 Perfusi Jaringan: Seluler 16. Terapi latihan: keseimbangan
 Perfusi Jaringan: Perifer 17. Terapi latihan: pergerakan sendi
 Penyembuhan Luka: Primer 18. Terapi latihan: kontrol otot
 Penyembuhan Luka: Sekunder 19. Fasilitasi proses berduka
20. Imajinasi terbimbing
21. Inspirasi harapan
22. Humor
23. Hipnosis
24. Perawatan intrapartum: risiko tinggi melahirkan
25. Supresi laktasi
26. Pemijatan
27. Fasilitasi meditasi
28. Terapi musik
29. Pemulihan kesehatan mulut
30. Terapi oksigen
31. Pengaturan posisi
32. Perawtan paska anastesi
33. Persiapan informasi sensorik
34. Menghadirkan diri
35. Relaksasi otot progresif
36. Terapi relaksasi
37. Peningkatan keamanan
38. Fasilitasi hipnosis diri
39. Peningkatan tidur
40. Bermain terapeutik
41. Sentuhan terapeutik
42. Sentuhan
43. Monitor tanda tanda vital
Kerusakan intergritas kulit NOC : NIC :
Definisi : Perubahan pada epidermis 1. Integritas jaringan : kulit & 1. Pengecekan kulit
atau dermis membran mukosa a. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya
Batasan karakteristik : a. Suhu kulit (5) tidak terganggu. kemerahan, kehangatan ekstrem, edema, atau drainase
1. Benda asing menusuk b. Sensasi (5) tidak terganggu. b. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, dan
permukaan kulit c. Elastisitas (5) tidak terganggu. ulserasi pada ekstremitas
2. Kerusakan integritas kulit d. Hidrasi (5) tidak terganggu. c. Periksa kondisi luka oprasi
Faktor yang berhubungan : e. Tekstur (5) tidak terganggu. d. Monitor warna dan suhu kulit
Eksternal : f. Perfusi jaringan (5) tidak e. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
1. Hipertermia atau hipotermia terganggu. f. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan
2. Substansi kimia g. Integritas kulit (5) tidak dan kelembaban
3. Kelembaban udara terganggu. g. Monitor sumber tekanan dan gesekan
4. Faktor mekanik (misalnya : alat h. Pigmentasi abnormal (5) tidak h. Lakukan langkah- langkah untuk mencegah kerusakan
yang dapat menimbulkan luka, ada. lebih lanjut
tekanan, restraint) i. Lesi pada kulit (5) tidak ada. i. Ajarkan anggota keluarga pemberian asuhan mengenai
5. Immobilitas fisik tanda- tanda kerusakan kulit.
6. Radiasi
7. Usia yang ekstrim
8. Kelembaban kulit
9. Obat-obatan
Internal :
1. Perubahan status metabolik
2. Tulang menonjol
3. Defisit imunologi
4. Faktor yang berhubungan
dengan perkembangan
5. Perubahan sensasi
6. Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
7. Perubahan status cairan
8. Perubahan pigmentasi
9. Perubahan sirkulasi
10. Perubahan turgor (elastisitas
kulit).
Hambatan Mobilitas Fisik  Join Movement : Active Exercise therapy : ambulation
 Mobility Level
Definisi: Keterbatasan pada - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
 Self Care : ADLs
pergerakan fisik tubuh atau satu atau pasien saat latihan
 Transfer performance
lebih ekstremitas secara mandiri dan - Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
Kriteria Hasil :
terarah. sesuai dengan kebutuhan
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik - Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
Batasan karakteristik :
 Mengerti tujuan dari peningkatan cegah terhadap cedera
 Penurunan waktu reaksi mobilitas - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
 Kesulitan membolak – balik  Memverbalisasikan perasaan dalam ambulasi
posisi meningkatkan kekuatan dan kemampuan - Kaji kemampuan pasien dalam ambulasi
 Melakukan aktivitas lain seperti berpindah - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
pengganti pergerakan (mis.,  Memperagakan penggunaan alat mandiri sesuai kemampuan
meningkatkan perhatian pada  Bantu untuk mobilisasi (walker) - Damping dan bantu pasie saat mobilisasi dan bantu pemenuhan
aktivitas orang lain, kebutuhan ADLs ps
mengendalikan perilaku, focus - Berikan alat bantu jika klien memerlukan
pada ketunadayaan/aktivitas - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
sebelum sakit jika diperlukan
 Dispnea setelah beraktivitas Communicaton Enhancement : Hearing Deficit
 Perubahan cara berjalan
Communicaton Enhancement : Visual Deficit
 Gerakan bergetar
 Keterbatasan kemampuan Anxiety Reduction

melakukan keterampilan motoric Active Listening


halus
 Keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan motoric
kasar
 Keterbatasan rentang pergerakan
sendi
 Tremor akibat pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak terkoordinasi
Factor yang berhubungan :
 Intoleransi Aktivitas
 Perubahan metabolism selular
 Ansietas
 Indeks masa tubuh diatas perentil
ke-75 sesuai usia
 Gangguan kognitif
 Konstraktur
 Kepercayaan budaya tentang
aktivitas sesuai usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan musculoskeletal
 Gangguan neuromuscular, Nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan tentang
aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan lingkungan
(mis., fisik atau sosial)
 Keterbatasan ketahanan
kardiovaskular
 Kerusakan integritas struktur
tulang
 Program pembatasan gerak
 Keengganan memulai pergerakan
 Gaya hidup monoton
Defisiensi pengetahuan NOC NIC
Definisi: ketiadaan atau defisiensi 1. Pengetahuan : manajemen penyakit 1. Peningkatan kesadaran kesehatan
informasi kognitif yang berkaitan akut a. Ciptakan lingkungan perawatan
dengan topik tertentu. a. Faktor-faktor kesehatan dimana pasien dengan permasalahan
Batasan karakteristik : penyebab dan factor yang memahami aksara dapat mencari bantuan tanpa merasa
1. Ketidakakuratan melakukan test berkontribusi (5) pengetahuan sangat malu atau merasa dicela
2. Ketidakakuratan melakukan banyak. b. Gunakan komunikasi yang sesuai
perintah b. Perjalanan dan jelas
3. Kurang pengetahuan penyakit biasanya (5) pengetahuan c. Gunakan bahasa sederhana
4. Perilaku tidak tepat (mis., histeria, sangat banyak. d. berikan informasi penting secara
bermusuhan, agitasi, apatis) c. Manfaat tertulis maupun lisan pada pasien sesuai dengan bahasa
Faktor yang berhubungan : manajemen penyakit (5) pengetahuan utamanya/bahasa ibu
1. Gangguan fusngsi kognitif sangat banyak. e. pertimbangkan hal yang telah pasien
2. Gangguan memori d. Tanda dan ketahui tentang kondisi kesehatannya atau risikonya dan
3. Kurang informasi gejala penyakit (5) pengetahuan menghubungkan informasi baru dengan apa yang sudah
4. Kurang minat untuk belajar sangat banyak. pasien ketahui
5. Kurang sumber ilmu pengetahuan e. Tanda dan
6. Salah pengertian terhadap orang gejala komplikasi (5) pengetahuan 2. Pengajaran : proses penyakit
lain. sangat banyak penggunaan obat- a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
obatan resep yang benar (5) terkait dengan proses penyakit yang spesifik
pengetahuan sangat banyak. b. Jelaskan paktovisiologi penyakit dan
bagaimana hubungannya dengan anatomi dan visiologi
sesuai kebutuhan
c. Riview pengetahuan pasien
mengenai kondisinya
d. Kenali pengetahuan pasien
mengenai kondisinya
e. Jelaskan tanda dan gejala yang
umum dari penyakit, sesuai kebutuhan
f. Eksplorasi bersama pasien apakah
dia telah mealakukan manajemn gejala
g. Jelaskan mengenai proses penyakit
sesuai kebutuhan
h. Identifikasi kemungkinan penyebab
sesuai kebutuhan
i. Jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin ada, sesuai kebutuhan
j. Instruksikan pasien mengenai
tindakan untuk mencegah atau meminimalkan efek
samping penanganan dari penyakit, sesuai kebutuhan
Risiko Infeksi NOC NIC

Definisi : Rentan mengalami invasi 1. Kontrol Resiko 1. Kontrol Resiko


dan multiplikasi organisme patogenik a. Mengidentifikasi factor resiko (5) a. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai pasien
yang dapat mengganggu kesehatan. secara konsisten menunjukkan lain
b. Mengenali factor resiko individu (5) b. Pertahankan teknik isolasi
Faktor Risiko
secara konsisten menunjukkan c. Batasi pengunjung bila perlu
1. Kurang pengetahuan untuk c. emonitor factor resiko di d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
menghindari pemajanan lingkungan (5) secara konsisten berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
pathogen menunjukkan e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
2. Malnutrisi d. Memonitor factor resiko individu f. Cuci tangan setiap sebelum dan setelah tindakan
3. Obesitas (5) secara konsisten menunjukkan keperawatan
4. Penyakit kronis (mis., e. Mengembangkan strategi yang g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung
diabetes mellitus) efektif dalam mengontrol resiko (5) h. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
5. Prosedur invasive secara konsisten menunjukkan i. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
Pertahanan Tubuh Primer Tidak f. Mengenali perubahan status dengan petunjuk umum
Adekuat kesehatan (5) secara konsisten j. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
menunjukkan k. Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi
1. Gangguan integritas kulit
kandung kencing
2. Gangguan peristalsis
l. Tingkatkan intake nutrisi
3. Merokok
m. Berikan terapi antibiotic bila perlu infection protection
4. Pecah ketuban dini
(proteksi terhadap infeksi)
5. Pecah ketuban lambat
n. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
6. Penurunan kerja siliaris
o. Monitor hitung granulosit, WBC
7. Perubahan pH sekresi
p. Monitor kerentanan terhadap infeksi
8. Stasis cairan tubuh
q. Batasi pengunjung
Pertahanan tubuh sekunder tidak
r. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko
adekuat
s. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
1. Imunosupresi kemerahan, panas, drainase
2. Leukopenia t. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
3. Penurunan hemoglobin u. Dorong masukan nutrisi yang cukup
4. Supresi respons inflamasi v. Dorong masukan cairan
(mis., interleukin 6 [IL-6], C- w. Dorong istirahat
reactive protein [CRP]) x. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep
5. Vaksinasi tidak adekuat y. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Pemajanan Terhadap Patogen z. Ajarkan cara menghindari infeksi.
Lingkungan Meningkat

1. Terpajan pada wabah

D. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun

E. Evaluasi

DX. KEPERAWATAN EVALUASI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera 1. Nyeri pasien terkontrol. Klien melaporkan nyeri
(biologis, fisik, kimiawi). berkurang. Ekspresi wajah rileks. Berpartisipasi dalam
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktivitas dengan tepat.
perubahan turgor sirkulasi, edema 2. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
3. Hambatan Mobilitas Fisik . ketidakseimbangan elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi), Tidak ada
antara suplai dan kebutuhan oksigen, gaya hidup luka / lesi pada kulit, Perkusi jaringan baik, Menunjukkan
kurang gerak. pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan terjadinya cedera berulang
kurangnya informasi menyebabkan 3. Dapat beraktivitas secara mandiri, ADL terpenuhi,
penatalaksanaan perawatan dirumah. Toleransi terhadap aktivitas, Daya tahan, Energy
5. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka psikomotor
pada kulit 4. Mampu mengetahui penyakit yang diderita pasien
5. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi,
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
Jumlah leukosit dalam batas normal.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, EGC:
Jakarta.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M, & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. Mocomedia: Yogyakarta.
Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi
& Klasifikasi 2015-2017. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aeculapius FKUI:
Jakarta.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Kelima. Mocomedia: Yogyakarta.
Murwani, A. (2009). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendikia: Yogyakarta.
Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika: Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus, Edisi
Revisi Jilid 2. Mediaction: Yogyakarta.
Smeltzer, C. Suzanne & Bare, Brenda G. (2012). Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8
volume 2. EGC: Jakarta.
Syaifuddin. (2014). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai