DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PREOPERATIVE
OLEH :
MELLA DESYA
201920461011097
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
(PREOPERATIVE)
7. DOPS:
8. DOPS:
9.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................2
LEMBAR PENILAIAN...............................................................................................3
DAFTAR ISI................................................................................................................4
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN........................................................................5
A. Definisi..............................................................................................................5
B. Etiologi..............................................................................................................5
C. Epidemologi.......................................................................................................5
D. Tanda dan Gejala...............................................................................................5
E. Patofisologi........................................................................................................5
F. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................5
G. Penatalaksanaan.................................................................................................5
H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS).................................5
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI).........................................................................5
J. Luaran Keperawatan (SLKI).............................................................................5
K. Intervensi Keperawatan (SIKI)..........................................................................5
L. Daftar Pustaka....................................................................................................5
BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................6
A. CASE REPORT.................................................................................................6
B. Pengkajian (Focus Assesement)........................................................................6
C. Analisa Data......................................................................................................6
D. Diagnosa Keperawatan (SDKI).........................................................................6
E. Luaran Keperawatan (SLKI).............................................................................6
F. Luaran Keperawatan (SIKI)..............................................................................6
BAB III. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING).......7
A. Masalah Keperawatan........................................................................................7
B. Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal)................................................7
C. Daftar Pustaka (Sumber Reference)..................................................................7
BAB IV. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS).......................8
1. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
2. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
3. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
4. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
5. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
BAB V. MEET THE EXPERT (MTE)......................................................................10
Daftar Pustaka.............................................................................................................11
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering, penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun [ CITATION Mar19 \l 1033 ].
Apendisitis merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
kanan bawah dari rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).
Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari
orang dewasa, kejadian kasus Appendicitis tertinggi adalah yang berusia 10
sampai 30 tahun. Penyakit appendisitis yang biasa dikenal oleh masyarakat
awam sebagai penyakit usus buntu. Appendisitis merupakan inflamasi pada usus
buntu yang mengakibatkan infeksi pada apendiks atau umbai cacing. Infeksi
tersebut ditandai dengan adanya nanah atau pus, nyeri di epigastrium, anoreksia,
mual, dan muntah bahkan pada komplikasi dapat terjadi perforasi (lengket dan
pecah).
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de
Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis
verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. (Brunner&Suddarth, 2014).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam
pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun
usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk
mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami
infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam
Gozali, 2011).
Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjang adalah 10
cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama dibelakang
sekum. Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor 6 yang paling sering
terjadi, walaupun apendiksitis dapat terjadi setiap usia (Gruendemann 2006).
3. Lidah
Anatomi lidah
lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serat lintang
kasa dilengkapi dengang mukosa.
Fisiologi lidah
Lidah berperan dalam proses mekanisme pencernaan di mulut dengan
mengerakan makanan ke segala arah.
a. Pangkal lidah : Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup jalan
pernafasab pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk ke jala
pernafasan.
b. panggal lidah : Fungsinya untuk mentukan rasa manis, pahit, asam dan
asin.
c. ujung lidah : Membatu membolakbalikan makanan, proses berbicara,
merasakan makan yang dimakan, dan membantu proses menelan.
4. Farin
Anatomi faring
Faring terbentang lurus antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis
VI, kebawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring terbentuk dari jaringan
yang kuat (jaringan otot melingkar). Fisiologi faring merupakan orgzn yang
menghubungkan rongga mulut kerongkongan panjangya (kira –kira 12 cm).
5. Esofagus
Anatomi esophagus
Esofagus (kerongkongan ) merupakan saluran pencernaan setelah mulut
dan faring. Panjangya kira –kira 25 cm, Posisi vertikel dimulai dari bagian
tengah leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada di belakang
trakea. Fisiologi esophagus Esophagus merupakan struktur organ pencernaan
setelah mulut yang memiliki fungsi.
6. Lambung
Anatomi lambung
Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara
esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen dibagian diagfragma bagian
depan pancreas dan limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat
mengembang karena adanya gerakan peristaltic terutama di daerah epigaster.
Fisiologi lambung
a. Fungsi penampungan makanan yang masuk melalui esophagus,
menghancurkan makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan
peristaltic lambung dan getah lambung
b. Fungsi bakterisid : Oleh asam lambung c. Membantu proses pembentukan
eritosit: lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor
ekstrinsik dari makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang
berguna untuk pertukaran eritrosit yang disempan dalam hati.
7. Usus Halus
Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakir pada sekum.Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan
saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat proses pencernaan dan absorsip
pencernaan. bentuk dan susunanya berupaka lipatan melingkar,Makanan dalam
intestinum minor dapat masuk karena adanya gerakan yang memberikan permukaan
yang lebih halus.
Fisiologi usus halus
Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat pentig dari saluran
pencernaan karena disini terjadinya proses pencernaan yang terbesar dan
penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh absorpsi, fungsi usus halus :
a. menyekresikan cairan usus :untuk menyempurnakan pengolahan zat makanan di
usus halus.
b. menerima cairan empedu dan pangreas melalui duktus kholedukus dan duktus
pankreatikus.
c. mencerna makanan: Getah usus dan pangkreas mengandung enzim pengubah
protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi asam
lemak gliserol.
d. Mengabsobsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat dalam bentuk monoksida. Makanan tersebut dikumpulkan dalam
vena-vena halus lalu dikumpulkan dalam vena besar bermuara ke dalam vena
porta langsung.
8. Usus Besar
Usus besar merupakan saluran pencernaan merupakan usus berpenampang luas
atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5 -1,7 meter dan penampangan 5-
5 cm. Lanjutan usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik mengililinggi usus
halus terbentang dari valvula ilosekalis sampai ke anus. Fisiologi usus besar
a. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa yang
lembek yang disebut feses.
b. menyimpan bahan feses. c. tempat tinggal bakteri koli.
B. Etiologi
Apendisitis akut terjadi karena proses radang bakteri yang disebabkan
oleh beberapa factor seperti Hyperplasia jaringan limfe, fekalith,tumor apendiks,
dan cacing askaris yang menyumbat (Hartono, 2012). Sumbatan lumen apendiks
merupakan factor yang juga mencetuskan apendisitis di samping hyperplasia
jaringan limfe,fekalith, tumor apendiks dan cacing askaris. Penyabab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasite seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat & Jong,2005).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi yaitu:
1) Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Heperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus.
3) Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4) Tergantung pada bentuk appendiks
a. Appendik terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
C. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Nyeri akan terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan local pada titik Mc.
Burney bila dilakukan tekanan. Apabila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal. Tanda rovsing dapat timbul dengan 8 melakukan
palpasi kuadran bawah kanan. Jika apendiks terlanjur ruptur, nyeri yang terasa akan
menyebar.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul tersebut:
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya. Gejala apendisitis
terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya
apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui
setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas
dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak
bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-
muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini,
sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
E. Pemeriksaan Penunjang
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan apendiktomi
adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat apendiks yang telah terinflamasi,
hal ini dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau
dengan laparoskopi (Smeltzer & Bare, 2013).
A. CASE REPORT
Classical Presentation of Acute Appendicitis in the Case of a Subhepatic
Appendix
JN is a 24-year-old female who presented to the accident & emergency department
(A&E) with a four-hour history of right lower quadrant (RLQ) abdominal pain. The pain
originated in the umbilical region, radiating diffusely across the lower abdomen and
subsequently localised to the RLQ. The pain was of sudden onset, sharp and colicky with
progressing intensity. Over the counter, oral co-codamol 500mg (a combination analgesic of
codeine phosphate and acetaminophen) was taken before presenting to A&E, which did not
alleviate the pain. The pain was exacerbated by lifting the right leg and relieved by leaning
forwards. Severity was rated eight on a scale of one to 10, with one being no pain and 10
being the most pain possible. This episode had not been preceded by previous abdominal
pain, and she denied nausea or vomiting She opened her bowels post-onset of the pain with
no changes to the consistency of the stools
and absence of blood or mucus. She denied urinary or infective symptoms. Past medical and
surgical history was nil of note. Drug history included the oral contraceptive pill with no
known
drug allergies. There was no relevant family history. The patient did not smoke, reported
alcohol consumption occasionally, and denied recreational drug use. Under observation, JN
was apyrexial with stable vital signs. The abdominal examinationrevealed a soft abdomen,
tendernesson percussion, rebound tenderness in the RIF, and a positive psoas sign. She was
not peritonitic and had a negative Rosving's sign and absent hernias. Based on the clinical
presentation of JN, the initial impression pointed towards a provisional diagnosis of acute
appendicitis, with ovarian cyst as a differential. Subsequent investigations revealed a
negative urine dip and negative pregnancy test, which deemed a gynaecological cause
unlikely. Blood results were all within normal ranges. Abdominal ultrasonography
confirmed a diagnosis of appendicitis by the presence of free fluid within the RIF and within
the 6mm appendix which was incompressible. These findings were in keeping with
appendicitis. A key point to note is that the location of the appendix was a variant of the
anatomical norm. It was visualised at the level of the right liver, indicating a subhepatically
located appendix (Figure 1). This finding revised the diagnosis to subhepatic appendicitis
[ CITATION Lon19 \l 1033 ]
Daftar Pustaka (Sumber Reference)
Longani, S. K., & Ahmed, A. (2019, october 30). Classical Presentation of Acute
Appendicitis in the case of a subhepatic Appendix. Open Acces Case Report.
3. Diagnosa Medis
Apendisitis akut (apendisitis subhepatik)
4. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Apendisitis subhepatik
2) Riwayat penyakit yang lalu
Tidak ada riwayat penyakit
3) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat penyakit
5. Riwayat keperawatan klien
1) Pola aktifitas sehati-hari (ADL)
- Pola tidur : tidak terkaji
3) Pemeriksaan fisik: kesadaran umum pasien lemah, pernapasan takipneu,
nyeri tekan area perut dengan derajad 10 , nyeri tekan pada saat di
lakukan perkusi,
4) Pemeriksaan Jantung: BJJ terdengar keras, regular
5) Pemeriksaan Abdomen
a. INSPEKSI: Bentuk abdomen : tidak terkaji
b. AUSKULTASI: tidak terkaji
c. PALPASI: Palpasi Hepar : tidak ada pembesaran hati dan hernia
d. Palpasi Lien : tidak terkaji
6) Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien ini adalah pemeriksaan laboratorium:
a. Trombosit :
b. Haemoglobin:
c. Albumin :
d. SGOT :
e. SGPT :
f. Bilirubin :
Pada pemeriksaan USG abdomen, menunjukkan adanya apendisitis
akut dengan adanya kista ovarium sebagai pembeda. Saat dilakukan
pemeriksaan USG temuan merevisi diagnosis menjadi apendisitis
subhepatik.
7) Tindakan dan terapi: terapi iv larutan elektrolit 1000ml, paracetamol 1 g,
morfin 10 mg, terapi iv metronidazole 500 mg , kemudian di pindahkan
ke ruang pre operasi.
C. Analisa Data
DATA PENYEBAB MASALAH DIAGNOSA
(Tanda mayor & KEPERAWATAN KEPERAWATAN
minor)
DS: pasien Agen Nyeri akut Nyeri akut (D.0077) b/d
mengeluh perut pencedera (D.0077) Agen pencedera fisik
terasa sakit fisik (abses,amputasi,
menjalar saat di (abses,amput terbakar , terpotong,
lakukian asi, terbakar , mengangkat berat,
penekanan padaat terpotong, prosedur operasi,
kaki di tekuk mengangkat trauma, latihan fisik
pasien mengeluh berat,
nyeri yang sangat prosedur
dalam operasi,
DO: trauma,
latihan fisik
Ds: Efek Resiko infeksi Resiko infeksi (D0142)
Do :” prosedur (D0142) b/d Efek prosedur
infasif infasif
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memoritor nyeri secara mandiri
3. Anjurkan pemberian analgesic secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesiki
2 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (1.14539)
keperawatan selama 1x24 Observasi
jam “Tingkat infeksi ” 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
(L.14137) membaik dengan sistemik
kriteria hasil: Terapeutik
1. Kebersihan tangan 1. Berikan perawatan kulit pada area edema
meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
2. Kebersihan badan pasien dan lingkungan pasien
meningkat Edukasi
3. Demam menurun 1. Jelaskan tanda-dan gejala infeksi
4. Nyeri menurun 2. Ajarkan mencuci tangan yang benar
5. Bengkak menurun 3. Anjurkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
BAB III
Patway
Obstruksi pada
lumen apendekal
oleh apendikolit Apendiksitis akut
z
Mual ,muntah,
Menghambat
kembung, diare,
aliran linfe
anoreksia
peritonitis APENDISITIS
Perubahan pola
Distensi abdomen nutrisi pasca bedah
Thrombosis vena
intra luminal
Pembedahan
laparatomi Pembengkakan
Resiko
dari iskemia
infeksi
Pasca bedah Kerusakan jaringan Nyeri akut
integument
BAB IV
DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)
Menganalisa tindakan via Youtube yang sesuai dengan intervensi yang disusun
dalam askep sebagai pemantapan DOPS
1. Pengkajian tingkat nyeri
a. Definisi
Nyeri adalah aktivitas sensorik dan emosional sebagai manifestasi dari
proses patologis pada tubuh yang kemudian memengaruhi saraf sensorik dan
merusak jaringan. Reaksi ini lantas menimbulkan rasa tidak nyaman, distres,
bahkan derita. Secara umum, nyeri terbagi menjadi nyeri ringan, nyeri
sedang, dan nyeri berat. Lebih spesifik, nyeri digolongkan berdasarkan jenis,
penyebab, komplikasi, dan derajat nyeri.
Jenis nyeri: nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, nyeri psikogenikPenyebab
nyeri: nyeri onkogolik, nyeri non-onkogolik. Komplikasi nyeri: nyeri akut,
nyeri kronik. Derajat nyeri: nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat Nyeri
dapat dirasakan di area tertentu dari tubuh, seperti perut, punggung, dan
sebagainya. Pada kondisi penyakit tertentu, seperti fibromyalgia, nyeri bisa
menjalar ke seluruh bagian tubuh. Nyeri dimediasi serabut saraf untuk
mengirimkan impuls ke otak.
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan dan melakukan kontrak waktu
- Mengkaji tingkat nyeri
b. Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang
diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara
mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat ekspresi
wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa nyeri.
Seperti pada gambar: Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan. Raut
wajah 2, sedikit nyeri. Raut wajah 3, nyeri. Raut wajah 4, nyeri lumayan
parah. Raut wajah 5, nyeri parah. Raut wajah 6, nyeri sangat parah.Skala
nyeri secara umum digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1-10.
Berikut adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka yang perlu Anda
ketahui. Skala 0, tidak nyeriSkala 1, nyeri sangat ringan. Skala 2, nyeri
ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit. Skala 3, nyeri
sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi. Skala 4, nyeri cukup
mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi). Skala 5, nyeri benar-benar
mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam waktu lama. Skala 6, nyeri
sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera penglihatanS. kala
7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas. Skala 8, nyeri
mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi perubahan
perilaku. Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan
cara apapun untuk menyembuhkan nyeri. Skala 10, nyeri berada di tahap
yang paling parah dan bisa menyebabkan Anda tak sadarkan diri.
c. Alamat web : https://www.youtube.com/watch?v=6_spuexnTV8
1. Manajemen nyeri dengan teknik napas dalam
1. Siapkan lingkungan dan
posisi yang nyaman
2. Jelaskan tujuan tindakan
yang akan dilakukan
3. Informed consent
4. Kaji nyeri
5. Instruksikan pasien
untuk tarik nafas, tahan, dan hembuskan melalui mulut
Alamat web: https://www.youtube.com/watch?v=r6x8KdPZb3c
2. Manajemen nyeri
Management nyeri non farmakologi
Alat dan bahan
- Buli-buli panas dan sarungnya
- Termos berisi air panas
- Termomerter air panas
- Handuk atau Alas
Prosedur
- Persiapan alat
- Cuci tangan
- Lakukan pemasangan telebih dahulu pada buli-buli panas dengan cara :
mengisi buli-buli dengan air panas, kencangkan penutupnya kemudian
membalik posisi buli-buli berulang-ulang, lalu kosongkan isinya. Siapkan
dan ukur air yang di inginkan (50-60ºc)
- Isi buli-buli dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah bagian dari
buli buli tesebut. Lalu keluarkan udaranya dengan cara :
- Letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat datar.
- Bagian atas buli-buli di lipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-
buli
- Kemudian penutup buli-buli di tutup dengan rapat/benar
- Periks apakah buli-buli bocor atau tidak lalu keringkn dengan lap kerja dan
masukkan ke dalam sarung buli-buli
- Bawa buli-buli tersebut ke dekat klien
- Letakkan atau pasang buli-buli pada area yang memerlukan
- Ganti buli-buli panas setelah 30 menit di pasang dengn air anas lagi, sesuai
yang di kehendaki
- Bereskan alat alat bila sudah selesai
- Cuci tangan
- Dokumentasikan: Note pada kompres dingin hanya mengganti air dingin
dan eskap es dan sarungnya
Alamat Web : https://www.youtube.com/watch?v=j1erX1qflc4
2. Perawatan Luka
- Cuci tangan
- Persiapan alat (handscoen bersih, perlak, bengkok, NaCl, Spuit 50cc, kasa
steril, set medikasi: gunting jaringan, pinset anatomis, cotton bud, penggaris,
hepavic, dressing, gunting perban)
- Perkenalkan diri
- Cek apakah sudah benar pasiennya
- Jelaskan tujuan
- Informed consent
- Posisikan pasien senyaman mungkin
- Jaga privasi pasien dengan menutup sketsel
Prinsip bersih:
- Pakai handscoen bersih
- Taruk perlak
- Buka pembalut luka
- Evaluasi keadaan luka
- Kaji nyeri
- Cleansing dengan tekanan (Spuit 50cc jarum 20G)
- Bersihkan periwound dengan sabun antiseptik
Prinsip steril:
- Cuci tangan
- Siapkan Dressing steril (primary dan secondary)
- Pakai handscoen steril, debridement (sharp)
- Primary dressing (hidrogel: membantu autolisis debridement memberikan
kelembapan, silver dressing: anti bakter, foam cavity: absorban)
- Secondary dresing (Foam + semi occlusive: menyerap eksudat)
- Rapikan alat, cuci tangan
- Dokumentasi
Alamat web: https://www.youtube.com/watch?v=e0LecJqzAzE
2. Pemberian obat IV
a. Tujuan Tindakan: Untuk mengurangi rasa nyeri dengan pemberian obat
b. Prosedur Tindakan
Alat dan bahan
• Buku catatan obat
• Kapas alkohol
• Sarung tangan
• Obat yang dibutuhkan
• Spuit 3/5cc
• Safety box
Prosedur
• Cuci tangan
• Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
• Salam terapeutik
• Identifikasi klien
• Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
• Atur klien pada posisi yang nyaman
• Pasang perlak pengalas
• Pakai sarung tangan
• Siapkan obat, jika dalam bentuk vial buka tutp viap kemudian swab karet
vial dan ambil obatnya, jika dalam bentuk ampul patahkan ampul dan
ambil obat
• Pastikan tidak ada udara dalam spuit
• Swab bolus iv
• Lakukan penusakan pada bolus yang telah swab
• Tekuk selang infus ketika memasukkan obat/ mengunci cairan infus
sebelum memasukkan obat
• Masukkan obat berlahan
• Swab kembali bolus iv
• Buang spuit pada safety box
c. Sumber Reference: https://www.youtube.com/watch?v=DcoCbZeVZKg