Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH (HDR)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Keperawatan Jiwa

Oleh :
MELLA DESYA
NIM. 201920461011097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH (HDR)

1. Pengertian
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 2002 ). Harga diri rendah
adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif,
dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.(Stuart dan Sundeen,
2005). Harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang terhadap diri dan
kemampuan yang diekspresikan secara langsung dan tidak langsung
(Bawlis,2002).

2. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi


diri positif rendah kronis identitas

2.1 Aktualisasi diri


Pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman yang sukses.
2.2 Konsep diri positif.
Klien mempunyai pengalaman yang dalam perwujudan dirinya dapat
mengidentifikasikan kemampuan dan kelemahan secara jujur dalam menilai
masalah sesuai norma-norma social dan kebudayaan suatu tempat.
2.3 Harga diri rendah
Transisi antara respon adaptif dan maladaptive sehingga individu cenderung
berpikir kearah negatif.
2.4 Keracunan identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masak anak-
anak ke dalam kematangan psikologis dan kepribadian pada masa dewasa
yang harmonis.
2.5 Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realistic dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain sehingga mereka tidak mengenal dirinya sendiri.

3. Faktor Predisposisi
3.1 Faktor yang mempengaruhi harga diri
Harga diri adalah sifat yang diwariskan secara genetik. Pengaruh lingkungan
sangat penting dalam pengembangan harga diri. Faktor-faktor predisposisi
dari pengalaman masa anak-anak merupakan faktor kontribusi pada
gangguan atau masalah konsep diri. Anak sangat peka terhadap perlakuan
dan respon orang tua. Penolakan orang tua menyebabkan anak memilki
ketidakpastian tentang dirinya dan hubungan dengan manusia lain. Anak
merasa tidak dicintai dan menjadi gagal mencintai dirinya dan orang lain.

Saat ia tumbuh lebih dewasa, anak tidak didorong untuk menjadi mandiri,
berpikir untuk dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas kebutuhan
sendiri. Kontrol berlebihan dan rasa memiliki yang berlebihan yang
dilakukan oleh orang tua dapat menciptakan rasa tidak penting dan
kurangnya harga diri pada anak. Orangtua membuat anak-anak menjadi tidak
masuk akal, mengkritik keras, dan hukuman.

Tindakan orang tua yang berlebihan tersebut dapat menyebabkan frustasi


awal, kalah, dan rasa yang merusak dari ketidak mampuan dan rendah diri.
Faktor lain dalam menciptakan perasaan seperti itu mungkin putus asa,
rendah diri, atau peniruan yang sangat jelas terlihat dari saudara atau
orangtua. Kegagalan dapat menghancurkan harga diri, dalam hal ini dia
gagal dalam dirinya sendiri, tidak menghasilkan rasa tidak berdaya,
kegagalan yang mendalam sebagai bukti pribadi yang tidak kompeten.

Ideal diri tidak realistik merupakan salah satu penyebab rendahnya harga
diri.Individu yang tidak mengerti maksud dan tujuan dalam hidup gagal
untuk menerima tanggung jawab diri sendiri dan gagal untuk
mengembangkan potensi yang dimilki. Dia menolak dirinya bebas
berekspresi, termasuk kebenaran untuk kesalahan dan kegagalan, menjadi
tidak sabaran, keras, dan menuntut diri. Dia mengatur standar yang tidak
dapat ditemukan. Kesadaran dan pengamatan diri berpaling kepada
penghinaan diri dan kekalahan diri. Hasil ini lebih lanjut dalam hilangnya
kepercayaan diri.
3.2 Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah diterima oleh
masyarakat, misalnya wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri ,
kurang objektif, dan kurang rasional dibandingkan pria. Pria dianggap
kurang sensitive, kurang hangat, kurang ekpresif dibanding wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak seperti lazimnya
maka akan menimbulkan konflik didalam diri mapun hubungan sosial.
Misalnya wanita yang secara tradisional harus tinggal dirumah saja, jika ia
mulai keluar rumah untuk mulai sekolah atau bekerja akan menimbulkan
masalah. Konflik peran dan peran yang tidak sesuai muncul dari faktor
biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria.
3.3 Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Intervensi orangtua terus-menerus dapat mengganggu pilihan remaja. Orang
tua yang selalu curiga pada anak menyebakan kurang percaya diri pada anak.
Anak akan ragu apakah yang dia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan
keinginan orang tua maka timbul rasa bersalah. Ini juga dapat merendahkan
pendapat anak dan mengarah pada keraguan, impulsif, dan bertindak keluar
dalam upaya untuk mencapai beberapa identitas. Teman sebayanya
merupkan faktor lain yang mempengaruhi identitas. Remaja ingin diterima,
dibutuhkan, diingikan, dan dimilki oleh kelompoknya.

4. Faktor presipitasi
4.1 Trauma
Masalah khusus tentang konsep diri disebabakan oleh setiap situasi dimana
individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi dapat mempengaruhi konsep
diri dan komponennya. Situasi dan stressor yang dapat mempengaruhi
gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi
penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan
prosedur tindakan dan pengobatan.
4.2 Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran.
Transisi perkembangan
Transisi perkembangan adalah perubahan normatif berhubungan dengan
pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada
identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilakukan inidividu dengan
menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat
merupakan stressor bagi konsep diri.
Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan. Transisi situasi merupakan
bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu
melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti, misalnya status sendiri
menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Transisi sehat sakit
Transisi sehat sakit berkembang berubah dari tahap sehat ke tahap sakit.
Beberapa stressor pada tubuh dapat menyebabakan gangguan gambaran diri
dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi
semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, peran ,dan harga diri.
Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor psikologis, sossiologis,
atau fisiologis, namun yang lebih penting adalah persepsi klien terhadap
ancaman.

5. Tanda dan Gejala


Menurut L. J Carpenito dan Keliat , perilaku yang berhubungan dengan harga
diri rendah antara lain :
Data Subjektif:
 Mengkritik diri sendiri atau orang lain
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Perasaan lemah dan takut
 Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
 Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
 Hidup yang berpolarisasi
 Ketidakmampuan menentukan tujuan
 Mengungkapkan kegagalan pribadi
 Merasionalisasi penolakan
Data Objektif:
 Produktivitas menurun
 Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain
 Penyalahgunaan zat
 Menarik diri dari hubungan social
 Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
 Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
 Tampak mudah tersinggung /mudah marah.

Pohon Masalah
Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri

Koping individu tidak efektif
6. Proses Keperawatan
6.1 Pengkajian
Data Subjektif:
 Mengkritik diri sendiri atau orang lain
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Perasaan lemah dan takut
 Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
 Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
 Hidup yang berpolarisasi
 Ketidakmampuan menentukan tujuan
 Mengungkapkan kegagalan pribadi
 Merasionalisasi penolakan
Data Objektif:
 Produktivitas menurun
 Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain
 Penyalahgunaan zat
 Menarik diri dari hubungan social
 Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
 Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
 Tampak mudah tersinggung /mudah marah.

6.2 Diagnosis Keperawatan


 Harga Diri Rendah
 Koping Tidak efektif

6.3 Rencana Tindakan Keperawatan


6.3.1 Harga diri rendah
 Tujuan umum: Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga
diri rendah/ klien akan meningkat harga dirinya.
 Tujuan khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Klien dapat menilai kemampuan kedua yang dimiliki dan
membuat jadwal

Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan).
b) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien.
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

6.3.2 Koping individu tidak efektif


 Tujuan Umum: Koping klien efektif
 Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
2) Klien mampu mengungkapkan masalah secara baik
Tindakan:
a) Identifikasi koping yang selama ini di gunakan
b) Membantu menilai koping yang biasa di gunakan
c) Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis
d) Melatih koping : berbincang (meminta, menolak, dan
mengungkapkan/ membicarakan masalah secara baik)
e) Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
3) Klien mampu beraktivitas sesuai dengan jadwal kegiatan
a) Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
b) Melatih koping: beraktivitas.
c) Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
4) Klien mampu berlatih olahraga
5) Klien mampu melakukan relaksasi
Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama pasien di rawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
7. Strategi Pelaksanaan Tindakan
SP Pasien SP Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mendiskusikan kemampuan dan aspek 1. Mendiskusikan masalah yang di
positif yang dimiliki pasien rasakan keluarga dalam merawat
2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien
yang masih dapat digunakan 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala,
3. Membantu pasien memilih/menetapkan proses terjadinya HDR yang di alami
kemampuan yang akan dilatih pasien
4. Melatih kemampuan yang sudah dipilih 3. Menjelaskan cara
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap merawat pasien dengan HDR
keberhasilan pasien 4. Latih keluarga memberi tanggung
6. Menyusun jadwal jawab kegiatan pertama yang dipilih
7. pelaksanaan kemampuan yang telah klien: bimbing dan beri pujian.
dilatih dalam rencana harian 5. Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal harian yang dibuat
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP 1 1. Melatih keluarga mempraktekkan
pasien cara merawat pasien dengan masalah
2. Melatih kemampuan kedua yang dipilih HDR
klien 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam merawat pasien dengan masalah HDR
kegiatan harian langsung pada pasien
3. Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberi pujian.
Sp 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan kegiatan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
1 dan kegiatan 2 pasien membimbing klien dalam kegiatan
2. Melatih kemampuan ketiga yang dipilih pertama dan kedua yang dipilih dan
klien dilatih klien, berikan pujian.
3. Menganjurkan pasien memasukan 2. Bersama keluarga melatih klien dalam
dalam kegiatan harian: dua kegiatan melakukan kegiatan ketiga yang
masing-masing dua kali per hari dipilih klien.
3. Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberi pujian.
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
membimbing klien dalam kegiatan membimbing klien dalam kegiatan
pertama, kedua, dan ketiga yang dipilih pertama, kedua dan ketiga yang
dan dilatih klien, berikan pujian. dipilih dan dilatih klien, berikan
2. Bersama keluarga melatih klien dalam pujian.
melakukan kegiatan keempat yang dipilih 2. Bersama keluarga melatih klien dalam
klien. melakukan kegiatan keempat yang
3. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dipilih klien.
dan memberi pujian: dua kegiatan masing- 3. Jelaskan follow up ke RSJ/ PKM
masing dua kali per hari. tanda kambuh dan rujukan.
4. Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberi pujian.

SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan dan berikan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pujian membimbing klien melakukan
2. Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak kegiatan yang dipilih oleh klien dan
terhingga berikan pujian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 2. Nilai kemampuan keluarga dalam
4. Masukan nilai apakah harga diri klien membimbing klien
meningkat 3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke RSJ/ PKM

Contoh Strategi Pelaksanaan


SP 1 pasien
Orientasi
“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Rizky, biasa dipanggil Kiki, saya mahasiswa
UMB yang sedang praktik diruangan ini., Bagaimana keadaan ibu hari ini ?
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah ibu lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat ibu
dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih””Dimana
kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20
menit ?
Kerja
” Ibu, apa saja kemampuan yang ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa ibu lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan
kegiatan yang ibu miliki “.” ibu dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang
masih dapat dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3
kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini. ”Sekarang, coba ibu pilih
satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini”.” O yang nomor satu,
merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan
merapikan tempat tidur ibu”. Mari kita lihat tempat tidur ibu Coba lihat, sudah
rapikah tempat tidurnya?”. “Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita
pindahkan dulu bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan
kasurnya kita balik. ”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah
atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir
masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala.
Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”. ” ibu sudah bisa
merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan
sebelum dirapikan? Bagus ” “Coba ibu lakukan dan jangan lupa memberi tanda
MMM (mandiri) kalau ibu lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan
bisa melakukan, dan ibu(tidak) melakukan.
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat
tidur ? Yah, ternyata ibu banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di
rumah sakit ini. Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah ibu praktekkan
dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah
pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci
piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur
ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”

SP 2 pasien
Orientasi
“Assalammua’laikum, bagaimana perasaan ibu pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
”Bagaimana ibu, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pag?
Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan
kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu ibu?” ”Ya benar, kita akan latihan
mencuci piring di dapur ruangan ini” ”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke
dapur!”
Kerja
“ibu, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas., ibu bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan. “Sekarang
saya perlihatkan dulu ya caranya” “Setelah semuanya perlengkapan tersedia, ibu
ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke
tempat sampah. Kemudian ibu bersihkan piring tersebut dengan menggunakan
sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni,
bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut.
Setelah itu ibu bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah
tersedia di dapur. Nah selesai… “Sekarang coba ibu yang melakukan…”“Bagus
sekali,ibu dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya
Terminasi
”Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cuci piring ?” “Bagaimana jika kegiatan
cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari ibu. Mau berapa kali ibu
mencuci piring? Bagus sekali ibu mencuci piring tiga kali setelah makan.” ”Besok
kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel” ”Mau
jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

Daftar Pustaka

Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.

Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
Stuart dan Sundeen. (1999). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.

http://elmoresagala.wordpress.com/2013/12/04/lp-jiwa-gangguan-konsep-diri-harga-
diri-rendah/

http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-isolasi-sosialmd#

http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-perilaku-kekerasan#

Anda mungkin juga menyukai