Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS DI RUANG OK RUMAH SAKIT


MUHAMMADIYAH MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PREOPERATIVE

OLEH :

MELLA DESYA
201920461011097

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS


DI RUANG OK
RS MUHAMMADIYAH MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
(PREOPERATIVE)

NAMA: Mella Desya


NIM: 201920461011097

Malang, 17 Desember 2020


Mahasiswa, Pembimbing,

(Mella Desya) (ZAQI UBAIDILLAH)


LEMBAR PENILAIAN
NAMA MAHASISWA : Mella Desya
NIM : 201920461011097
TGL PRAKTEK : 17 Desember 2020
MINGGU KE :2
No Kompetensi Nilai

1. PRESUS : apendisitis akut

2. DOPS: Melakukan penykajian awal terdiri dari, alasan


masuk RS, alergi, riwayat kesehatan
3. DOPS:Melakukan pemeriksaan fisik

4. DOPS:Melakukan skrining gizi

5. DOPS:Melakukan monitor keseimbangan cairan

6. DOPS:Memberikan oksigen nasal canul

7. DOPS:

8. DOPS:

9.

Malang, ______________ 2020


Mahasiswa, Pembimbing,

(Mella Desya) ( ( ZAQI UBAIDILLAH )

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................2
LEMBAR PENILAIAN...............................................................................................3
DAFTAR ISI................................................................................................................4
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN........................................................................5
A. Definisi..............................................................................................................5
B. Etiologi..............................................................................................................5
C. Epidemologi.......................................................................................................5
D. Tanda dan Gejala...............................................................................................5
E. Patofisologi........................................................................................................5
F. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................5
G. Penatalaksanaan.................................................................................................5
H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS).................................5
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI).........................................................................5
J. Luaran Keperawatan (SLKI).............................................................................5
K. Intervensi Keperawatan (SIKI)..........................................................................5
L. Daftar Pustaka....................................................................................................5
BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................6
A. CASE REPORT.................................................................................................6
B. Pengkajian (Focus Assesement)........................................................................6
C. Analisa Data......................................................................................................6
D. Diagnosa Keperawatan (SDKI).........................................................................6
E. Luaran Keperawatan (SLKI).............................................................................6
F. Luaran Keperawatan (SIKI)..............................................................................6
BAB III. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING).......7
A. Masalah Keperawatan........................................................................................7
B. Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal)................................................7
C. Daftar Pustaka (Sumber Reference)..................................................................7
BAB IV. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS).......................8
1. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
2. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
3. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
4. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
5. Judul Tindakan Keperawatan............................................................................8
BAB V. MEET THE EXPERT (MTE)......................................................................10
Daftar Pustaka.............................................................................................................11
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering, penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun [ CITATION Mar19 \l 1033 ].
Apendisitis merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
kanan bawah dari rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).
Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari
orang dewasa, kejadian kasus Appendicitis tertinggi adalah yang berusia 10
sampai 30 tahun. Penyakit appendisitis yang biasa dikenal oleh masyarakat
awam sebagai penyakit usus buntu. Appendisitis merupakan inflamasi pada usus
buntu yang mengakibatkan infeksi pada apendiks atau umbai cacing. Infeksi
tersebut ditandai dengan adanya nanah atau pus, nyeri di epigastrium, anoreksia,
mual, dan muntah bahkan pada komplikasi dapat terjadi perforasi (lengket dan
pecah).
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de
Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis
verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. (Brunner&Suddarth, 2014).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam
pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun
usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk
mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami
infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam
Gozali, 2011).
Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjang adalah 10
cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama dibelakang
sekum. Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor 6 yang paling sering
terjadi, walaupun apendiksitis dapat terjadi setiap usia (Gruendemann 2006).

a. Anatomi dan fisiologis


Beberapa struktur organ pencernaan sebagai berikut menurut
(Drs.H.Syaifuddin ,AMK;2011)
1. Mulut Mulut
(Oris) merupakan organ yang pertama kali dari saluran pencernaan yang
meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut
dengan faring ,terdiri dari :
a. Vestibulum Oris : Bagian di antara bibir dari pipi di luar ,gusi dan bibir
bagian dalam.Bagian atas bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan
membrane mukosa bibir ,pipi dan gusi.
b. Kavitas oris propia : Bagian di antara arkus alveolaris ,gusi ,dan
gigi,memiliki atap yang dibentuk oleh palantum durum (palatum keras )
bagian depan palantum mole (palantum lunak ) bagian belakang.
2. Gigi
Anatomi gigi
Gigi dan geraham terletak dalam alveolus dentalis dari tulang maksiladan
mandubula .Gigi mempunyai satu akar sedangkan geraham mempunyai 2-3
akar.Akar gigi ditutupi oleh semen yang merupakan bagian tebesar dari gigi
yang dilapisi oleh email.
Fisiologi gigi
Menguyah makanan ,pemecahan partikel besar menjadi partikel kecil
yang dapat ditelan tampa menimbulkan tersedak.proses ini merupakan proses
mekanik pertama yang dialami makanan pada waktu lincinkan ,dan
membasahi makanan yang kering dengan saliva serta mengaduk makanan
sampai rata.

3. Lidah
Anatomi lidah
lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serat lintang
kasa dilengkapi dengang mukosa.
Fisiologi lidah
Lidah berperan dalam proses mekanisme pencernaan di mulut dengan
mengerakan makanan ke segala arah.
a. Pangkal lidah : Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup jalan
pernafasab pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk ke jala
pernafasan.
b. panggal lidah : Fungsinya untuk mentukan rasa manis, pahit, asam dan
asin.
c. ujung lidah : Membatu membolakbalikan makanan, proses berbicara,
merasakan makan yang dimakan, dan membantu proses menelan.

4. Farin
Anatomi faring
Faring terbentang lurus antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis
VI, kebawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring terbentuk dari jaringan
yang kuat (jaringan otot melingkar). Fisiologi faring merupakan orgzn yang
menghubungkan rongga mulut kerongkongan panjangya (kira –kira 12 cm).

5. Esofagus
Anatomi esophagus
Esofagus (kerongkongan ) merupakan saluran pencernaan setelah mulut
dan faring. Panjangya kira –kira 25 cm, Posisi vertikel dimulai dari bagian
tengah leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada di belakang
trakea. Fisiologi esophagus Esophagus merupakan struktur organ pencernaan
setelah mulut yang memiliki fungsi.
6. Lambung
Anatomi lambung
Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara
esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen dibagian diagfragma bagian
depan pancreas dan limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat
mengembang karena adanya gerakan peristaltic terutama di daerah epigaster.
Fisiologi lambung
a. Fungsi penampungan makanan yang masuk melalui esophagus,
menghancurkan makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan
peristaltic lambung dan getah lambung
b. Fungsi bakterisid : Oleh asam lambung c. Membantu proses pembentukan
eritosit: lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor
ekstrinsik dari makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang
berguna untuk pertukaran eritrosit yang disempan dalam hati.

7. Usus Halus
Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakir pada sekum.Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan
saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat proses pencernaan dan absorsip
pencernaan. bentuk dan susunanya berupaka lipatan melingkar,Makanan dalam
intestinum minor dapat masuk karena adanya gerakan yang memberikan permukaan
yang lebih halus.
Fisiologi usus halus
Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat pentig dari saluran
pencernaan karena disini terjadinya proses pencernaan yang terbesar dan
penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh absorpsi, fungsi usus halus :
a. menyekresikan cairan usus :untuk menyempurnakan pengolahan zat makanan di
usus halus.
b. menerima cairan empedu dan pangreas melalui duktus kholedukus dan duktus
pankreatikus.
c. mencerna makanan: Getah usus dan pangkreas mengandung enzim pengubah
protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi asam
lemak gliserol.
d. Mengabsobsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat dalam bentuk monoksida. Makanan tersebut dikumpulkan dalam
vena-vena halus lalu dikumpulkan dalam vena besar bermuara ke dalam vena
porta langsung.

8. Usus Besar
Usus besar merupakan saluran pencernaan merupakan usus berpenampang luas
atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5 -1,7 meter dan penampangan 5-
5 cm. Lanjutan usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik mengililinggi usus
halus terbentang dari valvula ilosekalis sampai ke anus. Fisiologi usus besar
a. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa yang
lembek yang disebut feses.
b. menyimpan bahan feses. c. tempat tinggal bakteri koli.

9. Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa latin:caecus ,”buta”) dalam isitilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptile.
10. Umbai Caciang (Appendiks)
Appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini
disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Appendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan bentuk nanah dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
11. Rectum atau anus
Sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar dan berakir di anus. Organ
ini berfungsi sebagai penyimpanan sementara fases. Biasanya rectum ini kosong
karena tinja disimpan ditempat yang lebih tinggi yaitu pada kolon sehingga pada
kolon penuh maka dari itu terjadinya BAB. Anus merupakan lubang diujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh dan sebagian lainnya dari usus (Syaifudin, 2011).
12. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kirakira 10 cm (4
inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,medial dan posterior.
Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah
garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat.
Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya.
Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
apendisitis bermula disekitar umbilikus. Fisiologi Apendiks Apendiks menghasilkan
lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung
amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadapinfeksi ( Sjamsuhidayat,
2005.

B. Etiologi
Apendisitis akut terjadi karena proses radang bakteri yang disebabkan
oleh beberapa factor seperti Hyperplasia jaringan limfe, fekalith,tumor apendiks,
dan cacing askaris yang menyumbat (Hartono, 2012). Sumbatan lumen apendiks
merupakan factor yang juga mencetuskan apendisitis di samping hyperplasia
jaringan limfe,fekalith, tumor apendiks dan cacing askaris. Penyabab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasite seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat & Jong,2005).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi yaitu:
1) Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Heperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus.
3) Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4) Tergantung pada bentuk appendiks
a. Appendik terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks

C. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Nyeri akan terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan local pada titik Mc.
Burney bila dilakukan tekanan. Apabila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal. Tanda rovsing dapat timbul dengan 8 melakukan
palpasi kuadran bawah kanan. Jika apendiks terlanjur ruptur, nyeri yang terasa akan
menyebar.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul tersebut:

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung


oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari
dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis Bila apendiks terletak di dekat atau
menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum,
sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang (diare).

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya. Gejala apendisitis
terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya
apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui
setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas
dan tidak khas.

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak
bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-
muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini,
sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang


gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil
dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan
muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini.
Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral,
sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal
kanan.
D. Patofisologi
Hingga saat ini etiologi dari apendisitis akut masih belum jelas diketahui
dengan pasti. Selama ini dipercaya bahwa obstruksi lumen apendiks merupakan
penyebab tersering, diikuti oleh infeksi bakteri sekunder pada dinding apendiks.
Fekalit, hiperplasi limfoid, benda asing, parasit dan tumor merupakan penyebab
obstruksi pada apendisitis akut (Prystowsky, 2005).
Dasar teori ini adalah obstruksi menyebabkan inflamasi, meningkatkan
tekanan intralumen dan pada akhirnya terjadi iskemia. Apendiks mempunyai
lumen yang relatif lebih kecil apabila dihubungkan dengan panjangnya.
Konfigurasi ini merupakan predisposisi terbentuknya obstruksi “closed-loop” dan
berlanjut menjadi inflamasi. Obstruksi lumen yang terjadi pada bagian proksimal
membuat tekanan intralumen di distal dari obstruksi meningkat. Kapasitas lumen
apendiks hanya 1 ml, dimana peningkatan volume intralumen sebesar 0,5 ml
dapat meningkatkan tekanan intralumen sebesar 50-65 mmHg. Sekali tekanan
intralumen melebihi 85 mmHg, terjadilah trombosis pada vena yang
menyebabkan kongesti pembuluh darah, drainase limfatik terganggu dan
apendiks membengkak. Pada saat pembuluh darah kongesti, mukosa apendiks
menjadi hipoksik dan terjadi ulserasi. Hal ini menimbulkan kerusakan pada
barrier12 mukosa menyebabkan invasi bakteri intralumen ke dinding apendiks.
Kebanyakan bakteri yang teridentifikasi merupakan bakteri gram negatif, yaitu
Escherichia coli (70%), Bacteroides fragilis (70%), Enterococcus (30%) dan
Pseudomonas (20%).
Secara umum, lebih dari 10 jenis bakteri dapat ditemukan. Perbandingan
bakteri anaerobik dan aerobik adalah 3:1. Pada tahap awal apendisitis
akut,kerusakan mukosa yang terjadi oleh karena infeksi dan inflamasi merupakan
karakteristik yang ditemukan pada pemeriksaan patologi. Proses inflamasi dapat
berlanjut pada serosa apendiks, melibatkan peritoneum parietalis sehingga
menyebabkan nyeri yang spesifik pada perut kanan bawah. Jika proses ini
terlampaui, tekanan intralumen meningkat merangsang terjadinya infark vena,
nekrosis “full-thickness” dan akhirnya perforasi. Perforasi dapat berlanjut
menjadi peritonitis atau berkembang membentuk abses. Waktu untuk terjadinya
gangrene dan perforasi bervariasi. Waktu terjadinya nyeri abdomen pada
apendiks gangrenosa adalah 46,2 jam dan pada perforasi adalah 70,9 jam
(Prystowsky, 2005; Petroianu, 2012)

E. Pemeriksaan Penunjang
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan apendiktomi
adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat apendiks yang telah terinflamasi,
hal ini dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau
dengan laparoskopi (Smeltzer & Bare, 2013).

European Association of Endoscopic Surgery (EAES) mengeluarkan rekomendasi


untuk pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis apendisitis sebagai
berikut:
 Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan yang dapat diandalkan untuk
menegakkan diagnosis apendisitis namun tidak untuk mematahkan kemungkinan
diagnosis tersebut
 Pemeriksaan CT scan dengan IV kontras lebih superior dari ultrasonografi dalam
menegakkan diagnosis apendisitis
 Pemeriksaan MRI memiliki tingkat akurasi yang mirip dengan pemeriksaan CT
 EAES merekomendasikan pemeriksaan ultrasonografi sebagai lini pertama
pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan konfirmasi kasus apendisitis walaupun
pemeriksaan ultrasonografi memiliki diagnostic value yang lebih rendah (jika
dibandingkan dengan CT atau MRI)
 Jika setelah pemeriksaan ultrasonografi diagnosis belum dapat ditegakkan atau
dipatahkan, maka pemeriksaan CT atau MRI sebaiknya dilakukan
 Pada pasien dengan obesitas, pemeriksaan CT atau MRI memiliki tingkat akurasi
yang lebih tinggi dari pemeriksaan ultrasound sehingga pemeriksaan CT atau MRI
direkomendasikan jika diagnosis apendisitis masih diragukan
 Pada pasien ibu hamil, pemeriksaan yang direkomendasikan adalah MRI

Pada pasien pediatri, pemeriksaan yang direkomendasikan adalah MRI Berdasarkan


rekomendasi tersebut, pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menentukan
diagnosis apendisitis adalah USG, CT scan, dan MRI. Pemeriksaan laboratorium dan
urine juga dapat bermanfaat untuk diagnosis apendisitis. Kelebihan utama dari
pemeriksaan-pemeriksaan ini dibandingkan dengan appendicogram adalah bermanfaat
juga untuk diagnosis banding keluhan pasien.
F. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Lakukan observasi TTV klien .
b. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
c. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi
G. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS)
1. Indetitas klien
Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status,
agama, perkerjaan, pendidikan, alamat ,penanggung jawaban juga
terdiri dari nama,umur penanggung jawab ,hub.keluarga, dan
perkerjaan.
2. Alasan masuk
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit
perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB
yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami diare
dan juga konstipasi.
3. Riwayat kehehatan
a. sekarang Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada
saat post op operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan,
juga bisanya tersa letih dan tidak bisa beraktivitas atau
imobilisasisendiri.
b. Riwayat kesehatan dahulu Biasanya klien memiliki kebiasaan
memakan makanan rendah serat, juga bisa memakan yang
pedas-pedas.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti
hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma.
d. Pemeriksaan Fisik
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5
M:6. Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena
tubuh klien merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah
biasanya tinggi, nadi takikardi dan pernafasan biasanya sesak
ketika klien merasakan nyeri.
e. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau
penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang
mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien tidak
bisa tidur menahan sakit.
f. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah
pada klien yang menderita apedisitis.
g. Thorak
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau
gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya
biasanya sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi
bunyinya vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada
masalah bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi,
Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga
disebabkan osilasi 4
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti
hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma.
h. Pemeriksaan Fisik
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5
M:6. Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena
tubuh
klien merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya
tinggi, nadi takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika
klien
merasakan nyeri.
i. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau
penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang
mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien tidak
bisa tidur menahan sakit.
j. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah
pada
klien yang menderita apedisitis.
k. Thorak
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau
gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya
biasanya
sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi bunyinya
vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah
bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi, Bunyi
jantung
klien regular (lup dup), suara jantung ketiga disebabkan osilasi
darah antara orta dan vestikular. Suara jantung terakir
tubelensi injeksi darah. Suara jantung ketiga dan ke empat
disebab kan oleh pengisian vestrikuler, setelah fase
isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada kalau ada suara
tambahan seperti murmur (suara gemuruh, berdesir) (Lehrel
1994).
l. Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan
bawah atau pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan inspeksi.
Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik. Kembung
sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi. Benjolan
perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau abses
periapedikular. Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan
bawah akan didapatkan peninggkatan respons nyeri. Nyeri
pada palpasi
terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas.
Kontraksi otot menunjukan adanya rangsangan periotenium
parietale. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasaka nyeri
diperut kanan bawah yang disebut tanda rofsing. Pada
apendisitis
restroksekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menemukan adanya rasa nyeri. (Sjamsuhidayat 2005)
BAB II.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. CASE REPORT
Classical Presentation of Acute Appendicitis in the Case of a Subhepatic
Appendix
JN is a 24-year-old female who presented to the accident & emergency department
(A&E) with a four-hour history of right lower quadrant (RLQ) abdominal pain. The pain
originated in the umbilical region, radiating diffusely across the lower abdomen and
subsequently localised to the RLQ. The pain was of sudden onset, sharp and colicky with
progressing intensity. Over the counter, oral co-codamol 500mg (a combination analgesic of
codeine phosphate and acetaminophen) was taken before presenting to A&E, which did not
alleviate the pain. The pain was exacerbated by lifting the right leg and relieved by leaning
forwards. Severity was rated eight on a scale of one to 10, with one being no pain and 10
being the most pain possible. This episode had not been preceded by previous abdominal
pain, and she denied nausea or vomiting She opened her bowels post-onset of the pain with
no changes to the consistency of the stools
and absence of blood or mucus. She denied urinary or infective symptoms. Past medical and
surgical history was nil of note. Drug history included the oral contraceptive pill with no
known
drug allergies. There was no relevant family history. The patient did not smoke, reported
alcohol consumption occasionally, and denied recreational drug use. Under observation, JN
was apyrexial with stable vital signs. The abdominal examinationrevealed a soft abdomen,
tendernesson percussion, rebound tenderness in the RIF, and a positive psoas sign. She was
not peritonitic and had a negative Rosving's sign and absent hernias. Based on the clinical
presentation of JN, the initial impression pointed towards a provisional diagnosis of acute
appendicitis, with ovarian cyst as a differential. Subsequent investigations revealed a
negative urine dip and negative pregnancy test, which deemed a gynaecological cause
unlikely. Blood results were all within normal ranges. Abdominal ultrasonography
confirmed a diagnosis of appendicitis by the presence of free fluid within the RIF and within
the 6mm appendix which was incompressible. These findings were in keeping with
appendicitis. A key point to note is that the location of the appendix was a variant of the
anatomical norm. It was visualised at the level of the right liver, indicating a subhepatically
located appendix (Figure 1). This finding revised the diagnosis to subhepatic appendicitis
[ CITATION Lon19 \l 1033 ]
Daftar Pustaka (Sumber Reference)
Longani, S. K., & Ahmed, A. (2019, october 30). Classical Presentation of Acute
Appendicitis in the case of a subhepatic Appendix. Open Acces Case Report.

B. Pengkajian (Focus Assesement)


1. Identitas
Identitas pasien, meliputi:
Nama: Ny. JN
Jenis kelamin: Perempuan
Usia: 24 Tahun
2. Keluhan Utama
1) Keluhan Utama saat masuk rumah sakit :
Datang ke IGD dengan riwayat nyeri bagian perut kuadran kanan bawah
(RLQ)
2) Keluhan utama saat pengkajian :
Nyeri muncul tiba-tiba ,terasa tertusuk-tusuk dan semakin terasa nyerinya
apabila kaki kanan di angkat atau di tekuk, nyeri saat pengkajiann derajat
10 saat membungkuk nyeri berkurang,

3. Diagnosa Medis
Apendisitis akut (apendisitis subhepatik)
4. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Apendisitis subhepatik
2) Riwayat penyakit yang lalu
Tidak ada riwayat penyakit
3) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat penyakit
5. Riwayat keperawatan klien
1) Pola aktifitas sehati-hari (ADL)
- Pola tidur : tidak terkaji
3) Pemeriksaan fisik: kesadaran umum pasien lemah, pernapasan takipneu,
nyeri tekan area perut dengan derajad 10 , nyeri tekan pada saat di
lakukan perkusi,
4) Pemeriksaan Jantung: BJJ terdengar keras, regular
5) Pemeriksaan Abdomen
a. INSPEKSI: Bentuk abdomen : tidak terkaji
b. AUSKULTASI: tidak terkaji
c. PALPASI: Palpasi Hepar : tidak ada pembesaran hati dan hernia
d. Palpasi Lien : tidak terkaji
6) Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien ini adalah pemeriksaan laboratorium:
a. Trombosit :
b. Haemoglobin:
c. Albumin :
d. SGOT :
e. SGPT :
f. Bilirubin :
Pada pemeriksaan USG abdomen, menunjukkan adanya apendisitis
akut dengan adanya kista ovarium sebagai pembeda. Saat dilakukan
pemeriksaan USG temuan merevisi diagnosis menjadi apendisitis
subhepatik.
7) Tindakan dan terapi: terapi iv larutan elektrolit 1000ml, paracetamol 1 g,
morfin 10 mg, terapi iv metronidazole 500 mg , kemudian di pindahkan
ke ruang pre operasi.
C. Analisa Data
DATA PENYEBAB MASALAH DIAGNOSA
(Tanda mayor & KEPERAWATAN KEPERAWATAN
minor)
DS: pasien Agen Nyeri akut Nyeri akut (D.0077) b/d
mengeluh perut pencedera (D.0077) Agen pencedera fisik
terasa sakit fisik (abses,amputasi,
menjalar saat di (abses,amput terbakar , terpotong,
lakukian asi, terbakar , mengangkat berat,
penekanan padaat terpotong, prosedur operasi,
kaki di tekuk mengangkat trauma, latihan fisik
pasien mengeluh berat,
nyeri yang sangat prosedur
dalam operasi,
DO: trauma,
latihan fisik
Ds: Efek Resiko infeksi Resiko infeksi (D0142)
Do :” prosedur (D0142) b/d Efek prosedur
infasif infasif

D. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Nyeri akut (D.0077) b/d Agen pencedera fisik (abses,amputasi, terbakar ,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
2. Resiko infeksi (D0142) b/d Efek prosedur infasif

E. Luaran Keperawatan (SLKI), Intervensi Keperawatan (SIKI)


N SLKI SIKI
O
.
1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri 1.08238
keperawatan selama 1x24 Observasi
jam “tingkat nyeri ” 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,
(L.08066) menurun dengan frekuensi,intensitas nyeri.
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis menurun 4. Monitor efek samping analgesik
3. Sikap protektif menurun Terapeutik
4. Gelisah 1. berikan teknik nonfarmakologis untuk
5. Pola tidur membaik mengurangi rasa nyeri (kompres hangat / dingin)
2. kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
3. fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memoritor nyeri secara mandiri
3. Anjurkan pemberian analgesic secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesiki
2 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (1.14539)
keperawatan selama 1x24 Observasi
jam “Tingkat infeksi ” 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
(L.14137) membaik dengan sistemik
kriteria hasil: Terapeutik
1. Kebersihan tangan 1. Berikan perawatan kulit pada area edema
meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
2. Kebersihan badan pasien dan lingkungan pasien
meningkat Edukasi
3. Demam menurun 1. Jelaskan tanda-dan gejala infeksi
4. Nyeri menurun 2. Ajarkan mencuci tangan yang benar
5. Bengkak menurun 3. Anjurkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
BAB III

Patway

Obstruksi pada
lumen apendekal
oleh apendikolit Apendiksitis akut
z

Peningkatan tekanan Gangguan


intraluminal dan gastrointestinal
peningkatan perkembangan
bakteri

Mual ,muntah,
Menghambat
kembung, diare,
aliran linfe
anoreksia

Ulserasi dan infeksi bakteri


pada dinding appendik Asupan nutrisi
Keperitonium
tidak adekuat

peritonitis APENDISITIS

Perubahan pola
Distensi abdomen nutrisi pasca bedah
Thrombosis vena
intra luminal

Pembedahan
laparatomi Pembengkakan
Resiko
dari iskemia
infeksi
Pasca bedah Kerusakan jaringan Nyeri akut
integument

BAB IV
DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)

Menganalisa tindakan via Youtube yang sesuai dengan intervensi yang disusun
dalam askep sebagai pemantapan DOPS
1. Pengkajian tingkat nyeri
a. Definisi
Nyeri adalah aktivitas sensorik dan emosional sebagai manifestasi dari
proses patologis pada tubuh yang kemudian memengaruhi saraf sensorik dan
merusak jaringan. Reaksi ini lantas menimbulkan rasa tidak nyaman, distres,
bahkan derita. Secara umum, nyeri terbagi menjadi nyeri ringan, nyeri
sedang, dan nyeri berat. Lebih spesifik, nyeri digolongkan berdasarkan jenis,
penyebab, komplikasi, dan derajat nyeri.
Jenis nyeri: nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, nyeri psikogenikPenyebab
nyeri: nyeri onkogolik, nyeri non-onkogolik. Komplikasi nyeri: nyeri akut,
nyeri kronik. Derajat nyeri: nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat Nyeri
dapat dirasakan di area tertentu dari tubuh, seperti perut, punggung, dan
sebagainya. Pada kondisi penyakit tertentu, seperti fibromyalgia, nyeri bisa
menjalar ke seluruh bagian tubuh. Nyeri dimediasi serabut saraf untuk
mengirimkan impuls ke otak.
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan dan melakukan kontrak waktu
- Mengkaji tingkat nyeri
b. Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang
diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara
mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat ekspresi
wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa nyeri.
Seperti pada gambar: Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan. Raut
wajah 2, sedikit nyeri. Raut wajah 3, nyeri. Raut wajah 4, nyeri lumayan
parah. Raut wajah 5, nyeri parah. Raut wajah 6, nyeri sangat parah.Skala
nyeri secara umum digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1-10.
Berikut adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka yang perlu Anda
ketahui. Skala 0, tidak nyeriSkala 1, nyeri sangat ringan. Skala 2, nyeri
ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit. Skala 3, nyeri
sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi. Skala 4, nyeri cukup
mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi). Skala 5, nyeri benar-benar
mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam waktu lama. Skala 6, nyeri
sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera penglihatanS. kala
7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas. Skala 8, nyeri
mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi perubahan
perilaku. Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan
cara apapun untuk menyembuhkan nyeri. Skala 10, nyeri berada di tahap
yang paling parah dan bisa menyebabkan Anda tak sadarkan diri.
c. Alamat web : https://www.youtube.com/watch?v=6_spuexnTV8
1. Manajemen nyeri dengan teknik napas dalam
1. Siapkan lingkungan dan
posisi yang nyaman
2. Jelaskan tujuan tindakan
yang akan dilakukan
3. Informed consent
4. Kaji nyeri
5. Instruksikan pasien
untuk tarik nafas, tahan, dan hembuskan melalui mulut
 Alamat web: https://www.youtube.com/watch?v=r6x8KdPZb3c
2. Manajemen nyeri
 Management nyeri non farmakologi
Alat dan bahan
- Buli-buli panas dan sarungnya
- Termos berisi air panas
- Termomerter air panas
- Handuk atau Alas
Prosedur
- Persiapan alat
- Cuci tangan
- Lakukan pemasangan telebih dahulu pada buli-buli panas dengan cara :
mengisi buli-buli dengan air panas, kencangkan penutupnya kemudian
membalik posisi buli-buli berulang-ulang, lalu kosongkan isinya. Siapkan
dan ukur air yang di inginkan (50-60ºc)
- Isi buli-buli dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah bagian dari
buli buli tesebut. Lalu keluarkan udaranya dengan cara :
- Letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat datar.
- Bagian atas buli-buli di lipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-
buli
- Kemudian penutup  buli-buli di tutup dengan rapat/benar
- Periks apakah buli-buli bocor atau tidak lalu keringkn dengan lap kerja dan
masukkan ke dalam sarung buli-buli
- Bawa buli-buli tersebut ke dekat klien
- Letakkan atau pasang buli-buli pada area yang memerlukan
- Ganti buli-buli panas setelah 30 menit di pasang dengn air anas lagi, sesuai
yang di kehendaki
- Bereskan alat alat bila sudah selesai
- Cuci tangan
- Dokumentasikan: Note pada kompres dingin hanya mengganti air dingin
dan eskap es dan sarungnya
 Alamat Web : https://www.youtube.com/watch?v=j1erX1qflc4
2. Perawatan Luka
- Cuci tangan
- Persiapan alat (handscoen bersih, perlak, bengkok, NaCl, Spuit 50cc, kasa
steril, set medikasi: gunting jaringan, pinset anatomis, cotton bud, penggaris,
hepavic, dressing, gunting perban)
- Perkenalkan diri
- Cek apakah sudah benar pasiennya
- Jelaskan tujuan
- Informed consent
- Posisikan pasien senyaman mungkin
- Jaga privasi pasien dengan menutup sketsel
Prinsip bersih:
- Pakai handscoen bersih
- Taruk perlak
- Buka pembalut luka
- Evaluasi keadaan luka
- Kaji nyeri
- Cleansing dengan tekanan (Spuit 50cc jarum 20G)
- Bersihkan periwound dengan sabun antiseptik
Prinsip steril:
- Cuci tangan
- Siapkan Dressing steril (primary dan secondary)
- Pakai handscoen steril, debridement (sharp)
- Primary dressing (hidrogel: membantu autolisis debridement memberikan
kelembapan, silver dressing: anti bakter, foam cavity: absorban)
- Secondary dresing (Foam + semi occlusive: menyerap eksudat)
- Rapikan alat, cuci tangan
- Dokumentasi
 Alamat web: https://www.youtube.com/watch?v=e0LecJqzAzE
2. Pemberian obat IV
a. Tujuan Tindakan: Untuk mengurangi rasa nyeri dengan pemberian obat
b. Prosedur Tindakan
Alat dan bahan
• Buku catatan obat
• Kapas alkohol
• Sarung tangan
• Obat yang dibutuhkan
• Spuit 3/5cc
• Safety box
Prosedur
• Cuci tangan
• Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
• Salam terapeutik
• Identifikasi klien
• Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
• Atur klien pada posisi yang nyaman
• Pasang perlak pengalas
• Pakai sarung tangan
• Siapkan obat, jika dalam bentuk vial buka tutp viap kemudian swab karet
vial dan ambil obatnya, jika dalam bentuk ampul patahkan ampul dan
ambil obat
• Pastikan tidak ada udara dalam spuit
• Swab bolus iv
• Lakukan penusakan pada bolus yang telah swab
• Tekuk selang infus ketika memasukkan obat/ mengunci cairan infus
sebelum memasukkan obat
• Masukkan obat berlahan
• Swab kembali bolus iv
• Buang spuit pada safety box
c. Sumber Reference: https://www.youtube.com/watch?v=DcoCbZeVZKg

Anda mungkin juga menyukai