Oleh :
MELLA DESYA
NIM. 201920461011097
1. Pengertian
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 2002 ). Harga diri rendah
adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif,
dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.(Stuart dan Sundeen,
2005). Harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang terhadap diri dan
kemampuan yang diekspresikan secara langsung dan tidak langsung
(Bawlis,2002).
2. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
3. Faktor Predisposisi
3.1 Faktor yang mempengaruhi harga diri
Harga diri adalah sifat yang diwariskan secara genetik. Pengaruh lingkungan
sangat penting dalam pengembangan harga diri. Faktor-faktor predisposisi
dari pengalaman masa anak-anak merupakan faktor kontribusi pada
gangguan atau masalah konsep diri. Anak sangat peka terhadap perlakuan
dan respon orang tua. Penolakan orang tua menyebabkan anak memilki
ketidakpastian tentang dirinya dan hubungan dengan manusia lain. Anak
merasa tidak dicintai dan menjadi gagal mencintai dirinya dan orang lain.
Saat ia tumbuh lebih dewasa, anak tidak didorong untuk menjadi mandiri,
berpikir untuk dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas kebutuhan
sendiri. Kontrol berlebihan dan rasa memiliki yang berlebihan yang
dilakukan oleh orang tua dapat menciptakan rasa tidak penting dan
kurangnya harga diri pada anak. Orangtua membuat anak-anak menjadi tidak
masuk akal, mengkritik keras, dan hukuman.
Ideal diri tidak realistik merupakan salah satu penyebab rendahnya harga
diri.Individu yang tidak mengerti maksud dan tujuan dalam hidup gagal
untuk menerima tanggung jawab diri sendiri dan gagal untuk
mengembangkan potensi yang dimilki. Dia menolak dirinya bebas
berekspresi, termasuk kebenaran untuk kesalahan dan kegagalan, menjadi
tidak sabaran, keras, dan menuntut diri. Dia mengatur standar yang tidak
dapat ditemukan. Kesadaran dan pengamatan diri berpaling kepada
penghinaan diri dan kekalahan diri. Hasil ini lebih lanjut dalam hilangnya
kepercayaan diri.
3.2 Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah diterima oleh
masyarakat, misalnya wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri ,
kurang objektif, dan kurang rasional dibandingkan pria. Pria dianggap
kurang sensitive, kurang hangat, kurang ekpresif dibanding wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak seperti lazimnya
maka akan menimbulkan konflik didalam diri mapun hubungan sosial.
Misalnya wanita yang secara tradisional harus tinggal dirumah saja, jika ia
mulai keluar rumah untuk mulai sekolah atau bekerja akan menimbulkan
masalah. Konflik peran dan peran yang tidak sesuai muncul dari faktor
biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria.
3.3 Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Intervensi orangtua terus-menerus dapat mengganggu pilihan remaja. Orang
tua yang selalu curiga pada anak menyebakan kurang percaya diri pada anak.
Anak akan ragu apakah yang dia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan
keinginan orang tua maka timbul rasa bersalah. Ini juga dapat merendahkan
pendapat anak dan mengarah pada keraguan, impulsif, dan bertindak keluar
dalam upaya untuk mencapai beberapa identitas. Teman sebayanya
merupkan faktor lain yang mempengaruhi identitas. Remaja ingin diterima,
dibutuhkan, diingikan, dan dimilki oleh kelompoknya.
4. Faktor presipitasi
4.1 Trauma
Masalah khusus tentang konsep diri disebabakan oleh setiap situasi dimana
individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi dapat mempengaruhi konsep
diri dan komponennya. Situasi dan stressor yang dapat mempengaruhi
gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi
penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan
prosedur tindakan dan pengobatan.
4.2 Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran.
Transisi perkembangan
Transisi perkembangan adalah perubahan normatif berhubungan dengan
pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada
identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilakukan inidividu dengan
menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat
merupakan stressor bagi konsep diri.
Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan. Transisi situasi merupakan
bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu
melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti, misalnya status sendiri
menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Transisi sehat sakit
Transisi sehat sakit berkembang berubah dari tahap sehat ke tahap sakit.
Beberapa stressor pada tubuh dapat menyebabakan gangguan gambaran diri
dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi
semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, peran ,dan harga diri.
Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor psikologis, sossiologis,
atau fisiologis, namun yang lebih penting adalah persepsi klien terhadap
ancaman.
Pohon Masalah
Isolasi sosial: menarik diri
↑
Gangguan konsep diri: Harga diri
↑
Koping individu tidak efektif
6. Proses Keperawatan
6.1 Pengkajian
Data Subjektif:
Mengkritik diri sendiri atau orang lain
Perasaan tidak mampu
Pandangan hidup yang pesimis
Perasaan lemah dan takut
Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
Hidup yang berpolarisasi
Ketidakmampuan menentukan tujuan
Mengungkapkan kegagalan pribadi
Merasionalisasi penolakan
Data Objektif:
Produktivitas menurun
Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain
Penyalahgunaan zat
Menarik diri dari hubungan social
Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
Tampak mudah tersinggung /mudah marah.
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan).
b) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien.
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan dan berikan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pujian membimbing klien melakukan
2. Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak kegiatan yang dipilih oleh klien dan
terhingga berikan pujian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 2. Nilai kemampuan keluarga dalam
4. Masukan nilai apakah harga diri klien membimbing klien
meningkat 3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke RSJ/ PKM
SP 2 pasien
Orientasi
“Assalammua’laikum, bagaimana perasaan ibu pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
”Bagaimana ibu, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pag?
Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan
kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu ibu?” ”Ya benar, kita akan latihan
mencuci piring di dapur ruangan ini” ”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke
dapur!”
Kerja
“ibu, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas., ibu bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan. “Sekarang
saya perlihatkan dulu ya caranya” “Setelah semuanya perlengkapan tersedia, ibu
ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke
tempat sampah. Kemudian ibu bersihkan piring tersebut dengan menggunakan
sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni,
bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut.
Setelah itu ibu bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah
tersedia di dapur. Nah selesai… “Sekarang coba ibu yang melakukan…”“Bagus
sekali,ibu dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya
Terminasi
”Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cuci piring ?” “Bagaimana jika kegiatan
cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari ibu. Mau berapa kali ibu
mencuci piring? Bagus sekali ibu mencuci piring tiga kali setelah makan.” ”Besok
kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel” ”Mau
jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”
Daftar Pustaka
Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
Stuart dan Sundeen. (1999). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
http://elmoresagala.wordpress.com/2013/12/04/lp-jiwa-gangguan-konsep-diri-harga-
diri-rendah/
http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-isolasi-sosialmd#
http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-perilaku-kekerasan#